Anda di halaman 1dari 43

P E M E R I K S A A N

P A J A K

DOSEN PENGAMPU BY : WA ODE NURSITA


Ibu Risna S.Tr.Ak.,M.Ak
PBH210019
01 KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

02 SPHP DAN DASAR HUKUM

Memahami Kertas Kerja 03 PERHITUNGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pemeriksaan Dan Surat


Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Dan Laporan Hasil Pemeriksaan 04 RISALAH PEMBAHASAN

05 BERITA ACARA PEMBAHASAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN

06 LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN


01
Kertas Kerja Pemeriksaan
Definisi kertas kerja pemeriksaan dapat dilihat pada Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 18/PMK.03/2021. Kertas Kerja
Pemeriksaan adalah catatan terperinci dan jelas yang dibuat
pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang
ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan,
pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil
sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Pedoman Penyusunan Kertas Kerja KKP terdiri dari beberapa berkas yakni KKP
Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan (umum maupun khusus), dokumen
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. pendukung KKP, dan dokumen pemeriksaan.
Kertas Kerja Pemeriksaan terbagi atas Dokumen pendukung KKP yang dimaksud
dua bagian, yaitu: adalah dokumen yang diperlukan untuk
• KKP umum yang formatnya diatur mendukung atau sebagai sumber dalam
dalam SE-08/2012 pembuatan KKP. Sementara itu. dokumen
• KKP khusus adalah KKP yang tata pemeriksaan adalah adalah surat, dokumen,
cara penyusunannya diatur tersendiri dan/atau daftar yang diperlukan dalam
dalam peraturan lainnya selain SE- dan/atau berkaitan dengan pelaksanaan
08/2012. pemeriksaan
Tujuan Pembuatan Kertas Kerja Pajak
1. Mendukung Opini Auditor
Kertas kerja pemeriksaan (KPP) memiliki tujuan untuk mendukung opini auditor atau petugas pemeriksa pajak tentang
kewajaran laporan keuangan. Dimana opini yang diberikan oleh auditor harus sesuai dengan simpulan pemeriksaan yang
dicantumkan dalam KKP.
2. Mengkoordinasi dan Mengorganisasi Seluruh Proses Audit
Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor terdiri dari suatu proses atau tahapan yang dilakukan dalam berbagai
tempat, waktu serta pelaksanaannya. Semua prosesnya akan mampu menghasilkan berbagai jenis bukti ataupun data yang
nantinya membentuk KKP. Dengan menggunakan kertas kerja maka setiap pengkoordinasian dan pengorganisasian di setiap
proses atau tahap bisa dilakukan dengan baik.

3. Memperkuat Berbagai Kesimpulan Auditor


Di waktu yang akan datang apabila ditemukan ada pihak yang memerlukan penjelasan tentang kesimpulan ataupun
pertimbangan yang dibuat petugas pemeriksa (auditor) dalam proses pemeriksaan yang dilakukannya maka pihak auditor
dapat memeriksa kembali kertas kerja yang sebelumnya sudah pernah dibuat dalam auditnya.

 Pembuatan berbagai lembaran kertas kerja yang sudah lengkap merupakan syarat penting yang harus dibuktikan.
Lembaran-lembaran kertas tersebut menjadi bukti bahwasanya auditor sudah melakukan proses audit atas laporan
keuangan yang dilakukannya.
5 Fungsi Kertas Kerja Pajak
dibuat Pemeriksa Pajak
sebagai bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai
standar pelaksanaan pemeriksaan

sebagai bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil


pemeriksaan dengan wajib pajak mengenai temuan pemeriksaan

sebagai dasar pembuatan laporan hasil pemeriksaan

sebagai sumber data atau informasi bagi penyelesaian


keberatan atau banding yang diajukan oleh wajib pajak

sebagai referensi untuk pemeriksaan selanjutnya


Syarat Pembuatan Kertas Prosedur Pembuatan Kertas
Kerja Pemeriksaan Kerja Pemeriksaan

1. Lengkap dan Teliti


Kertas Kerja Pemeriksaan (KPP) harus dibuat dengan
lengkap dan teliti. Agar terbebas dari adanya kesalahan
penyajian informasi maupun kesalahan hitung.
• Tulis objek pemeriksaan secara lengkap.
2. Mudah Dibaca dan Rapi
• Tulis periode periksa pada halaman
KPP yang dibuat dengan rapi, bersih dan sistematis berarti
pertama sebelah kiri atas tiap kelompok
tidak ada waktu yang terbuang untuk mempelajari dan
atau item KKP.
menyusun laporannya. Waktu yang dimiliki menjadi bisa
digunakan sebaik mungkin.
• Pada halaman pertama sebelah kanan
3. Jelas dan Ringkas atas setiap kelompok kertas kerja
pemeriksaan supaya ditulis.
KPP harus dibuat berdasarkan fakta, data dan argumentasi
yang rasional. Selain itu, informasi yang disampaikan juga
harus jelas, lengkap dan ringkas. Keringkasan sangat penting
tetapi kejelasan dan kelengkapan tidak boleh diabaikan
hanya untuk menghemat waktu maupun kertas. Sebisa
mungkin KPP harus berisi hal-hal penting yang relevan
dengan pemeriksaan yang sudah dilakukan.
Susunan Umum Kertas Kerja Pemeriksaan

1. Draf laporan audit.


2. Laporan keuangan audit.
3. Ringkasan informasi bagi penelaah.
4. Program audit.
5. Laporan keuangan atas neraca lajur yang dibuat oleh klien.
6. Ringkasan jurnal penyesuaian.
7. Working trial balance.
8. Daftar utama.
9. Daftar pendukung.

Contents Title
Contoh Kertas Kerja Pemeriksaan
Contoh kertas kerja pemeriksaan pengeluaran kas

1. Tanggal 5 Januari 2020

Nomor bukti : CPV 010/1/20


Keterangan : Biaya transportasi minggu januari 2020
Jumlah : Rp 1.250.000 Vo
Account detected : 203 (biaya y.mh dibayar)

2. Tanggal 12 Januari 2020

Nomor Bukti : BK No. 54550010


Keterangan : PT Sari Makmur, pelunasan utang pembelian
Jumlah : Rp Rp 1.250.000 Vo
Account detected : 203 (biaya y.m.h dibayar)

3. Tanggal 15 Januari 2020

Nomor bukti : BK No.54550010


Keterangan : PT Sari Makmur, pelunasan utang pembelian
Jumlah : Rp 7.500.000 Vo
Account detected : 201 (Utang Usaha)

4. Tanggal 15 Januari 2020

Nomor bukti : BK No.54550011


Keterangan : Kas negara, Setoran PPh
Jumlah : Rp 2.300.000 V/
Account detected : 205 (Utang PPh 21)
02
SPHP Dan Dasar Hukum
Definisi dari SPHP ini diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PMK 184/2015.
SPHP adalah surat yang berisi tentang hasil temuan pemeriksaan
yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi,
perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan
perhitungan sementara dari sanksi administrasi.

Peraturan mengenai tata cara penyampaian SPHP telah diatur dalam


Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2015.

diterbitkan SPHP juga telah diatur dalam Peraturan


Menteri Keuangan RI. SPHP diterbitkan setelah pihak
pemeriksa pajak selesai melakukan pemeriksaan dan
pengujian. Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Menteri
Keuangan RI No. 184/PMK.03/2015,Di Atur dalam Pasal
Pasal 15 Ayat 2, Pasal 15 Ayat 3, Pasal 15 Ayat 4, Pasal 15
Ayat 5 Dan Pasal 15 Ayat 6
Ketentuan-Ketentuan dalam penyampaian SPHP oleh pemeriksa pajak kepada
wajib pajak :
• Penyampaian SPHP kepada wajib pajak dapat dilakukan langsung atau melalui faksimili.

• Wajib pajak dapat menyampaikan tanggapan tertulis mengenai SPHP yang telah disampaikan oleh pemeriksa pajak secara
langsung atau melalui faksimili. Dalam hal ini, pemeriksa pajak akan berkomunikasi dengan wajib pajak atau wakil wajib
pajak untuk memastikan apakah pihak wajib pajak akan menyampaikan tanggapan atau tidak.

• Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) disampaikan oleh pemeriksa pajak kepada wajib pajak secara
langsung atau melalui faksimili. Sebelum mengirimkan undangan, pemeriksa pajak berkomunikasi terlebih dahulu dengan
pihak wajib pajak untuk menyepakati waktu dan tempat untuk melaksanakan PAHP tersebut.

• Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) dilaksanakan sesuai waktu dan tempat yang sudah disepakati
sebelumnya. Hasil pembahasan akhir tersebut dibuatkan risalah pembahasan dan dilampiri dengan beberapa dokumen
pendukung.

• Apabila wajib pajak ingin melakukan permohonan pembahasan bersama tim Quality Assurance (QA), maka wajib pajak
dapat mengajukan surat permohonan secara langsung atau melalui faksimile. Pelaksanaan pembahasan dengan tim Quality
Assurance dilakukan pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan bersama.

• Berdasarkan hasil risalah pembahasan akhir dan risalah tim Quality Assurance, pemeriksa pajak akan membuat konsep
Berita Acara (BA) Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (BAHP) serta Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir (IHPA).
Tahapan Pemeriksaan SPHP
Penyampaian Surat Perintah Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak

Pengujian Pembukuan oleh Pemeriksa Pajak

Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak

Wajib Pajak Berhak Menolak Hasil Penerimaan SPHP

Wajib Pajak Memberikan Tanggapan

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak


Berapa Lama Tanggapan SPHP?
Jika wajib pajak menyetujui semua hasil pemeriksaan, maka tanggapan dibuat dalam bentuk lembar pernyataan
persetujuan hasil pemeriksaan. Namun, jika wajib pajak tidak menyetujui sebagian maupun seluruh hasil pemeriksaan,
maka wajib pajak diharuskan untuk membuat surat sanggahan.

Tanggapan tertulis harus segera disampaikan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan, yaitu paling lama 7 hari kerja
setelah tanggal diterimanya SPHP tersebut oleh wajib pajak. Namun, wajib pajak bisa meminta perpanjangan waktu
paling lama 3 hari kerja yang dihitung sejak jangka waktu 7 hari kerja telah berakhir. Apabila ingin melakukan
perpanjangan, maka wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemeriksa pajak sebelum jangka
waktu 7 hari berakhir.

Apabila pemeriksaan terhadap keterangan lain berupa data konkret dilaksanakan dengan pemeriksaan kantor, maka
tanggapan tertulis harus disampaikan paling lama ketika wajib pajak harus memenuhi undangan untuk menghadiri closing
conference. Dalam hal ini, wajib pajak tidak diberikan wewenang untuk melakukan perpanjangan jangka waktu terkait
penyampaian tanggapan tertulis.

Tanggapan tertulis tersebut disampaikan oleh wajib pajak secara langsung atau menggunakan faksimile. Apabila pihak
wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis mengenai SPHP, maka pihak pemeriksa pajak segera membuat berita
acara. Berita acara tersebut berisi mengenai tidak disampaikannya tanggapan tertulis terkait SPHP oleh wajib pajak yang
ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak.
03
Perhitungan Sanksi Administrasi
Sanksi administratif merupakan sanksi dimana wajib pajak harus
membayarkan sejumlah uang kepada negara karena telah
melanggar peraturan yang berlaku. Sanksi administratif terdiri
dari sanksi denda, sanksi bunga, sanksi kenaikan.

Sesuai UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan


Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang diubah terakhir dalam
UU KUP No 28 Tahun 2007, tarif sanksi pajak berlaku tarif
tunggal sebesar 2% per bulan.

Melalui UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, berlaku sanksi


pajak berdasarkan suku bunga acuan bank sentral Indonesia.

Artinya, besar tarif administrasi pajak bersifat fluktuatif


mengikuti suku bunga Bank Indonesia (BI).
Sanksi Denda

01 Sanksi Denda

Sanksi administrasi
yang dikenakan
terhadap
pelanggaran yang
berkaitan dengan
kewajiban
pelaporan
Sanksi Bunga

02 Sanksi Bunga

Sanksi administrasi
berupa bunga yang
dikenakan terhadap
pelanggaran yang
berkaitan dengan
kewajiban
pembayaran pajak
Sanksi Kenaikan

03 Sanksi Kenaikan

Sanksi administrasi
yang berupa
kenaikan jumlah
pajak yang harus
dibayar.
04
Risalah Pembahasan
Pembahasan akhir pemeriksaan adalah pembahasan antara
wajib pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan yang
hasilnya diluangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil
pemeriksaan Berita tersebut ditandatangani kedua belah pihak
yang berisi koreksi pokok pajak terhutang, baik yang di setujui
maupun yang tidak disetujui, dan perhitungan sanksi
administrasi. Definisi ini tercantum dalam pasal 1 angka 16
Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pemeriksaan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan
peraturan keuangan No. 18/PMK.03/2021 (PMK 17/2013 Jo
PMK 18/2021)
Enam skenario yang merupakan hasil dari pembahasan yang nantinya akan diterbitkan.

1. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak :

a. menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan pada tanggapan tertulisnya dan
b. hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis, Pemeriksa Pajak
membuat :
• risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan
Akhir
• Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.

Hasil pemeriksaan dengan skenario ini adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika pada surat ketetapan pajak tersebut terdapat pajak yang
masih harus dibayar (SKPKB atau SKPKBT), maka surat ketetapan pajak tersebut menjadi utang pajak (pasal 25 ayat 3a, ayat 7 dan ayat 8
Undang-Undang KUP).

2. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak :


a. menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan pada tanggapan tertulisnya dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis , Pemeriksa Pajak
membuat :
• risalah pembahasan berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan,
• berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan
• berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak.

Pembahasan Akhir dianggap telah dilakukan.Hasil pemeriksaan dengan skenario ini adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika
pada surat ketetapan pajak tersebut terdapat pajak yang masih harus dibayar (SKPKB atau SKPKBT), maka surat ketetapan pajak
tersebut menjadi utang pajak. (pasal 25 ayat 3a, ayat 7 dan ayat 8 Undang-Undang KUP).
Lanjutan :

3. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a. menyampaikan surat sanggahan atas hasil pemeriksaan pada tanggapan tertulisnya dan
b. hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis , Pemeriksa Pajak
harus melakukan:

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembahasan tersebut
dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.Hasil pemeriksaan
dengan skenario ini adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika pada surat ketetapan pajak tersebut terdapat pajak yang masih harus dibayar
(SKPKB atau SKPKBT), maka terhadap surat ketetapan pajak tersebut belum menjadi utang pajak hanya pada poin-poin yang tidak disetujui Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sampai dengan adanya putusan dari keberatan atau putusan dari banding yang diajukan oleh Wajib
Pajak terhadap poin-poin hasil pemeriksaan yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (pasal 25 ayat 3a, ayat 7 dan ayat 8 serta
Pasal 27 ayat 5a,ayat 5b, dan ayat 5c Undang-Undang KUP).

4. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:


a. menyampaikan surat sanggahan atas hasil pemeriksaan pada tanggapan tertulisnya dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis ,

Pemeriksa Pajak harus membuat : risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil
pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.Pembahasan Akhir dianggap telah dilakukan.Hasil pemeriksaan
dengan
skenario ini adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika pada surat ketetapan pajak tersebut terdapat pajak yang masih harus dibayar
(SKPKB atau SKPKBT), maka terhadap surat ketetapan pajak tersebut belum menjadi utang pajak hanya pada poin-poin yang tidak
disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sampai dengan adanya putusan dari keberatan atau putusan dari
banding yang diajukan oleh Wajib Pajak terhadap poin-poin hasil pemeriksaan yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan (pasal 25 ayat 3a, ayat 7 dan ayat 8 serta Pasal 27 ayat 5a,ayat 5b, dan ayat 5c Undang-Undang KUP).
Lanjutan :

5. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak :

• tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dan


• hadir. dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis ,
Pemeriksa Pajak tetap melakukan :

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan,
yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.Hasil pemeriksaan dengan skenario ini
adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika pada surat ketetapan pajak tersebut terdapat pajak yang masih harus dibayar (SKPKB
atau
SKPKBT), maka terhadap surat ketetapan pajak tersebut belum menjadi utang pajak hanya pada poin-poin yang tidak disetujui Wajib
Pajak
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sampai dengan adanya putusan dari keberatan atau putusan dari banding yang diajukan
oleh
6. Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
Wajib Pajak terhadap poin-poin hasil pemeriksaan yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. (pasal 25 ayat 3a,
ayat 7 dan ayat 8 serta Pasal 27 ayat 5a, ayat 5b, dan ayat 5c Undang-Undang KUP).
a. tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan, hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis ,
Pemeriksa Pajak membuat :
• risalah pembahasan berdasarkan SPHP
• berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan• berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa PajakPembahasan Akhir
dianggap telah dilakukan. Hasil pemeriksaan dengan skenario ini adalah terbitnya surat ketetapan pajak dan jika pada surat ketetapan
pajak tersebut terdapat pajak yang masih harus dibayar (SKPKB atau SKPKBT), maka surat ketetapan pajak tersebut menjadi utang
pajak
05 BERITA ACARA PEMBAHASAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN
Sesuai Pasal 44 PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, dalam roses closing
conference, berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan
tetap dibuat oleh pemeriksa pajak meskipun Wajib Pajak yang
bersangkutan tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Apabila Wajib
Pajak setuju atas seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam
pembahasan maka dokumen yang dibuat adalah berita acara
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan ikhtisar hasil pembahasan
akhir.

Jika Wajib Pajak setuju atas seluruh hasil pemeriksaan namun tidak
hadir dalam pembahasan maka dokumen yang akan dibuat adalah
berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
dan ikhtisar hasil pembahasan akhir.

Dokumen yang menggambarkan keadaan proses pembahasan akhir


hasil pemeriksaan akan tetap dibuat oleh pemeriksa pajak meskipun
Wajib Pajak yang bersangkutan tidak menyampaikan tanggapan dan
begitu pun dengan pembuatan dokumen yang juga akan tetap
dilakukan jika Wajib Pajak yang bersangkutan tidak hadir dalam
proses pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
format berita acara pembahasan
akhir hasil pemeriksaan sesuai
dengan Lampiran PMK
17/PMK.03/2013:
06 LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) merupakan


laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan
hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa
pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai
dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan,
sesuai dengan Pasal 1 angka ‘181 Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184 Tahun
2015.
Dalam LHP ada 2 dasar hukum yang menjadi
rujukan yakni PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK
184/2015 mengenai Tata Cara Pemeriksaan dan
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2013
mengenai Standar Pemeriksaan . Di luar itu,
Surat Edaran Direktur Pajak Nomor
SE-28/PJ/2017 mengenai Pedoman Penyusunan
Laporan Hasil Pemeriksaan. Penerbitan aturan ini
sebagai menyamakan format LHP kemudian bisa
mengoptimalkan hasil pemeriksaan yang
bermutu.
Dirjen Pajak memiliki wewenang untuk melaksanakan
pemeriksaan melalui dua tujuan sebagai berikut ;

02
LHP Pemeriksan
01 LHP Pemeriksan
Uji Kepatuhan
Tujuan Lain

Dalam Pasal 10 PMK 17/2013 to Pasal 6 PER-23/PJ/2013, aktivitas Sesuai dengan Pasal 76 PMK 17/2013 juncto Pasal 7 PER-
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan 23/PJ/2013, pemeriksaan untuk tujuan lain diakhiri dengan
perlu dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun mengikuti dua standar diterbitkannya LHP yang terkandung usulan diterima atau
dalam pelaporan hasil pemeriksaan. ditolaknya permohonan wajib pajak. LHP itu juga perlu
disusun mengikuti dua standar dalam pelaporan hasil
1. LHP disusun secara ringkas dan jelas, terdiri dari ruang lingkup atau pemeriksaan di antaranya;
pos-pos yang diperiksa, simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan
kuat tentang ada atau tidaknya penyimpangan, dan pola pengungkapan 1. LHP dibuat ringkas dan jelas, juga berisikan ruang lingkup
informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan. atau pos-pos yang dilakukan pemeriksaan mengikuti tujuan
pemeriksaan, dan juga simpulan pemeriksa pajak kemudian
2. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan pengungkapan informasi lain yang memiliki keterkaitan.
minimal berisikan: penugasan pemeriksaan, identitas wajib pajak,
pembukuan/pencatatan wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, 2. LHP untuk tujuan lain setidaknya berisikan: identitas wajib
data/informasi yang tersedia, serta buku dan dokumen yang dipinjam. pajak, penugasan pemeriksaan, dasar/tujuan pemeriksaan,
buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa,
Tak hanya itu, LHP juga berisikan materi yang diperiksa, uraian hasil uraian hasil pemeriksaan dan simpulan dan usul pemeriksa
pemeriksaan, ikhtisar hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang dan
simpulan juga usulan pemeriksa. LHP merupakan dasar dalam membuat
nota penghitungan dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat
Tagihan Pajak (STP).
Laporan Hasil Pemeriksaan yang
sesuai dengan ketentuan, dokumen
tersebut harus mencantumkan
beberapa poin berikut ini secara
berurutan. Poin LHP adalah :

• Penugasan untuk Pemeriksaan


• Tujuan dari pemeriksaan
• Identitas Wajib Pajak terkait
• Buku dan semua file atau
dokumen yang dipinjam
• Materi yang dijadikan bahan
pemeriksaan pajak
• Penjelasan hasil pemeriksaan
• Kesimpulan dan usul dari pihak
pemeriksa
Pemeriksaan atas SPT Tahunan Oprang Pribadi yang memiliki penghasilan sehubun-
01 gan dengan pekerjaan atau melakukan pekerjaan bebas dengan peredaran usaha tidak
melebihi Rp. 4,8 Miliar Setahun

Memahami Pemeriksaan atas SPT


Tahunan PPh Orang Pribadi

Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
02 peredaran usaha tidak melebihi Rp.4,8 Miliar Setahun
01 Pemeriksaan atas SPT Tahunan Orang Pribadi yang memiliki penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan atau melakukan pekerjaan bebas dengan
peredaran usaha tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar Setahun
Pengasilan Sehubungan dengan pekerjaan contohnya adalah Fera
merupakan tax staff pada PT. Mitra Bersama di mana pph 21 telah
dipotong oleh perusahaan tersebut dan akan di berikan buktipotong
pph 21 pada awal tahun berikutnya.

Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi


yang mempunyai keahlian khusus dalam hal tertentu untuk
memperoleh penghasilan dan tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Pekerjaan bebas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Pekerjaan bebas yang dilakukan oleh tenaga ahli (liberal profesional


service): Pekerjaan bebas yang dilakukan oleh tenaga ahli
contohnya adalah pengacara, PPAT, akuntan, dokter, notaris,
arsitek, dan konsultan.

2. Pekerjaan bebas lainnya (other personal service): Pekerjaan bebas


yang dilakukan oleh Wajib Pajak diluar tenaga ahli contohnya
adalah artis, seniman, atlet, penulis, peneliti, penceramah, dan
profesional lainnya yang bekerja secara independen, bukan sebagai
karyawan.
Pengujian atas SPT Tahunan Orang Pribadi yang memiliki penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan atau melakukan pekerjaan bebas dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp. 4,8
Miliar Setahun

1. Pengujian Kelengkapan (Completness) Penghasilan yang Dilaporkan


• Pemanfaatan data internal DJP berupa bukti potong SPT Masa PPh Pemotongan dan Pemungutan
Pemeriksa Pajak akan memanfaatkan informasi internal pada DJP berupa bukti potong baik bukti
potong PPh Pasal 21, 22, 23, maupun pasal 4 ayat (2) yg disampaikan Pemotong/Pemungut yg
bertransaksi dengan WP Orang Pribadi yg sedang dilakukan pemeriksaan pajak.
• Pengujian rekening bank Wajib Pajak
Pengujian rekening bank WP ini dapat mengungkap penghasilan-penghasilan lain yg belum
dilaporkan oleh WP dalam SPT.
• Penghitungan kekayaan bersih
Perhitungan kekayaan bersih dilakukan dengan menghitung selisih kekayaan bersih Wajib Pajak awal
dan akhir tahun.
Lanjutan…

• Pengujian biaya hidup


Dalam penerapan pendekatan ini, jumlah tanggungan WP serta pola dan gaya hidup dan keadaan
tempat tinggal WP perlu diperhatikan untuk mendapatkan jumlah biaya hidup sewajarnya

2. Kebenaran Jenis/Sumber Penghasilan yang Dilaporkan


Melakukan pengujian dalam rangka memastikan kebenaran jenis/sumber penghasilan WP terutama
dalam hal WP menyatakan bahwa penghasilan yng diterima berupa non-objek pajak.
3. Kebenaran Penerapan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
Dalam hal WP memilih menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan norma perhitungan
penghasilan neto, maka Pemeriksa Pajak akan melakukan pengujian kebenaran penerapan norma
penghitungan penghasilan neto.
4. Kebenaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan agar PTKP yang dinyatakan oleh Wajib Pajak
dalam SPT telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Lanjutan…

5. Kebenaran Penerapan Tarif Pajak Penghasilan


Terkait dengan hal tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan
kebenaran tarif pajak Penghasilan adalah dengan pengujian kebenaran penghitungan matematis.

6. Kebenaran Kredit Pajak yang Diperhitungkan


Terkait dengan hal tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan
kebenaran kredit pajak yang diperhitungkan oleh Wajib Pajak adalah:
a) Pemanfaatan data internal DJP
berupa bukti potong PPh atau Surat Setoran Pajak (SSP); dan
b) Konfirmasi ke pihak
Pemotong/Pemungut pajak
02 Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha peredaran usaha tidak melebihi Rp.4,8 Miliar Setahun
SPT Tahunan yang digunakan sama dengan SPT Tahunan
sesuai Subyek Pajaknya yakni Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Wajib Pajak Badan.
SPT Tahunan wajib mengisi Daftar Jumlah Peredaran
Bruto dan Pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46
Tahun 2013 Per Masa Pajak Serta Dari Masing-Masing
Tempat Usaha yang diisi sesuai dengan pembayaran pada
masa tersebut.

Pelaporan dapat dilakukan baik secara langsung maupun


elektronik dengan mengikuti ketentuan peraturan
perpajakan yang berlaku.

Khusus Wajib Pajak Orang Pribadi hanya dapat


menggunakan SPT Tahunan dengan jenis 1770 (tidak
boleh menggunakan 1770S atau 1770SS)
Pengujian atas SPT Tahunan Orang Pribadi yang memiliki penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan atau melakukan pekerjaan bebas dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp. 4,8
Miliar Setahun

1. Kelengkapan (Completness) Penghasilan yang Dilaporkan


a. Pemanfaatan Informasi Internal dan/atau Eksternal DJP Pemanfaatan informasi internal dan/atau
eksternal DJP yg dapat dijadikan sebagai pembanding kelengkapan penghasilan yang dilaporkan
oleh WP dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dapat berupa:
1) Data laporan hasil audit dari kantor akuntan public
2) Data devisa hasil ekspor; dan/atau3) Data Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
b. Penelusuran Angka
c. Penelusuran Bukti
d. Pengujian KeterkaitanPengujian keterkaitan yang dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk
menyakini kelengkapan penghasilan yang dilaporkan oleh WP adalah menguji keterkaitan antara:
1) Penerimaan tunai dengan penerimaan kas/bank, uang muka penjualan (uji arus uang); atau
2) Penghasilan kredit (akrual) dengan pelunasan piutang usaha (uji arus piutang).
Lanjutan…

e. Ekualisasi atau Rekonsiliasi adalah pencocokan saldo 2(dua) atau lebih angka yang mempunyai
hubungan satu dengan yang lainnya. Apabila hasilnya terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut
harus dapat dijelaskan.
f. Pemanfaatan Keterangan/Buktig. Konfirmasih. Pengujian Kebenaran Penghitungan matematis

2. Kebenaran pajak yang telah Disetor


• Pemeriksa Pajak akan melakukan pengujian dalam rangka memastikan kebenaran penyetoran
pajak dalam setiap masa. Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan bahwa pajak
yang telah disetor dan dinyatakan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh benar-benar dilakukan
(pengujian eksistensi).Terkait dengan hal tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh
Pemeriksa Pajak untuk memastikan kebenaran penyetoran pajak pada setiap masa adalah dengan
pemanfaatan data internal Direktorat Jenderal Pajak berupa data pembayaran pajak yang
dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
Lanjutan…

3. Kebenaran Penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Pemeriksa Pajak akan melakukan pengujian dalam rangka memastikan kebenaran pengurangan
penghasilan neto fiskal berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa
Pajak untuk memastikan agar PTKP yang dinyatakan oleh Wajib Pajak dalam SPT telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Terkait dengan hal tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan
kebenaran penerapan PTKP adalah:
a) Pengujian keabsahan dokumen berupa
Kartu Keluarga dari Wajib Pajak, dan
b) Konfirmasi ke aparat lingkungan (RT/RW atau kelurahan)
Lanjutan…

4. Kebenaran Penerapan Tarif Pajak Penghasilan


Pemeriksa pajak akan melakukan pengujian dalam rangka memastikan kebenaran penerapan tarif Pajak
Penghasilan. Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan agar tarif yang dipergunakan
oleh Wajib Pajak untuk menghitung Pajak Penghasilan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adapun tarif yang berlaku adalah tarif pasal 17 ayat(1) huruf a Undang-Undang PPh.

5. Kebenaran Kredit Pajak yang Diperhitungkan


Pemeriksa Pajak akan melakukan pengujian dalam rangka memastikan kebenaran kredit pajak yang
diperhitungkan oleh Wajib Pajak. Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan agar kredit
pajak yang dinyatakan oleh Wajib Pajak dalam SPT telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Terkait
dengan hal tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh Pemeriksa Pajak untuk memastikan
kebenaran kredit pajak yang diperhitungkan oleh Wajib Pajak adalah:
a) Pemanfaatan data internal DJP
berupa bukti potong PPh atau Surat Setoran Pajak (SSP); dan
b) Konfirmasi ke pihak
Pemotong/Pemungut pajak
01 PENGUJIAN ATAS PENGHASILAN

02 PENGUJIAN ATAS BIAYA

Memahami Pemeriksaan atas SPT


03 PENGUJIAN KOMPENSASI KERUGIAN FISCAL
Tahunan PPh Badan

04 PENGUJIAN KEBENARAN TARIF

05 PENGUJIAN ATAS KREDIT PAJAK


01 PENGUJIAN ATAS PENGHASILAN

Metode Pemeriksaan untuk Pemeriksaan WP Badan


Berdasarkan kebijakan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak
telah menetapkan lima prinsip utama yang dapat digunakan oleh
kanotr pajak untuk menyusun sasaran prioritas penggalian
potensi perpajakan, antara lain:

1. indikasi ketidakpatuhan tinggi (adanya tax gap),


2. indikasi modus ketidakpatuhan Wajib Pajak,
3. indentifikasi nilai potensi pajak, identifikasi
4. kemampuan Wajib Pajak untuk membaran ketetapan pajak
(collectability) dan
5. pertimbangan Dirjen Pajak.
Pengujian yg dilakukan atas Penghasilan yaitu :

1. Kelengkapan (Completness) Penghasilan yang Dilaporkan


a. Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal DJP
b. Analisis angka-angka
c. Penelusuran angka
d. Penelusuran bukti
e. Pengujian keterkaitan
f. Ekualisasi atau rekonsiliasi
g. Permintaan Keterangan/Bukti
h. Konfirmasii. Pengujian kebenaran perhitungan matematis

2. Kebenaran Jenis/Sumber Penghasilan yang Dilaporkan


a. Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal DJP
b. Pengujian kebenaran fisik
c. Konfirmas
02 PENGUJIAN ATAS BIAYA
Pengujian yang dilakukan yaitu :

1. Eksistensi dan Kebenaran Jumlah Biaya yang Dibebankan


a. Pengujian kebenaran penghitungan matematis
b. Penelusuran bukti
c. Pengujian keabsahan dokumen
d. Konfirmasi
e. Ekualisasi atau rekonsiliasi
f. Pengujian terhadap rekening koran Wajib Pajak

2. Keterkaitan antara Biaya dengan Kegiatan Usaha


a. Wawancara
b. Pengujian Dokumen
03 PENGUJIAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Pengujian atas kompensasi kerugian fiskal dilakukan oleh
Pemeriksa Pajak untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah
mengkompensasikan kerugian fiskal memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun hal-hal krusial yang akan
diuji oleh pemeriksa adalah :

1. Dokumen penentu nilai kerugian fiskal, apakah berdasarkan


SPT Wajib Pajak, Surat Ketetapan Pajak, keputusan keberatan
atau putusan banding; dan

2. Jangka waktu kompensasi kerugian fiskal selama 5 (lima) tahun.


Dalam hal terdapat perbedaan nilai kompensasi kerugian fiskal
antara yang disampaikan oleh Wajib Pajak dengan ketentuan, maka
Pemeriksa Pajak akan melakukkan koreksi.
04 PENGUJIAN KEBENARAN TARIF

Pengujian atas kebenaran tarif dilakukan oleh Pemeriksa


Pajak untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah
menggunakan tarif pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tarif
yang dipergunakan meliputi:

1. Tarif Pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang PPh;


2. Tarif Pasal 17 ayat (2b) Undang-Undang PPh; atau
3. Tarif Pasal 31E Undang-Undang PPh
05 PENGUJIAN ATAS KREDIT PAJAK
Pengujian atas Kredit Pajak Pemeriksa Pajak akan melakukan pengujian
dalam rangka memastikan kebenaran kredit pajak yang diperhitungkan
oleh Wajib Pajak. Hal ini dilakukan oleh Pemeriksa Pajak untuk
memastikan agar kredit pajak yang dinyatakan oleh Wajib Pajak dalam
SPT telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Terkait dengan hal
tersebut, maka teknik yang dapat ditempuh oleh Pemeriksa Pajak untuk
memastikan kebenaran kredit pajak yang diperhitungkan oleh Wajib Pajak
adalah:

a) Pemanfaatan data internal DJP berupa bukti potong PPh atau Surat
Setoran Pajak (SSP); dan
b) Konfirmasi ke pihak Pemotong/Pemungut pajak
TERIMA KASIH

POLITEKNIK BAUBAU AKUNTANSI PERPAJAKAN

Anda mungkin juga menyukai