Anda di halaman 1dari 9

PERNIKAHAN

BEDA AGAMA
PERNIKAHAN BEDA AGAMA ITU TIDAK SAH

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah sebuah organisasi Islam yang memiliki peran penting dalam
mengeluarkan fatwa atau pandangan hukum Islam di Indonesia. Pandangan MUI tentang pernikahan
beda agama didasarkan pada interpretasi agama Islam yang dianut oleh organisasi tersebut. Dalam
pandangan MUI, pernikahan beda agama sering kali dianggap tidak sah atau haram. Berikut adalah
beberapa penjelasan mengapa MUI mungkin menganggap pernikahan beda agama tidak sah:

● Dasar Hukum Islam: Pandangan MUI mungkin didasarkan pada interpretasi hukum Islam yang
menyatakan bahwa seorang Muslim seharusnya hanya menikahi seorang Muslim atau seorang
yang memiliki kitab suci (Ahlul Kitab), seperti Kristen atau Yahudi. Ini berdasarkan ayat-ayat Al-
Quran dan hadis yang diterima oleh sebagian besar ulama Islam.

● Kepatuhan Terhadap Prinsip-prinsip Islam: MUI mungkin menganggap pernikahan beda agama
tidak sah karena melihatnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip agama Islam, termasuk
prinsip tauhid (kepercayaan pada satu Tuhan) dan syariah (hukum Islam). Pernikahan beda agama
bisa dianggap dapat mengancam kesucian keyakinan dan praktek agama Islam.
POINT 2 -STATUS ANAK DARI PERKAWANINAN BEDA AGAMA
Menurut MUI: Anak Hasil Nikah Beda Agama Tidak Sah | AKIM
tvOne - YouTube.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan banyak organisasi Islam lainnya mungkin memiliki
pandangan bahwa hasil anak dari pernikahan beda agama dianggap tidak sah atau
memiliki status yang kompleks, tergantung pada pandangan hukum Islam yang mereka
pegang. Berikut adalah beberapa alasan yang mungkin menjadi dasar pandangan ini:

Ketentuan dalam Hukum Islam: Pandangan MUI mungkin didasarkan pada ketentuan
dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa keturunan seorang Muslim adalah seorang
Muslim. Dalam pandangan ini, anak yang lahir dari seorang Muslim dianggap sebagai
bagian dari komunitas Muslim dan diharapkan mengikuti agama Islam. Ini didasarkan
pada prinsip-prinsip agama Islam dan hukum syariah.

Perlindungan Agama dan Identitas: MUI mungkin menganggap bahwa menjadikan anak
dari pernikahan beda agama sebagai seorang Muslim adalah cara untuk melindungi
identitas agama Islam. Mereka mungkin berpendapat bahwa anak yang lahir dari
pernikahan beda agama harus diajarkan dan dibesarkan dalam keyakinan Islam agar
tidak bingung tentang identitas keagamaan mereka.
2. Antara Cinta, Agama dan Hukum
Analisis :
Dalam undang-undang perkawinan tidak ada larangan dan di undang-undang administrasi kependudukan boleh pasal
35 ayat a ” perkawinan yang dietapkan oleh pengadilan.” (yg dimaksud adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat
yang berbeda agama) di Jakarta Pusat dasar ini dipakai mengabulkan perkawinan beda agama jadi undang-undang
lawan dengan undang-undang ini adalah saatnya, dan ternyata sejak tahun 86 pengadilan telah mengabulkan pernikahan
beda agama. dari seluruh pasal dan ayat di dalam undang-undang perkawinan tidak ada satupun yang mengatakan
berbeda agama antara dua orang yang berbeda itu tidak bisa menikah, MA menegaskan bahwa perbedaan agama
diantara dua orang itu tidak menjadi penghalang bagi keduanya untuk menikah.
Secara historis tahun 1986, MUI DKI Jakarta itu pernah membolehkan mensahkan 30 September 86, mengatakan bahwa
MUI juga pernah memisahkan pernikahan beda agama dan ini sempat bertahan selama 14 tahun baru kemudian
dibatalkan di tahun 2005, tahun 2000 dan 2005 MUI mengharamkan pernikahan beda agama
karena sudah dibungkus di dalam undang-undang yaitu konsensus nasional yaitu undang-undang 174 ya di dalam pasal 2
ayat 1 jelas apabila dilakukan berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing pasti sepakat nih semua itu
merupakan ramuan dari agama-agama yang ada di Indonesia
Pasal 2 ayat 1 itu tidak bisa dimaknai sebagai pelarangan untuk menikah berbeda agama cara implementasinya, bagi
mereka yang berbeda agama itu tetap bisa menikah Bahkan mereka itu bisa memenuhi sesuai dengan Hukum agamanya
masing-masing
3. Haruskah Hakim Melarang Nikah Beda Agama?
hakim majelis memandang adanya heterogenitas, setiap orang yang ingin menikah itu tidak punya halangan
untuk menikah gara-gara beda agama Mahkamah Konstitusi sudah menolak gugatan undang-undang
perkawinan Nomor 1 Tahun 74 yang sudah dirubah menjadi undang-undang 16 tahun 2019 Sikap gereja
terhadap pernikahan beda agama dapat bervariasi antara denominasi gereja dan bahkan antara gereja-gereja
dalam denominasi yang sama.

Berikut beberapa pandangan umum yang dapat ditemui dalam konteks gereja:
1. Pandangan Toleransi dan Keterbukaan:
- Beberapa gereja memiliki sikap yang lebih toleran dan terbuka terhadap pernikahan beda agama. Mereka mungkin percaya
bahwa cinta dan kesetiaan antara pasangan lebih penting daripada perbedaan agama, dan mereka mungkin mengizinkan
pernikahan semacam itu dengan persyaratan tertentu.
2. Pandangan Restriktif:
- Di sisi lain, beberapa gereja mungkin memiliki pandangan yang lebih restriktif terhadap pernikahan beda agama.
Mereka dapat melarang pernikahan semacam itu atau mempersyaratkan bahwa salah satu pasangan harus
mengkonversi ke agama pasangan yang lain.
3. Persyaratan dan Persetujuan Gereja:
- Beberapa gereja yang mengizinkan pernikahan beda agama mungkin memerlukan persetujuan atau konsultasi
dengan pemimpin gereja setempat. Ini dapat melibatkan pendeta, uskup, atau imam yang akan menentukan apakah
pernikahan tersebut sesuai dengan ajaran agama.
4 Upacara Campuran:
- Dalam beberapa kasus, gereja mungkin mengizinkan upacara pernikahan campuran yang mencakup
unsur-unsur dari kedua agama pasangan. Ini adalah upaya untuk menghormati kedua agama

5. Peran Anak-Anak:
- Banyak gereja yang mengizinkan pernikahan beda agama akan mengharapkan bahwa anak-anak
yang dilahirkan dari pernikahan tersebut akan dibesarkan dalam satu agama.
Faktor Penyebab Terjadinya Permasalahan

1. faktornya adalah sosiologis,


2. Faktor Politik dan Hukum
3. Faktor Tekanan Sosial dan Budaya,
4. Faktor Kurangnya Pemahaman Antaragama
4. Faktor Kurangnya Pemahaman Antaragama
6. Pemahaman Masyarakat Sendiri
PROBLEM SOLVING:
1.Aspek Hukum
2. Aspek Politik
3. Aspek Ekonomi
4. Aspek Budaya
5. Aspek Psikologi
6.Aspek Pastoral Konseling dan Ajaran Iman Kristen
SEKIAN DAN TERIMAKASIH.
SHALOM

Anda mungkin juga menyukai