Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Dermatitis seboroik merupakan kelainan inflamasi kronik kulit kepala yang
mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik tempat predileksi.(Arif
Muttaqin & Kumala Sari, 2011). Dermatitis seboroik adalah penyakit
papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan
pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk
wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas dan fleksura ( inguinal, dan aksila).
Seborrhea (Dermatitis seboroik) merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah
terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena.
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan
kambuhan. Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit eritroskuamosa kronis,
biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa. Keadaan ini ditandai oleh kelainan kulit
di area tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah
wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal, inframamae dan
aksila).
B. Epidemiologi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umumnya
menyerang sekitar 1-3% populasi di amerika serikat, dimana 3-5% pasien terdiri dari
orang muda. Data di rumah sakit Mangunkusumo tahun 2000 samapai 2002
menunjukan insiden rata-rata dermatitis seboroik sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan
rasio pria dibandingkan wanita 1,5 : 1. Kejadian penyakit menunjukan dua puncak,
satu pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dan lainnya pada orang dewasa berusia
30-60 tahun. Pria lebih sering terkena dari pada wanita pada semua kelompok umur
dan dapat mengenai semua ras.
C. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini masih belum diketahui pasti. Factor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik di dapat secara genetic, keadaan
psikologi (stress), prubahan hormone, personal hygiene, dan keringat yang
berlebihan. Dermatitis ini lebih sering menyerang daerah-daerah yang mengandung
glandula sebasea.
Salah satu factor predisposisi adalah pertumbuhan jamur pityrosporum ovale
pada kulit kepala ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid
sebasea, mengakibatkan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit
sehingga terjadi inflamasi, akibat produk metabolitnya yang masuk kedalam
epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan
pulau langerhans. Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis, aktivitas kelenjar
sebasea dan
kerentanan pasien.
D. Manifestasi Klinik
1. Adanya tanda-tanda radang akut kenaikan suhu tubuh, kemerahan, dan
gangguan fungsi kulit.
2. Lesi berupa eritema, dengan sisik-sisik yang beminyak agak kekuningan dengan
rasa gatal yang ringan.
3. Bentuk paling ringan adalah pitiriasis sika (ketombe, dandruff) yang hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, banyak pada remaja.
Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides, dapat disertai eritema dan
krusta tebal
4. Pada bentuk yang berat terdapat bercak-bercak berskuama dan berminyak,
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
posaurikular, dan leher.
5. Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup krusta kotor dan berbau
tidak sedap. Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris epitel
yang lekat pada kulit disebut cradle cap.
6. Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di
bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak skuama kekuningan. Dapat pula
terjadi blefaritis, yaitu pinggiran kelopak mata merah disertai skuama halus.
7. Tempat predileksi adalah kepala, dahi, glabela, telinga posaurikular, liang telinga
luar, leher, lipatan nasolabial, daerah sternal, aerola mammae, lipatan pada
bawah mammae pada wanita, interskapuler, umbilikus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi.
E. Patofisologi
Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (secret dari kelenjar
sebasea) yang berlebihan pada daerah-daerah di mana kelenjar tersebut berada dalam
jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung
serta bibir bagian atas, daerah malar [pipi], telinga, aksila, dibawah payudara, lipat
paha dan lipatan gluteus di daerah pantat).dengan adanya kondisi anatomis dimana
secara predileksi didaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang
terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah besar.
F. Komplikasi
Dermatitis membandel seperti seboroik dengan diare kronis dan kegagalan
tumbuh (penyakit leiner) yang dapat menunjukkan disfungsi sistem kekebalan tubuh.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, yang pada bayi disebut penyakit Leiner.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
2. Pemeriksaaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi bergantung pada stadium
penyakit: akut, subakut, atau kronis.
3. Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopic.
H. Penatalaksanan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan farmakologis
- Sistemik : dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pada keadaan yang
berat dapat diberikann kortikosteroid sistemik (prednisolon 20-30mg sehari).
- Topikal : pada pitiriasis sika dan oleosa, 2-3 kali/ minggu kulit kepala
dikeramasi selama 5-15 menit, dengan selenium sulfida dalam bentuk sampo
atau losio, krim. Jika terdapat skuama dan krusta yang tebal, dilepaskan. Obat
lain yang dapat dipakai dalam bentuk krim:
a. Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
b. Resorsin 1-3%
c. Sulfur presiipitarum 4-15%, dapat digabung dengan asam salisil 3-6%
d. Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus lebi berat
dipakai kortikosteroid yang lebih besar, misalnya betametason-valerat.
2. Penatalaksanaan non-farmakologis
- Bila dermatitis seboroik berat, pencucian kulit kepala setiap hari akan
mempercepat penyembuhan dan di biarkan selama 5 hingga 10 menit.
Lesi kulit kepala sebaiknya dikendalikan dengan shampo anti seboroik
(selenium sulfid, sulfur, asam salisilat, seng pirition, tar).
- Penting juga untuk menghindari kelelahan, keringat berlebihan dan stres
emosional. Selain itu, kebersihan pribadi sangat perlu untuk dijaga.
- Secara umum, terapi bekerja dengan prinsip mengontrol, bukan
menyembuhkan, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan
skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi
sekunder dan mengurangi eritema dan gatal.
- Hindari kebiasaan menggaruk atau menggosok bagian yang gatal.
G. Pencegahan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dermatitis seboroik, antara
lain:
1. Hindari rangsangan gesekan, terutama ketika menggunakan sabun dan handuk.

2. Hindari menggunakan sabun yang beraroma menyengat karena diduga


mengandung alkohol.
3. Gunakan jenis sabun yang memiliki kadar minyak tinggi.
4. Batasi makanan yang dapat memicu rasa gatal, seperti makanan yang kaya
protein.
5. Mandi dengan air hangat dengan suhu yang cenderung ke dingin.
6. Hindari menggosok kulit menggunakan alkohol.
7. Hindari kontak atau sentuhan langsung dengan benda atau objek yang dapat
menyebabkan alergi.
8. Gunakan krim pelembap sesering mungkin.
9. Atasi gatal dengan menghindari garukan untuk menghindari eksema dan infeksi
sekunder.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas : Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, sering terjadi pada
bayi dan orang dewasa. Pada bayi terjadi pada usia 3 bulan setelah kelahiran dan
pada orang dewasa 30-60 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan
wanita.
2. Keluhan : pasien sering mengeluh adanya kemerahan, peningkatan suhu tubuh,
nyeri pada kasus tertentu, kulit kering agak kekuningan, ketombe dengan rasa
gatal, rambut rontok dibagian verteks dan frontal kepala, kelopak mata merah.
- Riwayat penyakit sekarang : adanya lesi berupa eritema, dengan sisik-sisik
yang berminyak agak kekuningan dengan rasa gatal yang ringan, ketombe,
yang hanya mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar. Rambut
pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, dengan adanya
pruritus. Skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya
eritematosa dan gatal, disertai bercak skuama kekuningan, kelopak mata
merah disertai skuama halus.
3. Riwayat penyakit dahulu : kaji apakah adanya infeksi mikroorganisme
(pytirosporum ovale).
4. Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah keluarga juga mempunyai riwayat
dermatitis seboroik.
5. Riwayat psikologis : adanya stress emosional.
6. Pola ADL :
 Nutrisi : pada keadaan yang berat anak-anak mungkin mengalami gangguan
tumbuh kembang akibat dari pemasukan nutrisi yang tidak adekuat.
Ketidaknyamanan dari adanya lesi membuat anak rewel sehingga
menyebabkan gangguan pemasukan nutrisi (makanan maupun minuman).
 Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah
 Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena kebersihan diri
yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi, termasuk didalamnya
untuk menghindari keringat berlebihan.
 Aktivitas : dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada, dan atau jenis
dermatitis seboroiknya (ketombe, kulit kering dengan eksudat, dan lain-lain).
7. Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi
1) Ketombe yang hanya mengenai kulit kepala
2) Lesi berupa eritema, skuama, krusta tebal yang sering meluas ke dahi,
glabela, telinga posaurikular, dan leher.
3) Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris epitel yang
lekat pada kulit (cradle cap)
4) Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alis mata,
skuama kekuningan. Dapat pula pinggiran kelopak mata merah disertai
skuama halus.
b. Palpasi
1) Kulit teraba hangat dan kasar.
2) Persistem
- B1 (Breathing): pneumonia.
- B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis,
trombophlebitis.
- B3 (Brain): nyeri (pruritus).
- B4 (Bladder)
- B5 (Bowel): diare.
- B6 (Bone and Integumen): pruritus, eritema, turgor kulit buruk,
pitiriasis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :
Eksternal :
 Hipertermia atau hipotermia
 Substansi kimia
 Kelembaban
 Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan,
restraint)
 Immobilitas fisik
 Radiasi
 Usia yang ekstrim
 Kelembaban kulit
 Obat-obatan
Internal :
 Perubahan status metabolik
 Tonjolan tulang
 Defisit imunologi
 Berhubungan dengan dengan perkembangan
 Perubahan sensasi
 Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
 Perubahan status cairan
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DO:
 Gangguan pada bagian tubuh
 Kerusakan lapisa kulit (dermis)
 Gangguan permukaan kulit (epidermis)

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan:


- Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas,
depresi, kelelahan, takut, kesendirian.
- Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan,
medikasi (depresan, stimulan),kebisingan.
- Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.

DS:
- Bangun lebih awal/lebih lambat
- Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur

DO :
- Penurunan kemampuan fungsi
- Penurunan proporsi tidur REM
- Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur
- Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
3. Defisit perawatan diri
Berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan
lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri,
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.
DO :
Ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,
ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
4. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan : Intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme
tubuh
DS : Laporan adanya sedikit aktivitas atau tidak ada aktivitas
DO:
- Lipatan kulit tricep > 25 mm untuk wanita dan > 15 mm untuk pria
- BB 20 % di atas ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh ideal
- Makan dengan respon eksternal (misalnya : situasi sosial, sepanjang hari)
- Dilaporkan atau diobservasi adanya disfungsi pola makan (misal :
memasangkan makanan dengan aktivitas yang lain)
- Konsentrasi intake makanan pada menjelang malam
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit berhubungan NOC : NIC : Pressure Management


dengan :
Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Eksternal : Mucous Membranes pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan
sekunder  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
 Substansi kimia
kering
 Kelembaban Setelah dilakukan tindakan
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
 Faktor mekanik (misalnya : alat yang keperawatan selama…..
setiap dua jam sekali
dapat menimbulkan luka, tekanan, kerusakan integritas kulit
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
restraint) pasien teratasi dengan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
 Immobilitas fisik kriteria hasil:
derah yang tertekan
 Radiasi
 Integritas kulit yang baik  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Usia yang ekstrim
bisa dipertahankan  Monitor status nutrisi pasien
 Kelembaban kulit
(sensasi, elastisitas,  Memandikan pasien dengan sabun dan air
 Obat-obatan temperatur, hidrasi, hangat
Internal : pigmentasi)
 Kaji lingkungan dan peralatan yang
 Tidak ada luka/lesi pada menyebabkan tekanan
 Perubahan status metabolik
 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
 Tonjolan tulang kulit luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
 Defisit imunologi  Perfusi jaringan baik jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,

 Berhubungan dengan dengan  Menunjukkan formasi traktus

perkembangan pemahaman dalam proses  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan

 Perubahan sensasi perbaikan kulit dan perawatan luka

 Perubahan status nutrisi (obesitas, mencegah terjadinya  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,

kekurusan) sedera berulang vitamin

 Perubahan status cairan  Mampu melindungi kulit  Cegah kontaminasi feses dan urin

 Perubahan pigmentasi dan mempertahankan  Lakukan tehnik perawatan luka dengan


kelembaban kulit dan steril
 Perubahan sirkulasi
perawatan alami  Berikan posisi yang mengurangi tekanan
 Perubahan turgor (elastisitas kulit)
 Menunjukkan terjadinya pada luka
DO: proses penyembuhan

 Gangguan pada bagian tubuh luka

 Kerusakan lapisa kulit (dermis)


 Gangguan permukaan kulit (epidermis)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan pola tidur berhubungan dengan: NOC: NIC :

