Kia Siti Fatmawati 1930081
Kia Siti Fatmawati 1930081
Oleh :
SITI FATMAWATI
NIM. 1930081
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners di STIKES Hang Tuah
Surabaya
Oleh :
SITI FATMAWATI
NIM. 1930081
ii
HALAMAN PERNYATAAN
NIM : 1930081
Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Darurat (IGD) Rumah Sakit Premier Surabaya”, saya susun tanpa melakukan
plagiat sesuai dengan peraturan yang berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya.
Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya agar dapat
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 1930081
menyetujui bahwa karya ilmiah akhir ini diajukan dalam sidang guna memenuhi
(Ners)
Ditetapkan di : Surabaya
Tanggal : 23 Juli 2020
iv
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 1930081
Telah dipertahankan dihadapan dewan penguji karya ilmiah akhir di Stikes Hang
Tuah Surabaya, dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar “Ners” pada program pendidikan profesi Ners di Stikes Hang
Tuah Surabaya
Mengetahui,
STIKES HANG TUAH SURABAYA
KAPRODI PROFESI NERS
Ditetapkan di : Surabaya
Tanggal : 23 Juli 2020
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah
Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ners pada Program Studi Pendidikan Profesi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Surabaya. Karya Ilmiah Akhir ini disusun dengan
kemampuan dan pemanfaatan literatur, sehingga karya ilmiah ini dibuat dengan
sangat sederhana baik dari segi sistematika maupun isinya jauh dari sempurna.
Surabaya.
vi
3. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep, selaku Ketua STIKES Hang Tuah
7. Ibu Ceria Nurhayati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Pengujii yang penuh
9. Ibu Siti Nurhayati, S.Kep., Ns, selaku Kepala Ruangan IGD yang penuh
10. Almarhum Ayahku Namin dan Ibuku Katimah tercinta beserta keluarga
vii
11. Suamiku Arga Rizki dan Anakku Narendra Rizki Pratama yang dengan
doa setiap hari, sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini
karya ilmiah akhir ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
balasan rahmat dari Allah SWT Yang Maha Pemurah. Akhirnya peneliti berharap
bahwa karya ilmiah akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal
Alamin.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
2.2.8 Penanganan Covid-19 di Instalasi Gawat Darurat .......................... 35
2.2.8.1 Terapi Suportif Dini dan Pemantaun .............................................. 35
2.2.8.2 Manajemen Gagal Napas, Hipoksemia dan ARDS ........................ 38
2.3 Konsep Pneumonia ......................................................................... 41
2.3.1 Pengertian Pneumonia .................................................................... 41
2.3.2 Klasifikasi Pneumonia .................................................................... 42
2.3.3 Etiologi ............................................................................................ 43
2.3.4 Manifestasi Klinis ........................................................................... 44
2.3.5 Patofisiologi .................................................................................... 45
2.3.6 Komplikasi ...................................................................................... 46
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 47
2.3.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 48
2.4 Konsep Covid–19, Pneumonia, ARDS ........................................... 49
2.4.1 Pengertian Covid–19 ........................................................................ 49
2.4.2 Surveilance dan Epidemologi ......................................................... 50
2.4.3 Etiologi............................................................................................. 53
2.4.4 Penularan Covid–19 ........................................................................ 54
2.4.5 Manifestasi Klinis ........................................................................... 56
2.4.6 Patofisiologi .................................................................................... 56
2.4.7 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................. 58
2.4.8 Komplikasi ....................................................................................... 60
2.4.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 62
2.4.10 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes ...................... 67
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Pneumonia e. c Covid–19 .... 76
2.5.1 Pengkajian ........................................................................................ 76
2.5.2 Diagnosis Keperawatan ................................................................... 80
2.5.3 Intervensi Keperawatan .................................................................. 87
2.5.4 Implemetasi Keperawatan ............................................................... 93
2.5.5 Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 93
2.6 Kerangka Masalah Keperawatan .................................................... 94
x
4.4 Implementasi Keperawatan .............................................................. 122
4.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................... 122
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
SINGKATAN DAN SIMBOL
Daftar Singkatan
xv
Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan
KVP : Kapasitas Vital Paksa
LED : Laju Endap Darah
LPV/ r : Lopinavir/ ritonavir
MAP : Mean Arterial Pressure
Menkes : Menteri Kesehatan
MEP : Malnutrisi Energi Protein
MERS : Middle East Respiratory Syndrome
MRS : Masuk Rumah Sakit
MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
NHC : National Health Commission
NIV : Noninvasive Ventilation
No : Nomor
ODP : Orang Dalam Pemantauan
OI : Oxygenation Index
OSI : Oxygenation Index menggunakan SpO2
OTG : Orang Tanpa Gejala
PaO2 : Partial Pressure of Oxygen
PBW : Predicted Body Weight
PCR : Polymerase Chain Reaction
PDP : Pasien Dalam Pengawasan
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PEEP : Positive End Expiratory Pressure
pH : Power of Hydrogen
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronik
PT : Prothrombin Time
Px : Pasien
RBV : Ribavirin
RDV : Remdesivir
RI : Republik Indonesia
RJP : Resusitasi Jantung Paru
RMs : Recruitment Manoueuvers
RS : Rumah Sakit
RT-PCR : Real Time Polymerase Chain Reaction
SARI : Severe Acute Respiratory Infection
SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome
SARS-CoV-2 : Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase
SIKI : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome
SK : Surat Keputusan
SLKI : Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SOFA : Sequential Organ Failure Assessment
SOP : Standar Operasional Prosedur
SpO2 : Saturasi oksigen
xvi
STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
TD : Tekanan Darah
TDS : Tekanan Darah Sistolik
TDD : Tekanan Darah Diastolik
USG : Ultrasonografi
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa satu detik
VV ECMO : Venovenous Extracorporeal Membrane Oxygenation
WBC : White Blood Cell
WHO : World Health Organization
Daftar Simbol
& : Dan
< : Kurang dari
≤ : Kurang dari atau sama dengan
> : Lebih dari
≥ : Lebih dari atau sama dengan
± : Kurang lebih
% : Persen
= : Sama dengan
⁰ : Derajat
C : Celcius
F : Fahrenheit
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID–19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi
rata – rata 5 – 6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus
akut, gagal ginjal, bahkan kematian (Kementrian Kesehatan RI, 2020). Masalah
gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak
efektif, defisit nutrisi, hipertermia dan intoleransi aktivitas, ansietas (SDKI, 2017).
Namun sampai saat ini bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
dunia saat ini, dilaporkan pertama kali pada tanggal 31 Desember 2019, dimulai
1
2
dari WHO per tanggal 14 Juli 2020 didapatkan kasus konfirmasi positif Covid–19
di dunia sebanyak 12.964.809 dengan total kematian 570.288 jiwa (WHO, 2020).
203.957 jiwa (WHO, 2020). Di Indonesia per tanggal 14 Juli 2020 ada sebanyak
78.572 kasus yang terkonfirmasi Covid–19 dengan jumlah kematian 3.710 jiwa,
di Jawa Timur jumlah kasus yang terkonfirmasi positif sebesar 17.230, dengan
2020). Rumah Sakit Premier Surabaya merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan
untuk pasien yang positif Covid–19 di Surabaya yang menjadi tempat peneliti
mengambil kasus yang akan dibahas pada karya ilmiah ini. Jumlah kasus pasien
yang terkonfirmasi positif Covid–19 pada bulan Maret – Juli 2020 per tanggal 21
Juli 2020 di RS Premier sebanyak 962 orang dengan jumlah pasien rawat jalan
sebesar 766 orang, jumlah pasien rawat inap sebesar 196 orang dimana terdapat
Paru – paru adalah organ yang paling terpengaruh oleh COVID-19, karena
virus mengakses sel inang melalui enzim ACE2, yang paling melimpah di sel
khusus, yang disebut “spike”, untuk terhubung ke ACE2 dan memasuki sel inang.
di jaringan itu dan beberapa ahli berpedapat bahwa penurunan aktivitas ACE2
Zhong L, et al, 2020). Dalam kasus – kasus parah, COVID–19 dapat diperburuk
dengan sindrom gawat pernapasan akut (ARDS), sepsis dan septic shock, gagal
multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut (Yang X, et al, 2020).
Usia lanjut dan penyakit penyerta dilaporkan menjadi faktor risiko kematian, dan
Organ Failure Assessment) dan d- dimer > 1 µg/L saat masuk fasilitas dikaitkan
Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan kecuali ada kekhawatiran
untuk perburukan yang cepat sesuai dengan pertimbangan medis. Pada saat
Gawat Darurat perawat harus mampu melakukan triase pada pasien dengan
COVID–19. Proses triase atau pemilahan pasien dalam kasus pandemik seperti ini
berbeda dengan kasus biasanya. Pengkajian triase primer berfokus pada keluhan
awal pasien datang ke IGD dan riwayat kontak dengan pasien COVID–19 atau
Kementerian Kesehatan Pedoman Rev 4.0 serta Early Warning System skrining
dengan salah satu peran perawat di Instalasi Gawat Darurat sebagai pemberi
dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan karena sakit akut, kritis dan
labil, cedera. Oleh karena itu di Instalasi Gawat Darurat diharapkan pasien
ditemukan pasien yang mengalami kondisi gagal napas yang membutuhkan untuk
observasi ketat kondisi pasien, monitor tanda – tanda perburukan atau gagal nafas,
2018). Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik mengangkat karya
ilmiah akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa
Premier Surabaya”.
1.3 Tujuan
Premier Surabaya.
Premier Surabaya.
Premier Surabaya.
Premier Surabaya.
1.4 Manfaat
tatanan nyata dengan konsep aplikasi teori dan praktik. Terkait dengan tujuan,
maka karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:
3. Bagi Penulis
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan bagi
Hasil karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada
dirumah.
1.5.1 Metode
Metode penulisan yang digunakan pada karya ilmiah akhir ini adalah
1. Wawancara
2. Observasi
3. Pemeriksaan
Sumber data yang digunakan yaitu data primer, dimana data primer
diperoleh langsung dari pasien, data sekunder data yang diperoleh dari keluarga,
orang terdekat dengan pasien, rekam medis pasien, hasil pemeriksaan dan tim
kesehatan lain.
bagian, yaitu:
singkatan.
2. Bagian inti meliputi lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari
opini penulis.
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dasar atau landasan teori yang terkait
dalam darah dan pada saat yang sama karbondioksida dikeluarkan dari darah.
Udara dialirkan melalui unit pertukaran gas melalui jalan napas. Secara umum,
proses respirasi memerlukan tiga subunit organ pernapasan, yaitu jalan napas atas,
jalan napas bawah, dan unit pertukaran gas. Masing – masing subunit ini terdiri
atas berbagai organ. Jalan napas atas terdiri dari hidung, sinus, faring, dan laring.
Jalan napas bawah terdiri dari trakea dan bronkus serta percabangannya. Unit
disebut dengan asinus. Organ paru ditutupi oleh rongga thoraks yeng terbentuk
dari iga, sternum, dan kolumna vertebra, dengan diafragma yang berbentuk kubah
10
11
Paru – paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru – paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru – paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima
lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru – paru terbagi lagi menjadi
bronchopulmonary segments. Paru – paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
Paru – paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut
kavum pleura (Guyton, 2007). Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai
panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari
Foregut. Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan
yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi
bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal
berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
dan faring,
alveolus paru (Guyton, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri
dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan
Paru – paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru – paru dan dinding dada
sehingga paru – paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki
struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru – paru dan
Fungsi utama dari paru – paru adalah untuk pertukaran gas antara darah
dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan
Udara yang dihirup dan masuk ke paru – paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru –
paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru – paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot – otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika
memperbesar paru – paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).
tenang, tekanan intrapleura kira – kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai – 6 mmHg dan paru – paru
ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru – paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru – paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan
seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru – paru
elastisitas dinding dada dan paru – paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
15
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru – paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan
faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari
paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2007).
a. Usia
Kekuatan otot maksimal paru – paru pada usia 20 – 40 tahun dan dapat
b. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki – laki lebih tinggi sebesar 20 – 25% dari pada
funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki – laki lebih
besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki – laki lebih tinggi
c. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi lebih tinggi
pada setiap kali pernafasan normal. Nilai dari volume tidal sebesar ±
3000 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam
besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
adalah volume total dari udara yang dihembuskan dari paru – paru
detik.
pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar
Gawat Darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban atau pasien
gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan
serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat
darurat medis. IGD memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya penderita
gawat darurat (Ali et al, 2014). Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan
yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk
sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari secara terus menerus
(Destifiana, 2015).
Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di
rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit
Gawat Darurat Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 856/
Menkes/ SK/ IX/ 2009. Untuk meningkatkan kualitas IGD di Indonesia, perlu
cara ikut serta dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam
penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan
penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 menit setelah pasien sampai di IGD
(Hidayati, 2014).
pada area khusus atau spesialisi dalam keperawatan yang memiliki peran dan
karena sakit akut, kritis dan labil, cedera. Serta memberikan pelayanan
administrator atau manajer klinik atau unit gawat darurat yang bekerja
kesehatan masyarakat,
Fazio, 2018).
prosedur di Rumah Sakit adalah tata cara penerimaan dan pelayanan pasien di
Instalasi Gawat Darurat agar pasien tertangani dengan tepat, cepat dan konsisten
sesuai dengan triase. Tujuan dari alur pasien IGD adalah memastikan bahwa
dengan kategori triase Rumah Sakit Premier Surabaya. Prosedur alur pasien
berikut:
21
pasien yang akan dilakukan resusitasi dan aktifkan sistem code blue sesuai
dengan prosedur,
6. Perawat atau dokter IGD pasien triase 1 yang dilakukan resusitasi bila
berhasil pasien akan diproses untuk rawat inap sesuai dengan indikasi dan
pasien triase 2 – 4 yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga dan
dinyatakan pasien perlu rawat inap sesuai dengan kondisi pasien di ruang
rawat inap atau ruang perawatan intensif sesuai dengan kriteria masuk,
7. Setiap pasien yang rawat inap akan dilakukan screening khusus meliputi
swine flu, Ebola, H5N1, MERS. Pemeriksaan lab dasar yaitu DL, SGOT,
dilakukan rekam jantung EKG, dan untuk usia > 40 tahun dilakukan foto
22
thorax. Saat ini screening tambahan yang dilakukan jika pasien ada
isolasi di IGD, dan dilakukan prosedur swab nasofaring jika pasien akan
rawat inap,
8. Bila pasien post MRS dari luar negeri dan rawat inap selama 7 hari di RS
pasien siap untuk diantar ke ruang rawat inap adalah 90 menit sesuai
Surabaya,
10. Perawat atau dokter IGD melakukan resusitasi pada pasien triase 1 jika
11. Perawat atau dokter IGD menjelaskan kepada pasien atau keluarga, apabila
ruang rawat inap penuh, fasilitas tidak tersedia atas permintaan pasien atau
keluarga akan dirujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan prosedur rujuk ke
12. Perawat atau dokter IGD, dalam keadaan bencana masal lakukan prosedur
1 2 3 4 5
Penanganan Pengkajian dan Pengkajian dan Pengkajian dan Pengkajian dan
dan penanganan penanganan penanganan penanganan
pengkajian dalam waktu dalam waktu dalam dalam waktu 120
segera 10 (sepuluh) 30 (tiga puluh) waktu 60 (enam (seratus dua
menit menit puluh) menit puluh) menit
Petugas IGD
Ya Ya
Screening
Pasien perlu
Berhasil khusus
dirawat
Tidak Tidak
Pendaftaran rawat
inap
Pembayaran
Meninggal Administrasi rawat
Jalan
Ruang rawat inap
Pulang Rujuk
Gambar 2.3 Alur Pasien Instalasi Gawat Darurat RS Premier Surabaya (SOP RS
Premier Surabaya Modified).
24
2.2.4 Triase
Kata triase berasal dari bahasa Perancis trier, yang berarti memilah atau
memilih. Saat ini, triase rumah sakit mengacu pada pemilahan cepat pasien yang
1. Pengertian Triase
dimiliki oleh perawat unit gawat darurat dan hal ini yang membedakan antara
perawat unit gawat darurat dengan perawat unit khusus lainnya. Karena harus
dilakukan dengan cepat dan akurat maka diperlukan perawat yang berpengalaman
pasien yang dilakukan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tujuan dilakukan
mendesak atau segera sehingga pasien dapat diperiksa segera mungkin oleh dokter
sistem triase. Sistem tersebut memiliki perbedaan mendasar dalam hal siapa yang
Scale (ATS) dalam melakukan triase pada pasien di IGD. Australasian Triage
Scale (ATS) merupakan skala yang digunakan untuk mengukur urgensi klinis
sehingga paten terlihat pada waktu yang tepat, sesuai dengan urgensi klinisnya
Selandia Baru. ATS adalah skala untuk penilaian kegawatan klinis atau kondisi
kegawatan individu, skala ini telah digunakan untuk memeriksa kasus silang dan
untuk menghubungkan antara level triase dan pengukuran lainnya seperti waktu
tunggu di IGD, jumlah pasien yang dirawat di ICU, dan penggunaan sumber daya
(Gilboy, 2018).
Target waktu untuk dilakukan evaluasi objektif oleh dokter pada masing –
menunggu untuk pengkajian lebih lanjut dan mendapatkan intervensi medis. Lama
waktu tunggu dihitung mulai dari pasien tiba di IGD. Perawat triase memilih
ini harus menunggu pengkajian dan intervensi medis dan tidak lebih dari….
menit/ jam”.
1. Skala 1
Deskripsi klinis dari skala triase 1 meliputi henti jantung, henti nafas, risiko
terhadap jalan nafas yang mengakibatkan henti nafas, respiratory rate < 10
26
x/menit, extreme respiratory distress, tekanan darah sistol < 80 mmHg (dewasa)
atau shock pada anak – anak, tidak ada respon atau respon terhadap nyeri saja
(GCS < 9), kejang yang berlangsung atau berkepanjangan, overdosis obat yang
diberikan secara iv, pasien tidak ada respon atau hipoventilasi, dan gangguan
2. Skala 2
Kondisi pasien cukup serius atau menurun begitu cepat yang berpotensi
mengancam jiwa atau kegagalan sistem organ bila tidak dilakukan tindakan dalam
waktu 10 menit dari kedatangan. Deskripsi Klinis dari skala triase 2 meliputi
stridor dengan distress nafas, severe respiratory distress, gangguan sirkulasi yang
ditandai dengan akral dingin basah, heart rate < 50 atau > 150 (dewasa), hipotensi
dengan gangguan hemodinamik, perdarahan hebat, dan nyeri dada karena jantung.
Nyeri yang hebat yang disebabkan banyak hal, gula darah < 2 mmol/l (< 35
mg/dl), ngorok, penurunan kesadaran yang disebabkan banyak hal (GCS < 13),
hemiparese atau dysphasia akut, panas disertai kelemahan badan pada semua
umur, mata terpapar cairan asam atau alkali yang memerlukan irigasi, multiple
trauma, severe trauma – major trauma (amputasi), riwayat risiko tinggi yang
ditandai dengan tertelan bahan sedative dan bahan toxic secara signifikan,
keracunan bahan berbahaya, dan nyeri hebat yang berhubungan dengan pre
frekuensi his 2 – 3 menit. Perilaku atau psikiatrik yang ditandai dengan kasar atau
agresif, melukai diri sendiri atau orang lain, membutuhkan atau telah dilakukan
3. Skala 3
Kondisi pasien dapat memburuk atau dapat mengancam jiwa bila tindakan
dengan SpO2 90 – 95%, gula darah > 16 mmol/l (> 285 mg/dl), kejang (sekarang
sudah sadar), panas dengan kondisi imunosupresi pada pasien onkologi, terapi
steroid, muntah terus menerus, dehidrasi, trauma kepala riwayat pingsan tapi
sekarang sadar, nyeri sedang ke berat, sebab apapun, dan membutuhkan analgesik.
Nyeri dada yang mungkin bukan jantung dan keparahannya sedang, kolik
abdomen tanpa tanda – tanda risiko tinggi, keparahannya sedang atau usia pasien
> 65 tahun, perubahan sensasi anggota gerak, tidak adanya nadi mendadak,
trauma riwayat risiko tinggi dengan tidak ada risiko tinggi yang lainnya, neonatus
stabil, anak – anak dengan risiko, perilaku atau psikiatrik yang ditandai dengan
sangat stres, risiko mencederai diri sendiri, psikotik akut atau gangguan berpikir,
krisis situasional, membahayakan diri sendiri dengan sengaja, dan agitasi atau
4. Skala 4
Ada potensial untuk hasil yang tidak baik jika waktu pengobatan kritis
tidak dilaksanakan dalam waktu 60 menit atau 1 jam. Deskripsi klinis dari skala
tiase 4 meliputi perdarahan ringan, aspirasi benda asing tanpa distress pernafasan,
trauma dada tanpa fraktur atau distress nafas, sulit menelan tanpa distress nafas,
trauma kepala tanpa riwayat pingsan, vomiting dan muntah terus menerus tanpa
dehidrasi, inflamasi mata atau benda asing tapi penglihatan masih jelas, minor
28
trauma, sprain ankle, kemungkinan fraktur, laserasi dengan tanda – tanda vital
normal, nyeri ringan atau sedang, pemasangan gips yang terlalu kencang tetapi
tidak ada gangguan neurovascular, radang sendi, nyeri perut yang tidak spesifik,
masalah kejiwaan yang bersifat semi urgent, memerlukan observasi dengan atau
5. Skala 5
Kondisi pasien dengan keluhan kronis atau keluhan yang ringan dimana
hasil klinis yang diharapkan tidak terpengaruh bila pemeriksaan terlambat sampai
120 menit atau 2 jam dari kedatangan. Deskripsi klinis dari skala triase 5 meliputi
nyeri minimal tanpa ada risiko tinggi, riwayat risiko rendah dan sekarang tidak
ada keluhan, gejala ringan dari sakit yang sekarang, gejala ringan dari kondisi
risiko rendah, luka kecil – abrasi kecil, laserasi kecil (tanpa jahit luka), kontrol
sesuai jadwal: seperti evaluasi luka, dressing. Imunisasi, perilaku atau psikiatrik
yang ditandai dengan pasien yang diketahui dengan gejala yang kronis dan krisis
sosial.
tempat bertugas,
29
memakai masker.
bahkan sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok septik. Deteksi dini manifestasi klinis dapat menentukan secara tepat
dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk
perburukan yang cepat sesuai dengan pertimbangan medis. Semua pasien yang
primer berfokus pada keluhan awal pasien datang ke IGD dan riwayat kontak
Pengkajian di triase sekunder IGD ISPA dapat memakai list manisfestasi klinis
dilakukan.
30
antara ruang IGD ISPA dengan IGD non ISPA. Hal ini membatasi
b. Kaji pasien:
c. Pasien dengan keluhan non ISPA dan tanpa riwayat kontak dengan
Gunakan list manisfestasi klinis Kemkes Rev 4.0 atau EWS skrining
COVID–19.
Gambar 2.3 Algoritme Triase Pada Masa COVID–19 di Instalasi Gawat Darurat
(Sumber: HIPGABI, 2020)
32
Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia
berat. Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk
atau kesulitan bernapas, napas cepat: frekuensi napas: < 2
bulan, ≥ 60 x/menit; 2 – 11 bulan ≥ 50 x/menit, 1 – 5
tahun, ≥ 40 x/menit dan tidak ada tanda pneumonia berat.
Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu
Distress Syndrome minggu.
(ARDS) Pencitraan dada (CT scan thoraks, atau USG paru):
opasitas bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal
jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif
(seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa
penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak
ditemukan faktor risiko.
33
Pasien anak:
Hipotensi (TDS < persentil 5 atau > 2 SD di bawah
normal usia) atau terdapat 2 – 3 gejala dan tanda berikut:
perubahan status mental atau kesadaran, takikardia atau
bradikardia (HR < 90 x/menit atau > 160 x/menit pada
bayi dan HR < 70 x/menit atau > 150 x/menit pada anak),
waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (> 2
detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse,
takipnea, mottled skin atau ruam peteki atau purpura,
peningkatan laktat, oliguria, hipertermia atau hipotermia.
COVID-19
COVID–19 tetap menjadi masalah. Hal ini terjadi karena kekurangan alat deteksi
nukleat asam SARS-CoV-2 dan hasil negatif palsu yang disebabkan oleh berbagai
alasan, seperti kualitas sampel yang diambil, jumlah virus dan tahap penyakit.
Akibat kurangnya alat, maka para ahli telah mengusulkan cara skrining yang
akurat untuk pasien yang dicurigai COVID–19 dengan pemeriksaan CT scan paru.
pengalaman dokter dan efektivitasnya masih terbatas karena pada pasien COVID–
19 ringan sering tidak ditemukan pneumonia pada pencitraan, atau atipikal. Dalam
mengatasi hal tersebut dibuatlah skor peringatan dini (EWS COVID–19) yang
besar COVID–19.
kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥ 90% pada anak
dan orang dewasa yang tidak hamil serta SpO2 ≥ 92% – 95%
menyebabkan aerosolisasi.
berat tanpa syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati – hati dalam
lain.
mana yang harus dilanjutkan dan terapi mana yang harus dihentikan
ventilasi mekanik.
kompresi saat RJP dan juga bisa digunakan headbox untuk melindungi
dari kontaminasi.
39
pasien gagal napas karena sepsis yang tidak memenuhi kriteria ARDS.
ml/kg PBW,
e. Atur laju napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih dari
35 x/menit),
f. Atur tidal volume dan laju napas untuk mencapai target pH dan
tekanan plateau.
40
(RMs) dilakukan secara berkala dengan CPAP yang tinggi (30 – 40cm
6. Pada pasien ARDS sedang – berat (td2/ FiO2 < 150) tidak dianjurkan
[HAP]), pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia
karena pneumonia dapat terjadi pada tatanan yang berbeda. Mereka yang berisiko
mengalami pneumonia sering kali menderita penyakit kronis utama, penyakit akut
berat, sistem imun yang tertekan karena penyakit atau medikasi, imobilitas, dan
faktor lain yang mengganggu mekanisme perlindungan paru normal, lansia juga
Menurut Nurarif & Kusuma (2016) pneumonia adalah salah satu penyakit
infeksi peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran
pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan batuk dan disertai sesak nafas
42
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) dan aspirasi
substansi asing, berupa radang paru – paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.
oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Kantung udara dipenuhi oleh cairan
1. Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai
pathogen atipikal pada lansia, Gram negative pada pasien di rumah jompo,
sakit, adanya resiko untuk jenis patogen tertentu, dan masa menjelang
akibat aspirasi bahan toksik, Akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan
makanan atau lambung, Edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh
bahan padat.
Pneumonia pada gangguan imun terjadi karena akibat proses penyakit dan
2.3.3 Etiologi
pada masa kini terjadi perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
Setelah masuk ke paru – paru organisme bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
penggolongannya yaitu:
influenza.
3. Mycoplasma pneumonia
44
penyebab pneumonia, yaitu: Usia lebih dari 65 tahun, infeksi saluran pernafasan
misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada
paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
sampai 40,5°C).
2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernafas dan batuk.
3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat sepuluh kali/ menit per satu
6. Tanda lain: infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, demam derajat rendah,
sianosis sentral.
Tanda dan gejala penumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama
2.3.5 Patofisiologi
maupun difusi paru – paru. Reaksi inflamasi yang dilakukan oleh bakteri terjadi
46
pada alveolus dan menghasilkan eksudat dan menganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbondioksida. Sel – sel darah putih bermigrasi ke alveolus dan
mengisi ruang alveolus yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme yang
terserang,
2.3.6 Komplikasi
komplikasi seperti bacteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang
(Djojodibroto, 2013).
atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya
bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh
pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi
empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan
kavitas.
khusus.
2.3.8 Penatalaksanaan
dan berlebihan.
b. Operasi
c. Terapi Obat
karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi
mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome
50
mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat) (PDPI, 2020).
Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus Suspek, Kasus
Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman
1. Kasus Suspek
b. Orang dengan salah satu gejala/ tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir
konfirmasi/probable COVID–19,
2. Kasus Probable
laboratorium RT-PCR.
51
3. Kasus Konfirmasi
4. Kontak Erat
atau lebih,
menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Pada kasus konfirmasi yang
dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen
kasus konfirmasi.
52
5. Pelaku Perjalanan
6. Discarded
PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut – turut dengan selang waktu
> 24 jam,
7. Selesai Isolasi
8. Kematian
2.4.3 Etiologi
dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu:
filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama
dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada 2002 – 2004 silam,
permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis – jenis coronavirus lainnya.
selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada
tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-
COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan
dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan
khlorheksidin).
cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi
sumber penularan COVID–19 ini masih belum diketahui. Masa inkubasi COVID–
19 rata – rata 5 – 6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai
disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi
55
dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum onset gejala
(presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi
karena memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda
tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan. Berdasarkan studi
ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada
jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air dengan diameter
> 5 – 10 μm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat
batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung)
atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan
karena itu, penularan virus COVID–19 dapat terjadi melalui kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau
benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau
Gejala – gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap merasa sehat. Gejala COVID–19 yang paling umum adalah demam (suhu >
38ºC), rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa
nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit
tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit. Menurut
data dari negara – negara yang terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan
pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan
mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah
Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal
ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti
tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko
2.4.6 Patofisiologi
kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,
kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
57
ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa
patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar,
tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah
menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus
ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S
(Wang Z, 2020). Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel
ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus,
usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.
20 Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA melalui
translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
58
1) Pemeriksaan radiologi
kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan
multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer
infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru
spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika mengambil sampel dari saluran napas
atas, gunakan swab viral (dakron steril atau rayon bukan kapas) dan media
transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau hidung. Pada pasien dengan curiga
infeksi COVID–19 terutama pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran
napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran napas atas
napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan
(saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain. Bila tidak
infeksi COVID–19, ulangi pengambilan sampel dari saluran napas atas dan bawah
untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2 – 4 hari sampai 2 kali
hasil negative dari kedua sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam.
c. Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat),
d. Fungsi ginjal,
f. Elektrolit,
meningkat,
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk
(PDPI, 2020).
2.4.8 Komplikasi
adalah ARDS, tetapi data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas
ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas
kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain
a. Pankreas
gagal jantung, aktivitas listrik yang tidak teratur, pembekuan darah, dan
dibandingkan endokrin. Hal ini juga diperkuat data kejadian pankreatitis yang
berhubungan, maka perlu perhatian khusus agar tidak berujung pada pankreatitis
kronis yang dapat memicu inflamasi sistemik dan kejadian ARDS yang lebih
berat. Namun, peneliti belum dapat membuktikan secara langsung apakah SARS-
CoV-2 penyebab kerusakan pankreas karena belum ada studi yang menemukan
b. Miokarditis
Miokarditis diduga terkait melalui mekanisme badai sitokin atau ekspresi ACE2
di miokardium.
c. Kerusakan Hati
kerusakan liver signifikan jarang ditemukan dan pada hasil observasi jarang yang
berkembang menjadi hal yang serius. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada
kasus COVID–19 berat. Elevasi ini umumnya maksimal berkisar 1,5 - 2 kali lipat
dari nilai normal. Terdapat beberapa faktor penyebab abnormalitas ini, antara lain
62
pada paru.
2.4.9 Penatalaksanaan
yaitu:
1) Isolasi pada semua kasus sesuai dengan gejala klinis yang muncul,
4) Suplementasi oksigen
dengan target SpO2 ≥ 90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92 – 95%
6) Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok harus
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID–
19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang terbukti
efektif, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah
terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik. National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat
yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-
α), lopinavir/ ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/ CQ),
remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat beberapa obat
antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat lain. Selain China, Italia
keparahan penyakit:
2. Gejala ringan, berusia > 70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala
200 mg/ 50 mg, 2 x 2 tablet per hari; atau Darunavir/ ritonavir (DRV/r)
800 mg/ 100 mg, 1 x 1 tablet per hari; atau Darunavir/ cobicistat 800 mg/
150 mg, 1 x 1 tablet per hari; DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau
3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk secara cepat, terapi
dilanjutkan 100 mg (hari 2 – 10) dan klorokuin 2 x 500 mg/hari atau HCQ
10); DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau HCQ 2 x 200 mg/hari.
suspensi LPV/r 5 ml, 2 kali per hari atau suspensi DRV/r; DAN HCQ 2 x
200 mg/hari,
diberikan sebanyak 3 kali dengan jarak 8 jam bila dengan satu dosis
Median waktu onset gejala sampai masuk intensive care unit (ICU)
direkomendasikan rutin,
decubitus,
tinggi.
66
prediksi),
barotrauma,
ahli),
dengan sistem fasilitas kesehatan yang dapat memastikan tidak terjadi penyebaran
secara luas dari udara ekshalasi pasien. Teknik ini dapat digunakan pada pasien
Cara penyebaran beberapa virus atau patogen dapat melalui kontak dekat,
lingkungan atau benda yang terkontaminasi virus, droplet saluran napas, dan
partikel airborne. Droplet merupakan partikel berisi air dengan diameter >5um.
mukosa yang rentan. Partikel droplet cukup besar sehingga tidak akan bertahan
atau mengendap di udara dalam waktu yang lama. Produksi droplet dari saluran
napas diantaranya batuk, bersin atau berbicara serta tindakan invasif prosedur
respirasi seperti aspirasi sputum atau bronkoskopi, insersi tuba trakea. Partikel
airborne merupakan partikel dengan diameter yang kurang dari 5 um yang dapat
menyebar dalam jarak jauh dan masih infeksius. Patogen airborne dapat
langsung dengan kulit atau membran mukosa, darah atau cairan darah yang masuk
ke tubuh melalui membran mukosa atau kulit yang rusak. Oleh karena itu, kita
Kesehatan
transmisi.
sekitar pasien. Selain itu, kebersihan tangan juga dilakukan pada saat
darah, cairan tubuh sekresi maupun ekskresi yang terdiri dari sarung
harus dipatuhi:
pelindung,
sepatu pelindung.
system pernafasan, apabila tidak ada masker, maka tutup mulut dan
tidak direkomendasikan.
e) Penanganan Linen
yang dibagi menjadi dua yaitu linen kotor tidak ternoda darah
atau cairan tubuh dan linen ternoda darah atau cairan tubuh,
3) Ganti linen setiap satu atau dua hari atau jika kotor dan sesuai
infeksius,
72
f) Tatalaksana Limbah
dibuang,
1) Peralatan kritikal
klorin 0,05%, alkohol 70% dan air dan deterjen sesuai indikasi.
2) Kewaspadaan Transmisi
antara lain:
agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah. Petugas kesehatan
Pembatas terbuat dari kaca atau mika dan dapat dipasang pada: loket
dan kursi pasien dengan tenaga kesehatan, dan lain – lain yang
Isolasi:
b) Pengendalian Administratif
kesehatan seperti:
(a) Petugas kesehatan dalam keadaan sehat, apabila sakit tidak boleh
bekerja,
Covid–19
2.5.1 Pengkajian
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/ keluarga) melalui anamnesa dan data
a. Pengkajian primer
1) Airway
jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing, jalan
2) Breathing
distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) < 90% pada
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure
78
hipotermia
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas Pasien
(51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling sedikit terjadi
pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang
ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan JM, 2020).
2) Keluhan utama
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38ºC), batuk dan
napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu
19, apakah pernah kontak orang yang positif Covid-19 atau bertemu
Menurut Joko dkk (2020) penularan dapat terjadi karena adanya kontak
CoV-2. Saat ini, sumber utama infeksi adalah para pasien COVID-19.
2020).
pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker
5) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breath)
b) B2 (Blood)
hipoksemia).
c) B3 (Brain)
d) B4 (Bowel)
e) B5 (Bladder)
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan
akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat
2020).
Definisi:
Penyebab:
alveolus-kapiler.
Subjektif: Dispnea
keasadaran menurun.
Definisi:
Penyebab:
ronkhi kering.
hal. 284
Definisi:
Penyebab:
hangat.
Definisi:
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
ancaman.
Penyebab:
berdaya.
84
24
Definisi:
Penyebab:
Subjektif: dispnea.
Definisi:
mengancam jiwa.
Faktor Risiko:
Definisi:
Penyebab:
tekanan darah sistolik < 60 mmHg atau > 200 mmHg, frekuensi
tidak sadar.
Objektif: suhu tubuh < 34,5 ºC, tidak ada produksi urin dalam 6
aritmia letal (mis. VT, VF, asistol, PEA), ETCO2 < 35 mmHg.
2.5.3 Intervensi Keperawatan
88
5. Frekuensi napas membaik konsistensi),
6. Pola napas membaik Rasional: Tanda infeksi berupa secret
tampak keruh dan berbau. Sekret kental
dapat meningkatkan hipoksemia dan dapat
menandakan dehidrasi.
Terapeutik
1. Posisikan semi-Fowler atau Fowler,
Rasional: meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru.
2. Berikan minum hangat,
Rasional: memberikan efek ekspektorasi
pada jalan napas.
3. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik,
Rasional: mengeluarkan sekret jika batuk
tidak efektif.
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika
tidak kontraindikasi,
Rasional: meningkatkan aktivitas silia
mengeluarkan sekret dan kondisi dehidrasi
dapat meningkatkan viskositas secret.
2. Ajarkan teknik batuk efektif.
Rasional: memfasilitasi pengeluaran
secret.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektorn, mukolitik, jika perlu.
89
Manajemen Isolasi (SIKI, 1.14509) hal.186
Observasi
1. Identifikasi pasien-pasien yang
membutuhkan isolasi.
Terapeutik
1. Tempatkan satu pasien,
Rasional: satu kamar untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi silang (cross
infection).
2. Sediakan seluruh kebutuhan harian dan
pemeriksaan sederhana di kamar pasien,
Rasional: meminimalkan mobilisasi pasien
dan staf yang merawat pasien.
3. Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera
mungkin setelah digunakan,
Rasional: menghilangkan virus yang
mungkin menempel pada permukaan alat
kesehatan.
4. Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment,
Rasional: menurunkan transmisi virus.
5. Pasang alat proteksi diri sesuai SPO (mis.
sarung tangan, masker N95, gown coverall,
apron),
Rasional: memutuskan transmisi virus
kepada staf.
6. Lepaskan alat proteksi diri segera setelah
kontak dengan pasien,
Rasional: meminimalkan peluang
90
terjadinya transmisi virus kepada staf.
7.Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai
kebutuhan.
Rasional: menurunkan transmisi virus
kepada staf yang merawat pasien.
Edukasi
1. Ajarkan kepada pasien untuk melakukan
kebersihan tangan,
2. Anjurkan isolasi mandiri di rumah selama
14 hari (pada pasien tanpa gejala dan
dengan gejala ringan) atau isolasi di RS
Darurat Covid (pada pasien gejala sedang),
atau isolasi di RS Rujukan (pada pasien
gejala berat/kritis).
3 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen Hipertermia (I.15506)
dengan proses penyakit dalam waktu 1 x 24 jam diharapkan Observasi
(infeksi) (SDKI, 2017) termoregulasi membaik. Ditandai dengan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
D.0130 kriteria hasil: (dehidrasi, terpapar lingkungan panas),
Termoregulasi (L.14134) 2. Monitor suhu tubuh,
1. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin,
2. Suhu kulit membaik 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia.
3. Ventilasi membaik Terapeutik
4. Pengisian kapiler membaik 1. Sediakan lingkungan dingin,
5. Menggigil menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian,
6. Kejang menurun 3. Berikan cairan oral dan kompres hangat
7. Sianosis menurun (daerah dada, abdomen, axilla, dahi,
8. Pucat menurun leher).
91
9. Hipoksia menurun Edukasi
10. Takipnea menurun 1. Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan, elektrolit
intravena, dan antiperetik, jika perlu.
4 Gangguan ventilasi spontan Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 24 Dukungan Ventilasi (SIKI, 2018) 1.01002 hal.
b/d gangguan metabolisme, – 48 jam, ventilasi spontan meningkat, dengan 49
kelemahan/ keletihan otot kriteria: Observasi
pernapasan (SDKI, 2017) Ventilasi Spontan (SLKI, 2019) L.01007 hal. 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
D.0004 hal. 24 150 napas,
1. Volume tidal meningkat Rasional: kelelahan otot bantu napas dapat
2. dispnea menurun menurunkan kemampuan batuk efektif dan
3. Penggunaan otot bantu napas proteksi jalan napas.
menurun 2. Monitor status respirasi dan oksigenasi
4. PO2 membaik (>80mmHg) (mis. RR dan kedalaman, penggunaan otot
5. PCO2 membaik (35-45 mmHg) bantu, bunyi napas tambahan, saturasi
6. gelisah menurun oksigen).
Rasional: menilai status oksigenasi.
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas,
Rasional: untuk menjamin ventilasi
adekuat.
2. Berikan posisi semi Fowler atau Fowler,
Rasional: meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru.
3. Gunakan bag-valve mask, jika perlu.
Rasional: untuk memperbaiki ventilasi
dengan memberikan napas buatan pada
92
pasien yang tidak mampu napas spontan.
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif,
2. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas
dalam.
Kolaborasi
1. Kolaborasi tindakan intubasi dan ventilasi
mekanik, jika perlu.
Rasional: mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi adekuat serta mencegah kondisi
mengancam nyawa.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
2.5.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus – menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
93
2.6 Kerangka Masalah Keperawatan
Bakteri, virus, jamur,
Antigen pathogen berikatan Gangguan pada fungsi ventilasi maupun difusi paru – paru
dengan antibodi
Pelepasan pirugen
Inflamasi pada alveolus
endogen (sitokin)
Antigen antibody berikatan dengan
molekul komplemen Penumpukkan eksudat di alveolus
IL 1 & IL 6, pelepasan pirugen endogen (sitokin)
Prostaglandin otak
Vasodilatasi kapiler
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Merangsang hipotalamus
Permabilitas kapiler
Gangguan Risiko Syok
Suhu tubuh meningkat Kurang pengetahuan
Eksudat masuk dalam alveoli Pertukaran Gas
94
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
3.1 Pengkajian
Darurat Rumah Sakit Premier Surabaya, terhadap Tn. H. S, usia 66 tahun, berjenis
kelamin laki – laki, beragama Islam, suku bangsa Jawa/ Indonesia, dan bertempat
tinggal di Surabaya, memiliki 4 orang anak. Pendidikan terakhir Akademi dan saat
ini pasien sudah tidak bekerja (pensiun). Penanggung jawab biaya rumah sakit
Pasien masuk melalui IGD pukul 22.00 dengan keluhan sesak napas.
pasien masuk IGD dengan menggunakan bed, kondisi pada saat datang pasien
sesak napas, akral dingin basah, pucat dan menggigil. Sebelum ke IGD RS
Premier pasien dibawa ke klinik dekat rumah dan dilakukan cek darah, hasil
95
96
memburuk dan tidak ada perubahan pasien dibawa ke IGD RS Premier Surabaya.
6, kategori triase P2 warna merah, dengan klasifikasi kasus medik emergency non
trauma. Hasil pemeriksaan di IGD keluhan utama pasien: sesak napas dirasakan
sudah seminggu, disertai dengan batuk berdahak dan demam tinggi jika malam
hari, pasien mengatakan penciuman sudah berkurang dalam 3 hari ini, badan
lemas tidak nafsu makan. Keluhan sesak memberat siang ini, sesak diarasakan
terutama jika pasien batuk dan beraktivitas. Keluhan sesak berkurang jika pasien
posisi duduk atau tidur dengan diberi ganjal 3 bantal. Riwayat perjalanan keluar
kota disangkal, tetapi pasien mengatakan masih sering sholat di mushola rumah.
dekat rumah, dikarenakan selama observasi tidak ada perbaikan kondisi pasien
memiliki riwayat sakit diabetes, hipertensi maupun riwayat operasi apapun. Anak
pasien juga mengatakan jika pasien tidak ada alergi baik obat – obatan, atau
makanan. Hasil vital sign pasien didapatkan tekanan darah 131/78 mmHg, nadi
112x/ menit (regular), pernapasan 36x/ menit, SpO2 86% tanpa oksigen, suhu
Pemeriksaan Airway jalan nafas pasien paten, tidak ada suara snoring
reguler, suara nafas tambahan ronkhi halus di daerah basal paru kanan dan kiri,
didapatkan Irama jantung reguler, akral dingin, basah dan pucat. Membran
mukosa normal, CRT < 3 detik, turgor kulit baik, tidak ada edema, tidak ada
pupil : isokor, ukuran 2mm/2mm reflek cahaya +/+, tidak ada fraktur, tidak ada
paralisis.
Hasil pemeriksaan fisik Head to Toe didaptakan kulit teraba dingin, basah,
pucat, berkeringat, ikterik (-/-). Kondisi kepala, rambut warna hitam, sebagian ada
yang sudah beruban tidak mudah dicabut, distribusi merata, tidak ada kelainan.
Mata, palpebra edema (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), mata cekung (-), pupil: isokor. Telinga: otore (-/-), nyeri tekan (-/-),
serumen (-), tidak ada reaksi alergi. Hidung: secret (-/-), epistaksis (-/-), tidak ada
reaksi alergi dan pembesaran polip, terdapat pernapasan cuping hidung, terpasang
oksigen NRBM 10lpm. Mulut dan gigi: gigi tidak ada caries gigi, pasien memakai
gigi palsu, tidak ada sariawan, gusi tidak berdarah, bibir kering, tidak ada
kesulitan menelan. Leher: kelenjar tiroid tidak membesar, tidak ada nyeri.
Thoraks/dada: Bentuk dada normochest, paru – paru: inspeksi: simetris kanan kiri,
tidak ada retraksi dinding dada, palpasi: fremitus simetris kanan kiri, Perkusi:
sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi: suara napas vesikuler, rhonci (+),
wheezing (-), krepitasi (-). Jantung: inspeksi: iktus tidak terlihat, palpasi:
kecepatan denyut apical 112x/menit, perkusi: batas jantung dalam batas normal,
inspeksi: bentuk abdomen sedikit buncit, palpasi: tidak ada nyeri tekan, hepar/
limpa tidak teraba, perkusi: timpani, auskultasi: bising usus (+) normal 10x/menit.
98
Genetalia: saat ini pasien terpasang kateter dengan folley cath no. 16 balon 12ml,
teraba dingin, tidak ada fraktur, turgor kulit elastis, kontraktur persendian tidak
ada, kesulitan pergerakan tidak ada. Pasien terapasang infus di tangan kiri dengan
1. Laboratorium
2. Foto Thorax
Kesan:
Pneumonia bilateral
3. MSCT Thorax
Hasil MSCT Thorax tanpa dan dengan contrast i.v 29 Juni 2020:
paru kanan
paru kiri
Trachea dan bronchus kanan kiri paten, tak tampak efusi pleura, jantung
ukuran normal, tak tampak efusi pericard, caliber aorta dan trunkus
Kesimpulan:
sebagai antioksidan
7 Ondansetron 2 x 8mg i.v Mencegah serta mengobati mual
adan muntah yang bisa disebabkan
oleh efek pengobatan
8 Resfar 1 x 1vial i.v Mengencerkan dahak yang
drip menghalangi saluran pernapasan
9 Aristra 1 x 5mg s.c Mencegah dan mengobati DVT
yaitu suatu kondisi yang
menyebabkan terbentuknya
gumpalan darah dan penyumbatan
dipembuluh darah tungkai.
Gumpalan ini dapat lepas dan
menyumbat pembuluh darah paru –
paru
10 Tamoliv 3 x 1gram i.v Mengobati nyeri ringan sampai
drip sedang dan menurunkan demam
11 Lopivia 2 x 2gram oral Menghambat proses pembelahan
virus
12 hyloquin 2 x 200mg oral Selain untuk pengobatan malaria
obat ini juga digunakan untuk
menangani penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh
102
Tabel 3.5 Analisa Data Pada Tn. H. S dengan Diagnosa Medis Pneumonia e. c
Covid–19 di Ruang Instalasi Gawat Darurat RS Premier Surabaya.
Data Etiologi Masalah
DS : Perubahan membran Gangguan pertukaran
Pasien mengeluh sesak alveolus – kapiler gas
DO : (SDKI, 2017)
1. Adanya bunyi napas D. 0003
tambahan (ronkhi)
2. Nadi: 112x/ menit (60 –
100x/ menit)
3. Adanya napas cuping
hidung
4. Pernapasan: 36x/ menit
(16 – 20x/ menit)
ditandai dengan kriteria hasil: dispnea menurun, bunyi napas tambahan (ronkhi)
arteri membaik (7.35 – 7.45), takikardia membaik, frekuensi nadi (60 – 100x/
menit), pola napas membaik pernapasan 12 – 20x/ menit, napas cuping hidung
frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas, 2) Monitor pola napas (seperti:
104
Analisa Gas Darah, 5) Auskultasi bunyi napas, 6) Berikan oksigen dan monitor
dada untuk melihat adanya peningkatan densitas pada area paru yang
D.0003
tubuh membaik (36,5 – 37,5oC), suhu kulit membaik (akral teraba hangat, kering,
hipertermia, 2) Monitor suhu tubuh, 3) Monitor warna dan suhu kulit, 4) Berikan
cairan oral, 5) anjurkan tirah baring, 6) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
bersihan jalan nafas efektif, ditandai dengan kriteria hasil: batuk efektif
menurun, frekuensi napas membaik (RR: 16 – 20x/ menit) (SLKI, 2019). Rencana
pada pasien sesuai dengan kondisi pasien, kemudian sebelum dipindah keruang
alveolus – kapiler.
Implementasi yang dilakukan pada hari pertama pada tanggal 29 Juni 2020
pukul 22.00 WIB adalah membina hubungan saling percaya dengan pasien dan
Memonitor kesadaran dan vital sign pasien meliputi: tekanan darah, frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya napas, pola napas, serta saturasi oksigen (Hasil:
GCS E:4 V:5 M:6, tekanan darah: 131/78 mmHg, nadi: 112x/ menit (regular),
pernapasan: 36x/ menit, SpO2: 86% tanpa oksigen, suhu: 39⁰C), 2) Melakukan
pengambilan Analisa Gas Darah, (Hasil: pH: 7,260 (7,340 – 7,440), pCO2: 46.8
mmHg (35 – 45 mmHg), pO2: 79 mmHg (89 – 116 mmHg, HCO3: 27.8 mmol/ l
(22 – 26 mmol/ l), 3) Memberikan oksigen dan monitor kecepatan aliran oksigen
Memonitor rontgen dada untuk melihat adanya peningkatan densitas pada area
Implementasi yang dilakukan pada hari pertama pada tanggal 29 Juni 2020
pukul 22.00 WIB untuk perbaikan termoregulasi pada hari pertama adalah: 1)
Memonitor suhu tubuh (suhu: 39oC pada pukul 22.00 WIB), 3) Memonitor warna
dan suhu kulit (kulit teraba panas, merah), 4) Menganjurkan pasien minum air
tirah baring, 6) Memberikan terapi sesuai advis dokter (infus Asering 500ml drip
neurobion 3ml dalam 24 jam, injeksi meropenem 3 x 1gram i.v, injeksi tamoliv 3
x 1gram drip).
napas
Implementasi yang dilakukan pada hari pertama pada tanggal 29 Juni 2020
pukul 22.00 WIB untuk menangani masalah keperawatan dengan bersihan jalan
napas tidak efektif, yaitu: 1) Memonitor pola napas dan suara napas tambahan
(frekuensi napas: 36x/ menit pada pukul 22.00 WIB, terdapat suara ronkhi
teknik batuk efektif, 4). Memberikan terapi sesuai advis dokter, (injeksi medixon
alveolus – kapiler.
didapatkan akral teraba hangat, napas cuping hidung tidak ada, suara napas
tambahan (ronkhi dikedua lapang paru). Pengkajian tanda – tanda vital didapatkan
tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi: 105x/ menit (reguler), pernapasan: 30x/ menit
(terpasang NRBM 10 lpm), SpO2: 97% dengan NRBM 10 lpm, suhu: 37.7 ⁰C
(frontal), CRT < 3 detik. Dari hasil pemeriksaan BGA 29/06/2020 didapatkan pH:
7.26 (7.340 – 7.440), PCO2: 46.8 mmHg (35 – 45 mmHg), pO2: 79 mmHg (89 –
116 mmHg), HCO3: 27.8 mmol/ l (22 – 26 mmol/ l). Dari data tersebut
turunkan secara bertahap, serta pantau hasil gas darah pasien, Cek laborat lanjutan
berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan badan teraba panas, akral teraba
hangat, kulit kemerahan. Pengkajian tanda – tanda vital didapatkan suhu pasien:
37.7⁰C (frontal), nadi: 105x/ menit (reguler), pernapasan: 30x/ menit (terpasang
NRBM 10 lpm), SpO2: 97% dan pada hasil laboratorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit dengan jumlah 17.10 K/ uL (4.0 – 11.50 K/ uL), CRP: 36.80 mg/ l
(0.00 – 4.99 mg/ l), procalcitonin 0.07 ng/ ml (0.00 – 0.05 ng/ ml), NLR: 19.7.
Dari data tersebut membuktikan masalah teratasi sebagian oleh karena itu perawat
napas
Juni 2020 didapatkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan napas belum teratasi yang ditandai dengan pasien masih
batuk masih “ngekel”. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan tekanan
darah: 110/80 mmHg, nadi: 105x/ menit (reguler), pernapasan: 30x/ menit
109
(terpasang NRBM 10 lpm), SpO2: 97% dengan NRBM 10 lpm, suhu: 37.7⁰C
(frontal), auskultasi suara napas tambahan terdengar ronkhi dikedua lapang paru,
bilateral. Dari data tersebut membuktikan masalah belum teratasi oleh karena itu
ANALISA SITUASI
Pada bab ini akan disajikan tentang asuhan keperawatan pada pasien
keperawatan ini dimulai dari analisis masalah dan intervensi keperawatan sesuai
4.1 Pengkajian
29 Juni 2020 di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Premier Surabaya,
terhadap Tn. H. S, usia 66 tahun, berjenis kelamin laki – laki, Pasien dirawat
dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa kasus Covid–19 paling banyak
terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30 – 79 tahun dan paling sedikit
terjadi pada usia < 10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang
ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan JM, 2020). Menurut
peneliti fakta yang terdapat dilapangan jumlah pasien laki – laki lebih banyak
jumlah pasien laki – laki sebesar 182 orang sedangkan perempuan 142 orang.
Peneliti juga berpendapat bahwa pada usia lanjut memiliki risiko rentan terjadi
mulai menurun serta diikuti dengan riwayat penyakit yang dimiliki seseorang.
110
111
Pada bab sebelumnya juga telah dijelaskan keluhan utama yang dirasakan
pasien yaitu sesak napas dirasakan sudah seminggu, disertai dengan batuk
berdahak dan demam tinggi jika malam hari, pasien mengatakan penciuman sudah
berkurang dalam 3 hari ini, badan lemas tidak nafsu makan. Menurut Kementrian
Kesehatan RI (2020), gejala COVID–19 yang paling umum adalah demam (suhu
> 38ºC), rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa
nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit
tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit. Menurut
data dari negara – negara yang terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan
pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan
mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah
Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal
ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti
tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko
lebih besar mengalami keparahan. Pada kasus yang dibahas pasien tidak memiliki
lebih cepat namun pasien termasuk dalam kategori lansia. Pasien dengan usia
lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan diketahui lebih berisiko untuk
mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan
dengan tingkat kematian. CDC China melaporkan bahwa CFR pada pasien
dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%, sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%.
112
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥
penyakit bawaan pada pasien. Tingkat 10,5% ditemukan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien
dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6%
pada pasien dengan kanker. Menurut peneliti meskipun pasien tidak memiliki
remaja.
rujukan dengan diagnosis typhoid fever dari klinik seperti pada kasus ini, pasien
mendapat pengantar untuk rawat inap dengan thypoid fever, keluhan utama yang
(Yatnita, 2011) manifestasi klinis demam tifoid sangat bervariasi, tetapi biasanya
didapatkan trias tifoid, yaitu demam lebih dari 5 hari, gangguan pada saluran
cerna dan dapat disertai atau tanpa adanya gangguan kesadaran, serta bradikardia
pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. Berdasarkan pengalaman peneliti
dilapangan dari 40 kunjungan dan rujukan pasien yang terdiagnosa thypoid fever
diperlukan penelitian lebih lanjut adakah hubungan thypoid fever dengan kejadian
covid–19.
113
dengan hasil pemeriksaan fisik tanda – tanda vital GCS E:4 V:5 M:6, tekanan
86% tanpa oksigen, suhu 39⁰C. Pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas
tambahan ronkhi halus di daerah basal paru kanan dan kiri. Berikut sindrom klinis
yang dapat muncul jika terinfeksi Covid–19 disertai dengan pneumonia berat.
Pada pasien dewasa, gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi
saluran napas. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit),
distres pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien < 90% udara luar (PDPI,
2020). Hipoksia dan desaturasi terjadi karena sirkulasi oksigen yang tidak
gangguan fungsi paru yang disebabkan oleh infeksi virus SARS CoV-2.
Sebagai data penunjang yang lain kadar pH dalam analisa gas darah didapatkan
7.26 (7.340 – 7.440), pCO2: 46.8 mmHg (35 – 45 mmHg), Pada pneumonia
dilapangan saturasi oksigen pada pasien yang curiga Covid–19 tidak melebihi
disebabkan oleh karena adanya gangguan fungsi paru yang disebabkan oleh
jumlah 17.10 K/uL (4.0 – 11.50 K/uL), CRP: 36.80 mg/l (0.00 – 4.99 mg/l),
procalcitonin 0.07 ng/ml (0.00 – 0.05 ng/ml), NLR: 19.7. Pada covid-19,
114
CRP. Peradangan disebabkan oleh penyakit menular, dan semakin banyak bukti
yang parah berkontribusi pada respons imun adaptif yang lemah, sehingga
yang bersirkulasi yang dapat mewakili peradangan dan status kekebalan adalah
(LYM) (NLR), yang diperoleh rasio NLR (d-NLR, jumlah neutrofil dibagi dengan
inflamasi sistematis yang banyak diselidiki sebagai prediktor yang berguna untuk
prognosis pasien dengan pneumonia virus (Ying H., et al, 2014). Pemeriksaan dini
telah dikenal luas untuk mendiagnosis dan memonitor berbagai proses infeksi dan
median kadar CRP pada pasien yang sudah dikonfirmasi menderita pneumonia
lebih tinggi dibandingkan median CRP pada mereka yang tidak pneumonia (110,7
mg/l vs 31,9 mg/l, p<0,05). Studi lainnya mendapatkan bahwa sensitifitas CRP
dalam mendiagnosis infeksi saluran napas bagian bawah berkisar antara 10 – 98%
penelitian tersebut tidak secara khusus melibatkan pasien usia lanjut maupun
115
berdasarakan skrining EWS didapatkan hasil 13, menurut Song, C. Y., Xu, J., He,
J. Q., & Lu, (2020), pasien dicurigai tinggi Covid – 19 jika nilai EWS ≥10.
triase pasien secara cepat untuk mengetahui apakah pasien beresiko tinggi Covid–
19.
Pemeriksaan foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada pencitraan dapat
atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak
kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kedua paru (PDPI, 2020). Selain itu pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
19, ulangi pengambilan sampel dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk
klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative
dari kedua sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Peneliti
test negative dan gambaran thorax pneumonia pasien belum tentu positif Covid-19
alveolus kapiler.
36x/menit, SpO2 86% tanpa oksigen, Hasil analisa gas darah pH:
jumlah 17.10 K/uL (4.0 – 11.50 K/uL), CRP: 36.80 mg/l (0.00 – 4.99
terjadilah demam pada Tn. H. S ditandai dengan suhu tubuh: 39oC dan
118
kulit teraba hangat dan berwarna kemerahan. Selain itu adanya demam
dimana hal tersebut menjadi salah satu upaya tubuh dalam melawan
jalan napas
terdapat suara napas tambahan ronkhi di seluruh lobus kanan kiri, dan
minor yaitu batuk tidak efektif/ tidak dapat batuk, sputum berlebih,
pasien merasa sesak. Akibat dari sekresi atau infeksi sputum yang
2017). Menurut peneliti pada pasien terjadi bersihan jalan napas tidak
efektif terjadi karena terdapat infeksi dan peradangan dalam paru yang
Diagnosa yang tidak muncul pada kasus Tn. H. S tetapi ada dalam tinjauan
pustaka yaitu:
tanda baik mayor dan minor pada diagnosa yang tidak diambil peneliti,
frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas, 2). Monitor pola napas (seperti:
bradipnea, takipnea, kussmaul), 3). Monitor saturasi oksigen, 4). Monitor nilai
Analisa Gas Darah, 5). Auskultasi bunyi napas, 6). Berikan oksigen dan monitor
kecepatan aliran oksigen, 7). Monitor efektifitas terapi oksigen, 8). Monitor
rontgen dada untuk melihat adanya peningkatan densitas pada area paru yang
kesehatan dan mencegah terjadinya komplikasi gagal nafas akut. Observasi ketat
dilakukan. Pemantauan ketat tanda – tanda vital dan tanda hipoksemia yang
pertukaran gas dan mencegah terjadinya komplikasi. Pastikan patensi jalan napas
D.0003
penyebab hipertermia, 2) monitor suhu tubuh, 3) monitor warna dan suhu kulit, 4)
121
berikan cairan oral, 5) anjurkan tirah baring, 6) kolaborasi pemberian cairan dan
perawat adalah melepas jaket atau selimut tebal yang menutupi tubuh pasien,
memastikan suhu ruangan yang dingin dan nyaman, pemberian cairan untuk
mencegah dehidrasi akibat proses penguapan. Monitor ketat suhu dan tanda
Fowler, 3). Ajarkan teknik batuk efektif, 4). Kolaborasi pemberian bronkodilator,
pasien dengan gejala batuk produksi sputum yang tidak dapat dikeluarkan secara
efektif. Sputum yang berlebih dapat menjadi sumbatan jalan nafas jika tidak
gejala utama dapat ditemukan seseorang mengalami batuk berdahak atau pilek
dengan sulit bernafas dan sesak. Hal ini membutuhkan penanganan berlanjut
yang dilakukan berdasarkan teori keperawatan yang berfokus pada intervensi yang
telah ditetapkan yang mengacu pada SDKI dan SIKI. Namun tidak seluruh
intervensi yang telah ditetapkan dapat dilakukan di ruang instalasi gawat darurat
dimana sesuai dengan pengertian gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang
kecacatan. Pelayanan Gawat Darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
korban atau pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan
pemberian bronkodilator pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif tidak
tindakan tersebut bisa digantikan dengan terapi lain misalnya pada kasus
dilakukan.
Pada kasus Tn. H. S terdapat tiga masalah keperawatan dan dari ketiga
masalah yang telah diambil pada Tn. H. S masalah gangguan pertukaran gas dan
hipertermi teratasi sebagian, sedangkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif
belum teratasi, maka intervensi dari ketiga diagnosa yang diambil tetap
PENUTUP
maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat
Pneumonia e. c Covid–19.
5.1 Simpulan
disertai dengan batuk, dan demam tinggi, akral dingin, basah, pucat.
124
125
batuk efektif.
5.2 Saran
2. Bagi Perawat
evaluasi keperawatan secara baik dan benar sesuai dengan standar asuhan
tidak bisa maksimal karena jumlah pasien yang datang pada masa pandemi seperti
ini dimana jumlah pasien melebihi kapasitas tempat tidur dan jumlah perawat
yang berdinas. Perawat dituntut supaya lebih waspada dan patuh terhadap
positif Covid–19 sebagai salah satu bagian dari upaya peningkatan mutu
DAFTAR PUSTAKA
Algasaff H & Mukti A. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Airlangga
University Press.
Ali, U., Latif, H. A., & Kadir, A. (2014). Keperawatan Di Ruang IGD RSUP Dr .
Wahidin. 4, 228–235.
Axton Sharon dan Terry Fugate. (2014). Rencana asuhan keperawatan pediatrik.
Edisi 3. EGC.
Dalgleish, T., Williams, J. M. G. ., Golden, A.-M. J., Perkins, N., Barrett, L. F.,
Barnard, P. J., Au Yeung, C., Murphy, V., Elward, R., Tchanturia, K., &
Watkins, E. (2007). Emergency Education Kit. Journal of Experimental
Psychology: General, 136(1).
Jayanti, N. (2013). Perbandingan Kapasitas Vital Paru pada Atlet Pria Cabang
Olahraga & Lari Cepat Persiapan Olahraga Provinsi 2013 di Bandar
Lampung. Majority Journal. 2(5): 113-118.
Juarfianti. Engka, Joice N. Supit, S. (2015). Kapasitas Vital Paru pada Penduduk
Dataran Tinggi Desa Rurukan Tomohon. Jurnal e-Biomedik. 3(1): 430-434.
Nicki Gilboy. (2018). Triase. Keperawatan Gawat Darurat Dan Bencana Sheehy.
Pitang, Y., Widjajanto, E., & Ningsih, D. K. (2016). Pengaruh Peran Perawat
Sebagai Care Giver Terhadap Length of Stay (Los) Di Igd Rsud
Dr.T.C.Hillerrs Maumere Dengan Pelaksanaan Triage Sebagai Variabel
Moderasi. Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016,
4(2), 240–255.
Sherwood, L. (2012). Fisioogi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC
Song, C. Y., Xu, J., He, J. Q., & Lu, Y. Q. (. (2020). COVID-19 early warning
score: a multi-parameter screening tool to identify highly suspected patients.
medRxiv.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi I cetakan III. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi I cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Vicki C Patrick dan John Fazio. (2018). Praktik Keperawatan Gawat Darurat. In
Yanny Trisyani (Ed.), Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.
ELSEVIER.
Yunus, F. (2007). Faal paru dan latihan. Jurnal Respirasi Indonesia. 17(1): 100-
105.
Lampiran 1
Curriculum Vitte
Agama : Islam
Email : sitifatmawati101015@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
Lampiran 2
MOTTO
Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan.
(Ali bin Abi Thalib)
Kesuksesan bukan tentang seberapa banyak uang yang kamu hasilkan, tetapi
seberapa besar kamu bisa membawa perubahan untuk hidup orang lain.
(Michelle Obama)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan tugas akhir ini kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan kekuatan, kemudahan dan
meridhoi setiap langkahku.
2. Suami serta anakku Arga Rizki Afriano, dan Narendra Rizki Pratama,
terima kasih atas doa dan semangat yang diberikan, serta kesabaran dalam
membimbing saya dalam setiap hal.
3. Kedua Orang tuaku, Almarhum Bapak Namin, dan Ibu Katimah, terima
kasih atas doa, kasih sayang, serta dukungan yang telah diberikan selama
ini.
4. Semua Dosen serta Kepala Ruangan IGD yang sudah membantu
memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan karya ilmiah
ini.
5. Kakakku Aris Kurniawan, Titin, dan keponakanku Luis dan Aisyah yang
sudah memberi semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini ini, serta
keluarga lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
6. Rekan – rekan IGD RS Premier yang selalu meluangkan waktu
menggantikan dinas dan memberi semangat serta dorongan agar karya
ilmiah ini selesai tepat waktu.
7. Sahabatku Mintoem dan Pucca yang telah memberikan motivasi agar
segera menyelesaikan karya ilmiah ini.
8. Temanku Septa, Boru, Emanuella, Febri, Mita, Alifah, Agung, Risky, dan
seluruh rekan – rekan A10 yang selalu kompak dan semangat dalam
mengerjakan karya ilmiah ini, dan senantiasa membantu, terima kasih atas
semangat serta waktu yang sudah kita jalani selama satu tahun ini.
133
Lampiran 3
SURAT PERMOHONAN
Kepada Yth.
Direktur Rumah Sakit Premier Surabaya
Saya adalah mahasiswa Prodi Profesi STIKES Hang Tuah Surabaya yang
sedang melakukan penyusunan karya ilmiah akhir yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. H. S dengan Diagnosa Pneumonia e. c COVID–19 di
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Premier Surabaya.”. Tujuan
karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ners.
Dengan ini saya mengharapkan memperoleh persetujuan dari pihak rekam
medis untuk memberikan informasi tentang data jumlah pasien dalam periode
bulan Maret sampai Juni 2020 yang tekonfirmasi positif Covid-19
Informasi atau keterangan dari rekam medis akan dijamin kerahasiannya
dan akan digunakan untuk kepentingan ini saja.
Siti Fatmawati
1930081
134
Lampiran 4
8. Kaitkan tali elastis kearah belakan kepala pasien dan kencangkan ikatan
tersebut dengan menarik tali yang berada dikedua sisi masker
9. Pastikan pasien merasa nyaman dengan posisi masker, bila perlu beri kasa
pada daerah telinga, dan tulang yang menonjol (hidung) untuk mencegah
terjadinya iritasi pada daerah tersebut
10. Atur aliran oksigen dengan memutar regulator pada flow meter sesuai
pesanan dokter
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan alat – alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat tindakan yang dilakukan dalam lembar catatan perawatan
Evaluasi
1. Kaji ulang pernapasan pasien, observasi saturasi oksigen
2. Monitoring daerah telinga dan hidung terhadap tanda – tanda iritasi
pemakaian selang oksigen, jika perlu beri kasa
3. Keluhan pasien setelah dilakukan tindakan pemasangan oksigen masker
Dokumentasi
Catat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan
pemasangan oksigen.
Referensi:
Alimul, Aziz & Uliyah, Musrifatul. 2005. Buku Saku Praktikum: Kebutuhan Dasar
137
Lampiran 5
E. Persiapan Alat
1. Tempat sputum
2. Tissue
3. Stestoskop
4. Handscoon
5. Masker
6. Air putih hangat dalam gelas
F. Prosedur
Tahap Pra Interaksi
1. Mencuci tangan (merujuk pada mencuci tangan yang baik dan benar)
2. Mempersiapkan alat.
3. Membaca status pasien untuk memastikan instruksi
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di perut
4. Melatih pasien melakukan napas perut (menarik napas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya perut
6. Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan
7. Meminta pasien menghembuskan napas perlahan dalam 3 hitungan
(lewat mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya perut
9. Memasang perlak/ alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau
di dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta pasien untuk melakukan napas dalam 2 kali, pada inspirasi
yang ketiga tahan napas dan batukkan dengan kuat tarik nafas dalam 4 –
5 kali
11. Pada tarikan nafas dalam yang terakhir, nafas ditahan selama 1 – 2 detik
140
12. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukkan dengan kuat dan
spontan
13. Keluarkan dahak dengan bunyi “ha..ha..ha” atau “huf..huf..huf..”
14. Menampung lendir ditempat pot yang telah disediakan tadi
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan alat – alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat tindakan yang dilakukan dalam lembar catatan perawatan
Evaluasi
1. Kaji ulang pernapasan pasien, observasi saturasi oksigen
2. Keluhan pasien setelah dilakukan tindakan batuk efektif
Dokumentasi
Catat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan batuk
efektif.
Referensi:
Ambarwati, Nasution. 2015. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Yogyakarta:
Dua Satria Offset
Prof, Ikawati, Zullies, Ph.D, Apt. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan
Tatalaksana Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Vol. 2. Jakarta: EGC