Anda di halaman 1dari 26

PPh Pasal 21/26

Oleh:

Riris Marito Sitinjak (230221100095)

Mohamad Dimas Gilang Danuarta (230221100071)


Pemerintah telah mengundangkan peraturan
terbaru terkait dengan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
atau Kegiatan Orang Pribadi melalui Peraturan
1
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023

3 Kehadiran regulasi yang mulai berlaku 1 Januari 2024


ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, yaitu:
WHAT’S NEW? 01 Pemotongan PPh Pasal 21 pada
4
ketentuan lama memiliki berbagai skema perhitungan
yang dapat membingungkan Wajib Pajak dan secara
administrasi memberatkan terutama bagi yang berusaha
untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan
benar.
PEMOTONG PPh PASAL 21/26
1. Pemberi kerja yaitu orang pribadi dan Badan yang membayarkan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan/ jasa yang dilakukan
pegawai dan bukan pegawai.
2. Instansi Pemerintah yang membayarkan imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,
dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun,
2
tunjangan/ jaminan hari tua.
4. Orang pribadi dan Badan, yang membayar honorarium atau
3 pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi, termasuk jasa tenaga
ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas dan bertindak untuk
4
dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya; dan
5. Penyelenggara kegiatan yang membayar honorarium, hadiah,
atau penghargaan dalam bentuk apapun berkenaan dengan
suatu kegiatan.
Yang Tidak Wajib Memotong

Kantor perwakilan negara asing


Organisasi-organisasi internasional yang
1
ditetapkan Menteri Keuangan
2
Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
3 bebas yang semata-mata memperkerjakan
orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
4 rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21/26

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

 Pegawai
 Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT,
termasuk ahli warisnya
 Bukan pegawai : • Tenaga ahli • Seniman/pekerja seni, pembawa acara •
Olahragawan • Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan
moderator • Pengarang, peneliti, penerjemah • Pemberi jasa dalam segala
bidang • Agen iklan • Pengawas dan pengelola proyek • Pembawa
pesanan/yang menemukan langganan/perantara • Petugas penjaja barang
dagangan • Petugas dinas luar asuransi • Distributor MLM, Direct Selling
 Peserta kegiatan • Peserta perlombaan • Peserta rapat, konferensi, sidang,
pertemuan, kunjungan kerja • Peserta/anggota kepanitiaan • Peserta
pendidikan, pelatihan dan magang • Peserta kegiatan lainnya WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI
Tidak Termasuk Pihak Yang Dipotong

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain


1 dari negara asing, dan orang2 yang diperbantukan kepada
mereka yg bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
2 mereka dengan syarat:
 Bukan WNI
3
 Di Indonesia tidak ada penghasilan lain
 Ada perlakuan timbal balik
 Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah
4
ditetapkan Menkeu, dengan syarat :
 Bukan WNI
 Tidak menjalankan usaha/kegiatan/ pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
PENGHASILAN DIPOTONG

 Penghasilan Pegawai Tetap


1  Penghasilan Penerima Pensiun secara teratur
 Imbalan kepada anggota dewan komisaris atau
2 anggota dewan pengawas
 Penghasilan pegawai tidak tetap
3  Imbalan kepada bukan pegawai
 Imbalan kepada peserta kegiatan
4  Uang mamfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya
 Penghasilan atau imbalan yang diterima atau
dieroleh Mantan Pegawai
Tidak Dipotong PPh Pasal 21

 Pembayaran asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,


1 dwiguna dan bea siswa
 Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
 Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan
2
Menkeu, iuran THT/JHT, yang dibayar pemberi kerja
 Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan /
3 lembaga yang dibentuk / disahkan pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
4 kepemilikan atau penguasaan
 Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh(beasiswa yang memenuhi
persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (246/PMK.03/2008)
PENGHASILAN DIPOTONG

 Penghasilan Pegawai Tetap


 Penghasilan Penerima Pensiun secara teratur
1
 Imbalan kepada anggota dewan komisaris atau anggota
dewan pengawas
2
 Penghasilan pegawai tidak tetap
 Imbalan kepada bukan pegawai
3  Imbalan kepada peserta kegiatan
 Uang mamfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya
4  Penghasilan atau imbalan yang diterima atau dieroleh
Mantan Pegawai
TARIF PEMOTONGAN
PPH PASAL 21/26

 Secara garis besar, pemotongan Pajak


Penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan 2 (dua) tarif pemotongan, yaitu:
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atau biasa
disebut dengan tarif umum (lihat tabel 6.1);
2. Tarif efektif Pemotongan PPh Pasal 21 atau biasa disebut TER.
Yang terdiri dari 2 (dua) kategori, yaitu:
• Tarif Efektif Bulanan
• Tarif Efektif Harian
TARIF UMUM
PASAL 17 AYAT (1) A UU PPH

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


sampai dengan Rp60 juta 5%
di atas Rp60 juta s.d. Rp250 juta 15%
di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta 25%
di atas Rp500 juta s.d. Rp5 Miliar 30%
di atas Rp5 Miliar 35%
Tabel 6.1 Tarif Umum PPh Pasal 17 (1) a UU PP
TARIF EFEKTIF HARIAN
(DITERAPKAN UNTUK PEGAWAI TIDAK TETAP)

