Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FIQH MUAMALAH KONTEMPORER

TENTANG

“IJARAH”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I :
RESTU HANDAYANI
ASNAWATI
DEVI ASTUTI APRIANTI
AFGANIATUL FADLILLAH

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM

UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI) MATARAM

2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat dan karunia-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun makalah ini tidak bias
menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta yakni nabi Muhammad SAW. Tugas ini disusun agar
pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang “IJARAH” dapat terselesaikan
dan kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Semoga ini dapat memeberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca,
walaupun memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon saran dan kritik,
semoga dengan adanya tugas ini Allah senantiasa meridhoinya dan akhirnya
membawa hikmah untuk semuanya.

Amin Ya Rabbal’alamin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Mataram, 29 September 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Ijarah..................................................................................... 2
2. Dasar Hukum Ijarah............................................................................... 3
3. Rukun dan Syarat Syah Ijarah................................................................ 6
4. Pembagian Macam dan Hukum Ijarah................................................... 7
5. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah....................................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 11
B. Saran....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan


manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan
manusia yang bukan merupakan ibadah termasuk kedalam kategori ini.
Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat. Salah satu jenis
transaksi ekonomi yang dibahas dalam fiqih muamalah ialah ijarah. Ijarah
merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang
menjadi objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat.

Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh aktifitas di dalamnya telah


diatur dengan hukum Islam, baik itu dalam hal ibadah, munkahat, muamalah
maupun jinayat. Dalam karya ilmiah ini, penulis akan mendeskribsikan kajian
tentang bab Ijarah (sewa-menyewa / upah-mengupah). Ijarah merupakan salah
satu pokok pembahasan yang masuk dalam wilayah fiqh muamalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Ijarah ?
2. Apa saja dasar hukum Ijarah ?
3. Apa saja rukun dan syarat syah Ijarah ?
4. Apa saja macam dan hukum Ijarah ?
5. Apa saja pembatalan dan sebab berakhirnya Ijarah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Ijarah


2. Untuk mengetahui dasar hukum Ijarah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat syah Ijarah
4. Untuk mengetahui macam dan hukum Ijarah
5. Untuk mengetahui pembatalan dan sebab berakhirnya Ijarah
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ijarah

Al-Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti Al’lwadhu (ganti). Dari sebab
itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).1

Secara etimologi ijarah disebut juga upah, sewa, jasa, atau imbalan.
Sedangkan menurut istilah syara’ adalah merupakan salah satu bentuk kegiatan
muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa
dan mengontrak atau menjual jasa, dan lain-lain.2

Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa


pendapat Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:

a. Menurut Hanafiyah

“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari
suatu zat yang disewa dengan imbalan.”

b. Menurut Malikiyah

“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan.”

c. Menurut Syafi’iyah

“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”

d. Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad atas suatu manfaat yang


dibolehkan menurut Syara` dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang
diambilkan sedikit demi sedikit dalam waktu tertentu dengan adanya

1
Rachmat, Syafei. Fiqh Muamalah . Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2001. Hlm 124
2
Abdul Ghafur Anshari, Reksa Dana Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 25.
`iwadah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa


dalam hal `aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama, unsur
pihak-pihak yang membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua, unsur
perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan yang ketiga, unsur materi yang diperjanjikan,
berupa kerja dan ujrah atau upah.

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan
manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli.
Perbedaannya terletak pada obyek transaksinya, bila pada jual-beli transaksinya
barang maka pada ijarah bisa berupa jasa, baik manfaat atas barang maupun
manfaat atas tenaga kerja. Setelah kontrak berakhir, penyewa mengembalikan
barang tersebut kepada pemilik.

2. Dasar Hukum Ijarah

Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh
syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah,
Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak
memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan
manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa
waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan
sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan. Akan
tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada
waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah
yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara’.
a. Al – Quran
1) QS. Az-Zukhruf : 32

Artinya :

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah


menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

2) QS. Ath-thalaq (65) : 6

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal


menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah
kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya”.

3) QS. Al-Baqarah : 233

Artinya :

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,


yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan”.

4) QS. Al-Qashash ayat 26 - 27 :

Artinya :

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia


sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya”. (28-26)

Berkatalah dia (Syu’aib) : ”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan


kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.

b. Al – Hadis

1). Dari Umar bahwa Rosulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum
kering keringatnya.” (Hr. Ibnu Majah)

2). “Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”

(HR. Abdul Razaqdari Abu Hurairah).

3). Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi
Muhammad saw bersabada :

Artinya : “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil


pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak”.
c. Landasan Ijma’ :

Kaidah fiqh

Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali


ada dalilyang mengharamkannya.

Umat islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah diperbolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.3

3. Rukun dan Syarat Syah Ijarah


a. MU’JIR adalah orang yang memberikan upah, atau orang yang
menyewakan sesuatu.
b. MUSTA’JIR adalah orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu, atau orang yang menyewa sesuatu.
Disyaratkan kepada mu’jir dan musta’jir : Orang yang baligh, barakal,
cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), saling meridhai. Juga
disyaratkan mengetahui manfaat barang yang diakadkan sehingga dapat
mencegah perselisihan.
c. Sighat (ijab qabul) antara mu’jir dan musta’jir.
d. Ujrah (Upah/ harga sewa), disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua
belah pihak.
e. Barang yang disewakan (al-ma'qud ‘alaih), atau sesuatu yang dikerjakan
dalam upah-mengupah.

Syaratnya Objek akad : dapat dimanfaatkan kegunaannya, dapat


diserahkan kepada penyewa berikut kegunaannya, manfaat dari benda yang
disewa termasuk perkara mubah dan bukan hal yang diharamkan, benda yang
disewakan kekal ‘ain (zat)-nya hingga waktu yang ditentukan dalam akad.

4. Pembagian Macam dan Hukum Ijarah


3
Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. FIQH MUAMALAH , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm.
116
Perspektif objek dalam kontrak sewa (al-ma'qud ‘alaih), ijarah terbagi 3:

a. IJARAH ‘AIN adalah akad sewa-menyewa atas manfaat yang


bersinggungan langsung dengan bendanya, seperti sewa tanah atau rumah 1
juta sebulan untuk tempo setahun.
b. IJARAH ‘AMAL apa yang dijadikan adalah kerja itu sendiri, yaitu upah
kepakarannya dalam kerja, seperti dokter, dosen, lawyer, tukang dan lain-
lain.
c. IJARAH MAWSHUFAH FI AL-ZIMMAH / IJARAH AL-ZIMMAH (
‫ ) ﺍﻹﺟﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﻮﺻﻮﻓﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺬﻣﺔ‬yaitu akad sewa-menyewa dalam bentuk
tanggungan, misalnya menyewakan mobil dengan ciri tertentu untuk
kepentingan tertentu pula.
d. IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK : Menurut Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah muntahiya
bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual
beli dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang
ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan
dengan ijarah biasa
Dalam konteks modern misalnya tuan A menyewakan rumahnya di lokasi
tertentu dengan ukuran tertentu pula kepada B, tapi rumah tersebut akan siap
dalam tempo dua bulan lagi. Namun B telah lebih awal menyewanya untuk
tempoh 3 tahun dengan bayaran bulanan 2 juta. Ini Ijarah Fi Al-Zimmah, karena
manfaat yang disewakan menjadi seperti tanggung jawab hutang ke atas A.
Pemberi sewa perlu memastikan spesifikasi manfaat sewa rumah itu ditepati
apabila sampai tempohnya.

e. Ijarah Multi Jasa

Ijarah Multijasa (IMJ) adalah akad pembiayaan dimana bank memberikan


pembiayaan kepada nasabah dalam rangka memperoleh manfaat atas suatu jasa.
Dalam pembiayaan Ijarah Multijasa tersebut bank dapat memperoleh imbalan
jasa/ujrah atau fee. Pembiayaan Ijarah Multijasa diperuntukan untuk biaya
pendidikan dan kesehatan.4

 Hukum Ijarah :

Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti: rumah, kamar, dan lain-lain.
Tetapi dilarang ijarah terhadap benda-benda yang diharamkan. Ketetapan Hukum
Akad dalam Ijarah, menurut ulama Hanafiyah, ketetapan akad ijarah adalah
kemanfaatan yang sifatnya mubah. Menurut ulama Malikiyah, hukum ijarah
sesuai dengan keberadaan manfaat. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat
bahwa hukum ijarah tetap pada keadaannya, dan hukum tersebut menjadikan masa
sewa seperti benda yang tampak.

FATWA DSN TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH :

Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah:

1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak
yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad : terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah adalah :
a. manfaat barang dan sewa; atau
b. manfaat jasa dan upah.

Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari'ah.
4
Ascara, Akad dan Produk perbankan Syariah , (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm. 8.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan ( flexibility ) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah

1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:


a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa :
a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak
materiil).
c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima
manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan
tersebut.

Keempat : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 5
5
Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
5. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu
pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati adanya hal-
hal yang mewajibkan fasakh.

Ijarah akan menjadi fasakh (batal) bila terdapat hal-hal sebagai berikut :

- Terdapat cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.

- Barang yang disewakan hancur atau rusak.

- Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.

- Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan
manfaat kepada penyewa.

- Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan


dan telah selesai pekerjaan.

- Salah satu pihak meninggal dunia (Hanafi); jika barang yang disewakan itu
berupa hewan maka kematiannya mengakhiri akad ijaroh (Jumhur).

- Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.

 Pengembalian Sewaan

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang


sewaan, jika barang tersebut dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap, ia wajib
menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu berupa
tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari
tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.

Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa


harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada keharusan mengembalikan untuk
menyerahterimakan seperti barang titipan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan
manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli.
Perbedaannya terletak pada obyek transaksinya, bila pada jual-beli transaksinya
barang maka pada ijarah bisa berupa jasa, baik manfaat atas barang maupun
manfaat atas tenaga kerja. Setelah kontrak berakhir, penyewa mengembalikan
barang tersebut kepada pemilik.

Ijarah adalah jenis akad tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu
pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati adanya hal-
hal yang mewajibkan fasakh.

DAFTAR PUSTAKA

Syafei, Rachmat. Fiqh Muamalah . Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2001.


Abu Abdillah, Syamsuddin. Terjemah FHATHUL QARIB. (Surabaya : CM
Grafika, 2010).
Dr. H. Suhendi, Hendi, M.Si. FIQH MUAMALAH , (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada)
Ascara, Akad dan Produk Perbankan Syariah , (Jakarta: Rajawali Press, 2006)
Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah

SESI TANYA JAWAB

1. Mulyani : Apakah perbedaan Ijarah dan Murabahah


 Ijarah menurut Hanafiyah adalah akad untuk membolehkan
pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu
zat yang disewa dengan imbalan.
 Prinsip kerjasa dan sewa menyewa
 Uang muka 0%
 Adanya Evaluasi angsuran 1 kali dalam 2 tahun
 Berpindahnya kepemilikan setelah melunasi angsuran
 Dengan adanya akad baru
 Murabbahah adalah akad Jual Beli
 Jual Beli
 Uang muka 30%
 Angsuran flat atau datar
 Memiliki barangay tersebut pada awal akad
 Tidak ada akad baru
2. Ifti Andini  Inti dari pertanyaan Ifti Andini sama dengan pertanyaan
Mulyani, dan sudah terjawab dengan penjelasan diatas.

Anda mungkin juga menyukai