Anda di halaman 1dari 17

TATA CARA

PEMERIKSAAN
PAJAK
KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK
Sophia Jasmine Denyse (01031482326003)
Rana Indriansyah (01031482326024)
Erliana Dewi (01031482326034)
Anggie Tiara Putrie Dewi (01031482326038)
Mayang Agustini (01031482326062)
A. PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN ATAU
SURAT PANGGILAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN KANTOR.

Dalam rangka memberitahukan pelaksanaan pemeriksaan kepada Wajib Pajak,


Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan
dilakukannya Pemeriksaan dengan:

1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, dalam hal Pemeriksaan


dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan; atau
2. Mengirimkan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor, dalam hal
Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor.

Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka


Pemeriksaan Kantor diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sebagaimana tercantum dalam SP2 dan disampaikan secara langsung kepada Wajib
Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan.
B. PERTEMUAN DENGAN WAJIB PAJAK

Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk menjelaskan:
1. Alasan dan tujuan Pemeriksaan
2. Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan
3. Hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan
4. Mengenai buku, catatan, dan dokumen yang akan dipinjam dari Wajib Pajak.

Pertemuan dengan wajib pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat juga dilakukan
dengan wakil atau kuasa dari Wajib Pajak.
C. PEMINJAMAN DOKUMEN

Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Pertemuan
dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat juga pemeriksaan Pajak memerlukan
data dan informasi yang terdapat dalam buku, catatan dan/atau dokumen milik Wajib Pajak.

Terkait dengan peminjaman buku, catatan dan atau dokumen milik Wajib Pajak, berlaku
ketentuan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, buku. catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain
yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat
Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga.
2. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka daftar buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor.
3. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, maka buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain,
dipinjam pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan.
D. PENOLAKAN PEMERIKSAAN
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan
Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan, maka Pemeriksa Pajak akan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan
yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak tidak ada di tempat maka:

1. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak,
terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya.
2. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan, Pemeriksa Pajak dapat
melakukan Penyegelan. Apabila setelah dilakukan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk
membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak
memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta kepada pegawai atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan
E. PENGUJIAN OLEH PEMERIKSAAN PAJAK

Metode Pemeriksaan adalah teknik dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku,
catatan dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain, yang terdiri atas metode
langsung dan metode tidak langsung. 55 Dipindal dengan CamScanner Pemeriksaan Pajak

1. Metode Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian
atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang dilakukan
secara langsung terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait.
2. Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan
pengujian atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang
dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.

Metode Tidak langsung meliputi:


a) Transaksi Tunai dan Bank
b) Sumber dan Penggunaan Dana
c) Penghitungan Rasio
d) Satuan dan/atau Volume
e) Pertambahan Kekayaan Bersih (Net Worth)
f) Penghitungan Biaya Hidup.
F. PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus
diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar
temuan hasil Pemeriksaan. SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang
meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah
pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. SPHP dan daftar
temuan hasil Pemeriksaan disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui
faksimili. Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
menandatangani surat penolakan menerima SPHP. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau
kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP, maka
Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak.
Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil
Pemeriksaan dalam bentuk:
1. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh
hasil Pemeriksaan; atau
2. surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil
Pemeriksaan.
G. PEMBAHASAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN

Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam
SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
merupakan pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan
yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang
disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.

Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan, maka buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang
dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
hanya terbatas pada:
1. penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan
penghasilan secara jabatan.
2. kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
H. PEMBAHASAN DENGAN TIM QUALITY ASSURANCE PEMERIKSAAN

Dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan
Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan guna menghasilkan Pemeriksaan
yang berkualitas, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar hal tersebut dibahas oleh
Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang
dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Tim Quality Assurance Pemeriksaan dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas namaDirektur Jenderal Pajak dengan
susunan keanggotaan yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 3 (tiga)
orang anggota. Adapun tugas Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah:
1. membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak pada saat
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
2. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Waib Pajak dengan
Pemeriksa Pajak; dan
3. membuat risalah Tim Quality Assurance Peeriksaan yang beris simpulan dan keputusan hasil
pembahasan dan bersifat mengikat.
I. PENANDATANGANAN BERITA ACARA PEMBAHASAN AKHIR HASIL
PEMERIKSAAN

Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan
untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Berikut beberapa ketentuan
terkait dengan penandatanganan berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan:
1. Surat panggilan dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.
2. Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani
berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
3. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan,
Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani
berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
4. Wajib Pajak harus memenuhi panggilan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat
panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh
Wajib Pajak.
5. Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat
catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
6. Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan.
J. PENYELESAIAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara:
1. Menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir; atau
2. Membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
K. PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAAN

Adapun ketentuan terkait dengan pembatalan hasil pemeriksaan ini ditentukan sebagai berikut:

1. Dalam hal dilakukan pembatalan, proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan
prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
2. Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan
3. Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang- Undang KUP,
Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
4. surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka waktu
12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP belum
terlewati.
5. Surat Ketetapan Pajak Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP terlewati.
6. Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya,
L. PEMERIKSAAN ULANG

Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang
temyata telah ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan
Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya
sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalam
Jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak.

SKPKBT merupakan koreksi atas surat ketetapan pajak sebelumnya. SKPKBT baru diterbitkan
apabila sudah pernah diterbitkan. Pada prinsipnya untuk menerbitkan SKPKBT perlu dilakukan
pemeriksaan. Jika surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, perlu
dilakukan pemeriksaan ulang sebelum menerbitkan SKPKBT.
M. USUL PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapar diusulkan


menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulan tentan gadanya dugan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan


Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka apabila:
1. Pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
2. Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak
dilakukan penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan.
KESIMPULAN

Pelaksanaan pemeriksaan pajak memiliki dua tujuan utama:


pertama, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, melibatkan pemeriksaan
rutin dan khusus dengan kriteria tertentu, dapat dilakukan di kantor atau lapangan;
kedua, pemeriksaan pajak untuk tujuan lain, termasuk berbagai aspek seperti pemberian dan
penghapusan NPWP, pengukuhan PKP, penentuan lokasi terpencil, penagihan pajak, dan lainnya,
yang juga dapat dilakukan di kantor atau lapangan.
Kedua bentuk pemeriksaan ini bertujuan mematuhi peraturan perpajakan dan menerapkan sistem
self-assessment secara efektif. Proses penyelesaian melibatkan pembuatan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP). Standar pemeriksaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) menjadi
pedoman minimum bagi petugas pemeriksa dalam menjalankan tugasnya, memerlukan pendidikan,
pelatihan teknis, dan keterampilan untuk memastikan kinerja yang optimal. Standar ini diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-23/PJ/2013.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai