Anda di halaman 1dari 14

BAB II

DATA DAN ANALISA

2.1 Sumber Data

Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini
berasal dari berbagai sumber yaitu:

1. Literatur
Pencarian bahan melalui buku-buku yang terkait dengan tema yang
diangkat.
2. Website
Pencarian bahan melalui internet mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan tema yang diangkat.
3. Wawancara
Melakukan survey langsung ke Museum Layang-layang Indonesia dan
bertemu dengan nara sumber yang berkompeten untuk mendapatkan data yang
akurat sesuai dengant tema yang diangkat.

2.2 Definisi
2.2.1 Layang-layang
Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya)
merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan
terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang
memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di
seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi
ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta
media energi alternatif.
2.3 Lintasan Sejarah Layang-layang
Berdasarkan beberapa literatur yang ada, layang-layang sudah dikenal di Cina
lebih dari dua ribu lima ratus tahun silam. Disebutkan, sekitar tahun 500 sebelum
masehi, Jenderal Han Hsin dari Dinasti Han menerbangkan layang-layang untuk
mengukur seberapa jauh pasukannya harus menggali terowongan. Dengan mengetahui

3
4

jarak tersebut, pasukannya akan mencapai pusat kota tempat musuhnya berada.
Perkiraan yang akurat itu sangat membantu Jenderal Han Hsin mengalahkan musuh-
musuhnya dalam berbagai pertempuran pada masa itu.
Dari negeri Cina. Penggunaan layang-layang kemudian menyebar ke Korea,
Jepang, dan India, terus kenegara di Asia Tenggara. Namun, ada pula pendapat yang
berbeda sama sekali, yakni yang menyebutkan bahwa layang-layang pertama kali
dikenal di Indonesia, kemudian menyusuri arah sebaliknya dari pendapat pertama.
Pendapat yang kedua ini mendasarkan argumennya pada penemuan sebuah lukisan gua
di daerah sulawesi tenggara, tak jauh dari kota Kendari, tepatnya dipulau Muna. Ada
yang menduga lukisan yang menggambarkan orang sedang memainkan layang-layang
itu dibuat sekitar 6000 tahun nan lampau. Tapi, hal itu dibantah oleh Drs. E. A. Kosasih,
M.Hum., Arkeolog yang telah melakukan penilitian lukisan-lukisan gua di Muna.
"Lukisan itu terbilang muda atau modern dalam data arkeologi. karena, pada
lukisan itu terdapat gambar orang yang sedang memegang senjata yang terbuat dari
logam dan ada juga gambar perahu yang menggunakan kain layar berbentuk persegi
panjang, seperti perahu-perahu layar khas Indonesia bagian timur. Sehingga dapat
diperkirakan, lukisan itu dibuat oleh orang-orang yang hidup pada awal masehi, pada
zaman logam, meskipun zaman tersebut di Indonesia terjadi pada 1000-400 tahun SM,"
ungkap Kosasih.
Namun, Wolfgang Bieck dari Jerman, yang sudah berkunjung ke Muna,
menyatakan bahwa temuan di Muna tersebut akan menjadi tonggak sejarah baru bagi
perlayangan dunia. Bieck berjanji akan mencari dan mengumpulkan data-data sejarah,
baik di Muna maupun di Selandia Baru (Mauri). Meski banyak literatur menyebutkan
layang-layang pertama kali di kenal di Cina, akan tetapi pada akhirnya Wolfgang Bieck
berhasil membuktikan kalau layang-layang pertama berasal dari indonesia, karena tinta
yang digunakan pada lukisan di gua muna dan juga gambar layang-layang Kaghati
Kolope pada dinding gua tersebut. Wolfgang Bieck langsung mengklarifikasi melalui
Lekong (perkumpulan layang-layang Indonesia) di Jakarta kalau layang-layang tertua
bukan berasal dari negara China melainkan dari Indonesia tepatnya di Muna. Karena
layang-layang yang dibuat di negara China itu telah menggunakan tehnologi yang
bahannya dari kain parasut dan batang alumunium.
2.4 Ragam Kreasi Layang-layang Tradisional Indonesia
Dari data yang penulis dapat dari buku "Layang-layang Indonesia/Kites of
Indonesia" oleh Endang W. Puspoyo dan telah dirangkum oleh penulis sendiri dan juga
5

berdasarkan hasil riset ke Museum Layang-layang Indonesia, berikut adalah ragam


layang-layang populer tradisional Indonesia yang akan dibahas dalam animasi
dokumenter layang-layang tradisional Indonesia, di urut berdasarkan per-pulau di
Indonesia.
2.4.1 Sumatera
1. Kleung

Gambar.1.1. Layang-layang Kleung

Geulayang Kleung, yang artinya 'layang Elang'. Dinamakan demikian


karena dilihat dari jarak ketinggian, layang-layang ini mirip dengan seekor
burung elang yang sedang terbang. Di aceh ada juga orang yang menambahkan
kepala, sayap, badan, kaki, serta ekor pada layang-layang buatannya. Layangan
Kleung merupakan alat hiburan bagi masyarakat Aceh, yang dimainkan setelah
mereka selesai panen atau musim ujung barat. Biasanya, adu (tunang)
geulayang kleung dilakukan di lapangan atau persawahan, setelah seluru
anggota masyarakat telah membersihkan sawah dari tumpukan padi dan padi
disimpan di krong padee (lumbung padi).
Layangan ini memiliki lebar sayap terbentang mulai dari 2 meter sampai
2,7 meter, dengan ketinggian kepala sampai ujung kipas ekornya kurang-lebih
2 meter. bagian kepala tingginya 22 sentimeter, bagian sayang dekat ekor 55
sentimeter, dan lebar ekornya sendiri 45 sentimeter. Untuk membuat layangan
ini dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan.
6

2. Siger

Gambar.1.2. Layang-layang Siger

Layang-layang Siger, layang-layang yang berasal dari Lampung ini


digunakan sebagai alat bantu memancing ikan. Layangan ini awalnya terbuat
dari daun loko-loko, cara menerbangkannya yaitu diikatkan pada rangka dari
bambu, diterbangkan untuk membawa umpan lebih jauh dari kapal. pada
umumnya layangan ini berukuran panjang 1 meter dan lebar 1,5 meter.
3. Kajanglako

Gambar.1.3. Layang-layang Kajanglako

Layang-layang berasal dari daerah Jambi ini terdapat gambar perahu


yang sedang ditumpangi oleh seorang Raja dan Permaisuri yang berasal dari
7

Jambi. Layang-layang ini, dahulu digunakan sebagai alat perang untuk


memberi tanda adanya musuh.
2.4.2 Jawa
1. Koangan

Gambar.1.4. Layang-layang Koangan

Layang-layang yang dimiliki oleh ibukota Jakarta ini, dapat


mengeluarkan suara dengung, karena memiliki alat bunyi yang dapat
mengeleluarkan suara "koang" maka dari itu layang-layang ini dinamakan
Koangan. Layangan ini memiliki panjang sekitar 1,2 meter dan lebar sekitar 1
meter.
2. Tapean

Gambar. 1.5. Layang-layang Tapean


8

Layang-layang Tapean merupakan salah satu layangan tradsional


pertama dalam masyarakat Jawa Timur. layang-layang Tapean dikenalkan
pertama kali oleh bupati pertama Banyuwangi Mas Alit Pringgo Kusumo,
pada tahun 1773. Untuk kerangka batangnya digunakan batang kayu pinang
yang diraut halus, sedangkan untuk sayapnya digunakan bambu. Untuk
Penahan anginnya digunakan kain ketapas atau kertas singkong. Layang-
layang ini lazimnya diberi gambar burung bersisik melik, layang-layang ini
biasa digunakan para petani untuk mengusir burung-burung yang
mengganggu padi mereka pada musim panen tiba.
3. Mancungan

Gambar. 1.6. Layang-layang Mancungan

Dalam perkembangannya, sama seperti di Jawa-Tengah, layang-layang


tradisional Yogyakarta kemudian berbentuk oval, yang disebut layang-layang
Mancungan. Layang-layang yang bagian ujung atasnya lancip ini sampai
sekarang masih dapat kita temui terutama di derah Srandakan, Galur, dan
Nanggulan. Bagian bawah layang-layang berbentuk beberapa bulatan.
Layang-layang ini diberi nama Mancungan karena, bentuknya menyerupai
bunga buah kelapa.
9

4. Pepetengan

Gambar.1.7. Layang-layang Pepetengan


Layang-layang ini pada bagian tenganhnya terdapat gambar Cepot, yang
merupaka tokoh wayang golek terkenal dan juga yang merupakan simbol dari
derah Jawa-Barat. Pada umumnya, masyarakat Jawa-Barat memainkan
layang-layang sebagai pengisi waktu senggang, apabila udara cerah dan
angin bertiup dengan bagus. meskipun begitu, ada juga yang memanfaatkan
layang-layang untuk melakukan kegiatan praktis, yakni untuk menangkap
kelelawar. Kegiatan ini pada masa lalu sering dilakukan oleh penduduk
sekitar pantai, seperti di Pangandaran. Untuk menangkap kelelawar, layang-
layang akan dinaikan pada senja hari atau menjelang malam. Pada benang
layang-layang akan dipasang beberapa mata kail, dimulai dari arah tali
kamak, yang masing-masing berjarak sekitar 20 sentimeter. Kadang, pada
satu benang bisa dipasang 15 mata kail. Layang-layang akan dinaikan dengan
ketinggian sekitar 100 meter. Jenisnya adalah layang-layang yang biasanya
digunakan utuk permainan adu tarik. dan, benang yang dipakai adalah benang
plastik atau kenur.
10

2.4.3 Bali
1. Janggan

Gambar.1.8. Layang-layang Janggan

Layang-layang Janggan ini merupaka layang-layang yang paling


terkenal di daerah Bali, ekornya sangat panjang, yaitu bisa mencapai 250
meter. Untuk menaikan layang-layang ini dibutuhkan 15 orang untuk
menerbangkannya. Layang-layang yang berasosiasi pada ular atau naga yang
cerita banyak tersebar di tengah masyarakat Bali, layang-layang Janggan
yang artinya 'ekor'. Pada prinsipnya, bentuk layang-layang ini tidak berbeda
dengan layang-layang Pecukan. Perbedaannya terletak pada penambahan
kepala berbentuk naga atau ular dan bagian bawahnya berbentuk segitiga.
Dominan warna pada layangan ini merupakan warna dari kain khas Bali.
11

2.4.4 Kalimantan
1. Perisai

Gambar.1.9. Layang-layang Perisai

Di Kalimantan Barat, layang-layang dikenal sebagai istilah kelayang.


Kelayang Perisai mengambil bentuk dari salah satu perlengkapan perang
yang terbuat dari kayu yang dipergunakan suku Dayak pedalaman
Kalimantan Barat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
2. Burung Enggang

Gambar.1.10 Layang-layang Burung Enggang

Layang-layang yang ini menjadi maskot dari derah Kalimantan Timur,


layang-layang berbentuk seperti burung Enggang. Yaitu, burung yang
dilestarikan keberadaannya dihutan belantara Kalimantan. Burung yang
12

memiliki ukuran panjang 1,2 meter dan lebar 1,5 meter ini hanya terdapat di
Kalimantan saja.
3. Dandang Laki dan Dandang Bini

Gambar.1.11. Layang-layang Dandang Laki dan Dandang Bini

Di Kalimantan Selatan, khususnya di Rantau, Kabupaten Tapin, dikenal


layang-layang tradisional yang disebut layang-layang Dandang. Layang-
layang ini diciptakan sepasang, yakni Dandang Laki dan Dandang Bini.
Bentuknya diilhami dari wujud salah satu jenis burung yang hidup di
Kalimantan Selatan, yang menjadi lambang digjayaan masyarakat Dayak
disana, yakni burung Enggang, untuk mendekati wujud asli dari burung
Enggang, layang-layang Dandang dilengkapi dengan alat bunyi, yang disebut
dengung dan dipasang di atas pundak kanan dan kiri layang-layang.
Bunyinya mirip dengan suara burung Enggang. Namun, dengung ini hanya
dipasang pada layang-layang Dandang Laki.
Dengung merupakan bagian integral dari layang-layang Dandang Laki,
bukan sekedar aksesoris. Karena itu, cara pembuatannya diperhatikan betul.
Bahkan, untuk membuat dengung yang baik dibutuhkan waku sekitar empat
tahun.
Dengung dibuat dari dua batang bambu jenis betung plihan, dengan
ruas/buku yang sama ukurannya. Memang tak mudah mencari bambu dengan
13

syarat seperti itu. Tak mengherankan jika pembuat dengung harus masuk-
keluar hutan untuk mendapatkan bambu betung seperti yang disyaratkan.
Setelah ditemukan, bambu itu akan direndam di dalam lumpur selama
setahun dan kemudian dikeringkan ditempat teduh selama setahun pula.
Setelah itu barulah diraut hingga tipis, ditubangi, dan dilarut kembali. Kalau
sudah siap, dengung dipasang untuk diuji coba, sampai mendapatkan suara
yang mirip dengan suara burung Enggang. Proses uji ini kerap memakan
waktu berbulan-bulan, bahkan bisa sampai dua tahun.
Sampai saat ini, kita masih bisa menyaksikan dengung buatan tahun
1938 yang dikenal sebagai dengung Agung Besar; dengung Bima Sena yang
dibuat tahun 1953, dan dengung Pasak Binuang yang dibuat tahun 1963.
Ketiganya merupakan koleksi milik H. Bachtiar S., seorang penggemar
layang-layang tradisional Dandang yang tinggal di Rantau, Kalimantan
Sealatan. Beliau dikenal juga sebagai pembuat layang-layang Dandang dan
alat dengung.
2.4.5 Sulawesi
1. Kaghati

Gambar.1.12. Layang-layang Kaghati

Layang-layang Kaghati merupakan layang-layang pertama di Indonesia.


Usianya diperkirakan mencapai 4000 tahun. Sampai saat ini, sebagian
masyarakat yang masih cenderung mempertahankan layang-layang
tradisioanlnya adalah masyarakat Muna, Sulawesi Tenggara. Mereka
membuat layang-layang ini dari daun dan disebut dengan istilah Kaghati.
14

Memangm keistimewaan layang-layang ini bukan pada cara penaikannya,


tapi pada cara pembuatannya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
Kaghati adalah bambu/buluh, serat daun nenas (nenas belanda/neneas kista,
lat. ageve cantala), serat kulit batang kalolonda (jaring), daun ubi hutan (oroo
kolope), agel dan rotan.
2.5 Layang-layang Sebagai Sarana Permainan, Penilitian ilmiah, dan Alat Perang
Penggunaan layang-layang juga mencakup berbagai aspek kehidupan
manusia. dari aspek permainan, layang-layang sudah dikenal sejak dulu sebagai
salah satu hiburan bagi berbagai lapisan masyarakat, baik anak-anak maupun
orang dewasa. Bagi para petani dan keluarganya sudah menjadi tradisi untuk
menerbangkan layang-layang disaat senggang pada sore hari, terutama pada saat
padi menguning dan harus dijaga dari serangan burung pemakan padi. Sampai
saat ini pun kita masih dapat melihat, sebagai permainan rekreasi, banyak anak-
anak dan orang dewasa bermain layang-layang, baik layang-layang tradisional
maupun layang-layang modern.
Yang juga mengesankan adalah penggunaan layang-layang sebagai
sarana penilitian ilmiah. pada bulan juni 1752, Beyamin Franklin dan Alexander
Wilson menggunakan layang-layang untuk mempelajari cuaca. Mereka
menerbangkan layang-layang dengan menggantungkan sebuah kunci logam
pada talinya saat cuaca mendung. Kedua ilmuwan terkemuka Amerika itu ingin
membuktikan bahwa petir bukanlah tenaga supranatural, melainkan fenomena
alam yang bermuatan listrik. Percobaan ilmiah itu memang membuktikan bahwa
petir dengan arus dan tenaga yang luar biasa dapat disalurkan melalu perantara
(konduktor) bahan logam seperti tembaga, lalu pada saat mencapai ujung
tembaga yang ditanamkan kedalam tanah sang petir akan diserap bumi atau
dinetralisasi air tanah. temuan inilah yang kemudian menjadi penangkal petir.
Salah satu penggunaan layang-layang yang paling aneh dikembangkan
oleh George Pocock seorang warga inggris. Pada tahun 1822, Pocock
menggunakan sepasang layang-layang untuk menarik kereta. Kecepatan kereta
yang dihela layang-layang itu mencapai 20 mil per jam dan panjang perjalanan
yang ditempuh mencapai 100 mil. Karena pajak jalan raya pada masa itu hanya
dikenakan untuk kereta bertenaga kuda, kereta Pocock pun terbebas dari pajak.
Ada juga layang-layang ciptaan Paul Garber, yang digunakan oleh
angkatan laut Amerika Serikat untuk latihan menembak sasaran. Caranya,
15

tentara sekutu yang ingin berlatih menembak pesawat zero buatan jepang yang
terkenal itu membuat ribuan layang-layang yang cukup besar dengan gambar
Pesawat Zero. Mereka menerbangkan layang-layang tersebut dengan
mengendalikannya sehingga dapat diarahkan untuk dijadikan sasaran tembak
senjata anti pesawat udara.
2.6 Profil Target
2.6.1 Target Primer
A. Demografi
Umur : 6-12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan
Status Sosial : Bawah, Menengah ke atas
B. Psikografi
Sikap : Ceria, ingin tahu, suka bermain
Hobi : Menonton tv, jalan-jalan, bermain
Minat : Belajar, pengetahuan
C. Geografi
Tempat : Indonesia
Kelas : Bawah, Mengenah ke atas
2.7 Analisa Kasus
2.7.1 Faktor Pendukung dan Penghambat
2.7.1.1 Faktor Pendukung
• Animasi kini banyak diminati masyarakat sehingga membuat sumber
pengetahuan dengan media animasi dapat menjadi daya tarik dalam masyarakat
terutama generasi muda.
• Masih jarang dokumenter animasi yang mengangkat tentang Layang-layang
Tradisonal Indonesia
• Masih sedikit generasi muda yang tahu banyaknya ragam layang-layang
tradisional Indonesia
• Dengan media animasi, pesan dari anmasi dokumenter ini dapat diterima dan
dipahami oleh generasi muda.
16

2.7.1.2 Faktor Penghambat


• Kurangnya minat generasi muda untuk berkunjung ke museum
• Masih banyak generasi muda yang kurang tertarik tentang budaya tradisional
Indonesia
• Sedikitnya dukungan dari pemerintah akan Layang-layang tradisional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai