Anda di halaman 1dari 51

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ANEMIA DAN LEUKIMIA

Dosen Pengampu:

Nita Syamsiah, M. Kep. Ph. D

Disusun oleh:

Syahrul Latief 4338114201220113

Annisa Salsabila Azzahra 4338114201220094

Aryani Sahara Fitriani 4338114201220103

Siti Amalia Fathonah 4338114201220099

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

HORIZON UNIVERSITY INDONESIA

Jl. Pangkal Perjuangan KM. 1 By Pass Karawang 41316

Karawang 2
2

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan
tuntunan Nya kami boleh menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang di
harapkan. Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Dewasa yang membahas materi tentang “ ANEMIA DAN
LEUKIMIA“ kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka
dari itu kritik dan saran dari dosen dan pembaca dapat membantu untuk
mengembangkan makalah ini. Kami juga mau berterima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini,semoga dengan makalah ini
dapat menambah wawasan kita mengenai ANEMIA DAN LEUKIMIA.
3
4

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anemia masih tergolong ke dalam kategori permasalahan dalam kesehatan
masyarakat global yang mempengaruhi cukup banyak orang di dunia. Anemia
menjadi risiko kekurangan gizi yang paling umum di dunia dan menempatkan
bayi serta anak kecil berada pada risiko tertinggi.' Anemia umumnya didefinisikan
menurut kadar atau tingkatan hemoglobinnya yang dapat bervariasi berdasarkan
faktor penting yang dapat mempengaruhi diantaranya usia, jenis kelamin, dan
etnis. Seseorang dapat dikategorikan mengalami anemia apabila memiliki kadar
hemoglobin dalam darah kurang dari 13 gr/dL pada laki-laki, dan kurang dari 12
gr/dL pada wanita serta kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dL.

Pada tahun 2010 diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia (32,9%)


menderita anemia sedangkan tahun 2016, anak-anak di bawah usia 5 tahun masih
rentan terhadap anemia dengan persentase 42% menderita anemia sedangkan
wanita hamil dengan persentase 46% dengan anemia. Berdasarkan data dari Rise
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, tercatat prevalensi anemia di Indonesia
cukup tinggi yakni 48,9%, pada rentang usia 5 hingga 24 tahun sebesar 84,6 %,
sedangkan rentang usia 25 hingga 34 tahun sebesar 33,7%, dan usia 35 hingga 44
tahun sebesar 33,6% serta penderita anemia berumur 45 hingga 54 tahun sebesar
84,6%.3 Survei Kesehatan Rumah Tanga (SKRT) 2012 menunjukkan tingginya
kasus anemia pada usia balita sebesar 40,5%, 50,5% pada wanita hamil, 45,1%
pada ibu nifas, sedangkan pada remaja putri usia 10 hingga 18 tahun sebesar
57.1% dan usia 19 hingga 45 tahun sebesar 39,5%.4 Wanita berisiko lebih besar
mengalami anemia dibandingkan pria terutama saat fase menstruasi dan
kehamilan. Orang tua dengan usia di atas 50 tahun juga dapat berisiko seiring usia
yang bertambah.
5

2. Rumusan Masalah
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
a. Untuk mengetahui definisi anemia
b. Untuk mengetahui etiologi anemia

3. Ruang Lingkup
6

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI
1. Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi darah merupakan penghubung antara lingkungan luar dan


lingkungan cairan di dalam tubuh. Sistem ini mengangkut nutrisi dan gas ke
pembuluh darah, jaringan, organ dan sistem organ, serta mengangkut produk akhir
untuk masuk keluarnya metabolisme.

2. Komponen
a. Sistem kardiovaskular adalah bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini
terdiri dari jantung, pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena) dan
darah yang melewatinya.
1) Jantung adalah pompa otot yang menggerakkan darah.
2) Pembuluh darah adalah serangkaian tabung tempat darah mengalir.
3) Darah merupakan suatu cairan yang mengalir dalam pembuluh
darah. Jarak seluruh sel tubuh dari sumber makanan ini tidak
pernah lebih dari satu milimeter.
b. Sistem limfatik juga merupakan bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini
terdiri dari pembuluh limfatik dan nodus limfa yang terletak di dalam
pembuluh limfatik besar
c. Organ pembentuk dan penyimpanan darah, seperti limfa, hati, sumsum
tulang, kelenjar timus, dan jaringan limfatik, juga berkaitan dengan
sistem sirkulasi.
7

3. Fungsi
a. Transpor
Makanan, gas, hormon, mineral, enzim dan zat penting lainnya dibawa
oleh darah ke setiap sel dalam tubuh. Zat zat sisa dibawa oleh darah ke
paru-paru, ginjal atau kulit untuk dikeluarkan dari tubuh.
b. Menjaga suhu tubuh.
Pembuluh darah menyempit untuk menahan panas tubuh dan melebar
untuk melepaskan panas ke permukaan kulit.
c. Perlindungan.
Sistem darah dan limfatik melindungi tubuh dari cedera dan benda
asing melalui sistem imun. Mekanisme pembekuan mencegah
kehilangan darah.
d. Pendaparan (buffering).
Protein darah menyediakan sistem buffer asam-basa untuk menjaga pH
optimal darah.

4. DARAH
Darah adalah medium transport tubuh
a. Karakteristik
1) Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen
pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma).
2) Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini
memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7, 4 (7.35-7, 45).
3) Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua
kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah
merah
4) Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran
rata- rata, dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume Ini
bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan
jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi
sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya.
8

b. Komponen
1) Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur
pokoknya sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air
dan mengandung campuran kompleks zat organik dan anorganik.
2) Protein plasma mencapai 7% plasma dan merupakan satu-satunya
unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapilar
untuk mencapai sel. Ada tiga jenis protein plasma yang utama:
albumin, globulin, dan fibrinogen.
a) Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55 mm
60%, tetapi ukurannya paling terkecil. Albumin disintesis
daam hati dan bertanggung jawab untuk tekanan ostomik
koloid darah.
b) Koloid adalah zat yang berdiameter 1 nm sampal 100 nm.
Sedangkan kristaloid adalah zat yang berdiameter kurang dari
1 nm. Plasma mengandung koloid dan kristaloid.
c) Tekanan osmotik koloid (atau tekanan on kotik) ditentukan
berdasarkan jumlah partikel koloid dalam larutan. Tekanan ini
merupakan suatu ukuran "daya tarik" plasma terhadap difust
air dari cairan ekstraselular yang melewati membran kapilar.
d) Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma
(1) Alfa dan beta globulin disintesis di hati, dengan fungsi
utama sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormon,
berbagai substrat, dan zat penting tubuh lainnya.
(2) Gamma globulin (imunoglobulin) adalah antibodi. Ada
lima jenis imunoglobulin yang diproduksi jaringan limfoid
dan berfungsi dalam imunitas.
e) Fibrinogen membentuk 4% protein plasma, disintesis di hati
dan merupakan komponen esensial dalam mekanisme
pembekuan darah.
3) Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineral,
hormon, vitamin, dan zat-zat sisa.
9

a) Nutrien meliputi asam amino, gula, dan lipid yang diabsorbsi


dari saluran pencernaan.
b) Gas darah meliputi oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen.
c) Elektrolit plasma meliputi ton natrium, kaltum, magnesium,
klorida, kalsium, bikarbonat, fosfat, dan ton sulfat.
c. Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit),
darah putih (leukosit), dan trombosit.

5. Eritrosit (Sel darah merah)


a. Karakteristik
1) Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan
lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7.65 μm.
2) Eritrosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas
tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan
eritrosit menembus kapilar (pembuluh darah terkecil).
3) Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin,
sejenis pigmen pernapasan yang mengikat oksigen. Volume
hemoglobin mencapai sepertiga volume sel.
a) Struktur kimia hemoglobin
(1) Hemoglobin adalah molekul yang tersusun dari suatu pro-
tein, globin. Globin terdiri dari empat rantai polipeptida
yang melekat pada empat gugus heme yang mengandung zat
besi. Heme berperan dalam pewarnaan darah.
(2) Pada hemoglobin orang dewasa (HgA), rantai
polipeptidanya terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta
yang identik, masing-masing membawa gugus hemenya.
(3) Hemoglobin janin (HgF) terdiri dari dua rantai alfa dan dua
rantai gamma. HgF memiliki afinitas yang sangat besar
terhadap oksigen dibandingkan HgA.
b) Fungsi hemoglobin
10

(1) Jika hemoglobin terpajan oksigen, maka molekul oksigen


akan bergabung dengan rantai alfa dan beta, untuk
membentuk oksihemoglobin.
i. Oksihemoglobin berwarna merah terang. Jika oksigen
dilepas ke jaringan, maka hemoglobinnya disebut
deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi.
Heromglobin ini terlihat lebih gelap atau bahkan
kebiruan, saat vena terlihat dari permukaan kulit.
ii. Setiap gram HgA membawa 1,3 ml oksigen. Sekitar
97% oksigen dalam darah yang dibawa dart paru-paru
bergabung dengan hemoglobin, sisanya yang 3% larut
dalam plasma.
(2) Hemoglobin berikatan dengan karbondioksida di bagian
asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin yang
terbentuk hanya memakai 20% karbon dioksida yang
terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam bentuk
ion bikarbonat.

b. Jumlah

a. Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata


adalah 4,2 sampai 5,5 juta sel per milimeter kubik (mm°). Pada
perempuan schat berukuran rata-rata, jumlah sel darah merahnya
antara 3,2 sampai 5,2 juta sel per mm

b. Hematokrit adalah persentase volume darah total yang mengandung


eritrosit.

1) Hematokrit pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan


pada perempuan 38% sampai 48%.
2) Hematokrit dapat bertambah atau berkurang, bergantung pada
jumlah eritrosit atau faktor-faktor yang mempengaruhi volume
darah, seperti asupan cairan atau air yang hilang.
11

3) Kecepatan sedimentasi adalah kecepatan sel darah merah untuk


sampai ke dasar tabung tapa melalui sentrifugasi.
c. Fungsi
a. Sel-sel darah merah mentranspor oksigen ke seluruh jaringan
melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
b. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbon dioksida
untuk ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbon
dioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk lon bikarbonat.
Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan
sel darah merah bereaksi dengan karbon dioksida untuk
membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel
darah merah dan masuk ke dalam plasma.
c. Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan pH darah
karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan bufer asam-
basa.
d. Pengaturan produksi sel darah merah
a. Produksi eritrosit diatur eritropoietin, suatu hormon glikoprotein
yang diproduksi terutama oleh ginjal. Kecepatan produksi eritropoietin
berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan.
b. Faktor apapun yang menyebabkan jaringan menerima volume
oksigen yang kurang (anoksia) akan mengakibatkan peningkatan
produksi eritropoietin, sehingga semakin menstimulasi produksi sel
darah merah. Sebagai contoh:
1) Kehilangan darah akibat hemoragi mengakibatkan peningkatan
produksi sel darah merah.
2) Tinggal di dataran tinggi dengan kandungan oksigen yang
rendah dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan pe-
ningkatan produksi sel darah merah.
3) Gagal jantung, yang mengurangi aliran darah ke jaringan, atau
penyakit paru, yang mengurangi volume oksigen yang diabsorbsi
darah, mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah.
12

c. Hormon lain, seperti kortison, hormon tiroid, dan hormon


pertumbuhan, Juga memengaruhi produksi sel darah merah.

6. Leukosit atau sel darah putih


1. Karakteristik
a. Jumlah
1) Jumlah normal sel darah putth adalah 7.000 sampai 9.000 per
mm3.
2) Infeksi atau kerusakan Jaringan mengakibatkan peningkatan
jumlah total leukosit.
b. Fungsi
1) Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi
benda asing, termasuk bakteri dan virus.
2) Sebagian besar aktivitas leukosit berlangsung dalam jaringan
dan bukan dalam aliran darah
c. Diapedesis.
Leukosit memiliki sifat diapedesis, yaitu kemampuan untuk
menembus pori-pori membran kapilar dan masuk ke dalam
jaringan.
d. Gerakan amuboid.
Leukosit bergerak sendiri dengan gerakan amuboid (gerakan
seperti gerakan amuba). Beberapa sel mampu bergerak tiga kali
panjang tubuhnya dalam satu menit.
e. Kemampuan kemotaksis.
Pelepasan zat kimia oleh jaringan yang rusak menyebabkan
leukosit bergerak mendekati (kemotaksis positif) atau menjauhi
(kemotaksis negatif) sumber zat.
f. Fagositosis.
Semua leukosit adalah fagositik, tetapi kemampuan ini lebih
berkembang pada neutrofil dan monosit.
g. Rentang kehidupan.
13

Setelah diproduksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang


lebih satu hari dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini
tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau
beberapa bulan, bergantung jenis leukositnya.
2. Klasifikasi Leukosit.

Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah, yang dibedakan berdasarkan
ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang
memiliki granula sitoplasma disebut granulosit, sel tanpa granula disebut
agranulosit.

a. Granulosit terbagi menjadi neutrofil, eusinofil, dan basofil,


berdasarkan warna granula sitoplasmanya sat dilakukan pewarnaan
dengan zat warna darah Wright.
1) Neutrofil mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.
a) Struktur, Neutrofil memiliki granula kecil berwarna
merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya
memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan
dengan benang kromatin tipis. Diameternva mencapai 9
um sampai 12 um.
b) Fungsi, Neutrofil sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-
sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menerang dan
meng-hancurkan bakteri, virus, atau agens penyebab
cedera lainnya.
2) Eosinofil mencapai 1 sampai 3% jumlah sel darah putih.
a) Struktur, Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan.
Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter
12 um sampai 15 um.
b) Fungsi, Eosinofil adalah fagositik lemah. Jumlahnya
akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit,
tetapi akan berkurang selama stres berkepanjangan. Sel
ini berfungsi dalam detoksikasi histamin yang
14

diproduksi sel mast dan jaringan yang cedera saat


inflamasi berlangsung.
c) Eosinofil mengandung peroksidase dan fosfatase, yaitu
enzim yang mampu menguraikan protein. Enzim ini
mungkin terlibat dalam detoksifikasi bakteri dan
pemindahan kompleks antigen-antibodi, tetapi fungsi
pastinya belum diketahui.
3) Basofil mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.
a) Struktur. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan
berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan
nukleus berbentuk S. Diameternya sekitar 12 um
sampai 15 um.
b) Fungsi basofil menyerupai fungsi sel mast. Sel ini
mengandung histamin, mungkin untuk meningkatkan
aliran darah ke jaringan yang cedera, dan juga
antikoagulan heparin, mungkin untuk membantu
mencegah penggumpalan darah intravaskular.
3. Limfosit

Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah. Sebagian


besar limfosit dalam tubuh ditemukan di jaringan limfatik. Rentang
hidupnya dapat mencapai beberapa tahun.

a. Struktur.

Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang


dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi; ukuran
terkecil 5 um sampai 8 um; ukuran terbesar 15 um.

b. Asal dan fungsi

Limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang merah, tetapi


melanjutkan diferensiasi dan proliferasi-nya dalam organ lain. Sel
ini berfungsi dalam reaksi imunologis.
15

4. Monosit

Monosit mencapai 3 sampai 8% jumlah total leukosit.

a. Struktur.
Monosit adalah sel darah terbesar, diameternya rata-rata berukuran
12 um sampai 18 um. Nukleusnya besar, berbentuk seperti telur
atau seperti ginjal, yang dikeliling) sitoplasma berwarna biru
keabuan pucat.
b. Fungsi.
Monosit sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi
melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran
darah, maka sel ini menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap).

G. Golongan Darah

Penentuan golongan darah dan tes tentang kecocokannya dilakukan


sebelum pemberian transfusi untuk meyakini keamanannya. Sistem ABO
Menurut Landsteiner didasarkan atas adanya agglutinin dalam darah.
Empat golongan utama yang ditemukan adalah:

- Golongan AB ada pada 3.0%)


- Golongan A ada pada 42.0%)
- Golongan B ada pada 8.5%)
- Golongan O ada pada 46.55) menurut penyelidikan pada rakyat
Inggris.

Selain itu terdapat pula pembagian lebih lanjut dari Landsteiner, dan faktor
Rh atau faktor Rhesus dalam darah, yang penting untuk diketahui pada
bayi yang baru lahir kalau terjadi ketidak cocokan antara darah bayi
dengan darah ibunya. Dipandang dari donor darah:

- Golongan AB dapat memberi darah pada AB


- Golongan A kepada A dan AB
- Golongan B kepada B dan AB
- Golongan O adalah donor umum untuk semua golongan.
16

Resipien

- Golongan AB adalah resipien umum


- Golongan A dapat menerima dari golongan A dan O
- Golongan B dapat menerima dari golongan B dan O
- Golongan O dari O.

Sebaiknya transfusi dilakukan dengan golongan darah yang sama, dan


hanya dalam keadaan terpaksa dapat diberikan darah dari donor universal.
Sel darah donor harus kompatibel dengan plasma resipien. Dengan
demikian, transfusi darah antar-golongan yang aman mungkin dilakukan,
seperti gambarkan dalam Golongan O merupakan "donor universal" dan
golongan AB merupakan "resipien universal"

Apabila darah inkompatibel ditransfusikan, antibodi dalam plasma akan


Dereaksi dengan antigen pada permukaan sel darah merah dan reaksi ini
akan menyebabkan terjadinya aglutinasi (pelekatan antigen-antibodi), lisis
(pecahnya sel darah merah), dan dengan demikian membebaskan
hemoglobin ke dalam sirkulasi. Keadaan ini dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan kematian
17

BAB II

ANEMIA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi

Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal
ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah, atau jumlah sel darah
merah tetap normal tetapi jumlah hemoglobinnya subnormal.

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb


sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah
gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan
sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E,
Doenges, Jakarta, 2002)

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011). Hemoglobin adalah salah satu
komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat
18

oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen


diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan
oksigen dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain
kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas.
Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel
darah merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari
penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya.

Anemia merupakan istilah untuk penurunan jumlah eritrosit atau disfungsi


eritrosit (sel darah merah). Dalam kondisi normal, tingkat hemoglobin darah
adalah 12-17 gram per 100 mililiter. Pada penderita anemia, jumlah eritrosit
sedikit, dan/atau sel-sel eritrosit tidak memiliki cukup hemoglobin.

2. Etiologi
a. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
b. Perdarahan
c. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
d. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi,
folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
e. Radiasi
f. Kehamilan yang mengalihkan zat besi maternal kepada janin untuk
eritropoicis

3. Klasifikasi
a. Anemia Defisiensi Besi
Cadangan zat besi yang tidak adekuat, yang menyebabkan
insufisiensi Hb (molekul utama dalam SDM), mengakibatkan sel
tampak tidak normal, berukuran lebih kecil dari normal
(mikrositik), dan pucat (hipokromik).
Penyebab:
1) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil,
menstruasi
19

2) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)


3) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis,
varises oesophagus, hemoroid, dll.)

Gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

Sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
Sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi

b. Anemia pada Penyakit Kronik


Beberapa penyakit kronik yang menyebabkan anemia, antara lain,
penyakit radang kronik karena infeksi, seperti abses paru,
tuberkulosis, osteomielitis, pneumonia, endokarditis bakterialis.
penyakit radang kronik karena non-infeksi, seperti rheumatoid
arthritis, lupus eritematosus sistemik, sarkoidosis, penyakit Crohn.
Penyakit keganasan, seperti karsinoma, limfoma, dan sarkoma.
Patogenesis anemia ini berhubungan dengan menurunnya
pelepasan besi dari makrofag ke plasma, umur eritrosit yang
memendek, dan respon eritropoietin yang tidak adekuat karena
efek sitokin seperti IL-1 dan TNF pada eritropoiesis. Anemia ini
dapat teratasi dengan cara memberi pengobatan penyakit yang
mendasarinya. Pada beberapa kasus dapat pula diberikan
pemberian eritropoietin rekombinan untuk mengatasi anemia.
Anemia karena penyakit kronik biasanya disertai dengan penyebab
lain, seperti defisiensi besi, vitamin B12 atau folat, kegagalan
sumsum tulang, gagal ginjal, hipersplenisme, kelainan endokrin,
anemia leukoeritroblastik, dan sebagainya.
20

Hasil dari tes laboratorium pada anemia ini memiliki gambaran,


antara lain:
1) Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau
hipokrom ringan (MCV jarang <75fL)
2) Anemia ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang
dari 9,0 g/dL). Semakin berat penyakit maka anemia bersifat
semakin berat.
3) Menurunnya kadar besi dan TIBC dalam serum, kadar sTfR
normal.
4) Normal atau meningkatnya kadar feritin dalam serum.
5) Berkurangnya kadar besi dalam eritroblas, namun kadar besi
cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal.
c. Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah bentuk lain dari anemia gizi. Saluran
pencernaan tidak mampu menyerap cukup vitamin B12, yang
penting untuk perkembangan sel darah merah. Tanpa vitamin B12,
sel darah merah yang belum matang cenderung menumpuk di
dalam sumsum tulang. Suplemen vitamin, dan/atau suntikan
vitamin B12 adalah pengobatan yang efektif.
d. Anemia Aplastik
Adanya kelainan atau kerusakan pada “pabrik” pembuat sel darah
merah sehingga tidak dapat memproduksi ke tiga komponen darah
dengan baik, sehingga bagi penderita anemia aplastik harus selalu
memperoleh suplai darah melalui transfusi.

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang


Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

21

Pansitopenia

Anemia aplastic

Gejala-gejala:
1) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
2) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan
saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan
saraf pusat.

e. Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik terjadi karena laju kerusakan eritrosit
meningkat (hemolisis adalah pecahnya sel darah merah). Penyakit
ini umumnya menyebabkan eritrosit mudah pecah oleh berbagai
sebab, dapat akut atau kronik. Anemia hemolotik akut umumnya
disebabkan oleh gigitan binatang, seperti ular atau sengatan lebah.
Anemia hemolitik dapat disebabkan kekurangan enzim untuk
membentuk eritrosit, seperti kekurangan enzim G-6PD, atau
adanya kelainan membran atau dinding eritrosit. Penyakit-penyakit
ini umumnya diturunkan dari orang tua. Anemia defisiensi jumlah
sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
1) Pengaruh obat-obatan tertentu
2) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia
limfositik kronik
3) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
4) Proses autoimun
5) Reaksi transfusi
6) Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit



Antigesn pada eritrosit berubah
22


Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

f. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)


Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan. Penderita anemia
sel sabit eritrositnya memiliki bentuk abnormal, yaitu bentuk sabit
dengan hemoglobin abnormal dan tidak dapat membawa oksigen
yang cukup. Eritrositnya rapuh, mudah merobek ketika mereka
melalui kapiler yang sempit. Akibatnya, jumlah eritrositnya jauh
lebih sedikit dari biasanya, dan mengakibatkan gejala anemia.
Kedua orang tua harus membawa gen penyakit sel sabit sehingga
anak akan menderita anemia sel sabit. Seseorang dengan gen
tunggal dikatakan memiliki sifat sickle cell, dan tidak memiliki
gejala penyakit. Variasi keparahan mengakibatkan kematian
sebelum usia 30, untuk kasus ringan, tanpa gejala.

g. Anemia Sideroblastik
Anemia ini mempunyai gambaran sel hipokrom dalam HDT dan
meningkatnya kadar besi di sumsum tulang, serta banyak
ditemukan sideroblas cincin (ring sideroblast) yang patologis di
sumsum tulang. Sel ini merupakan eritroblas abnormal yang
mengandung banyak granula besi. Penderita didiagnosis anemia
sideroblastik bila ditemukan 15% atau lebih sideroblas cincin
dalam sumsum tulang.
Penyebab anemia sideroblastik karena adanya defek dalam sintesis
heme, dan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: herediter dan
didapat (acquired). Herediter umumnya terjadi pada pria, dibawa
oleh wanita, dan jarang terjadi pada wanita. Pada gambaran darah
23

ditemukan sel hipokrom dan mikrositik. Secara herediter juga


disebabkan karena adanya defek mitokondria, responsif tiamin, dan
defek autosom lain. Sedangkan secara acquired digolongkan lagi
menjadi primer dan sekunder, yaitu:
1) Primer
Terjadi pada mielodisplasia (anemia refrakter dengan ring
sideroblast)
2) Sekunder
a) Terjadi pada penyakit keganasan sumsum tulang, seperti
mielofibrosis, leukemia myeloid, myeloma.
b) Obat-obatan, seperti: antituberkulosis (isoniazid, sikloserin,
alkohol, timbal).
c) Kondisi lain, seperti: anemia hemolitik, anemia
megaloblastik malabsorpsi, rheumatoid arthritis.
h. Anemia Normositik
Peran Limpa Dalam Kelainan Membran Eritrosit
Limpa berperan vital dalam rentang umur eritrosit. Karena 5% dari
output jantung per menit disaring melalui limpa, limpa berperan
untuk mensurvei eritrosit yang tidak sempurna. Hanya eritrosit
yang dianggap sempurna (tidak cacat) yang melanjutnya perjalanan
ke sirkulasi darah. Eritrosit yang tidak sempurna dapat berupa
badan inklusi, produk hemoglobin abnormal, parasit ke produk
hemoglobin abnormal, dan membran abnormal. Inklusi dapat
dihilangkan dari sel, meninggalkan membran utuh dan membiarkan
eritrosit melewati sisa sirkulasi tanpa cedera. Namun jika eritrosit
memiliki hemoglobin abnormal (contohnya pada thalasemia) atau
komponen membran abnormal, maka elastisitas dan deformabilitas
eritrosit akan terganggu dan dapat terjadi hemolisis. Selain itu juga
terjadi pada eliptositosis herediter, ovalositosis asian southeast,
pyropoikilositosis herediter, dan xerositosis herediter.

Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer


Institute)
24

DERAJAT WHO NCI

Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0


g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
jiwa) < 6.5 g/dL
Gb 3.1. Derajat Anemia

4. Patofisiologi
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain
yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin
bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah
yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
25

1) Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah


2) Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan
ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

5. Farmakologi
Obat yang di gunakan untuk mengobati anemia
Eritropoietin Derivat Asam Folat
Darbopoetin alfa Asam folat
Epoetin alfa Leukovorin
Preparate zat besi Vitamin B12
Fero fumarat Sinokobalamin
Fero glukonat Hidrosokobalamin
Fero sulfat
Fero sulfat eksikatus
26

Gb 3.2. Pathway Anemia

6. Terapi Diet
Anemia merupakan keadaan ketika terjadi penurunan jumlah eritrosit
atau kadar hemoglobin dalam darah.
27

a. Jenis Diet : TKTP


Tinggi Kalori Tinggi Protein

b. Preskripsi Diet
a) Makan makanan yang kaya akan zat besi, folat dan
vitamin B12 seperti hati, kerang-kerangan, sereal yang
diperkaya zat besi, udang, ikan, ragi (misalnya tempe),
dan sereal utuh
b) Makan makanan sumber protein hewani dan nabati dalam
jumlah dan proporsi yang seimbang. Kebutuhan protein
bukan hanya diperlukan untuk membentuk komponen
globin dalam hemoglobin tetapi juga dibutuhkan bagi
pembentukan berbagai enzim dalam metabolisme sel,
perbaikan jaringan yang aus atau sakit dan pertumbuhan.
c) Makan sayuran hijau paling tidak sebanyak 3 porsi/hari
untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi

7. Tanda dan Gejala


1) Lemah, letih, lesu dan lelah
2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3) Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan
telapak tangan menjadi pucat.
4) Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb,
vasokontriksi
5) Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran
darah) Angina (sakit dada)
6) Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman
O2 berkurang)
7) Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung)
menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP
28

8) Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea,


konstipasi atau diare)
9) Hb di bawah rentang normal

8. Komplikasi Yang Mungkin Timbul


Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1) Gagal jantung,
2) Kejang.
3) Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4) Daya konsentrasi menurun
5) Penyakit pada jantung, hati, dan pankreas
6) Komplikasi pernapasan
7) Leukemia mielogenus yang akut

9. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang


1) Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel
darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar
folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu
protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
2) Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding
capacity serum
3) Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit
akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
a. Lakukan pengkajian fisik
b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
c. Observasi adanya manifestasi anemia
1) Manifestasi umum
2) Kelemahan otot
3) Mudah lelah
29

4) Kulit pucat
d. Manifestasi sistem saraf pusat
1) Sakit kepala
2) Pusing
3) Kunang-kunang
4) Peka rangsang
5) Proses berpikir lamba
6) Penurunan lapang pandang
7) Apatis
8) Depresi
e. Syok (anemia kehilangan darah)
1) Perfusi perifer buruh
2) Kulit lembab dan dingin
3) Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
4) Peningkatan frekuensi jatung

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb,
penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
b. Defisit nutrisi b.d inadekuat intake makanan.
c. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
d. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
Hb)
e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
f. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi
g. Pola napas tidak efektif b.d keletihan
h. Keletihan b.d anemia

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
30

Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


tidak efektif intervensi keperawatan Observasi
selama 1x24 jam, maka 1. Periksa sirkulasi perifer
diharapkan perfusi perifer (mis. nadi perifer,
meningkat dengan kriteria edema, pengisapan
hasil: kapiler, warna, suhu,
1. Denyut nadi perifer ankle-brachial index)
meningkat 2. Identifikasi faktor risiko
2. Penyembuhan luka gangguan sirkulasi (mis,
meningkat diabetes, perokok, orang
3. Sensasi meningkat tua, hipertensi dan kadar
4. Warna kulit pucat kolesterol tinggi)
menurun 3. Monitor panas,
5. Edema perifer kemerahan, nyeri, atau
menurun bengkak pada
6. Nyeri ekstremitas ekstrimitas
menurun Terapeutik
7. Paraestesia menurun 1. Hindari pemasangan
8. Kelemahan otot infus atau pengambilan
menurun darah di area
9. Kram otot menurun keterbatasan perfusi
10. Bruit femoralis 2. Hindari pengukuran
menurun tekanan darah pada
11. Nekrosis menurun ekstremitas dengan
12. Pengisian kapiler keterbatasan berfungsi
membaik 3. Hindari penekanan dan
13. Akral membaik pemasangan tourniquet
14. Turgor kulit membaik pada area yang cedera
15. Tekanan darah sistolik 4. Lakukan pencegahan
membaik infeksi
16. Tekanan darah 5. Lakukan perawatan kaki
diastolik membaik dan kuku
31

17. Tekanan arteri rata- 6. Lakukan hidrasi


rata membaik Edukasi
18. Indeks ankle brachial 1. Anjurkan berhenti
membaik merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurunan kolesterol,
jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyakit beta
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
9. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
32

ikan omega 3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya Rasa)

4. Contoh Asuhan Keperawatan

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tgl Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


20-06-23 Hemoglobin 3.5 11.7-15.5
Eritrosit 0.27 4.10-5.10
Leukosit 8.13 4.40-11.30
Hematokrit 173 35,0-47.0
Basophil 10.5 0-1
Eosinophil 0.4 2-4
Neutrophil 0.0 50-70
Limposhit 49.9 25-40
Monosit 6.5 2-8
Trombosit 173 150-400
MCHC 97.2 32-36
MCH 129.6 26-34
MCV 133.3 80-100
33

Analisa Data

Tanggal Analisa Data Masalah Penyebab


21-06- DS : Intoleransi aktifitas Hb
23 b.d berkurang
- Keluarga pasien ketidakseimbangan
mengatakan Ny. antara suplai dan Anemia
N lemas kebutuhan oksigen
- Keluarga pasien Suplai O2 dan
mengatakan nutrisi ke jaringan
Ny.N tidak bisa berkurang
bangun dari
tempat tidurnya
- Keluarga pasien Hipoksia
mengatakan
Ny.N seperti Mekanism
sesak an aerob
ATP
DO : berkurang

- Pasien tampak
lemah Kelelahan
- HB 3.5g/dL
- Konjungtiva
anemis Intoleransi
- Pasien tampak aktivitas
tidak berenergi
dan lesu
- Kulit tampak
kuning seluruh
badan
34

22-06- DS : Defisit nutrisi b.d Suplai O2 dan


23 peningkatan nutrisi ke jaringan
- Pasien kebutuhan berkurang
mengatakan metabolisme
tidak nafsu tubuh
makan hampir Pencernaan
satu bulan
- Pasien
mengatakan Aliran
berat badan darah
turun 15kg berkurang
- Pasien
mengatakan mual
DO: Peningkatan
- BB sebelum sakit : metabolisme
95kg tubuh
- BB setelah sakit :
80kg
- Pasien tampak Mukosa bibir
hanya kering, BB
menghabiskan menurun, mual,
3 sendok anoreksia
makan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
35

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N

Usia : 19 tahun

Tg No Tujuan dan Intervensi


l DX Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukan Intervensi utama
tindakan keperawatan Manajemen energi
selama 3x24 jam di Observasi
harapkan toleransi - Identifikasi gangguan
aktivitas meningkat fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil mengakibatkan kelelahan
- Keluhan - Monitor kelelahan fisik dan
lelah emosional
menurun 5 - Monitor pola dan jam tidur
- Perasaan Terapeutik
lemah - Sediakan lingkungan nyaman dan
menurun 5 rendah stimulus (mis, cahaya,
- Warna kulit suara, kunjungan)
membaik 5 - Lakukan latihan gerakan rentang
- Frekuensi gerak pasif/aktif
nafas - Berikan aktifitas distraksi yang
membaik 5 menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
- Anjurkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
36

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan
makanan
2. Setelah dilakukan Intervensi utama
tindakan keperawatan Manajemen hipovolemia
selama 3x24 jam di Observasi
harapkan status - Periksa tanda dan gejala
cairan membaik hipovolemia (mis. frekuensi nadi
dengan kriteria hasil meningkat, nadi teraba lemah,
- Membrane tekanan darah menurun, tekanan
mukosa nadi menyempit, turgor kulit
membaik 5 menurun, membran mukosa kering,
- Kadar Hb volume urin menurun, hematokrit
membaik 5 meningkat, haus, lemah)
- Intake cairan - Monitor intake dan output cairan
membaik 5 Terapeutik
- Suhu tubuh - Hitung kebutuhan cairan
membaik 5 - Berikan posisi modified
Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCI, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaC/
0,4%)
37

- Kolaborasl pemberian cairan


koloid (mis, albumin, Plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk
darah
3. Setelah dilakukan Intervensi utama
tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
selama 3x24 jam di Observasi
harapkan status - Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik - Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan kriteria hasil makanan
- Porsi makan - Identifikasi makanan yang disukai
yang - Identifikasl kebutuhan kalori dan
dihabiskan jenis nutrien
meningkat 5 - Monitor asupan makanan
- Berat badan - Monitor berat badan
membaik 5 - Monitor hasil pemeriksaan
- Nafsu makan laboratorium
membaik 5 Terapeutik
- Frekuensi - Lakukan oral hygiene sebelum
makan makan, jika pertu
membaik 5 - Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Membrane (mis. piramida makanan)
mukosa - Sajikan makanan secara menarik
membaik 5 dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
38

- Ajarkan diet yang diprogramkan


Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahi gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan. jika perlu

C. Pencegahan Anemia

1. Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi

Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan pola makan


bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan, terutama
sumber pangan hewani yang kaya zat besi (besi heme) dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan AKG. Selain itu juga perlu meningkatkan sumber
pangan nabati yang kaya zat besi (besi non-heme), walaupun
penyerapannya lebih rendah dibanding dengan hewani. Makanan yang
kaya sumber zat besi dari hewani contohnya hati, ikan, daging, unggas,
sedangkan dari nabati yaitu sayuran berwarna hijau tua dan kacang-
kacangan. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dari sumber nabati
perlu mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti
jeruk, jambu. Penyerapan zat besi dapat dihambat oleh zat lain, seperti
tanin, fosfor, serat, kalsium, dan fitat.

2. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi

Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan satu atau lebih zat gizi
kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi pada pangan tersebut.
Penambahan zat gizi dilakukan pada industri pangan, untuk itu disarankan
membaca label kemasan untuk mengetahui apakah bahan makanan
tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi. Makanan yang sudah
39

difortifikasi di Indonesia antara lain tepung terigu, beras, minyak goreng,


mentega, dan beberapa snack. Zat besi dan vitamin mineral lain juga dapat
ditambahkan dalam makanan yang disajikan di rumah tangga di kenal
dengan bubuk tabur Micronutrient Powder.

3. Suplementasi zat besi

Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan
terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat besi. Pemberian
suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu bertujuan
untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan perlu dilanjutkan
untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh.

D. Trend dan Issue Anemia

Makanan yang dapat mencegah defisiensi zat besi yaitu kacang hijau, Kacang
hijau merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan untuk pembentukkan sel darah sehingga dapat mengatasi efek
penurunan Hb. Kacang hijau dapat berperan dalam pembentukan sel darah merah
dan mencegah anemia karena kandungan fitokimia dalam kacang hijau sangat
lengkap sehingga dapat membantu proses hematopoiesis. Kacang hijau juga
memiliki kandungan vitamin dan mineral. Mineral seperti kalsium, fosfor, besi,
natrium dan kalium banyak terdapat pada kacang hijau (Astawan, 2009).

a. Penelitian Terkait
Menurut penelitian yang dilakukan Faridah Umi, dkk tahun 2017 tentang
"Pemberian Kacang Hijau Sebagai Upaya Peningkatan Kadar Hemoglobin pada
Remaja Putri", di dapatkan hasil bahwa ada pengaruh Kacang Hijau terhadap
kadar hb pada remaja putri yang mengalami anemia di kelas X SMK Al-Islam
Kudus tahun 2017. Hasil analisa menunjukkan peningkatan kadar haemoglobin
10,57 menjadi 11,10 setelah dilakukan pemberian sari kacang hijau pada
kelompok intervensi. Sedangkan yang tidak diberi sari kacang hijau atau hanya di
sarankan makan makanan yg menambah zat besi darah menunjukkan peningkatan
kadar haemoglobin dari 10,60 menjadi 10,63 pada kelompok kontrol.
Dan didukung dengan penelitian yang dilakukan Amalia, Amirul tahun 2016
tentang "Efektifitas Minuman Kacang Hijau Terhadap Peningkatan Kadar Hb"
didapatkan hasil bahwa Terdapat Pengaruh Pemberian Minuman Kacang Hijau
Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Mahasiswi Semester 4 D-III
Kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi
40

mengalami anemia ringan dengan rata-rata 9,6 gridl dan setelah diberikan
minuman kacang hijau mahasiswi tidak mengalami anemia dengan rata-rata 10,6
gridl, sehingga terjadi peningkatan kadar hemoglobin

E. EBP Anemia
41

BAB III

LEUKEMIA

A. Konsep Penyakit
a. Definisi

Leukemia adalah suatu tipe dari kanker yang berasal dari kata Yunani leukos-
putih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai dari sel-sel darah.
Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker vaitu membelah
tidak terkontrol dan menggangu pembelahan sel darah normal. Leukemia
(kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah putih
yang diproduksi ole sumsum tulang (bone marrow) (Padila, 2013).

Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian (Nurarif
& Kusuma, 2015).

Leukemia merupakan penyakit keganasan yang menyerang sistem


hematopoiesis sehingga menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak
terkendali. Sel-sel progenitor berkembang pada sel yang normal, karena
adanya peningkatan proliferasi sel dan penurunan apoptosis sel. Hal ini
menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang sebagai pembentuk sel
darah yang utama. Dimana penyakit in identik menyerang pada anak-anak
(Kulsum, Mediani, & Bangun, 2017)

b. Etiologi

Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat


menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktif, dan virus.

a. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang
akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
42

b. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa
penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6 % klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
c. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada
manusia adalah virus. Namun, ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse
transcriptase di temukan dalam darah manusia
4. Klasifikasi

Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani


(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau
mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik).

a. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia
mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien
biasanya mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar,
perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan.
Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan anemia dan
trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
b. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati
dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
c. Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologi yang umum terjadi pada anak.
Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens
seiring pertambahan usia. Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip
dengan AML serta sebagian besar menyebabkan kegagalan sumsum
tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik nag meliputi
43

pembesaran nodus life (limfadenopati), hati, dan limpa


( hepatosplenomegali), serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
d. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan
dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia,
namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
e. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit.Sel ini terakumulasi di darah,
sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada
individu berusia di atas 50 tahun.

5. Patofisiologi

Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut
Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal,
yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan
sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya
anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga
jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan
mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang
untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini
leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya,
sel-sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses
masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila
terjadi pada hati, splenomegali, (Hidayat, 2006)
44

6. Manifestasi Klinis

Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis


berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala
sampai stadium lanjut.

a. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia


b. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
c. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
d. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri
yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia
biasanya bersifat progresif.
e. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
f. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
g. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005) Gejala leukemia
akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1) Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan
yang paling umum. Leukemia menekan fungi sumsum tulang,
menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah
putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah).
Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia),
infeksi bakeri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat
trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi intravascular
diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang
pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan
adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat
disebabkan ole leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya
apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan
akibat leukemia itu sendiri.
45

2) Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan,


berkeringat, dan anoreksia cukup sering terjadi.
3) Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2009)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang
dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat.
Apabila normal tau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah
putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
i. Leukemia limfoblastik akut

Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi


10.000/mm° pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm^
[normalnya 1500/mm°] sering dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di
darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman dapat
melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William, 2004)

ii. Leukemia nonlimfositik akut

Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,


anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada sat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi
100.000/mm'. Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia
limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan
bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada
cairan spinal pada sat didiagnosis (William, 2004).

iii. Leukemia mielositik kronis


46

Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,


trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi
disertai maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai.
Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia
mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia (William,
2004).

10. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,


hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin (Patrick, 2005).
11. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena
sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation) (Patrick,
2005).
12. Kultur darah karena adanya risiko teriadi infeksi (Patrick, 2005).
13. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur
sel
14. T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto
toraks (Patrick, 2005).
15. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi
darah dan trombosit (Patrick. 2005).
16. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL
(akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik
leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan
tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL
jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML yang
berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan
memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna
untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat
memberikan informasi prognosis (Patrick, 2005).
47

17. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular (Patrick, 2005).

8. Penatalaksanaan
a. Kemoterapi

Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik


menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan in menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan
pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum
tulan.Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah
infeksi berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3
tahun (ALL). Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan
kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

i. Fase Induksi

Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L asparaginase. Fase
induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

ii. Fase Profilaksis

Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan system saraf pusat.

iii. Konsolidasi
48

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan


remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra tau
dosis obat dikurangi.

b. Transplantasi sumsum tulang

Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi
pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu sel
sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan,
dan kemudian dinfusikan kembali Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu
sumsum tulang berasal dari donor yang cook HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis
sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang dinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang
terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki
risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplants autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan
relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit
T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa
transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan
memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.

c. Resusitasi

Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan sakit
berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic doss tinggi intravena untuk melawan
infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk
mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang
49

tepat walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu
sendiri dan bukan akibat infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic
daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan
tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)

9. Farmakologi
a. Prednison untuk efek antinflamasi
b. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
c. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
d. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
e. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
f. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
g. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
h. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008)

10. Terapi Diet


Jenis Diet : TKTP
Tinggi Kalori Tinggi Protein

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Kaji keseluruhan riwayat kesehatan dari klien dan anggota keluarga untuk
membantu diagnosis dan pengobatan. Riwayat dan pemeriksaan awal
50

memberikan data dasar untuk memfasilitasi pengkajian komplikasi


kemoterapi ablatif dan terapi radiasi. Keparahan dan lamanya gejala
leukemia adalah fakta penting untuk mengkaji dan mendokumentasikan
Tanyakan klien mengenai faktor risiko dan faktor penyebab Usia penting
untuk dicatat karena insiden leukemia meningkat dengan usia. Riwayat
pekerjaan klien dan hobi juga memberikan petunjuk mengenai paparan
lingkungan. Sakit sebelumnya dan riwayat medis mungkin
mengindikasikan faktor resiko oleh karena leukemia meningkatkan risiko
infeksi akibat dari kehilangan fungsi sel tanyakan mengenai frekuensi dan
keparahan infeksi, seperti flu, pneumonia, bronkitis, dan demam yang
tidak diketahui sebabnya selama 6 bulan terakhir. Leukemia mengurangi
produksi sel darah merah. Klien mungkin melaporkan intoleransi aktivitas,
sesak napas, sakit kepala akibat dari hipoksia serebral, peningkatan rasa
kantuk, penurunan jangka perhatian, anoreksia dan penurunan berat badan
Kehilangan fungsi trombosit meningkatkan risiko perdarahan. Klien
mungkin melaporkan kecenderungan perdarahan atau mudah memar
(misalnya mimisan), ketidakmampuan untuk menghentikan perdarahan
akibat sayatan kecil. Perdarahan gusi ketika menggosok gigi. Peningkatan
aliran menstruasi atau darah di dalam urine atau feses. Pengkajian lengkap
dari kepala sampai ujung kaki dilakukan. Klien dengan leukemia atau
krisis blast mengalami takikardia, hipotensi, takipnea, murmur atau bising,
dan peningkatan waktu pengisian kembali kapiler akibat hitung sel darah
merah rendah. Kulit dan membran mukosa menunjukkan bukti memar dan
perdarahan. Petekie (muncul bercak merah kecil) mungkin ada.
Pembesaran limfonodi mungkin ada. Jika sel leukemia telah menginfiltrasi
limpa atau hati, nyeri tekan perut mungkin tercatat. Jika sel leukemia telah
menginfiltrasi otak, klien dapat mengalami kejang atau menjadi koma.

2. Diagnosis
a. Ketidakefektifan Perlindungan Diri/Risiko Infeksi. berhubungan dengan
neutropenia atau leukositosis sekunder akibat leukemia atau pengobatan.
51

Rasional infeksi akan dicegah atau akan ditemukan dini dan diobati secara
efektif seperti dibuktikan dengan hitung neutrofil lebih dari 1.000/mm?,
tidak ada demam, dan tidak ada kesulitan pernapasan.
b. Penurunan Curah Jantung. berhubungan dengan trombositopenia sekunder
akibat leukemia maupun pengobatan.

Rasional perdarahan akibat cedera, seperti jatuh, pungsi, tersayat, atau


bahaya lingkungan lainnya, akan dapat dicegah atau akan didiagnosis dan
diobati secara berhasil seperti yang dibuktikan dengan tidak adanya
perdarahan dan hitung trombosit lebih dari 20.000/mm³.

c. Diagnosis: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh.


Klien biasanya mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan asupan
nutrisi sebagai akibat dari pengarth terapi radiasi dan kemoterapi pada GI.
d. Diagnosis: Keletihan. berhubungan dengan efek samping pengobatan,
kadar Hb rendah, nyeri, kurang tidur, atau penyebab lainnya seperti
dibuktikan oleh klien. Skala untuk angka keletihan secara numerik
mungkin digunakan, seperti skala keletihan Piper atau lebih sederhana,
skala numerik 0-10

Anda mungkin juga menyukai