Anda di halaman 1dari 8

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Number Head

Together ( NHT ) berpendekatan Kontekstual untuk mengetahui gambaran kemampuan


komunikasi matematis siswa kelas VIII berdasarkan Self Confidence. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode campuran. Pengumpulan data dilakukan melalui tes, angket,
wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran
NHT lebih efektif terhadap kemampuan komunikasi matematis yang dapat dilihat dari hasil tes
kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol, (2) Pola
komunikasi matematis keterampilan dalam hal Self Confidence bervariasi. Dari 31 siswa
terdapat siswa yang masuk dalam kategori kurang positif, positif dan sangat positif. Oleh karena
itu, penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika khususnya
penggunaan pendekatan kontekstual dan keterampilan komunikasi matematis dapat diterapkan
dalam pembelajaran dengan model NHT dan Self Confidence siswa.

Kata kunci: Keterampilan Komunikasi Matematis, Number Head Together, Self Confidence,
Kontekstual

Matematika salah satu mata pelajaran dalam


pendidikan formal diperoleh dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas. Matematika merupakan mata
pelajaran yang memiliki peran penting dalam
pendidikan karena dapat membekali siswa untuk
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif
(Herdini et al., 2019).
Menurut Khoerunnisa et al (2016) siswa harus belajar
matematika dengan alasan bahwa matematika
merupakan alat komunikasi yang sangat ampuh dan
berpengaruh, teliti dan tepat, serta tidak
membingungkan. Maka dalam hal ini siswa harus
mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh
agar matematika dapat digunakan sebagai alat
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara
dengan guru kelas III SD Negeri Lawatan 02 diketahui
bahwa tingkat kemampuan komunikasi matematis
siswa masih kurang atau rendah. Karena siswa dalam
menyelesaikan soal cerita tidak muncul bahasa
matematis, sehingga masih banyak siswa dalam
mengerjakan soal yang dibantu oleh guru. Hal ini
dibuktikan dengan hasil kerja siswa selama observasi
lapangan dapat dilihat pada gambar 1.
Nilai pretest ketiga SD Negeri Lawatan 02 yang dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2021 menunjukkan
bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas III dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah
dan belum ada bahasa matematis, sehingga masih banyak siswa yang mengerjakan soal cerita. pertanyaan
dibantu oleh guru dan bahkan orang tua mereka. Dari 30 siswa tersebut, hanya 50% siswa yang nilainya
mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM), dengan nilai KKM yang ditetapkan 65. Nilai pretest siswa
kelas III SD Negeri Lawatan 02 adalah 40 ada 1 siswa,
44 ada 1 siswa, 52 ada 4 siswa, 54
ada 1 siswa, 56 ada 1 siswa, 60 ada
5 siswa, 64 ada 5 siswa, 68 ada 5
siswa, 70 ada 1 siswa, 72 ada 5
siswa, dan 76 ada 1 siswa.
Menurut Zevenbergen (2004) kesulitan keterampilan komunikasi matematis adalah dalam penggunaan
bahasa matematis dimana komunikasi matematis juga melibatkan bahasa yang sangat tepat sehingga
matematika dikomunikasikan dengan benar. Untuk mengembangkan keterampilan komunikasi matematis,
yang dapat dilakukan guru adalah mengubah cara siswa berinteraksi dengan pekerjaannya dengan siswa
lain (Lee, 2017). Oleh karena itu, guru harus berusaha mendorong siswanya untuk dapat berinteraksi atau
berkomunikasi dengan siswa lain. Untuk mengembangkan keterampilan komunikasi matematis siswa,
siswa perlu:

fokus pada pembelajaran matematika dan siswa mampu menyampaikan ide-ide matematikanya. Menurut
Lestari & Yudhanegara (2015) keterampilan komunikasi matematis adalah menyampaikan
gagasan/gagasan matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahami dan menerima
gagasan/gagasan matematis orang lain secara cermat. Keterampilan komunikasi matematis sangat penting
bagi siswa agar dapat menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan penalaran yang baik,
mengilustrasikan ide-ide matematika ke dalam model matematika, dan menghubungkan proses ke dalam
berbagai konsep matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari (Tinungki, 2015). Oleh karena itu,
siswa mampu mengomunikasikan matematika ke dalam gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas situasi atau masalah matematika.
Selain masalah rendahnya kemampuan komunikasi matematis, permasalahan di atas juga disebabkan oleh
penggunaan model pembelajaran yang belum meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Oleh
karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran discovery. Discovery
learning dipilih karena sesuai dengan implementasi kurikulum 2013 dan sebagai model yang mampu
memecahkan masalah. Menurut Sinambela et al., (2018) dalam discovery learning, siswa didorong untuk
belajar

sendiri, yaitu melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip. Sedangkan menurut Cahyani, dalam
Prestika et al., (2018) discovery learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan secara sistematis, kritis, dan logis sehingga
mereka dapat menemukan sendiri pengetahuannya. Model ini diharapkan siswa aktif dalam menemukan
konsep dan solusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya sendiri terkait dengan
proses kognitif dan dapat membantu siswa melatih pola pikir.
Pembelajaran matematika dalam menemukan suatu konsep membutuhkan alat peraga yang manipulatif
yang mampu memperjelas materi. Dapat dikatakan bahwa belajar matematika diperoleh dari pengalaman
siswa terhadap benda-benda konkret dan memberi mereka kesempatan untuk menghubungkan konsep-
konsep matematika yang abstrak dengan dunia nyata (Kadir et al., 2018). Dalam penggunaan alat peraga
manipulatif tidak hanya memberikan kontribusi pada aspek kognitif saja tetapi dapat meningkatkan aspek
psikomotorik (Kontas, 2016).
Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa tidaklah mudah, sehingga perlu dijelaskan
dengan menggunakan alat peraga manipulatif konkret. Penggunaan alat peraga manipulatif mampu
memecahkan proses penalaran menjadi langkah-langkah untuk membimbing siswa, memberikan
penalaran, dan membangun pemahaman konseptual (Hidayah et al., 2018). Alat peraga manipulatif yang
akan digunakan siswa dalam penelitian ini adalah alat peraga manipulatif individual. Alat peraga
manipulatif yang digunakan setiap anak relatif lebih kecil dibandingkan dengan alat peraga manipulatif
klasik/kelompok. Dengan memfasilitasi alat peraga siswa, pembelajaran matematika diharapkan dapat
memperkuat kompetensi siswa, terutama aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari. Dalam penggunaan alat peraga manipulatif diperlukan lembar kegiatan
agar siswa mampu memanipulasi alat peraga manipulatif secara individu secara mandiri dan mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Manipulatif Alat peraga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bermain sekaligus belajar matematika (Kanastren et al., 2018).
Selain itu, model pembelajaran discovery berbantuan alat peraga manipulatif individual diharapkan dapat
digunakan untuk meningkatkan respon siswa yaitu melalui kegiatan pembelajaran. Menurut Purniati
dalam Fachrurazi (2011) menyatakan bahwa respon siswa terhadap masalah komunikasi matematis pada
umumnya masih kurang. Hal ini dikarenakan soal cerita untuk siswa kelas III masih baru, sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal.
Respon muncul ketika siswa mampu mengamati dan memperhatikan suatu objek. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi adanya respon, yaitu pengalaman, proses belajar, dan nilai-nilai kepribadian
(Hidayati, 2013). Dalam hal ini respon siswa mampu memberikan kesan atau respon setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran.
Saat ini dunia dihebohkan dengan mewabahnya penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus tersebut
dikenal dengan corona atau dengan nama lain Covid-19. Penyebaran virus ini berdampak pada bidang
politik, ekonomi, sosial dan budaya (Setiadi, 2020). Dampak dari virus ini mengakibatkan pembatasan
terhadap seluruh aktivitas yang ada, seperti aktivitas sekolah, aktivitas kerja, aktivitas peribadatan, dan
aktivitas fasilitas umum.
Pada tanggal 24 Maret 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menerbitkan Surat
Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Pada Masa Darurat Penyebaran
Covid19, dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa proses pembelajaran dilakukan di rumah melalui
pembelajaran online/jarak jauh. Adanya Covid-19 telah membawa pengalaman belajar offline menjadi
pembelajaran online. Pembelajaran online yang diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis adalah dengan memberikan pembelajaran di rumah atau dalam istilah lain home based learning
(HBL). Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

keefektifan discovery learning berbantuan alat peraga manipulatif individual ditinjau dari respon siswa
dengan indikator (1) Keterampilan komunikasi matematis siswa dalam discovery learning berbantuan alat
peraga manipulatif individual dapat mencapai ketuntasan belajar, (2) Keterampilan komunikasi matematis
siswa dalam discovery learning berbantuan dengan alat peraga manipulatif individu dapat mencapai
ketuntasan klasikal, (3) Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa pada discovery learning
berbantuan alat peraga manipulatif individual lebih dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan model konvensional berbantuan lembar kegiatan, (4) Proporsi ketuntasan siswa pada
pembelajaran discovery berbantuan alat peraga manipulatif individual lebih banyak dibandingkan dengan
proporsi ketuntasan siswa dengan model konvensional berbantuan lembar kegiatan, (5) Pengaruh respon
siswa terhadap hasil keterampilan komunikasi matematis tes dan untuk mengetahui gambaran
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas III berdasarkan respon siswa METODE
Jenis atau metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Mixed Methods, merupakan gabungan
antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah sekuensial
explanatory design. Desain ini merupakan prosedur penelitian yang menggabungkan penggunaan metode
kuantitatif dan metode kualitatif.
Penelitian kuantitatif digunakan untuk memperoleh keterampilan komunikasi matematis siswa. Data
kuantitatif ini diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis. Desain yang digunakan dalam
penelitian kuantitatif adalah non-equivalent control group design. Kemampuan komunikasi matematis
akan diuji pada keefektifan model discovery learning berbantuan alat peraga manipulatif individual
terhadap respon siswa. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

uji ketuntasan belajar, uji ketuntasan klasikal, uji beda rata-rata, uji beda proporsi, uji regresi linier
sederhana, dan peningkatan rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen.
Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran kemampuan komunikasi matematis ditinjau
dari respon siswa. Data diperoleh dari penelitian kualitatif yang dilakukan dengan hasil tes kemampuan
komunikasi matematis dan wawancara. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah tiga siswa yang
dipilih berdasarkan hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang diambil dari tingkat tanggapan
sangat positif, positif, dan kurang positif. Kriteria respon siswa dapat dilihat pada tabel 1.

Jenis atau metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Mixed Methods, merupakan gabungan
antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah sekuensial
explanatory design. Desain ini merupakan prosedur penelitian yang menggabungkan penggunaan metode
kuantitatif dan metode kualitatif.
Penelitian kuantitatif digunakan untuk memperoleh keterampilan komunikasi matematis siswa. Data
kuantitatif ini diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis. Desain yang digunakan dalam
penelitian kuantitatif adalah non-equivalent control group design. Kemampuan komunikasi matematis
akan diuji pada keefektifan model Number Head Together berpendekatan kontekstual dan Self
Confidence Siswa. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
uji ketuntasan belajar, uji ketuntasan klasikal, uji beda rata-rata, uji beda proporsi, uji regresi linier
sederhana, dan peningkatan rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen.
Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran kemampuan komunikasi matematis ditinjau
dari self Confidence. Data diperoleh dari penelitian kualitatif yang dilakukan dengan hasil tes
kemampuan komunikasi matematis dan wawancara. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah tiga
siswa yang dipilih berdasarkan hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang diambil dari tingkat
tanggapan sangat positif, positif, dan kurang positif. Kriteria respon siswa dapat dilihat pada tabel

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, angket, pedoman wawancara,
dan dokumentasi. Tes digunakan untuk mengetahui nilai kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kuesioner digunakan untuk mengetahui self confidence setelah pembelajaran selesai. Kuesioner
tanggapan terdiri dari 4 aspek, yaitu Percaya pada Kemampuan Sendiri, Bertindak Mandiri dalam
Mengambil Keputusan, Memiliki Rasa Positif terhadap Diri Sendiri,Berani Mengungkapkan Pendapat
dan kesenangan. Wawancara digunakan untuk mengetahui lebih jauh tentang kemampuan komunikasi
matematis dan Self Confidence dalam pembelajaran matematika. Teknik wawancara dalam penelitian ini
menggunakan wawancara semi terstruktur. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mahasiswa
yang dibutuhkan dalam penelitian.

HASIL DAN DISKUSI


Analisis Data Kuantitatif
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tes kemampuan komunikasi matematis, maka dilakukan tes sebagai
berikut.

(1) Uji Normalitas


Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil pretest dan posttest

(4) Tes Ketuntasan Belajar


Uji ketuntasan belajar dilakukan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen mencapai ketuntasan
minimal. Tes ketuntasan belajar menggunakan one sample T-test dengan bantuan SPSS
22 program aplikasi dengan kriteria ketuntasan minimal 70. Berdasarkan hasil analisis data posttest
keterampilan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal dan homogen, kemudian dilakukan uji ketuntasan belajar dan diperoleh hasil = 7.201 sedangkan
untuk= 1.567. Karena > , maka
0 ditolak artinya rata-rata
nilai keterampilan komunikasi matematis siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal.

(5) Tes Penguasaan Klasik


Uji ketuntasan klasikal digunakan untuk mengetahui bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas eksperimen mencapai ketuntasan klasikal. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan telah
mencapai ketuntasan klasikal jika jumlah siswa dalam kelas tersebut mencapai ketuntasan 75 %. Uji yang
digunakan adalah uji proporsi satu sampel di sebelah kanan. Berdasarkan hasil analisis data posttest,
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen yang melebihi nilai KKM adalah 28 dari 30
ketuntasan siswa kelas eksperimen secara individual. Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas, data
yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, sehingga dari hasil analisis yang dihitung secara
manual diperoleh = 0,562 dan untuk= 0,93. Karena> ,Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai sig yang sama yaitu 0,593. Sehingga rata-rata hasil tes
kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol.maka H0 ditolak.
Artinya proporsi siswa yang mendapatkan nilai tes keterampilan komunikasi matematis lebih besar dari
75% pada kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan Kontekstual , sudah melebihi KKM pada
tes keterampilan komunikasi matematis yaitu 28 dari itu
Maka H 0 ditolak. Artinya proporsi siswa yang memperoleh nilai tes keterampilan komunikasi matematis
lebih besar dari 75 % pada kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self
Confidence sudah melebihi KKM pada tes keterampilan komunikasi matematis yaitu 28 dari ketuntasan
siswa kelas eksperimen 30 secara klasikal sebesar 75%.

(4) Uji Beda Rata-Rata


Uji beda rata-rata dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa pada model NHT berpendekatan Kontektual dan Self Confidence lebih baik daripada
kemampuan komunikasi matematis siswa pada model konvensional berbantuan lembar kerja peserta
didik. Pengujian yang dilakukan adalah uji-t (Independent sample test) pada ruas kanan dengan bantuan
program aplikasi Excel. Berdasarkan hasil analisis data posttest kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen,
kemudian dilakukan uji beda rata-rata dan diperoleh hasil
= 4,199 sedangkan untuk = 2,002. Karena > , maka 0 ditolak, artinya rata-rata kemampuan komunikasi
matematis siswa pada kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self
Confidence lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan
model konvensional berbantuan lembar kerja peserta dididk.

(5) Uji Selisih Proporsi


Uji beda proporsi digunakan untuk mengetahui proporsi siswa yang tuntas secara individual pada posttest
kemampuan komunikasi matematis siswa. Uji beda proporsi ini menggunakan uji sisi kanan. Berdasarkan
hasil analisis data posttest kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada tes sebelumnya data berdistribusi normal dan homogen kemudian diuji dengan perhitungan manual
diperoleh = 1,1 sedangkan untuk = 0,94 . Karena > maka 0 ditolak. Artinya, proporsi kemampuan
komunikasi matematis siswa dalam kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan
Self Confidence lebih banyak dibandingkan proporsi kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
yang menggunakan model konvensional berbantuan lembar kerja peserta didik.

(6) Uji Regresi Linier Sederhana


Uji regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh respon siswa terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa di kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self
Confidence. Pengujian ini menggunakan bantuan program aplikasi Excel. Hasil perhitungan diperoleh
nilai sig. 0,009 yang lebih kecil dari 0,05 maka 0 ditolak. Artinya, tanggapan siswa berpengaruh terhadap
keterampilan komunikasi matematis dengan persamaan regresi linier sederhana diperoleh: = 38,756 +
0,51𝑋𝑋1.

(7) Peningkatan Pretest dan Posttest Eksperimental


Setelah data dikatakan terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah
data tersebut sama atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program aplikasi
SPSS 22 diperoleh nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,621 sehingga data pretest dan posttest menunjukkan
data yang sama atau homogen.
Selanjutnya dilakukan uji t berpasangan (paired sample test). Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan
nilai sig sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05 sehingga H_a diterima. Artinya rata-rata hasil
posttest pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada hasil pretest.
Uji n-gain digunakan untuk mengetahui lebih jauh tentang peningkatan dari nilai pretest ke posttest. Hasil
analisis dihitung secara manual dan dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4. rerata N-gain untuk kelas yang menggunakan model NHT berpendekatan
Kontektual dan Self Confidence adalah 0,41. Artinya kemampuan komunikasi matematis berada pada
kategori sedang dan untuk kelas kontrol diperoleh rata-rata sebesar 0,24.yang berarti bahwa kemampuan
komunikasi matematis berada pada kategori rendah. Bentuk grafik antara peningkatan pretest posttest
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada gambar 2.

Analisis Data Kualitatif


Hasil tes kemampuan komunikasi matematis terdiri dari lima soal yang dinilai dengan panduan penilaian
berdasarkan kemampuan komunikasi matematis yang dilakukan oleh indikator. Setelah mengetahui
ketercapaian kemampuan komunikasi matematis, maka berdasarkan data posttest indikator kemampuan
komunikasi matematis dan hasil wawancara dengan subjek penelitian terpilih dapat diterapkan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi merupakan upaya penelitian untuk memperoleh data yang mendalam.

Mengisi Kuesioner Self confidence Siswa dan Menentukan Subyek Penelitian


Angket siswa diberikan kepada kelas eksperimen setelah pembelajaran selesai. Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini mengacu pada Khairiyah (2019) yang terdiri dari 4 aspek yaitu yaitu Percaya pada
Kemampuan Sendiri, Bertindak Mandiri dalam Mengambil Keputusan, Memiliki Rasa Positif terhadap
Diri Sendiri,Berani Mengungkapkan Pendapat dan kesenanganUntuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap keterampilan komunikasi matematis dalam materi peluang, instrumen angket yang terdiri dari 20
pernyataan dengan jawaban "Ya" atau "Tidak" digunakan. Hasil respon siswa dapat dilihat pada Tabel 5.

Pada aspek minat, persentase skornya adalah 80% dengan kategori respon positif bahwa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self
Confidence membuat siswa tertarik untuk belajar. Seperti dalam penelitian penelitian yang dilakukan
Musharafa (2018) di SMK Santo Aloisius Ruteng kelas X yang menyimpulkan bahwa model
NHT lebih efektif dari pada pembelajaran Langsung dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.Pada aspek motivasi, persentase skor 86% dengan kategori respon sangat
positif menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga manipulatif individual
memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk termotivasi dalam belajar.

Pada aspek Percaya pada Kemampuan Sendiri, persentase skornya adalah 78% dengan kategori respon
positif. menunjukkan bahwa Percaya pada Kemampuan Sendiri dapat membuat siswa percaya akan
kemampuan yang dimiliki Pada aspek Bertindak Mandiri dalam Mengambil Keputusan, persentase
skornya sebesar 85% dengan kategori respon sangat positif menunjukkan bahwa pembelajaran jika diikuti
denganpembelajaran berpendekatan kontekstual. Seperti dalam penelitian Binangun (2016), siswa yang
belajar matematika dapat dengan senang hati mengeksplorasi diri untuk memahami materi pelajaran.
Berdasarkan hasil tes kemampuan komunikasi matematis, diketahui bahwa beberapa siswa mendapatkan
hasil yang berbeda dengan kriteria yang berbeda. Subjek penelitian yang dipilih adalah tiga dari 30 siswa
yang memiliki kriteria berbeda dari hasil tes kemampuan komunikasi matematis dan angket respon siswa
dengan rincian pada Tabel 6. Berdasarkan hasil angket siswa terdapat 10 subjek yang kurang positif
tanggapan dan 2 dipilih untuk subjek penelitian. Selanjutnya diperoleh 18 subjek dengan kriteria respon
positif dan dipilih 2 subjek penelitian. sedangkan untuk subjek dengan respon sangat positif ada 2 yaitu
kemudian dijadikan sebagai subjek penelitian.
Diskusi Kuantitatif
model NHT berpendekatan Kontektual dan Self Confidence dilakukan untuk penelitian secara kuantitatif,
sehingga dalam penelitian ini hasil yang diperoleh berupa skor pada tes kemampuan komunikasi
matematis. Kelas eksperimen menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self Confidence,
sedangkan kelas kontrol menggunakan model konvensional dengan bantuan lembar kerja peserta
didik.Pada kelas eksperimen, pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model NHT
berpendekatan Kontektual dan Self Confidence yang sebelumnya telah diberikan kepada siswa dengan
menerapkan protokol kesehatan.

Setelah pembelajaran model NHT berpendekatan Kontektual selesai, peneliti memberikan tes
kemampuan komunikasi matematis dan angket self confidence siswa pada kelas eksperimen sedangkan
kelas kontrol hanya diberikan tes kemampuan komunikasi matematis. Tes kemampuan komunikasi
matematis dilakukan oleh siswa. Setelah itu, peneliti kemudian melakukan wawancara di kelas
eksperimen dengan siswa terpilih. Dalam wawancara peneliti melihat kemampuan komunikasi matematis
siswa secara verbal dan peneliti juga melihat self confidence siswa terhadap model NHT berpendekatan
Kontektua. Setelah semuanya dilakukan, selanjutnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas untuk
data akhir (posttest). Uji normalitas diperoleh nilai signifikansi = 0,156 > 0,05. Sedangkan untuk uji
homogenitas nilai signifikansi =
0,231 > 0,05 sehingga data terdistribusi normal dan memiliki varian yang sama atau homogen.
Berdasarkan hasil keterampilan komunikasi matematis siswa diketahui bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model NHT berpendekatan Kontektual dan Self Confidence lebih efektif dibandingkan
dengan model konvensional berbantuan lembar kerja siswa. Hal ini terlihat dari (1) ketuntasan siswa yang
telah mencapai nilai 70lebih dari 75%;
(2) rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen lebih besar dari
pada kelas kontrol yaitu 77,86 untuk kelas eksperimen.kelas eksperimen dan 69,86 untuk kelas kontrol.

Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model NHT
berpendekatan Kontektual dan self confidence efektif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa
dan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model NHT berpendekatan
Kontektual dan self confidence memiliki peningkatan, dimana nilai posttest lebih tinggi dari nilai pretest.
Hasil posttest kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil
posttest kelas kontrol. Kemampuan komunikasi matematis dengan kategori self confidence kurang positif
menunjukkan subjek mampu mencapai salah satu indikatornya. Kemampuan komunikasi matematis
dengan self confidence positif menunjukkan subjek mampu mencapai tiga indikator. Sedangkan
keterampilan komunikasi matematis dengan kategori self confidence sangat positif menunjukkan bahwa
subjek mampu mencapai semua indikator.

Anda mungkin juga menyukai