Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN PAJAK

Beberapa kegiatan yang menjadi lingkup dari aktivitas perpajakan adalah salah
satunya proses pemeriksaan pajak (ProConsult, 2022). Definisi pemeriksaan menurut
UU No.16 Tahun 2009 Pasal 1 angka 25 merupakan serangkaian kegiatan menghimpun
dan mengolah data, keterangan dan bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan guna
mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan wajib pajak dan mendorong utnuk
membayar pajak sesuai ketentuan berlaku, pemeriksaan pajak juga salah satu upaya
dalam meningkatkan penerimaan pajak dalam hal ini merupakan PPN. Dengan adanya
pemeriksaan pajak, DJP dapat menilai sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan
yang telah dilakukan oleh wajib pajak. Sehingga, DJP dapat segera melakukan tindakan
yang diperlukan apabila DJP menemukan ketidakpatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku (Ariyati, 2019).
Dasar hukum dalam pemeriksaan pajak adalah:
1. Pasal 29 UU Nomor 16 Tahun 2009
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pemeriksaan Pajak dengan perubahan terakhir PMK-
184/PMK.03/2015.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 tentang
Standar Pemeriksaan.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang
Kebijakan Pemeriksaan.

System perpajakan di Indonesia menganut system self assessment yang


berdasarkan system tersebut wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Penerapan system self assessment dalam undang-undang perpajakan sebagai salah
satu upaya untuk mengubah citra pajak sebagai beban yang dipaksakan. Di sisi lain
secara psikologis memberikan beban kepada masyarakat akan rumitnya prosedur
administrasi perpajakan (Adiyanta, 2022).
Sebagai salah satu mekanisme penegak hukum atas self assessment system,
Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Hal ini
diatur dalam pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang
melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Tujuan dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 1 UU
KUP yakni:
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17B UU KUP.
b. Terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 1 huruf a UU KUP.
c. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih
bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a.
d. Wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak
e. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi
f. Wajib pajak melakukan penggabungan,peleburan,pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
g. Wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan
atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
h. Wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan Analisis Risiko
i. Wajib pajak menyampaikan Surat Pemeberitahuan yang terpilih untuk
dilakukan pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko.
2. Tujuan lain dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan
d. Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
e. Wajib pajak mengajukan keberatan
f. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan
neto
g. Pencocokan data atau alat keterangan
h. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
i. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
j. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
k. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
l. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (IAI, 2021).

Jenis pemeriksaan pajak dibagi menjadi 2 yakni:


1. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat
bekerja WP, serta tempat lain yang dianggap perlu. Dalam pelaksanaannya, wajib
pajak diwajibkan untuk:
 Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.
 Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara
elektronik
 Memberi kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak
atau tidak bergerak yang diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
dokumen yang menjadi dasar pembukuan, dokumen lain, uang atau barang
yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak (cermati.com, 2019).
2. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor
Pelayanan Pajak. Saat pelaksaan pemeriksaan kantor, Wajib pajak diwajibkan
untuk:
 Memenuhi panggilan menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang
ditentukan
 Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP,
atau objek yang terutang pajak.
 Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan.
 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan.
 Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat Akuntan Publik.
 Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan (cermati.com,
2019).

Ruang lingkup pemeriksaan yakni menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dilakukan untuk satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak dalam satu atau
beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu
maupun tahun berjalan. Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan
pemeriksaan.

Pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam


Peraturan Menteri Keuangan.
1. Jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan lewajiban
perpajakan meliputi
Jangka Waktu Pengujian
 Pemeriksaan lapangan: jangka waktu paling lama 6 bulan yang dihitung
sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2) Pemeriksaan Lapangan
disampaikan sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) disampaikan, yang dapat diperpanjang paling lama 2
bulan.
 Pemeriksaan kantor: paling lama 4 bulan yang dihitung sejak kedatangan
pemenuhan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai
dengan tanggal Surat Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan.
Jangka waktu pengujian dapat diperpanjang paling lama 2 bulan, dengan alasan:
1) Ruang lingkup pemeriksaan diperluas, seperti pemeriksaan satu masa
pajak menjadi tahun pajak.
2) Ada permintaan data kepada pihak ketiga
3) Pertimbangan kepala unit pemeriksaan

Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pelaporan


Jangka waktu paling lama 2 bulan sej,ak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) disampaikan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP)

2. Jangka waktu pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
 Pemeriksaan lapangan: paling lama 4 bulan dihitung sejak tanggal Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2) Pemeriksaan Lapangan disampaikan
sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

Kendala Yang dihadapi Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Pajak


seringkali wajib pajak tidak memenuhi seluruh dokumen yang diminta oleh
fiskus dan memberikannya tidak tepat waktu lebih dari 1 bulan atau ada indikasi bahwa
data yang diberikan adalah data yang tidak sebenarnya. Kendala yang muncul pada
pemeriksa adalah pemeriksa melakukan pemeriksaan dalam bentuk audit computer
karena yang diperiksa dalam bentuk data, maka data yang diperlukan adalah mayoritas
softcopy, dalam hal ini pemeriksa sering kehabisan waktu untik merekam atau mengetik
ulang data yang diberikan WP dalam bentuk hardcopy menjadi softcopy.kendala yang
timbul dari pemeriksa pajak adalah pemeriksa tidak dapat menyelesaikan pemeriksaan
dengan tepat waktu karena beban pemeriksaan yang diberikan tidak sebanding dengan
Sumber Daya Manusia Pemeriksa (123dok, n.d.).

Upaya yang dilakukan


Memberikan sanksi berat kepada WP yang dengan sengaja menghalangi
proses pemeriksaan sehingga akan menimbulkan efek jera, baiknya memberikan
dokumen kepada WP dalam bentuk E-dokumen agar jika pemeriksa menginput data tidak
terlalu menghabiskan waktu seperti halnya apabila menggunakan hardcopy, baiknya
untuk menambah Sumber daya manusia yang kompeten agar dapat menyelesaikan
pemeriksaan dengan tepat waktu
Daftar Pustaka
123dok. (n.d.). Retrieved from text-id.123dok.com: https://text-
id.123dok.com/document/7q054kl3y-kendala-yang-dihadapi-pemeriksa-pajak-
dalam-pemeriksaan-pajak.html
Adiyanta, S. (2022). Kewajiban Administrasi Perpajakan Wajib Pajak dalm Sistem Self
Assessment. Administrative Law & Governance Journal., Volume 5 Issue 1.
Page 57.
Ariyati, N. K. (2019). Pajakku. Retrieved from Pajakku.com:
https://www.pajakku.com/read/5db6a1534c6a88754c088109/Pengaruh-Self-
Assessment-System-Pemeriksaan-Pajak-dan-Penagihan-Pajak-Terhadap-
Penerimaan-Pajak-Pertambahan-Nilai-(PPN)
cermati.com. (2019, Februari 28). Retrieved from cermati.com:
https://www.cermati.com/artikel/jenis-jenis-pemeriksaan-pajak-yang-perlu-
diketahui-wajib-pajak
IAI. (2021). Modul Terapan Pajak Terapan Brevet A B. Jakarta: Ikatan Akuntansi
Indonesia.
ProConsult. (2022, April 27). Retrieved from proconsult.id:
https://proconsult.id/pajak/pemeriksaan-pajak/
PENAGIHAN PAJAK
Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Hal ini telah
diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.19 Tahun 1997jo. Undang-Undang
No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) (Atpetsi,
2019).

Jenis Penagihan Pajak ada 3 yakni:


1. Penagihan Pasif
Pada penagihan pasis, DJP menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, serta Putusan Banding
yang mengakibatkan pajak terutang menjadi lebih besar. Pada jenis ini fiskus
hanya menyampaikan kepada wajib pajak bahwa terdapat pajak yang terutang.
Apabila dalam jarak satu bulan sejak dikeluarkan STP ataupun surat sejenis
lainnya, wajib pajak tidak membayar utang pajaknya, maka fiskus akan
menerapkan penagihan aktif.
2. Penagihan Aktif
Penagihan aktif merupan proses selanjutnya setelah penagihan pasif tidak
berhasil. Dalam penagihan aktif, fiskus dan juru sita pajak memiliki hak dan
berperan aktif untuk tindakan sita serta lelang.
3. Penagihan seketika dan sekaligus
Merupakan penagihan pajak yang dijalankan oleh fiskus maupun juru sita pajak
terhadap wajib pajak langsung tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pelunasan
pajak. Penagihan paja mencakup keseluruhan utang pajak dari segala jenis pajak,
masa pajak, serta tahun pajak. Tujuan penagihan pajak seketika dan sekaligus
adalah guna mencegah terjadinya pajak terutang yang tidak dapat ditagih. Apabila
saat penagihan seketika dan sekalugus wajib pajak tidak membayar, maka juru
sita pajak akan menunggu sampai tanggal jatuh tempo.
Dasar penagihan pajak yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak oleh Direktur
Jenderal Pajak:
1. Surat Tagihan Pajak
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
4. Surat Keputusan Pembetulan
5. Surat Keputusan Keberatan
6. Putusan Banding
7. Putusan Peninjauan Kembali
Yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah, tidak dibayar oleh
Penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.

Bunga penagihan sesuai dengan pasal 19 Ayat 1 UU KUP, apabila atas pajak
yang terutang menurut SKPKB, SKPKBT, dan tambahan jumlah pajak yang harus
dibayar berdasarkan SK Pembetulan, SK keberatan, atau putusan Banding, Putusan
Peninjauan kembali, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, atas
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar tarif bunga perbulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk
seluruh msa yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayarn
atau tanggal diterbitkannya STP, dan dikenakan paling lama 24 bulan.
Menurut pasal 19 Ayat 2 UU KUP, dalam hal wajib pajak diperbolehkan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, juga dikenakan bunga sebesar tarif
bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari Jumlah Pajak yang masih
harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh
1 bulan.

Tata cara dan Proses Penagihan Pajak yakni adalah sebagai berikut:
a. Penagihan dengan Surat Teguran
Surat teguran merupakan surat yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan
pajak. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo
penanggung pajak atau wajib pajak tidak melunasi pajak terutang, maka surat
teguran akan sampai ke tangan penanggung pajak. Tujuan surat teguran untuk
memberikan peringatan terhadap penanggung pajak agar segera membayar
utang pajak sehingga tidak perlu dilakukan penagihan secara paksa.
b. Penagihan pajak dengan surat paksa
Surat paksa adalah surat yang akan dikeluarkan apabila 21 hari setelah jatuh
tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak belum melunasi utang pajaknya.
Dengan terbitnya surat paksa, wajib pajak harus membayar utang pajaknya dalam
waktu 2 x 24 jam afar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke
luar negeri, maupun penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan
itikad baiknya serta mempunyai utang pajak minimal Rp.100.000.000).
pengeluaran surat paksa ini dikenakan biaya penagihan pajak sebesar Rp.25.000.
c. Penagihan dengan surat sita
Surat sita adalah surat yang dikeluarkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak
dikeluarkannya surat paksa, penanggung pajak tidak melunasi pajaknya. Terdapat
biaya penagihan pajak yang dibebankan untuk surat sita yaitu Rp.75.000. biaya
yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sita. Penanggung pajak masih
berkesempatan untuk membayar utang pajak dalam waktu 14 hari sejak terhitung
dari penyitaan harta penanggung pajak. Apabila dalam 14 hari penanggung pajak
belum melunasi hutang pajaknya, maka akan dikeluarkan pengumuman lelang.

Daluarsa Penagihan Pajak apabila sudah melewati batas waktu penagihan,


yakni 5 tahun terhitung sejak diterbitkannya dasar penagihan pajak. Jika sudah daluarsa,
maka hal tersebut tidak dapat lagi dilakukan karena hak penagihan atas utang pajak
tersebut telah dianggap gugur. Jadi dapat tertangguh atau melampaui 5 tahun jika:
 Diterbitkan surat paksa
 Terdapat pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung ataupun
tidak langsung.
 Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT sebab wajib pajak melakukan tindak
pidana perpajakan serta tindak pidana lain yang merugikan pendapatan
Negara.
 Terdapat penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Daftar Pustaka

Atpetsi. (2019, Oktober 17). Retrieved from atpetsi.or.id: https://atpetsi.or.id/memahami-


arti-penagihan-pajak
IAI. (2021). Modul Terapan Pajak Terapan Brevet A B. Jakarta: Ikatan Akuntansi
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai