Anda di halaman 1dari 20

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

Pengantar Perpajakan
Fitriyeni Oktavia, SE., M.Ak.
Ketentuan Umum Perpajakan
Pemeriksaan Pajak

Penyidikan

Sanksi dan Denda


1. Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan Pajak: serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data,
keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional
Berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan atau tujuan lain yang dilakukan oleh DJP kepada Wajib
Pajak.

Tujuan Kewajiban
Perpajakan

Tujuan Lain

Untuk
Mengolah Dilakukan Standar Memenuhi
data, secara Pemeriksaan Tujuan seperti
keterangan & Objektif & yang terutai
Bukti Profesinal diatas
1. Pemeriksaan Pajak

a. Tujuan Pemeriksaan Pajak

a. Menguji kepatuhan kewajiban perpajakan

b. Tujuan Lain (Peraturan Perpajakan)


1. Pemeriksaan Pajak

a. Menguji kepatuhan kewajiban perpajakan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan terbagi dalam:

Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan


01 yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan
hak dan/atau pelaksanaan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak

Pemeriksaan Khusus, dilakukan karena adanya


indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban
02 perpajakan, baik berdasarkan data konkret
maupun hasil analisis risiko.
1. Pemeriksaan Pajak (Lanjutan)

01 Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan Rutin (SE-06/PJ/2016) merupakan pemeriksaan yang dilakukan


terhadap Wajib Pajak yang:

Wajib Pajak yang diwajibkan oleh Undang-undang KUP

Sehubungan dengan pengujian pemenuhan hak dan/atau


pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Saat ini, pemeriksaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang KUP adalah pemeriksaan terkait
SPT yang menyatakan lebih bayar (SPT LB). SPT LB diartikan oleh kantor pajak sebagai
permintaan restitusi. Produk hukum restitusi adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB).
1. Pemeriksaan Pajak

01 Pemeriksaan Rutin (Lanjutan)

Menurut SE-06/PJ/2016 bahwa pemeriksaan rutin dilakukan dalam hal:


1. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT
Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi);
2. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Masa
PPN Lebih Bayar Restitusi);
3. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar
yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) UU KUP;
4. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi;
5. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D UU KUP serta Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
6. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
7. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi atau pembubaran
usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
8. Wajib Pajak melakukan: perubahan tahun buku, perubahan metode pembukuan, dan penilaian
kembali aktiva tetap; dan
9. Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP PBB.
1. Pemeriksaan Pajak

02 Pemeriksaan Khusus

Mulai tahun 2017, pemeriksaan khusus dibagi dua:

a. Pemeriksaan data konkret

Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk


b. based audit).
1. Pemeriksaan Pajak

02 Pemeriksaan Khusus (Lanjutan)

Pemeriksaan data konkret adalah pemeriksaan yang dilakukan disebabkan kantor


pajak memiliki data berupa:
a. hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
b. bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
c. data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP
dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; atau
d. bukti transaksi atau data yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban
perpajakan Wajib Pajak.
1. Pemeriksaan Pajak

02 Pemeriksaan Khusus (Lanjutan)

Sampai dengan sekarang (2018) kebanyakan pemeriksaan data konkret disebabkan


oleh faktur pajak yang belum dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Faktur
pajak wajib diterbitkan oleh PKP pada saat terjadi pembayaran penjualan atau
penyerahan, mana yang lebih dulu.

Jika ada penyerahan penjualan bulan Januari 2018, maka faktur pajak wajib
dilaporkan di masa Januari 2018. SPT Masa Januari 2018 dilaporkan di akhir bulan
Februari 2018. Jika sampai dengan Maret faktur pajak masa Januari 2018 tidak
dilaporkan, maka petugas account representative (AR) dapat langsung
menyampaikan surat klarifikasi (SP2DK). Dalam hal SP2DK tidak mendapat
tanggapan, maka dapat langsung diusulkan pemeriksaan data konkret.
1. Pemeriksaan Pajak

b. Tujuan Lain (Peraturan Perpajakan)

Pemeriksaan Tujuan Lain dilakukan dalam rangka:


1. Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan
2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan
permohonan Wajib Pajak
3. Penentuan saat produksi dimulai
4. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
5. Penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi
6. Penagihan pajak
7. Keberatan
8. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
9. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan
1. Pemeriksaan Pajak

Tahapan Pemeriksaan
1. Pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
(Pemeriksaan Lapangan) atau pengiriman surat panggilan dalam rangka (pemeriksaan
kantor). Dalam hal khusus, misalnya kondisi pandemi, pemeriksaan dapat dilakukan
secara daring.
2. Hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri dengan daftar temuan hasil
pemeriksaan dengan mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut.
3. Pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan Wajib Pajak diakhiri dengan pembuatan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan produk hukum yang dapat berupa:
i. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
ii. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
iii. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
iv. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
v. Pemeriksaan untuk tujuan lain ditutup dengan diterbitkannya LHP yang berisi
usulan diterima atau ditolaknya permohonan WP.
2. Penyidikan Pajak
Penyidikan pajak merupakan salah satu proses penegakan hukum di
bidang perpajakan untuk menilai kepatuhan para wajib pajak. Dalam Pasal 1 angka 31
Undang-Undang No 6 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang
UU KUP diatur mengenai definisi penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

UU Memberi Kesempatan kepada WP


yang melakukan kesalahan di bidang
perpajakan (Trkait Pelaporan SPT)
untuk:
DJP
(Direktorat
Memperbaiki Jendral Pajak)

Membetulkan Melakukan
pemeriksaan dan
Mengungkapkan penyedikan
2. Penyidikan Pajak

Secara sederhana, penyidikan merupakan suatu proses keberlanjutan dari proses


pemeriksaan yang mengindikasi adanya bukti permulaan. Bukti permulaan itu sendiri
merupakan suatu keadaan, benda, ataupun bukti yang dapat memberikan petunjuk
atas adanya suatu tindak pidana perpajakan.

Dengan adanya pengumpulan dari bukti dan petunjuk-petunjuk lainnya dapat membuat
suatu tindak pidana di bidang perpajakan menjadi lebih jelas atau ditemukan titik
terangnya sehingga dapat membantu petugas yang berwenang dalam penyidikan untuk
menemukan tersangka dari kasus tindak pidana perpajakan.

Kegiatan penyidikan atas tindak pidana dibidang perpajakan ini dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang (UU) Hukum Acara Pidana.
1. Pemeriksaan Pajak

Tujuan Penyidikan

a) Agar aktivitas penerimaan pajak dapat berjalan dengan


baik dan lancar.
b) Memulihkan kerugian atas pendapatan negara.
c) Memberikan efek jera kepada pelaku penyelewengan
pajak dan efek gentar kepada calon pelaku
penyelewenang pajak.
d) Memberikan keadilan dan kepastian hukum dengan
menjunjung tinggi nilai integritas.
3. SANKSI DAN DENDA
Sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment, namun
apabila kewajiban tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak (WP) dengan baik, akan
dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Tujuan pengenaan sanksi
tersebut adalah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajibannya. Demikian juga dalam hal lapor pajak pribadi.

1. Terlambat pelaporan SPT


2. Pelaporan SPT yang tidak lengkap atau tidak benar
3. Tidak lapor SPT

4. Salah dalam pelaporan SPT


3. SANKSI DAN DENDA

a. Terlambat pelaporan SPT

Batas akhir lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pribadi adalah paling lambat 3
bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila WP terlambat melaporkan SPT Tahunan
dikenai sanksi administrasi berupa denda senilai Rp 100.000,00 dihitung satu kali
untuk setiap keterlambatan.

b. Pelaporan SPT yang tidak lengkap atau tidak benar

WP juga akan dikenai sanksi berupa kenaikan pembayaran apabila WP tidak


menyampaikan secara benar dan lengkap atau WP terbukti melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, karena kealpaan dan baru pertama kali.
Karena kesalahan tersebut, WP akan dikenai 200% dari nilai pajak terutang
yang kurang dibayar. Pengenaan tersebut diterapkan melalui penerbitan SKPKB
3. SANKSI DAN DENDA

c. Tidak Menyampaikan SPT

Sanksi pidana dimaksud adalah kurungan paling cepat 3 bulan paling lama 1
tahun atau denda paling sedikit 1x dan paling banyak 2x jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.

d. Salah Dalam Menyampaikan SPT


Apabila WP melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, maka apabila
pembetulan tersebut mengakibatkan utang pajak lebih besar:
Sanksinya berupa: 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

Apabila kesalahan tersebut diketahui pada saat pemeriksaan oleh petugas pajak,
maka WP dikenakan denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
3. SANKSI DAN DENDA

e. Terlambat Membayar Pajak

Apabila status SPT Tahunan WP kurang bayar, namun WP terlambat melakukan


pembayaran pajak, maka WP akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan. Bunga tersebut dihitung mulai dari berakhirnya batas
waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.
End of Session

Anda mungkin juga menyukai