Penghasilan Bruto Harian Tarif

sampai dengan Rp450 ribu 0%

1 di atas Rp450 ribu s.d. Rp2,5 juta 0,5%

Tabel 6.4 Tarif Efektif Harian


2 Penghasilan bruto harian dimaksud yaitu penghasilan Pegawai Tidak
Tetap yang diterima secara: harian, mingguan, satuan, atau borongan

3
Pemotogan PPh Pasal 26
4 Tarif Pemotongan PPh Pasal 26 sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan besarnya adalah 20% dan
bersifat final. Dalam hal yang dipotong memiliki Surat
Keterangan Domisili sebagai Wajib Pajak Luar Negeri
(SKD WPLN
1

4
Ruang Lingkup dan Kriteria Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan PMK Nomor


17/PMK0.3/2013 tentang
Tata Cara Pemeriksaan
1 Pajak membedakan jenis
pemeriksaan

2
Pemeriksaan kantor Pemeriksaan Lapangan
adalah pemeriksaan yang adalah pemeriksaan yang
3 dilakukan di tempat
dilakukan di Kantor
Direktorat Jenderal Pajak kedudukan, tempat
kegiatan usaha atau
4 pekerjaan bebas, tempat
tinggal Wajib Pajak, atau
tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak
Kriteria Pemeriksaan

Terdapat dua criteria yang


merupakan alasan
dilakukannya
1
pemeriksaan, yaitu

2
Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus atau
merupakan pemeriksaan pemeriksaan berdasarkan
3 yang dilakukan analisis risiko (risk based
sehubungan dengan audit), merupakan
pemenuhan hak dan/atau pemeriksaan yang dilakukan
4 pelaksanaan kewajiban terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan hasil analisis
perpajakan Wajib Pajak
risiko secara manual atau
secara komputerisasi
menunjukkan adanya indikasi
ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan
Alur Pelaksanakan Pemeriksaan

Penugasan/Per Perencanaa Penerbitan


setujuan/Instru n SP2 dan Peminjaman
ksi Pemeriksaan Pemberitah Dokumen
1 dan Audit u an ke WP
Pemeriksaan
Program

2 Pelaksanaan
Pengujian
Pembahasan (Metode &
3 Teknik
dg Tim QA
Pemeriksaan)

4
Pembahasan Pemberitah
Laporan Hasil Berita Acara u an Hasil
Akhir dg WP
Pemeriksaan Pembahasan Pemeriksaan
(Closing
(LPH) Akhir (SPHP)
Conference)
Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain, kriterianya
adalah

Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan

Penghapusan NPWP
1
Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

2 Wajib Pajak mengajukan keberatan

Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan


3 penghasilan neto

Pencocokan data dan atau alat keterangan

4
Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil

Penentuan satu atau lebih tempat terhutangnya Pajak


Pertambahan Nilai
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
KETENTUAN PIDANA
Merupakan suatu perbuatan tindak pidana perpajakan yang
memenuhi perumusan yang diberikan dalam ketentuan
pidana atau diputuskan oleh hakim pidana.
Pasal 39 ayat (1) UU KUPSetiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
Pasal 39 ayat (2) UU KUP
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali
menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
1
Pasal 39 ayat (3) UU KUP
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
2 pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau
menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
3 tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
4
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi
atau pengkreditan yang dilakukan
Pasal 39A UU KUP
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak,
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,
1
dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya; atau
2 b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajakdipidana dengan
3 pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak,
4
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,
dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,
dan/atau bukti setoran pajak.
Pasal 41 UU KUP
(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
1 (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2 (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
• Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana
3 dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti,
atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
4 juta rupiah).
• Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan
diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak,
kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-
pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM KUHP
• KUHP Pasal 421: Seorang pejabat yang dengan menyalahgunakan kekuasaan
memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan.
1 • KUHP Pasal 423: Seorang pejabat yang, dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta melawan hukum dengan
menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan
2 sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
3 • KUHP Pasal 335: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
atau denda paling banyak tiga ratus rupiah:
• Ke-1: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
4 melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakukan yang tidak
menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan
lain maupun perlakukan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu
sendiri maupun orang lain.
• Ke-2: barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan
atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran
tertulis.
• KUHP Pasal 209: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah:Ke-1: barang siapa
memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada seseorang pejabat dengan
maksud supaya digerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
1 jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;Ke-2: barang siapa
memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu
yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
2 jabatannya.
• KUHP Pasal 418: Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa itu diberikan karena kekuasaan
3 atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran
orang yang memberi hadiah atau janji-janji itu ada hubungannya dengan
jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan
4 atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
• KUHP Pasal 372: Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku
sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
PENYIDIKAN
1.Pengertian
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya. penyidikan tindak
pidana bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan
yang diatur dalam Undang- Undang nomor 8/1981 tentang
KUHAP.

2.Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
3. Wewenang Penyidik
a. Menerima, mencari, mengumpulkan , dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau bahan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan , dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;
g. Menyuluh berhenti dan/atau melarang sesorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/ atau dokumen yang
dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perajakan;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
perundang- undangan.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai