Disusun Oleh:
Kelompok 4
Sophia Jasmine Denyse 01031482326003
Rana Indriansyah 01031482326024
Erliana Dewi 01031482326034
Anggie Tiara Putrie Dewi 01031482326038
Mayang Agustini 01031482326062
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang tata cara pemeriksaan pajak.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………….………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang……………………………………….……………………..1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….…………………...2
2.1 Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemerikasaan atau
Surat Panggilan dalam rangka Pemerikasaan Kantor….………………….2
2.2 Pertemuan dengan Wajib Pajak………………………….………………...3
2.3 Peminjaman Dokumen…………………………………….……………….4
2.4 Penolakan Pemeriksaan …………………………………………………....7
2.5 Pengujian Oleh Pemeriksa Pajak…………………………………………...8
2.6 Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)…………..9
2.7 Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan……………………………………11
2.8 Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan……………...14
2.9 Penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan…16
2.10 Penyelesaian Pemeriksaan………………………………………………...16
2.11 Pengambilan Dokumen …………………………………………………...18
2.12 Pembatalan Hasil Pemeriksaan…………………………………………....18
2.13 Pemeriksaan Ulang……………………………………………………..….19
2.14 Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan………………………………….……20
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………..21
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…..23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pemeriksaan pajak merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan self assessment
system yang diterapkan didalam sistem perpajakan di Indonesia. "Pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan." (Mardiasmo, 2009:50).
Tata cara pemungutan dengan self assessment system berhasil dengan baik jika masyarakat
mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi. Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan pada saat untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, seperti bila wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan lebih bayar, menyampaikan SPT yang menyatakan rugi, tidak menyampaikan
atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu dalam surat teguran, melakukan
penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya, menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis risiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi sesuai
ketentuan. Dengan dilakukannya pemeriksaan pajak DJP dapat mengetahui seberapa banyak
wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Tanpa pengawasan, wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya cenderung menghindari bayar pajak dengan cara
yang tidak benar seperti menurunkan omset, atau menambah biaya yang pada akhirnya
menghilangkan keuntungan fiskal atau meminimalkan penghasilan kena pajak. Kepatuhan wajib
pajak merupakan cermin dari pelaksanaan self assessment system yang berlaku di Indonesia.
"Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakan dan melaksankan hak perpajakannya." (Nurmantu dan Rahayu,
2010:138).
Kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak.
Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat,
demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah
seharusnya menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selain memacu kinerja
pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai
penyelenggara negara di bidang perpajakan. Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan
mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai
peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk menjelaskan:
1. alasan dan tujuan Pemeriksaan;
2. hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan:
3. hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan;
4. mengenai buku, catatan, dan dokumen yang akan dipinjam dari Wajib Pajak.
Pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat juga dilakukan
dengan wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan, pertemuan dilakukan:
1. bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung, atau
2. setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dalam hal
3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos atau jasa
pengiriman lainnya.
Setelah melakukan pertemuan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara hasil
pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak
menandatangani berita acara hasil pertemuan. Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan. Dalam hal Pemeriksa Pajak telah
menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan berita acara, pertemuan dianggap telah dilaksanakan.
Format:
1. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak tercantum pada Lampiran 3.
2. Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) tercantum pada Lampiran 4.
3. Kuesioner Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 5.
4. Berita Acara I lasil Pertemuan tercantum pada Lampiran 6.
3
Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Pemeriksa Pajak memerlukan data dan informasi yang terdapat dalam buku, catatan dan/atau
dokumen milik Wajib Pajak, Buku, catatan dan/atau dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa
Pajak dari Wajib Pajak disesuaikan dengan ruang lingkup pemeriksaan dan Rencana
Pemeriksaan.
Terkait dengan peminjaman buku, catatan dan atau dokumen milik Wajib Pajak,
berlaku ketentuan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, buku. catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib
Pajak, dipinjam pada saat itu juga.
2. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka daftar buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor.
3. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain,
dipinjam pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan.
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara
elektronik serta keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan
belum terlampaui. Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatansecara tertulis paling banyak
2 (dua) kali, yaitu:
1. surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
2. Surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan peminjaman dokumen terlampaui maka:
1. Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku,
catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang
wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak
atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang
dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, atau
2. Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan
dan dokumen dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta.
4
penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat
(1) huruf d Undang-Undang KUP sehingga Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 50% atau 100%.
Format:
1. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen tercantum pada Lampiran 7.
2. Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen tercantum pada Lampiran
8.
3. Surat Pernyataan Keaslian Dokumen dan atau Data yang Dipinjamkan tercantum pada
Lampiran 9.
4. Surat Peringatan Pertama dan Kedua tercantum pada Lampiran 10.
5. Berita Acara Tidak Dipenuhinya Peminjaman Buku. Catatan dan Dokumen tercantum pada
Lampiran 11.
6. Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen tercantum pada
Lampiran 12.
2.4Penolakan Pemeriksaan
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan
menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, maka Pemeriksa Pajak
akan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka:
1. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili
Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau
2. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk
dilakukan Pemeriksaan. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, maka Pemeriksa Pajak
membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
5
Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak
dikembalikan oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan
Pemeriksaan Kantor. Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan
Pemeriksaan oleh Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pemeriksa Pajak berdasarkan surat pernyataan penolakan, berita acara tidak
dipenuhinya panggilan Pemeriksaan, surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan atau
berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan dapat melakukan penetapan pajak
secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Format:
1 Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 13.
2. Berita Acara Penolakan Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 14.
3. Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan tercantum pada Lampiran
15.
4. Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 16.
5. Berita Acara Tidak Memenuhi Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor tercantum pada
Lampiran 17.
6. Tanda Segel tercantum pada Lampiran 18.
2. Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan
pengujian atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya,
yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
6
Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian yang
dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk menyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa. Teknik
pemeriksaan meliputi:
1. pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
2. pengujian keabsahan dokumen;
3. evaluasi;
4. analisis angka-angka;
5. penelusuran angka-angka (tracing);
6. penelusuran bukti;
7. pengujian keterkaitan;
8. ekualisasi atau rekonsiliasi;
9. permintaan keterangan atau bukti;
10. konfirmasi;
11. inspeksi;
12. pengujian kebenaran fisik;
13. pengujian kebenaran penghitungan matematis;
14. wawancara;
15. uji petik (sampling);
16. Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau
17. Teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.
7
2. Dalam hal Wajib Pajak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyampaikan
tanggapan, Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian
tanggapan tertulis untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir.
Dalam rangka memberikan tanggapan atas temuan/koreksi biaya gaji, maka Wajib Pajak harus
mempersiapkan:
1. Dokumen yang menyatakan bahwa pengeluaran tersebut tidak diberikan dalm bentuk
natura yang dapat berupa: (1) rekening bank yang menunjukkan adanya aliran transfer
secara tunai kepada pegawai dan/atau (2) kuitansi penerimaan uang oleh pegawai yang
bersangkutan.
2. Dokumen yang menyatakan bahwa pengeluaran tersebut digunakan untuk mendapatkan,
memelihara dan menagih penghasilan yang dapat berupa: (1) kontrak kerja antara
perusahaan dengan pegawai dan/atau (2) struktur organisasi yang menunjukkan bahwa
pekerjaan pegawai dimaksud memiliki keterkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Dasar hukum yang dapat disampaikan bahwa pengeluaran tersebut telah memenuhi
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa biaya
gaji dimaksud digunakan untuk mendapatkan, memelihara dan menagh penghasilan sehingga
dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.
Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak menyampaikan SPHP, maka Wajib Pajak dapat menempuh
langkah hukum sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pembatalan hasil
pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan
yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud da alm Pasal 36 ayat (1)
huruf d Undang-Undang KUP; atau
2. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan pajak atas penerbitan sural ketetapan pajak yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (2) huruf dan Undang-Undang KUP.
8
2.7 Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Undangan harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak :
1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak; atau.
2 berakhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) PMK Nomor
17/PMK.03/2013, dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
Berikut ini adalah beberapa hal yang akan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terkait dengan
penyampaian tangapan oleh Wabij Pajk dan Kehadiran Wabij Pajk daml pembahasan akhir hasil
pemeriksaan :
1. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak :
a) .menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dalm jangka waktu; dan
b) hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan tertulis, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan
mendasarkan pada lembar pemyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak.
9
3. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a) menyampaikan surat sanggahan dalam jangka waktu; dan
b) hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, Pemeriksa Pajak
harus melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan
mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembabasan tersebut dalam
risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil,
atau kuasa dari Wajib Pajak.
Berikut ketentuan terkait dengan pembuatan berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan dan ihtisar hasil pembahasan:
1. Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam
risalahpembahasan dan Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri
dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan dilaksanakan.
2. Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan.
10
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah
pembahasan, dan/atau atau berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri
dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir,
Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut.
Dalam rangka melakukan pembahasan akhir secara optimal, maka Wajib Pajak harus
menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dokumen atu bukti untuk menyanggah temuan Pemeriksa Pajak
2. Dasar hukum untuk menyanggah temuan Pemeriksa Pajak; dan
3. Kemampuan berdiplomasi yang memadai.
Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak
dapat menempuh langkah hukum sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pembatalan
hasil peeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksan yang dilaksanakan
tanpa penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d
Undang-Undang KUP; atau
2. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan pajak atas penerbitan surat ketetapan
pajak yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atu tata cara yang telah
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang KUP.
11
1. risalah pembahasan telah ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak; dan
2. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan belum ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus
disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling Jama 3 (tiga) hari
kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana
Pemeriksaan.
12
Wajib Pajak menolak menandatangani risalah Tim Quality Asurance Pemeriksaan, Tim
Quality Asurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam
risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
9. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak hadir dalam
pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dantanggal
yang tercantum dalam undangan, Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
a). berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan;
dan
b). risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan,yang ditandatangani oleh Tim Quality
Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
10.Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai
undangan, pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah
dilakukan.
13
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara:
1. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat L.HP Sumir; atau
2. membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
14
2.Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, «tau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
3.Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian
kepatuhani pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
a). berakhimya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan; atau
b).berakhimya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor:
4. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksan Kantor yang ditangguhkan karena divindaklanjuti
dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
a). dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
secara terbuka meninggal dunia;
b). dihentian karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan;
c). dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang
KUP; atau
d). dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan
mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut:
a). dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-
Undang KUP; atau
b). dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak
pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan
Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak
dengan menggunakan bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP.
15
1. Dalam hal dilakukan pembatalan, proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan
prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
2. Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan
3. Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP,
Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
a) surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
KUP belum terlewati; atau
b) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
KUP terlewati.
4. Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tersebut dilakukan
setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas surat
ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan
apabila sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak. Padaprinsipnya untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan perlu dilakukan pemeriksaan, Jika surat ketetapan
pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, perlu dilakukan pemeriksaan ulang
sebelum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan juga harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, tetapi bukan
pemeriksaan ulang. Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak
akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru
termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang
terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu, setelah Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru termasuk data yang semula
16
belum terungkap. Dalam hal mash ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum
terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau
data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur
Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Yang dimaksud dengan "data baru" adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang
diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum
diberitabukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-
lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data
yang:
1. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya
(termasuk laporan keuangan); dan/atau
2. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data
dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak
memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau
mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya arau
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin
menghitung besarnya Jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang
terutang ditetapkan kurang dari yang seharusya, hal tersebut termasuk dalam pen gertian data
yang semula belum terungkap.
17
a) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
Undang-Undang KUP
b). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dengan penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal13A Undang-Undang
KUP;
c). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang
pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
d). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
e). Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau
Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
f) Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
3. Penangguhan Pemeriksaan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
4. Pemberitahuan secara tertulis disampaikan bersamaan dengan disampaikannya surat
pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
5. Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan
diserahkan kepada Pemerissa Buki Permulaan dengan membuat berita acara yang
ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
6. Fotokopi berita acara diserahkan kepada Wajib Pajak.
7. Pemeriksan yang ditangguhkan dilanjurkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
apabila:
a). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak
orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
b) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan
adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
c). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan
namun penyidikan dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44A Undang-Undang KUP; atau
d). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan serta telah terdapat putusan pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
8. Pemeriksaan yang ditangguhkan dihentikan dengan membuat LHP Sumir apabila:
a) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(3) Undang-Undang KUP;
b) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
diselesaikan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
c) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
18
9. Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup,
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan
membuat laporan kemajuan Pemeriksaan apabila Pemeritsan Bukti Permulaan secara tertutup
ditindaklanjuti dengan penyidikan.
10. Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan sampai dengan:
a) penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 4A atau Pasal 44B Undang- Undang KUP;
atau
b) putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak
11. Penangguhan Pemeriksaan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
12. Pemeriksaan yang ditangguhkan dilanjutkan apabila:
a). penyidikan dihentikan karena Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
b). putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak.
13. Pemeriksaan yang ditangguhkan dihentikan apabila penyidikan dihentikan karena
Pasal 44B Undang-Undang KUP.
14. Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan, jangka waktu pengujian atau jangka waktu
perpanjangan pengujian diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
15. Dalam hal Pemeriksaan dientikan, Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat
pemberitahuan pengentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
16. Direktur Jenderal Pajak mash dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan
dihentikan terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP
atau Pasal 4B Undang-Undang KUP.
19
BAB III
3.1 Kesimpulan
20
5. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan
6. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto
7. Pencocokan data dan/atau alat keterangan
8. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi didaerah terpencil
9. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
10. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
11. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
12. Memenuhi permintaan informasi dari negara, mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Tidak jauh berbeda dengan penyelesaian pemeriksaan untuk menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan, pemeriksaan pajak untuk tujuan lain juga diselesaikan dengan 2 (dua) jenis
pemeriksaan yaitu dapat berupa pemeriksaan kantor atau lapangan. Namun pada umumnya
pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan kantor. Untuk
pelaporannya tetap dibuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
21
DAFTAR PUSTAKA
22