Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH B3


PENGOLAHAN LIMBAH B3 SECARA BIOLOGI DAN KIMIA

DOSEN PENGAMPU :
Sarip Usman, S.K.M., M.Kes.

DISUSUN OLEH :

1 ANISA FILANITA 2313351052


2 ESTRELITHA MAYTARI SEROJA S 2313351062
3 INDRIANSYAH ZAINI UMAR 2313351067
4 ROSANIA HUMAIROH 2313351086

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
RPL SANITASI LINGKUNGAN
2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Manajemen Pengelolaan Limbah B3.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak sangatlah diharapkan demi
penyempurnaan laporan dimasa mendatang. Serta besar harapan kami agar laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung, Agustus 2023

Kelompok Tanggamus

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah..............................................................1
BAB II...............................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................2
A. Definisi Limbah B3............................................................................2
B. Klasifikasi Limbah B3.......................................................................2
C. Klasifikasi Limbah B3 Puskesmas.............................................................7
D. Pengolahan Limbah B3.....................................................................8
E. Pengolahan Limbah B3 Secara Biologi...........................................9
E. Pengolahan Limbah B3 Secara Kimia...........................................11
BAB III............................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................15
A. Kesimpulan......................................................................................15
B. Saran.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah merupakan hasil buangan yang berasal dari berbagai sumber,


seperti rumah tangga dan industri ataupun pabrik. Adapun limbah dapat berupa
padatan, cairan ataupun gas. Ketiga jenis limbah tersebut sama-sama
berbahaya. Tidak hanya isinya saja namun kemasan penampungnya pun disebut
limbah, contohnya: plastik, kaleng ataupun kertas.

Banyak orang membuang, menimbun, bahkan menyimpan limbah dengan


jumlah yang banyak serta tidak dikelola dengan baik. Bahkan limbah-limbah
tersebut termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Apabila limbah
(B3) disepelekan dan salah dalam penanganannya, maka dampak dari Limbah B3
tersebut akan semakin meluas, bahkan dirasakan lingkungan sekitar kita, dan
berdampak pada kehidupan makhluk hidup baik perjalanan yang akan dirasakan
dalam jangka pendek ataupun dalam jangka panjang dimasa yang mendatang.
Pada penulisan makalah ini, akan membahas mengenai limbah B3 dan bagaimana
cara pengelolaannya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses pengolahan limbah B3 secara biologi dan kimia ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan
limbah B3 secara biologi dan kimia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Limbah B3

Limbah B3 menurut PP 18/1999 Jo. PP 85/1999, Pasal 1 (ayat 2) adalah


sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun
karena sifat konsentrasi atau racun, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, menghilangkan hidup manusia serta makhluk hidup
lain.
Menurut PP No 101 Tahun 2014, Limbah B3 dapat didefinisikan sebagai
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan.
Sedangkan limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) karena sifat (toksisitas, mudah terbakar, reaktivitas, dan
korosifitas) serta konsentrasi atau banyak yang baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.

B. Karakteristik Limbah B3

Karakteristik utama dari limbah B3 berdasarkan PP Nomor 101 Tahun 2014,


yaitu:
1. Mudah meledak (explosive)
Limbah B3 mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar yaitu 250C (dua puluh lima derajat Celcius) atau 760 mmHg (tujuh
ratus enam puluh millimeters of mercury) dapat meledak, melalui reaksi
kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitar.

2
2. Mudah menyala (flammable)
Limbah B3 bersifat mudah menyala adalah Limbah yang memiliki
salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:

1. Limbah berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%


(dua puluh empat persen) volume dan/atau pada titik nyala tidak
lebih dari 60oC (enam puluh derajat Celcius) atau 140oF (seratus
empat puluh derajat Fahrenheit) akan menyala jika terjadi kontak
dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan
udara 760 mmHg (tujuh ratus enam puluh millimeters of
mercury). Pengujian sifat mudah menyala untuk limbah bersifat
cair dilakukan menggunakan seta closed tester, pensky martens
closed cup, atau metode lain yang setara dan termutakhir; dan/atau
2. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan
tekanan standar yaitu 25oC (dua puluh lima derajat Celcius) atau
760 mmHg (tujuh ratus enam puluh millimeters of mercury) mudah
menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia
secara spontan dan jika menyala dapat menyebabkan nyala terus
menerus. Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa harus
melalui pengujian di laboratorium.
3. Reaktif
Limbah B3 reaktif adalah Limbah yang memiliki salah satu atau lebih
sifat-sifat berikut:
1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah ini secara
visual menunjukkan adanya antara lain gelembung gas, asap,
dan perubahan warna;
2. Limbah yang jika bercampur dengan air berpotensi
menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap, atau asap. Sifat
ini dapat diketahui secara langsung tanpa melalui pengujian di
laboratorium; dan/atau

3
4. Infeksius
Limbah B3 bersifat infeksius yaitu Limbah medis padat yang
terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di
lingkungan, dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Yang termasuk ke dalam Limbah infeksius antara lain:
1. Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular atau perawatan intensif dan Limbah
laboratorium;
2. Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, dan pecahan gelas;
3. Limbah patologi yang merupakan Limbah jaringan tubuh yang
terbuang dari proses bedah atau otopsi;
4. Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan infeksius,
organ binatang percobaan, bahan lain yang telah diinokulasi,
dan terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius;
dan/atau
5. Limbah sitotoksik yaitu Limbah dari bahan yang
terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik
untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
5. Korosif (Corrosive)
Limbah B3 korosif adalah Limbah yang memiliki salah satu atau lebih
sifat-sifat berikut:
1. Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2 (dua) untuk
Limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5
(dua belas koma lima) untuk yang bersifat basa. Sifat
korosif dari Limbah padat dilakukan dengan
mencampurkan Limbah dengan air sesuai dengan metode
yang berlaku dan jika limbah dengan pH lebih kecil atau
sama dengan 2 (dua) untuk Limbah bersifat asam dan pH
lebih besar atau sama dengan 12,5 (dua belas koma lima)
untuk yang bersifat basa; dan/atau

4
2. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai
dengan adanya kemerahan atau eritema dan
pembengkakan atau edema. Sifat ini dapat diketahui
dengan melakukan pengujian pada hewan uji mencit
dengan menggunakan metode yang berlaku.
6. Beracun (Toxic)
Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki karakteristik
beracun berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui
TCLP, Uji Toksikologi LD50, dan uji sub-kronis.
1. penentuan karakteristik beracun melalui TCLP
a. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika
Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar
dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
b. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika
Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar sama dengan
atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
2. Uji Toksikologi LD50
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika
memiliki nilai sama dengan atau lebih kecil dari Uji
Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil
atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per
kilogram) berat badan pada hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika
memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7
(tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg
(lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji

5
mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50
oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan
5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan
pada hewan uji mencit. Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan
dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat akut limbah melalui
uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara
limbah dengan kematian hewan uji.
Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari analisis probit
terhadap hewan uji.
3. Sub-kronis
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika uji
toksikologi sub-kronis pada hewan uji mencit selama 90
(sembilan puluh) hari menunjukkan sifat racun sub-kronis,
berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan,
akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respon
antarindividu hewan uji, dan/atau histopatologis.

Berbagai jenis limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan di


Puskesmas dapat berbahaya dan menyebabkan gangguan kesehatan terutama
pada saat pengumpulan, pemilahan, penampungan, penyimpanan,
pengangkutan dan pemusnahan serta pembuangan akhir apabila pada tahapan
tersebut tidak dilakukan sesuai dengan teknis yang benar.

6
C. Klasifikasi Limbah B3 Puskesmas

Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan Puskesmas memiliki sifat


berbahaya dan beracun sehingga harus dilakukan penanganan secara tepat.
Limbah dapat diklasifikasikan berdasarkan dari jenis buangan dan dari
sumbernya.

Farmasi
Medis Perawatan

Darah, sisa Jarum suntik, gunting, dan Obat-obatan


organ, zat benda tajam lainnya yang kadaluarsa
ekskresi telah atau belum terkontainasi dan zat kimia

Gambar 2.1. Diagram Alur klasifikasi Limbah B3

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

2015

Kegiatan tersebut dapat berisiko besar terhadap terjadinya penularan


penyakit agar dapat terhindar dari dampak tersebut limbah dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu: (Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, 2015)

a. Limbah Non-medis
Limbah yang tidak membutuhkan penanganan khusus atau tidak
berbahaya misalnya limbah dari makanan atau minuman, limbah
sisa pencucian bekas makanan, bahan pengemas.
b. Limbah Gas
Limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di fasilitas pelayanan kesehatan seperti insenerator,
dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat
sitotoksik.
c. Limbah Patologis
Berasal dari jaringan-jaringan organ, bagian tubuh plasenta, darah,
dan cairan tubuh.
d. Limbah infectious

7
Limbah yang mengandung mikroorganisme pathogen yang dilihat
dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia
akan dapat menimbulkan penyakit, seperti darah dan cairan tubuh.
e. Limbah Benda-benda Tajam
Limbah benda tajam dalam hal ini merupakan alat yang digunakan
dalam kegiatan rumah sakit seperti jarum suntik, gunting, jarum
hipodermis, jarum intravena, pisau, kaca, dll yang terkontaminasi
darah, cairan tubuh, dan mikrobiologi.
f. Limbah Farmasi
Limbah produk farmasi berupa obat-obatan kadaluwarsa dan bahan
kimia.

D. Pengolahan Limbah B3
Upaya pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:

1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam


proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses,
maupun upaya reduksi lainnya.

2. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang


menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor :
Kep-05/Bapedal/09/1995.Dalam Industri yang menggunakan atau
menghasilkan limbah B3 membutuhkan suatu pengolahan limbah B3 yang
baik dan sesuai dengan prosedur sehingga tidak mencemari lingkungan.

3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang


berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.

4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan


Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--
01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang
karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan
kecelakaan, maupun lokasi.

8
5. Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan
ketentuan teknis pengangkutan.

6. Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle),


perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3
yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.

7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi,


solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih
atau ramah lingkungan.

8. Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999. (Bogorkab, 2019)

Pengolahan limbah B3 diolah sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang


dihasilkan dan menggunakan teknologi konversi limbah B3 dibutuhkan. Teknologi
konversi ini merupakan upaya mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3
dengan cara menghilangkan dan mengurangi sifat bahaya melalui suatu proses yaitu :

1. Pengolahan Fisik (Physical treatment)/ Pengolahan Kimia (Chemical


treatment)
2. Pengolahan Biologis (Biological treatment)
3. Pengolahan Termal (Thermal treatment). (Universal Eco, 2023)

E. Pengolahan Limbah B3 Secara Biologi


Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang dewasa saat ini
dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitomediasi. Bioremediasi adalah penggunaan
bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegredasi/ mengurai limbah B3.
Sedangkan Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. (Bogorkab, 2019)

Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah
B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia dan fisik.
Namun, proses ini juga masih terdapat kelemahan, pada proses bioremediasi dan
fitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu karena
menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-
senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem. (Bogorkab, 2019)

9
Metode Pembuangan Limbah B3

1. Sumur dalam atau sumur injeksi (deep well injection)

Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia


adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan batuan yang
dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara
teori, limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari
tanah maupun air. (Bogorkab, 2019)

Gambar diatas adalah gambar sumur dalam atau sumur injeksi.


Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih
diperlukan pengkajian yang integral terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.
Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak
dilakukan antara tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun
setelah tahun 1980. (Bogorkab, 2019)

Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha


membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah
permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi
tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang
penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan
geologi serta hidrogeologi wilayah setempat. (Bogorkab, 2019)

2. Kolam penyimpanan atau Surface Impoundments

Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang diperuntukkan


khusus bagi limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat
mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan
terkonsentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan
10
karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran
lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga
mencemari udara. (Bogorkab, 2019)

3. Landfill untuk limbah B3 atau Secure Landfills

Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan


pengamanan tingkat tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill, limbah B3
dimasukkan kedalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalamlandfill yang
didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landfill harus dilengkapi
peralatan monitoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus
selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara
penanganan limbah B3 yang efektif. Metode secure landfill merupakan metode yang
memiliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak
memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
(Bogorkab, 2019)

E. Pengolahan Limbah B3 Secara Kimia


Pengelolaan limbah dengan cara kimiawi dilakukan untuk menghilangkan
partikel yang sulit mengendap, logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun.
Cara ini dilakukan dengan bantuan bahan kimia tertentu tergantung jenis dan kadar
limbahnya. Pengolahan limbah B3 melalui metode kimia, akan terjadi beberapa
proses seperti stabilisasi atau solidifikasi, reduksi oksidasi, obsorpsi, prolisa,
penukaran ion, pengendapan, elektrolisasi, dan netralisasi. (Bogorkab, 2019)

Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umumnya dilakukan adalah


stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi adalah proses mengubah bentuk fisik
atau senyawa kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu
untuk memperkecil/ membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun
limbah sebelum dibuang. Secara sederhana stabilisasi adalah proses pencampuran
limbah dengan bahan tambahan dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi bahan
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. (Bogorkab, 2019)

Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya


dengan penambahan zat aditif. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur, dan bahan termoplastik. Teknologi
solidifikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan

11
termoplastik. Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda
in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan
Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995. (Bogorkab, 2019)

Gambar solidikasi/stabilisasi
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi, maka
logam dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan menjadi bentuk
hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan larutan kapur (Ca(OH)2) atau natrium
hidroksida (NaOH) dengan memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan.
Pengendapan optimal akan terjadi pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut
mempunyai nilai kelarutan minimum. Pengendapan bahan tersuspensi yang tak
mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan
yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid
tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. (Bogorkab, 2019)

Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan


larutan alkali misalnya air kapur, sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-
logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil
jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu
direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau
Na2S2O5). (Bogorkab, 2019)

Sedangkan presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara


menambahkan senyawa kimia tertentu yang terlarut dan dapat menyebabkan
terbentuknya padatan. Dalam pengelolaan air limbah, persipitasi digunakan untuk
menghilangkan logam berat, sulfat, fluoride, dan fosfat. Senyawa kimia yang biasa

12
digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium klorida, magnesium klorida,
alumunium klorida, dan garam-garam besi. (Bogorkab, 2019)

Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA
(Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi.
Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses presipitasi
akhir dari seluruh aliran, dengan penambahan garam besi dan polimer khusus atau
gugus sulfida yang memiliki karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan
fosfat, terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah eutrophicationdari
permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium. (Bogorkab, 2019)

Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi


dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami padatan tersebut lambat atau
efisien. Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang
tersuspensi koloid yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-
gumpalan yang dapat deiendapkan, disaring, atau diapungkan. (Bogorkab, 2019)

Kelebihan dari proses pengelolaan secara kimia antara lain dapat menangani
hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau
toksik, dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi. Pengelolaan secara kimia
juga dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent, meningkatkan jumlah lumpur
sehingga memerlukan bahan kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi
mahal. (Bogorkab, 2019)

Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi


6 golongan, yaitu:

a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah


dibungkus dalam matriks struktur yang besar.

b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan


pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik.

c. Precipitation

d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia


pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

13
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya
ke bahan padat.

f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi


senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun) perlu untuk dikelola dengan baik. Limbah B3 berbahaya karena
mempunyai karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
bersifat beracun, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif. Oleh karena itu,
menyimpan, menimbun ataupun menggunakan daur ulang dari limbah B3
haruslah dikelola dengan baik serta dengan volume yang tepat.

pengolahan limbah B3 terbagi menjadi 3, yaitu secara fisika, biologi, dan


kimia. Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang dewasa saat
ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitomediasi.

Sedangkan pengolahan limbah B3 secara kimia yang umumnya dilakukan


adalah stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi adalah proses mengubah
bentuk fisik atau senyawa kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau zat
pereaksi tertentu untuk memperkecil/ membatasi kelarutan, pergerakan, atau
penyebaran daya racun limbah sebelum dibuang.

B. Saran
Diharapkan melalui makalah pengelolaan limbah B3 ini, pembaca dapat
mengetahui proses-proses dalam pengolahan limbah B3 secara biologi dan kimia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah


No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Statistik Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014. Jakarta : Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bogorkab. 2019. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Diakses dari
https://bogorkab.go.id/post/detail/pengelolaan-limbah-bahan-berbahaya-dan-
beracun-b3

Manefo. 2018. Bab II Tinjauan Pustaka. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia diakses
dari https://dspace.uii.ac.id › bitstream › handle

PermenLH. 2015. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No 56 Tahun


2015 Tentang Pengelolaan Limbah Medis Padat Pada Fasilitas Puskesmas.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PSLB3. 2019. Statiska. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Bahan Beracun Berbahaya Diakses dari
https://pslb3.menlhk.go.id/portal/uploads/laporan/1605673004_Statistik
%20PSLB3%202019.pdf

Universal Eco. 2023. Proses Pengolahan Limbah B3 Melalui Pengolahan Fisik / Kimia.
https://www.universaleco.id/blog/detail/proses-pengolahan-limbah-b3-
berdasarkan-karakteristiknya/63

16
1

Anda mungkin juga menyukai