Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PEMERIKSAAN PAJAK

TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK

Disusun Oleh:

Kelompok 4
Sophia Jasmine Denyse 01031482326003
Rana Indriansyah 01031482326024
Erliana Dewi 01031482326034
Anggie Tiara Putrie Dewi 01031482326038
Mayang Agustini 01031482326062

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Nilam Kesuma, S.E.,M.Si.,Ak
Hj. Ermadiani, S.E.,M.Si.,Ak

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


ALIH PROGRAM FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang tata cara pemeriksaan pajak.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Palembang, 06 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………….………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang……………………………………….……………………..1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….…………………...2
2.1 Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemerikasaan atau
Surat Panggilan dalam rangka Pemerikasaan Kantor….………………….2
2.2 Pertemuan dengan Wajib Pajak………………………….………………...3
2.3 Peminjaman Dokumen…………………………………….……………….4
2.4 Penolakan Pemeriksaan …………………………………………………....7
2.5 Pengujian Oleh Pemeriksa Pajak…………………………………………...8
2.6 Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)…………..9
2.7 Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan……………………………………11
2.8 Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan……………...14
2.9 Penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan…16
2.10 Penyelesaian Pemeriksaan………………………………………………...16
2.11 Pengambilan Dokumen …………………………………………………...18
2.12 Pembatalan Hasil Pemeriksaan…………………………………………....18
2.13 Pemeriksaan Ulang……………………………………………………..….19
2.14 Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan………………………………….……20
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………..21
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…..23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan pajak merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan self assessment
system yang diterapkan didalam sistem perpajakan di Indonesia. "Pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan." (Mardiasmo, 2009:50).

Tata cara pemungutan dengan self assessment system berhasil dengan baik jika masyarakat
mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi. Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan pada saat untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, seperti bila wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan lebih bayar, menyampaikan SPT yang menyatakan rugi, tidak menyampaikan
atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu dalam surat teguran, melakukan
penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya, menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis risiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi sesuai
ketentuan. Dengan dilakukannya pemeriksaan pajak DJP dapat mengetahui seberapa banyak
wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Tanpa pengawasan, wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya cenderung menghindari bayar pajak dengan cara
yang tidak benar seperti menurunkan omset, atau menambah biaya yang pada akhirnya
menghilangkan keuntungan fiskal atau meminimalkan penghasilan kena pajak. Kepatuhan wajib
pajak merupakan cermin dari pelaksanaan self assessment system yang berlaku di Indonesia.
"Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakan dan melaksankan hak perpajakannya." (Nurmantu dan Rahayu,
2010:138).

Kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak.
Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat,
demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah
seharusnya menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selain memacu kinerja
pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai
penyelenggara negara di bidang perpajakan. Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan
mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai
peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Atau Surat Panggilan Dalam Rangka


Pemeriksaan Kantor
Dalam rangka memberitahukan pelaksanaan pemeriksaan kepada Wajib Pajak, Pemeriksa
Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilakukannya Pemeriksaan
dengan:
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan; atau
2. Mengirimkan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor, dalam hal Pemeriksaan
dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sebagaimana tercantum dalam SP2 dan disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada
saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan.
Dalam hal penyampaian Surat Pemeberitahuan Pemeriksaan Lapangan secara langsung
dipandang tidak efisien, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan melalui
faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti
pengiriman dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai batas waktu penyampaian. Dalam
hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak
tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
1. Wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
2. Pihak yang dianggap dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
a) Pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak dalam hal
Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan; atau
b) Anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat
mewakili Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi.
Adapun untuk Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan melalui
melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti
pengiriman.
Format:
1. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 1
2. Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor tercantum pada Lampiran 2

2.2 Pertemuan dengan Wajib Pajak

2
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk menjelaskan:
1. alasan dan tujuan Pemeriksaan;
2. hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan:
3. hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan;
4. mengenai buku, catatan, dan dokumen yang akan dipinjam dari Wajib Pajak.

Pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat juga dilakukan
dengan wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan, pertemuan dilakukan:
1. bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung, atau
2. setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dalam hal
3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos atau jasa
pengiriman lainnya.

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenisPemeriksaan Kantor, pertemuan


dilakukan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat
Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. Pada saat melakukan pertemuan dengan Wajib
Pajak, Pemeriksa Pajak wajib:
1. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak:
2. memperlihatkan SP 2:
3. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan
dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,
4. menyampaikan formulir Kuesioner Pemeriksaan

Setelah melakukan pertemuan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara hasil
pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak
menandatangani berita acara hasil pertemuan. Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan. Dalam hal Pemeriksa Pajak telah
menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan berita acara, pertemuan dianggap telah dilaksanakan.
Format:
1. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak tercantum pada Lampiran 3.
2. Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) tercantum pada Lampiran 4.
3. Kuesioner Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 5.
4. Berita Acara I lasil Pertemuan tercantum pada Lampiran 6.

2.3 Peminjaman Dokumen

3
Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Pemeriksa Pajak memerlukan data dan informasi yang terdapat dalam buku, catatan dan/atau
dokumen milik Wajib Pajak, Buku, catatan dan/atau dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa
Pajak dari Wajib Pajak disesuaikan dengan ruang lingkup pemeriksaan dan Rencana
Pemeriksaan.
Terkait dengan peminjaman buku, catatan dan atau dokumen milik Wajib Pajak,
berlaku ketentuan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, buku. catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib
Pajak, dipinjam pada saat itu juga.
2. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka daftar buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor.
3. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain,
dipinjam pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan.

Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara
elektronik serta keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan
belum terlampaui. Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatansecara tertulis paling banyak
2 (dua) kali, yaitu:
1. surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
2. Surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan peminjaman dokumen terlampaui maka:
1. Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku,
catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang
wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak
atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang
dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, atau
2. Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan
dan dokumen dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta.

Konsekuensi tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen:


1. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak badan, dan Pemeriksa Pajak tidak dapat
melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak,

4
penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat
(1) huruf d Undang-Undang KUP sehingga Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 50% atau 100%.

Format:
1. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen tercantum pada Lampiran 7.
2. Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen tercantum pada Lampiran
8.
3. Surat Pernyataan Keaslian Dokumen dan atau Data yang Dipinjamkan tercantum pada
Lampiran 9.
4. Surat Peringatan Pertama dan Kedua tercantum pada Lampiran 10.
5. Berita Acara Tidak Dipenuhinya Peminjaman Buku. Catatan dan Dokumen tercantum pada
Lampiran 11.
6. Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen tercantum pada
Lampiran 12.

2.4Penolakan Pemeriksaan

Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan
menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, maka Pemeriksa Pajak
akan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka:
1. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili
Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau
2. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk
dilakukan Pemeriksaan. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, maka Pemeriksa Pajak
membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

5
Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak
dikembalikan oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan
Pemeriksaan Kantor. Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan
Pemeriksaan oleh Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pemeriksa Pajak berdasarkan surat pernyataan penolakan, berita acara tidak
dipenuhinya panggilan Pemeriksaan, surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan atau
berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan dapat melakukan penetapan pajak
secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Format:
1 Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 13.
2. Berita Acara Penolakan Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 14.
3. Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan tercantum pada Lampiran
15.
4. Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan tercantum pada Lampiran 16.
5. Berita Acara Tidak Memenuhi Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor tercantum pada
Lampiran 17.
6. Tanda Segel tercantum pada Lampiran 18.

2.5 Pengujian Oleh Pemeriksa Pajak

Pemeriksaan oleh pemeriksa pajak dilakukan berdasarkan metode, teknik, dan


prosedur pemeriksaan yang ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE65/PJ/2013 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan. Metode
Pemeriksaan adalah teknik dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku, catatan dan
dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain, yang terdiri atas metode langsung dan
metode tidak langsung.
1. Metode Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian
atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang
dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait.

2. Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan
pengujian atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya,
yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.

Metode Tidak Langsung meliputi :


1. Transaksi Tunai dan Bank
2. Sumber dan Penggunaaan Dana
3. Penghitungan Rasio
4. Satuan dan/atau Volume
5. Pertambahan K ekayaan Bersih
6. Penghitungan Biaya Hidup

6
Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian yang
dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk menyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa. Teknik
pemeriksaan meliputi:
1. pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
2. pengujian keabsahan dokumen;
3. evaluasi;
4. analisis angka-angka;
5. penelusuran angka-angka (tracing);
6. penelusuran bukti;
7. pengujian keterkaitan;
8. ekualisasi atau rekonsiliasi;
9. permintaan keterangan atau bukti;
10. konfirmasi;
11. inspeksi;
12. pengujian kebenaran fisik;
13. pengujian kebenaran penghitungan matematis;
14. wawancara;
15. uji petik (sampling);
16. Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau
17. Teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.

2.6 Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)

Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan
daftar temuan hasil Pemeriksaan. SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan
yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari
jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. SPHP dan
daftar temuan hasil Pemeriksaan disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui
faksimili. Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak
harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa
dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP, maka Pemeriksa
Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak.
Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil
Pemeriksaan dalam bentuk:
1. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui
seluruh hasil Pemeriksaan; atau
2. surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil
Pemeriksaan.

Tanggapan tertulis harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama:


1. 7 (tujuh) harl kerja sejak tangyal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.

7
2. Dalam hal Wajib Pajak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyampaikan
tanggapan, Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian
tanggapan tertulis untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir.

Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan, Wajib


Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu penyampaian
tanggapan berakhir. Tanggapan tertulis dan pemberitahuan tertulis disampaikan oleh Wajib
Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak
membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak.
Dalam rangka memberikan tanggapan atas SPHP yang disampaikan Pemeriksa secara optimal,
maka Wajib Pajak harus menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dokumen atu bukti unutk menyangah temuan Pemeriksa Pajak
2. Dasar hukum untuk menyanggah temuan Pemeriksa Pajak.

Dalam rangka memberikan tanggapan atas temuan/koreksi biaya gaji, maka Wajib Pajak harus
mempersiapkan:
1. Dokumen yang menyatakan bahwa pengeluaran tersebut tidak diberikan dalm bentuk
natura yang dapat berupa: (1) rekening bank yang menunjukkan adanya aliran transfer
secara tunai kepada pegawai dan/atau (2) kuitansi penerimaan uang oleh pegawai yang
bersangkutan.
2. Dokumen yang menyatakan bahwa pengeluaran tersebut digunakan untuk mendapatkan,
memelihara dan menagih penghasilan yang dapat berupa: (1) kontrak kerja antara
perusahaan dengan pegawai dan/atau (2) struktur organisasi yang menunjukkan bahwa
pekerjaan pegawai dimaksud memiliki keterkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Dasar hukum yang dapat disampaikan bahwa pengeluaran tersebut telah memenuhi
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa biaya
gaji dimaksud digunakan untuk mendapatkan, memelihara dan menagh penghasilan sehingga
dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.
Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak menyampaikan SPHP, maka Wajib Pajak dapat menempuh
langkah hukum sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pembatalan hasil
pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan
yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud da alm Pasal 36 ayat (1)
huruf d Undang-Undang KUP; atau
2. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan pajak atas penerbitan sural ketetapan pajak yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (2) huruf dan Undang-Undang KUP.

8
2.7 Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum


dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaanmerupakan pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa
Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir
hasilPemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak
terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi
administrasi.Dalam hal terhadap
Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan, maka buku,catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dapat dipertimbangkan
oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan hanya terbatas pada:
 Penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan
penghasilan secara jabatan
 Kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan. Hak hadir, diberikan melalui
penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari
dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Undangan dapat
disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.

Undangan harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak :
1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak; atau.
2 berakhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) PMK Nomor
17/PMK.03/2013, dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
Berikut ini adalah beberapa hal yang akan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terkait dengan
penyampaian tangapan oleh Wabij Pajk dan Kehadiran Wabij Pajk daml pembahasan akhir hasil
pemeriksaan :
1. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak :
a) .menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dalm jangka waktu; dan
b) hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan tertulis, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan
mendasarkan pada lembar pemyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak.

2. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a). menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu;
dan
b). tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal
yang tercantum dalam undangan tertulis, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan
berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan, berita acara ketidakhadiran
Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

9
3. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a) menyampaikan surat sanggahan dalam jangka waktu; dan
b) hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, Pemeriksa Pajak
harus melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan
mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembabasan tersebut dalam
risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil,
atau kuasa dari Wajib Pajak.

4. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a) menyampaikan surat sanggahan dalam jangka waktu; dan
b) tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan
tanggal yang tercantum dalam undangan. Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan
berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak.

5. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a) tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dalam jangka waktu; dan b)
b) hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, Pemeriksa
Pajak tetap melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dan
menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.

6. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a) tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dalam jangka waktu; dan
b) tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal
yang tercantum dalam undangan. Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan
berdasarkan SPHP, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri
dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Berikut ketentuan terkait dengan pembuatan berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan dan ihtisar hasil pembahasan:
1. Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam
risalahpembahasan dan Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri
dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan dilaksanakan.
2. Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan.

10
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah
pembahasan, dan/atau atau berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri
dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir,
Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut.
Dalam rangka melakukan pembahasan akhir secara optimal, maka Wajib Pajak harus
menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dokumen atu bukti untuk menyanggah temuan Pemeriksa Pajak
2. Dasar hukum untuk menyanggah temuan Pemeriksa Pajak; dan
3. Kemampuan berdiplomasi yang memadai.

Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak
dapat menempuh langkah hukum sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pembatalan
hasil peeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksan yang dilaksanakan
tanpa penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d
Undang-Undang KUP; atau
2. Mengajukan gugatan kepada badan peradilan pajak atas penerbitan surat ketetapan
pajak yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atu tata cara yang telah
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang KUP.

2.8 Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan

Dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara


Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan guna
menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar
hal tersebut dibahas oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Tim Quality Assurance
Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas
hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada:
1. Kcala Kantor Wilayah Dicktorat Jendcral Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh
Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak; atau
2. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh
3. Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.

Kehadiran Wajib Pajak saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan sangat


menentukan dapat tidaknya Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan
dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Hal ini dikarenakan permohonan pembahasan
dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dapat dilakukan, apabila:

11
1. risalah pembahasan telah ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak; dan
2. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan belum ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus
disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling Jama 3 (tiga) hari
kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana
Pemeriksaan.

Tim Quality Assurance Pemeriksaan dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan


Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas namaDirektur Jenderal
Pajak dengan susunan keanggotaan yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang
sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota. Adapun tugas Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah:
1. membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak pada saat
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
2. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Waib Pajak dengan
Pemeriksa Pajak; dan
3. membuat risalah Tim Quality Assurance Peeriksaan yang beris simpulan dan
keputusan hasil pembahasan dan bersifat mengikat.

Dalam rangka melaksanakan pembahasan pada tingkat Tim Quality Assurance


Pemeriksan, maka berikut beberapa prosedur yang akan ditempuh oleh Tim Quality Assurance
Pemeriksaan:
1. Berdasarkan surat permohonan Wajib Pajak, Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus
menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak untuk melakukan
pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan.
2. Undangan dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.
3. Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak.
4. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan,
pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
5. Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa
Pajak serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus
mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
6. Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam
risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
7. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan
dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan
ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
8. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan
dengan Tmi Quality Asurance Pemeriksaan namun Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari

12
Wajib Pajak menolak menandatangani risalah Tim Quality Asurance Pemeriksaan, Tim
Quality Asurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam
risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
9. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak hadir dalam
pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dantanggal
yang tercantum dalam undangan, Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
a). berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan;
dan
b). risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan,yang ditandatangani oleh Tim Quality
Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
10.Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai
undangan, pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah
dilakukan.

2.9 Penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,


Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan memanggil Wajib Pajak dengan
mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan. Berikut beberapa ketentuan terkait dengan penandatanganan berita acara
pembahasan akhir hasil pemeriksaan:
1. Surat panggilan dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.
2. Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau
kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima
surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
3. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani
surat pernyataan, Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima surat
panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
4. Wajib Pajak harus memenuhi panggilan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.
5. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan, namun
menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa
Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
6. Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan
pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya
panggilan.

2.10 Penyelesaian Pemeriksaan

13
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara:
1. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat L.HP Sumir; atau
2. membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dilakukan dalam hal:


1. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak yang diperiksa:
a). tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
b). tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4. (empat) bulan sejak tanggal
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
2. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka tersebut:
a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
b) tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13A Undang-Undang KUP; atau
c) dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena
tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
Undang-Undang KUP.
d) Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
e). Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
f). Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

Adapun penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagai dasar penerbitan


surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dilakukan dalam hal:
1.Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17B Undang-Undang KUP:
a). tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
b).tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.

14
2.Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, «tau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
3.Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian
kepatuhani pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
a). berakhimya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan; atau
b).berakhimya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor:
4. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksan Kantor yang ditangguhkan karena divindaklanjuti
dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:

a). dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
secara terbuka meninggal dunia;
b). dihentian karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan;
c). dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang
KUP; atau
d). dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan
mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut:
a). dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-
Undang KUP; atau
b). dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak
pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan
Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.11 Pengembalian Dokumen

Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak
dengan menggunakan bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP.

2.12 Pembatalan Hasil Pemeriksaan

Surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:


1. Penyampaian SPHP; atau
2. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak oleh Direkur lenderal
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayatt (1) huruf d Undang-Undang KUP. Adapun
ketentuan terkait dengan pembatalan hasil pemeriksaan ini ditentukan sebagai berikut:

15
1. Dalam hal dilakukan pembatalan, proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan
prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
2. Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan
3. Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP,
Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
a) surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
KUP belum terlewati; atau
b) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
KUP terlewati.
4. Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tersebut dilakukan
setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.

2.13 Pemeriksaan Ulang

Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang


Bayar yang temyata telah ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat
Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang
tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas surat
ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan
apabila sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak. Padaprinsipnya untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan perlu dilakukan pemeriksaan, Jika surat ketetapan
pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, perlu dilakukan pemeriksaan ulang
sebelum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

Dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan juga harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, tetapi bukan
pemeriksaan ulang. Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak
akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru
termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang
terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu, setelah Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru termasuk data yang semula

16
belum terungkap. Dalam hal mash ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum
terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau
data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur
Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Yang dimaksud dengan "data baru" adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang
diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum
diberitabukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-
lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data
yang:
1. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya
(termasuk laporan keuangan); dan/atau
2. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data
dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak
memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau
mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya arau
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin
menghitung besarnya Jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang
terutang ditetapkan kurang dari yang seharusya, hal tersebut termasuk dalam pen gertian data
yang semula belum terungkap.

2.14 Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapar


diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulan tentan gadanya dugan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka apabila:
1. Pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
2. Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak
dilakukan penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan.
Adapun ketentuan terkait dengan pengusulan Pemeriksaaan Bukti Permulaan adalah sebagai
berikut:
1. Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal17B
Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus
memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak tersebut.
2. Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka disetujui oleh pejabat yang
berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan
Pemeriksaan sampai dengan:

17
a) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
Undang-Undang KUP
b). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dengan penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal13A Undang-Undang
KUP;
c). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang
pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
d). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
e). Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau
Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
f) Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
3. Penangguhan Pemeriksaan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
4. Pemberitahuan secara tertulis disampaikan bersamaan dengan disampaikannya surat
pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
5. Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan
diserahkan kepada Pemerissa Buki Permulaan dengan membuat berita acara yang
ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
6. Fotokopi berita acara diserahkan kepada Wajib Pajak.
7. Pemeriksan yang ditangguhkan dilanjurkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
apabila:
a). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak
orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
b) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan
adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
c). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan
namun penyidikan dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44A Undang-Undang KUP; atau
d). Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan serta telah terdapat putusan pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
8. Pemeriksaan yang ditangguhkan dihentikan dengan membuat LHP Sumir apabila:
a) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(3) Undang-Undang KUP;
b) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
diselesaikan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
c) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.

18
9. Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup,
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan
membuat laporan kemajuan Pemeriksaan apabila Pemeritsan Bukti Permulaan secara tertutup
ditindaklanjuti dengan penyidikan.
10. Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan sampai dengan:
a) penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 4A atau Pasal 44B Undang- Undang KUP;
atau
b) putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak
11. Penangguhan Pemeriksaan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
12. Pemeriksaan yang ditangguhkan dilanjutkan apabila:
a). penyidikan dihentikan karena Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
b). putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak.
13. Pemeriksaan yang ditangguhkan dihentikan apabila penyidikan dihentikan karena
Pasal 44B Undang-Undang KUP.
14. Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan, jangka waktu pengujian atau jangka waktu
perpanjangan pengujian diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
15. Dalam hal Pemeriksaan dientikan, Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat
pemberitahuan pengentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
16. Direktur Jenderal Pajak mash dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan
dihentikan terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP
atau Pasal 4B Undang-Undang KUP.

19
BAB III
3.1 Kesimpulan

Pelaksanaan pemeriksaan pajak terdiri dari 2 tujuan, yang pertama adalah


pemeriksaan pajak yang bertujuan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
dan yang Kedua adalah pemeriksaan pajak dilakukan untuk Tujuan Lain. Kedua bentuk
pemeriksaan ini pada dasarnya merupakan bentuk dari tindakan mematuhi peraturan perundang-
undangan perpajakan serta dalam rangka mewujudkan penerapan sistem self assessment agar
berjalan dengan efektif dan semestinya.

1. Pemeriksaan Pajak untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan


Kewajiban Perpajakan dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan terdapat dua kriteria dan harus sesuai dengan ketentuan
umum perpajakan yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut adalah Pemeriksaan Rutin dan
Pemeriksaan Khusus. Kedua pemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat Wajib Pajak yang
mengajukan penyampaian permohonan SPT lebih bayar, WP yang diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, WP yang menyatakan SPT Rugi, WP yang
melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, WP melakukan perubahan tahun buku atau
metode pembukuan, WP tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka
waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih, dan WP yang menyampaikan SPT
yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis resiko. Penyelesaian
pemeriksaan pajak untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dapat
diselesaikan dengan 2 jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan.
Pemeriksaan kantor merupakan jenis pemeriksaan yang dilakukan dikantor DJP, dimana
sebelumnya petugas pemeriksa sudah mengirim surat panggilan kepada wajib pajak untuk datang
langsung ke kantor dan meminjamkan langsung dokumen, buku, dan catatan-catatan yang
berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan. Selanjutnya dengan pemeriksaan lapangan, yaitu
pemeriksaan yang dilakukan ditempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, tempat
kegiatan usaha, tempat pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau tempat lain yang di anggap perlu
oleh pemeriksa pajak. Setelah semua tahap rangkaian pemeriksaan pajak selesai, selanjutnya
dibuat pelaporan pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

2. Pemeriksaan Pajak untuk Tujuan Lain


Pemeriksaan pajak untuk Tujuan Lain adalah pemeriksaan pajak yang dilakukan sebagai
bentuk pelaksanaan ketentuan tertentu atau ketentuan lain sebagaimana telah diatur dalam
beberapa PMK, SE, serta Peraturan dari Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan Tujuan Lain
dilakukan dengan alasan
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan
2. Penghapusan NPWP
3. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana telah diatur dalam PMK
4. Pencabutan Pengukuhan PKP

20
5. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan
6. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto
7. Pencocokan data dan/atau alat keterangan
8. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi didaerah terpencil
9. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
10. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
11. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
12. Memenuhi permintaan informasi dari negara, mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Tidak jauh berbeda dengan penyelesaian pemeriksaan untuk menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan, pemeriksaan pajak untuk tujuan lain juga diselesaikan dengan 2 (dua) jenis
pemeriksaan yaitu dapat berupa pemeriksaan kantor atau lapangan. Namun pada umumnya
pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan kantor. Untuk
pelaporannya tetap dibuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

3. Standar Pemeriksaan Pajak dalam menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban


Perpajakan dan/atau Tujuan Lain Dalam praktek pelaksanaan pemeriksaan pajak menguji
kepatuhan ataupun pemeriksaan untuk tujuan Jain haruslah memenuhi standar yang
ditetapkan oleh DJP. Standar ini digunakan untuk menjadi patokan minimum dalam kinerja
petugas pemeriksa yang dilakukan. Seorang pemeriksa pajak yang diberi tugas dan
wewenang penuh dalam memeriksa wajib pajak sudah seharusnya mendapat pendidikan
dan pelatihan teknis cukup serta keterampilan dalam menjalankan tugasnya sebagai
pemeriksa pajak. Keseluruhan ketentuan yang mengatur tentang standar pemeriksaan diatur
sepenuhnya dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-23/PJ/2013.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Wirawan B dan Wicaksono Pandu. (2015) Pemeriksaan Pajak,

Jakarta : Mitra Wacana Media

22

Anda mungkin juga menyukai