Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Tentang

“MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH (Pengertian dan Macam-macamnya)”

KELOMPOK III

Di Susun Oleh :

MISNAWATI 1502131509

FATIMAH 1502131534

AYU ASTUTI15021315

BUNG IQBAL TRIANDA 1502131506

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM 2017/2018
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan
kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu
dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada
seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun
direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor
ketidakpastian adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip
yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek
keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam.
Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah profit and loss
sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang direkomendasikan dalam Islam karena
bebas dari sistem riba. Dalam makalah ini penulis berusaha mendiskripsikan mudharabah
dan musyarakah serta implementasinya dalam perbankan Islam.
Sistem bagi hasil (profit and loss sharing) yang diterapkan dalam perbankan syariah
seperti yang terdapat dalam mudharabah dan musyarakah merupakan praktek perkongsian
yang sudah lazim digunakan sebelum Islam datang. Sebagaimana Lewis dan Algaoud
mengutip pendapat Crone, Kazarian dan Cizaka, bahwa di Timur Tengah pra-Islam,
kemitraan-kemitraan bisnis yang berdasarkan atas
konsep mudharabah dan musyarakah berjalan berdampingan dengan konsep pinjam sistem
bunga sebagai cara untuk membiayai berbagai aktivitas ekonomi 1.Kemudian setelah Islam
datang, semua transaksi keuangan yang berbasis riba 2 (bunga) dilarang dan semua dana
harus disalurkan atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing).
Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa hikmah diharamkannya riba antara
lain: pertama, riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga
menghilangkan tolong-menolong sesame manusia; kedua, riba menumbuhkan mental boros

1Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktek, dan Prospek, (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2004), cet. II, hlm. 14.
2Riba adalah tambahan tambahan atas modal, sedikit atau banyak (Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid
IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), penerjemah: Nor Hasanuddin, hlm. 173).
dan malas yang mau mendapatkan harta tanpa kerja keras, menjadi benalu yang tumbuh di
atas jerih payah orang lain; ketiga, riba adalah salah satu bentuk penjajahan;
dan keempat, Islam mengajak manusia agar mendermakan kepada saudaranya yang
membutuhkan.3
Sedangkan al-Razi sebagaimana dikutip Lewis dan Algaoud mengemukakan beberapa
alasan pelarangan riba antara lain: pertama, riba tak lain adalah perampasan hak milik
orang lain tanpa ada nilai imbangan; kedua, riba dilarang karena menghalangi orang dari
keikutsertaan dalam profesi-profesi aktif; ketiga, perjanjian riba menimbulkan hubungan
yang tegang antara sesama manusia; keempat, perjanjian riba adalah alat yang digunakan
orang kaya untuk mendapatkan kelebihan dari modal dan ini bertentangan dengan keadilan
dan persamaan; dan kelima, keharaman riba dinyatakan oleh nas Al-Qur’an dan manusia
tidak harus mengetahui alasannya4.
Dengan melarang riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat berdasarkan
kejujuran dan keadilan5.Keadilan dalam konteks ini memiliki dua dimensi, yaitu pemodal
berhak untuk mendapatkan imbalan, tetapi harus sepadan dengan resiko dan usaha yang
dibutuhkan, dan imbalan yang didapat ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang
dimodalinya. Yang dilarang dalam Islam adalah keuntungan yang ditetapkan sebelumnya.
Di Indonesia bunga bank masih menjadi polemik tersendiri karena para ulama masih
belum sepakat tentang boleh-tidaknya sehingga dalam praktek, baik perbankan
syariah6 maupun perbankan konvensional berjalan bersama-sama. Perbedaan pendapat ini
diklasifikasikan menjadi tiga pandangan, yaitu: pertama, bunga bank adalah termasuk
dalam kategori riba sehingga hukumnya haram, sedikit atau banyak unsur; kedua, bunga
bank bukan termasuk dalam kategori riba sehingga halal untuk dilakukan; ketiga, riba
termasuk dalam klasifikasi mutasyabihat sehingga sebaiknya bunga bank tidak dilakukan7.

3Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 175.


4Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, op.cit., hlm. 61-62.
5Masyhuri (Ed), Teori Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 138.
6Mustafa Edwin Nasution (et.al.), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), cet. II, hlm. 294. Lihat pula Muchammad Parmudi, Sejarah dan Doktrin Bank Islam, (Yogyakarta:
Kutub, 2005), hlm. 55-59.
7Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang
Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 80.
Perbedaan pokok antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah
pada penggunaan bunga dalam pembiayaannya (equity financing). Kalau perbankan
konvensional menggunakan sistem bunga, maka perbankan syariah tidak menggunakan
bunga tetapi sistem bagi hasil.
Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah profit and loss
sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang direkomendasikan dalam Islam karena
bebas dari sistem riba. Maka, dalam makalah ini penulis berusaha
mendiskripsikan mudharabah dan musyarakah serta implementasinya dalam perbankan
Islam (syariah).
2. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dikembangkan penulis dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan mudharabah?
b. Apa dasar hukum mudharabah?
c. Bagaimana mekanisme mudharabah dalam perbankan syariah?
d. Apa yang dimaksud dengan musyarakah?
e. Apa dasar hukum musyarakah?
f. Bagaimana mekanisme musyarakah dalam perbankan syariah?

B. PEMBAHASAN
1. Mudharabah dalam Perbankan Syariah
a. Definisi Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharaba ‫ َضَر َب‬yang
bermakna memukul, bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi8..
Dalam kaitannya dengan pengertian mudharabah maka yang lebih cocok adalah
mengambil bagian dan berpartisipasi. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Jadi, disebut
kontrak ini disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu

8Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika), 2003, cet. VIII, hlm. 1205-1206
perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut
juga dharb fil Ardhi.
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
antara lain:
1) Menurut Sayyid Sabiq
Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak
mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan".9
2) Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain
menjadi pengelola dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola"10
3) Adiwarman A. Karim
Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak
dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal
dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni
si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung".11

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara dua
belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha
(mudharib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan
kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha.

9Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara), 2006, penerjemah: Nor Hasanuddin,
hlm. 218
10Syafi'i Antonio Muhammad, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press), 2001,
hlm. 95
11Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo), 2007,
hlm. 204-205.
2. Landasan Syariah Mudharabah
Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma' (kesepakatan) ulama. Di
dalam Al-Qur'an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis yang menganjurkan
manusia untuk menjalankan usaha. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan
hadits berkenaan dengan anjuran untuk melakukan usaha.
‫واخرونيضربونفىاالرضيبتغونمنفضالهلل‬
Artinya:
"…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…." (Q.S.
al-Muzammil: 20)12

Artinya:
“apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah
karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)13

Artinya:
"tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…"
(Q.S. al-Baqarah : 198)
Hadits Nabi:
Artinya:"Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al- Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya
tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak.
Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau
membolehkannya." (H.R. Thabrani)

3. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah

12Al-Qur’an surah Al-muzzamil (37) ayat 20


13Al- Qur’an surah al-jumu’ah (62) ayat 10
Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara
pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah
muthlaqah ini shahib al-malmemberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib
dalam mengelola modal dan usahanya.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha
(mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.14

4. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah


Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada
sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan
haji, tabungan kurban, deposito biasa;
b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana
khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh shahib al-mal (bank).

Esensi dari kontrak mudharabah adalah kerjasama untuk mencapai profit (keuntungan)
berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan
melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah.
Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan

14Syafi'i Antonio Muhammad, Bank Syariah... op.cit., hlm 97


pihak mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan
usaha yang telah dijalankannya.15

B. Musyarakah dalam Perbankan Syariah


1. Definisi Musyarakah
Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata
syaraka ‫ َش َر َك‬yang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan16.
Lewis dan Algaoud juga memberikan definisi musyarakah sebagai sebuah bentuk
kemitraan dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk
merbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama.
2. Landasan Hukum Syariah Musyarakah
Dasar hukum dari Musyarakah ini terdapat dalam Al-Qur’an suratShaad ayat 24: yang
Artinya:
“… Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". (Q.S. Shad: 24)17

Hadits Nabi:
Artinya:
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah berfirman, 'Aku
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati
lainnya.'" (H.R. Abu Dawud)

15http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-Dalam-
Perbankan-Islam. Diakses 02 10 2017
16Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm. 90
17Al-Qur’an surah shad () ayat 24
Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang eksistensi
perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak yang bersekutu tetap
memegang teguh kesepakatan yang telah dibuat dan tidak berkhianat.

3. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu: syirkah al-milk dan syirkah uqud(kontrak). syirkah al-
milk terjadi karena warisan, wasiat, dan
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
Dalammusyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata
dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
a. Syirkah uqud tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju
bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat
membagi keuntungan dan kerugian.
b. Syirkah uqud terbagi menjadi: al-'inan, al-mufawwadhah, al- a'mal danal-wujuh. Para
ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis
musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk
kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak)
musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai
musyarakah.
c. Syirkah al-'inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan
kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati
dalam kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun
kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
d. Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih,
dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja, dan setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam
jenis syirkah inisyarat utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,
tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
e. Syirkah al-a'mal atau syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
f. Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli barang secara kredit
dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi
dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh setiap mitra. Jenis syirkah ini tidak memerlukan modal karena
pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa
disebut dengan musyarakah piutang.18
4. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpaipada pembiayaan-
pembiayaan seperti:
a. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah
dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah
proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.
Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena
keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih
untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi
(nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan
musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut :
Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang
dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan
melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek atau
18http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-Dalam-
Perbankan-Islam. Diakses 02 10 2017
usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah,
kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan masing-
masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang
diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha merugi, maka kedua
pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut azas
PLS.
Dari pemaparan di atas, baik mengenai mudharabah maupun musyarakah
bahwasanya perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada
hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana (mudharib).
Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana
di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank memberikan
pinjaman kepada pihak-pihakyang memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka
membayartingkat bunga tertentu.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian tentang mudharabah dan musyarakah serta implementasinya
dalam perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya musyarakah
tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian
(kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian
(akad). Dan kedua jenis perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian.
Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal: pertama, dalam aqad
mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, sedang
dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation);
kedua, dalam manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan
intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya
penyelewengan, sedang dalam musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam
manajemen; ketiga, dalam mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awalakad
yang diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan, sedang
dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya
modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam
mudharabah kerugian ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kelalaian dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-
sama menanggung kerugian tersebut.

D. Fatwa DSN 08/DSN-MUI/IV/2000: Musyarakah

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
 Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
 Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
 Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
 Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
 Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
 Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal.
 Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset
dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan
kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
 Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana
untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
 Modal
 Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
 Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.
 Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan.
 Kerja
 Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan
bagi dirinya.
 Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja
harus dijelaskan dalam kontrak.
 Keuntungan
 Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian
musyarakah.
 Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra.
 Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
 Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
 Kerugian
 Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
 Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
 Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di: Jakarta


Tanggal: 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M

A. PERTANYAAN
1. SAIFIN
“perbedaanmudharabahdanmusyarakah.?”
2. SUKANDAR KAMBOJA
“contohpermasalahankontemporerdarikeduaakadtersebut.?”
3. RADI TAUFIK
“implementasikeduaakattersebutdalamperbankkansyariah.?”
B. JAWABAN
1. Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal: pertama, dalam
aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib,
sedang dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity
participation); kedua, dalam manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak
diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang dalam musyarakah masing-masing
pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga, dalam mudharabah bagi hasil (porsi nisbah)
ditentukan pada awalakad yang diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan
mudharib selesai dijalankan, sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang
diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian
ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian
dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-sama menanggung
kerugian tersebut.
2. K
3. Implementasinya.
a. ImplementasiMudharabahdalamPerbankanSyariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada:
c. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;
d. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus
untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.

Adapunpada sisi pembiayaan, mudharabahditerapkanuntuk :

c. Pembiayaan modal kerja, sepertipembiayaan modal kerjaperdagangandanjasa;


d. Investasikhusus, disebutjugadenganmudharabahmuqayyadah, dimanasumber dana
khususdenganpenyaluran yang khususdengansyarat-syarat yang
telahditetapkanoleh shahib al-mal (bank).

Esensidarikontrakmudharabahadalahkerjasamauntukmencapai profit (keuntungan)


berdasarkanakumulasidasar daripekerjaandan modal,
dimanakeuntunganditentukanmelaluikedua komponenini. Resikojugamenentukan profit
dalammudharabah. Pihak investor menanggungresikokerugiandari modal yang
telahdiberikan,
sedangkanpihakmudharibmenanggungresikotidakmendapatkankeuntunganhasilpekerjaandan
usaha yang telahdijalankannya.19
b.Implementasi MusyarakahdalamPerbankanSyariah
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpaipada pembiayaan-
pembiayaan seperti:
c. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah
dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah
proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
d. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.
Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena
keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih
untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi
(nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan
musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut :
Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang
dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan
melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek atau
usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah,

19http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-Dalam-
Perbankan-Islam. Diakses 02 10 2017
kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan masing-
masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang
diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha merugi, maka kedua
pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut azas
PLS.
Dari pemaparan di atas, baik mengenai mudharabah maupun musyarakah
bahwasanya perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada
hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hubunganantara bank
syariahdengannasabahnyabukan hubunganantaradebiturdengankreditur,
melainkanhubungankemitraan antarapenyandang dana (shahib al-mal)
denganpengelola dana (mudharib). Sedangkanpada bank konvensional, para pemilik
dana tertarikuntukmenyimpan dana di bank berdasarkantingkatbunga yang dijanjikan.
Demikian pula bank memberikanpinjamankepadapihak-pihakyangmemerlukan dana
berdasarkankemampuanmerekamembayartingkatbungatertentu.

DAFTAR PUSTAKA
AtabikAli, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Multi Karya Grafika,
Yogyakarta, 2003.
Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah Jilid IV, penerjemah: Nor Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta,
2006.
Syafi'i Antonio Muhammad, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta,
2001.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, PT.Raja Grafindo, Jakarta,
2007
http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-
Dalam-Perbankan-Islam. Diakses 02 10 2017
http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-
Ya-Dalam-Perbankan-Islam. Diakses 02 10 2017
Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia
Tentang Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2005.

Mustafa Edwin Nasution (et.al.), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam: Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2007.

Parmudi Muchammad, Sejarah dan Doktrin Bank Islam, Kutub, Yogyakarta ,2005.

Masyhuri (Ed), Teori Ekonomi dalam Islam, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2005.

Mervvyn Lewis,Latifa Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktek, dan Prospek, PT.
Serambi Ilmu Semesta, Jakarta,2004.

Anda mungkin juga menyukai