TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Dermatitis seboroik merupakan kelainan inflamasi kronik kulit kepala yang
mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik tempat predileksi.(Arif
Muttaqin & Kumala Sari, 2011). Dermatitis seboroik adalah penyakit
papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan
pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk
wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas dan fleksura ( inguinal, dan aksila).
Seborrhea (Dermatitis seboroik) merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah
terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena.
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan
kambuhan. Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit eritroskuamosa kronis,
biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa. Keadaan ini ditandai oleh kelainan kulit
di area tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah
wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal, inframamae dan
aksila).
B. Epidemiologi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umumnya
menyerang sekitar 1-3% populasi di amerika serikat, dimana 3-5% pasien terdiri dari
orang muda. Data di rumah sakit Mangunkusumo tahun 2000 samapai 2002
menunjukan insiden rata-rata dermatitis seboroik sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan
rasio pria dibandingkan wanita 1,5 : 1. Kejadian penyakit menunjukan dua puncak,
satu pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dan lainnya pada orang dewasa berusia
30-60 tahun. Pria lebih sering terkena dari pada wanita pada semua kelompok umur
dan dapat mengenai semua ras.
C. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini masih belum diketahui pasti. Factor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik di dapat secara genetic, keadaan
psikologi (stress), prubahan hormone, personal hygiene, dan keringat yang
berlebihan. Dermatitis ini lebih sering menyerang daerah-daerah yang mengandung
glandula sebasea.
Salah satu factor predisposisi adalah pertumbuhan jamur pityrosporum ovale
pada kulit kepala ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid
sebasea, mengakibatkan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit
sehingga terjadi inflamasi, akibat produk metabolitnya yang masuk kedalam
epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan
pulau langerhans. Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis, aktivitas kelenjar
sebasea dan
kerentanan pasien.
D. Manifestasi Klinik
1. Adanya tanda-tanda radang akut kenaikan suhu tubuh, kemerahan, dan
gangguan fungsi kulit.
2. Lesi berupa eritema, dengan sisik-sisik yang beminyak agak kekuningan dengan
rasa gatal yang ringan.
3. Bentuk paling ringan adalah pitiriasis sika (ketombe, dandruff) yang hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, banyak pada remaja.
Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides, dapat disertai eritema dan
krusta tebal
4. Pada bentuk yang berat terdapat bercak-bercak berskuama dan berminyak,
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
posaurikular, dan leher.
5. Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup krusta kotor dan berbau
tidak sedap. Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris epitel
yang lekat pada kulit disebut cradle cap.
6. Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di
bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak skuama kekuningan. Dapat pula
terjadi blefaritis, yaitu pinggiran kelopak mata merah disertai skuama halus.
7. Tempat predileksi adalah kepala, dahi, glabela, telinga posaurikular, liang telinga
luar, leher, lipatan nasolabial, daerah sternal, aerola mammae, lipatan pada
bawah mammae pada wanita, interskapuler, umbilikus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi.
E. Patofisologi
Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (secret dari kelenjar
sebasea) yang berlebihan pada daerah-daerah di mana kelenjar tersebut berada dalam
jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung
serta bibir bagian atas, daerah malar [pipi], telinga, aksila, dibawah payudara, lipat
paha dan lipatan gluteus di daerah pantat).dengan adanya kondisi anatomis dimana
secara predileksi didaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang
terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah besar.
F. Komplikasi
Dermatitis membandel seperti seboroik dengan diare kronis dan kegagalan
tumbuh (penyakit leiner) yang dapat menunjukkan disfungsi sistem kekebalan tubuh.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, yang pada bayi disebut penyakit Leiner.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
2. Pemeriksaaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi bergantung pada stadium
penyakit: akut, subakut, atau kronis.
3. Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopic.
H. Penatalaksanan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan farmakologis
- Sistemik : dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pada keadaan yang
berat dapat diberikann kortikosteroid sistemik (prednisolon 20-30mg sehari).
- Topikal : pada pitiriasis sika dan oleosa, 2-3 kali/ minggu kulit kepala
dikeramasi selama 5-15 menit, dengan selenium sulfida dalam bentuk sampo
atau losio, krim. Jika terdapat skuama dan krusta yang tebal, dilepaskan. Obat
lain yang dapat dipakai dalam bentuk krim:
a. Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
b. Resorsin 1-3%
c. Sulfur presiipitarum 4-15%, dapat digabung dengan asam salisil 3-6%
d. Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus lebi berat
dipakai kortikosteroid yang lebih besar, misalnya betametason-valerat.
2. Penatalaksanaan non-farmakologis
- Bila dermatitis seboroik berat, pencucian kulit kepala setiap hari akan
mempercepat penyembuhan dan di biarkan selama 5 hingga 10 menit.
Lesi kulit kepala sebaiknya dikendalikan dengan shampo anti seboroik
(selenium sulfid, sulfur, asam salisilat, seng pirition, tar).
- Penting juga untuk menghindari kelelahan, keringat berlebihan dan stres
emosional. Selain itu, kebersihan pribadi sangat perlu untuk dijaga.
- Secara umum, terapi bekerja dengan prinsip mengontrol, bukan
menyembuhkan, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan
skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi
sekunder dan mengurangi eritema dan gatal.
- Hindari kebiasaan menggaruk atau menggosok bagian yang gatal.
G. Pencegahan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dermatitis seboroik, antara
lain:
1. Hindari rangsangan gesekan, terutama ketika menggunakan sabun dan handuk.
DS:
- Bangun lebih awal/lebih lambat
- Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur
DO :
- Penurunan kemampuan fungsi
- Penurunan proporsi tidur REM
- Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur
- Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
3. Defisit perawatan diri
Berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan
lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri,
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.
DO :
Ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,
ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
4. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan : Intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme
tubuh
DS : Laporan adanya sedikit aktivitas atau tidak ada aktivitas
DO:
- Lipatan kulit tricep > 25 mm untuk wanita dan > 15 mm untuk pria
- BB 20 % di atas ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh ideal
- Makan dengan respon eksternal (misalnya : situasi sosial, sepanjang hari)
- Dilaporkan atau diobservasi adanya disfungsi pola makan (misal :
memasangkan makanan dengan aktivitas yang lain)
- Konsentrasi intake makanan pada menjelang malam
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
perkembangan pemahaman dalam proses Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
Perubahan status nutrisi (obesitas, mencegah terjadinya Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
Perubahan status cairan Mampu melindungi kulit Cegah kontaminasi feses dan urin