 Psikologis : usia tua, kecemasan, agen  Anxiety Control Sleep Enhancement


biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi,  Comfort Level
 Determinasi efek-efek medikasi terhadap
kelelahan, takut, kesendirian.  Pain Level pola tidur
 Lingkungan : kelembaban, kurangnya  Rest : Extent and Pattern  Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi  Sleep : Extent ang Pattern  Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
(depresan, stimulan),kebisingan. Setelah dilakukan tindakan sebelum tidur (membaca)
keperawatan selama ….
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.  Ciptakan lingkungan yang nyaman
gangguan pola tidur pasien
 Kolaburasi pemberian obat tidur
DS: teratasi dengan kriteria
hasil:
 Bangun lebih awal/lebih lambat
 Jumlah jam tidur dalam
 Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah
batas normal
tidur
 Pola tidur,kualitas dalam
DO : batas normal
 Perasaan fresh sesudah
 Penurunan kemampuan fungsi
tidur/istirahat
 Penurunan proporsi tidur REM
 Mampu mengidentifikasi
 Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. hal-hal yang meningkatkan
 Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur tidur
 Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Defisit perawatan diri NOC : NIC :
Berhubungan dengan : penurunan  Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
atau kurangnya motivasi, Daily Living (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
hambatan lingkungan, kerusakan Setelah dilakukan tindakan mandiri.
muskuloskeletal, kerusakan keperawatan selama ….  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
neuromuskular, nyeri, kerusakan Defisit perawatan diri kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
persepsi/ kognitif, kecemasan, teratas dengan kriteria  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
kelemahan dan kelelahan. hasil: melakukan self-care.
 Klien terbebas dari bau  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
DO : badan normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk mandi,  Menyatakan kenyamanan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
ketidakmampuan untuk terhadap kemampuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
berpakaian, ketidakmampuan untuk melakukan ADLs  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk makan, ketidakmampuan  Dapat melakukan ADLS untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
untuk toileting dengan bantuan mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi lebih dari
 Nutritional Status : food Weight Management
kebutuhan tubuh
and Fluid Intake
 Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake
Berhubungan dengan :  Nutritional Status : nutrient
makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan BB
Intake yang berlebihan Intake
 Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
terhadap kebutuhan  Weight control mempengaruhi BB
metabolisme tubuh Setelah dilakukan tindakan
 Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan
keperawatan selama ….
factor herediter yang dapat mempengaruhi BB
Ketidak seimbangan nutrisi
 Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan
DS : lebih teratasi dengan
dengan BB berlebih dan penurunan BB
kriteria hasil:
 Laporan adanya  Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
sedikit aktivitas atau  Mengerti factor yang
 Perkirakan BB badan ideal pasien
tidak ada aktivitas meningkatkan berat badan
 Mengidentfifikasi tingkah
DO: laku dibawah kontrol klien
Nutrition Management
 Lipatan kulit tricep >  Memodifikasi diet dalam
25 mm untuk wanita waktu yang lama untuk  Kaji adanya alergi makanan
mengontrol berat badan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
dan > 15 mm untuk
pria  Penurunan berat badan 1-2 nutrisi yang dibutuhkan pasien.
 BB 20 % di atas ideal pounds/mgg  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
untuk tinggi dan  Menggunakan energy  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
kerangka tubuh ideal untuk aktivitas sehari hari  Berikan substansi gula
 Makan dengan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
respon eksternal mencegah konstipasi
(misalnya : situasi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
sosial, sepanjang ahli gizi)
hari)  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Dilaporkan atau  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
diobservasi adanya  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
disfungsi pola makan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
(misal : dibutuhkan
memasangkan
makanan dengan Weight reduction Assistance
aktivitas yang lain)  Fasilitasi keinginan pasien untuk menurunkan BB
 Konsentrasi intake  Perkirakan bersama pasien mengenai penurunan BB
makanan pada
 Tentukan tujuan penurunan BB
menjelang malam
 Beri pujian/reward saat pasien berhasil mencapai tujuan
 Ajarkan pemilihan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in General Medicine. Edisi ke-
7. New York: McGrawHill Book, Co;2012.p. 259-66. 2. Schwarts it: 02 Juni 2014.
Lubis, Nova Zairina. 2014. Proporsi Pasien Dermatitis Seboroik di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Tahun
2010-2012. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41341.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeus Calpius
Price, Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi konsep klinis dalam proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Rudolph, Abraham M, dkk. 2006. Buku ajar pediatri. Jakarta : EGC
Schwartz J, DeAngelis YM, Dawson Jr TL. Dandruff and seborrheic dermatitis: a head scratcher.
Dalam: Evans T, Wickett R, penyunting. Practical Modern Hair Science. Edisi ke-1.
Illinois: Allured Pub; 2012. p.389–413.
Smeltzer dan Bare. 2000. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Taylor Cynthia. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai