Anda di halaman 1dari 98

REFORMULASI TATA BERACARA MAHKAMAH PARTAI POLITIK

DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI INTERNAL PARTAI


POLITIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar


Kesarjanaan Dalam

Ilmu Hukum

Oleh :

Bagus Segara Putra

NIM. 145010107111056

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2018
HALAMAN PENGESAHAN
REFORMULASI TATA BERACARA MAHKAMAH PARTAI POLITIK
DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI INTERNAL PARTAI
POLITIK

Oleh:

Bagus Segara Putra

145010107111056

Skripsi ini telah disahkan oleh Majelis Penguji pada tanggal:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H Mohammad Dahlan, S.H., M.H
NIP. 197608151999031003 NIP. 198009062008121002

Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum Tata Negara Dekan Fakultas

Dr. Tunggul Anshari, S.H., M.H. Dr. Rachmad Safa’at, S.H., M.Si.
NIP.19590524 198601 1 001 NIP. 19620805 1988021001

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa karya ilmiah hukum
ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan-kutipan yang telah
saya cantumkan sumbernya.

Jika kemudian hari terbukti karya ini merupakan karya orang lain, saya bersedia
di cabut gelar kesarjanaannya.

Malang, 11 September 2018

Bagus Segara Putra


145010107111056

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Assalamu alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penulisan skiripsi yang berjudul “REFORMULASI TATA
BERACARA MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN DI INTERNAL PARTAI POLITK” dapat diselesaikan sesuai
dengan rencana dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Serta tidak lupa shalawat dan salam
kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu a’laihi wassalam. Nabi pembawa misi
revolusi manusia, yaitu ajaran Islam. Bertujuan untuk menciptakan sebuah zaman
yang terang benderang yang membuka peradaban spiritual hingga ilmu
pengetahuan.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sekiranya tidak akan pernah bisa tergantikan atau tergambarkan dengan kata-kata,
serta tidak akan pernah terbalaskan jasa beliau-beliau yaitu kepada orang tua
penulis, Ayah Kusairin, Ibu Iswati atas segala pengorbanan kerja keras, harapan,
semangat, kesabaran, doa yang tidak pernah putus yang diberikan kepada penulis.
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada saudara
kandung saya Dina Lestari Khoirul Imaniayah yang telah memberikan begitu
banyak dukungan dan doa selama ini.
Pada proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak dan oleh sebab itu maka pada kesempatan kali ini penulis
menghaturkan terima kasih kepada:

1. Dr. Rachamad Safaat, S.H, M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum


Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr. Tunggul Anshari SN., S.H., M.H.selaku Ketua Bagian Hukum
Tata Negara.
3. Bapak Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H. selaku Pembimbing Utama,
terima kasih atas segala bimbingan dan nasihatnya selama memberikan
saran dan kritikan kepada Penulis dalam penyelesaian skiripsi.
4. Bapak Mohammad Dahlan, S.H, M.H. selaku Pembimbing Pendamping,
yang telah sabar dan memberikan saran dan kritikan kepada Penulis dalam
penyelesaian skiripsi.
5. Para Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang
telah memberikan ilmu yang begitu luar biasa bermanfaatnya kepada
penulis sampai pada tahap penulisan skripsi.

iii
6. Kepada KH. Baidlowi Muslich selaku pengasuh pondok pesantren
anwarul huda yang selalu memberi nasehat-nasehat kepada penulis dalam
proses belejar di pesantren anwarul huda.
7. Kepada kedua orang tua saya, Ayah Kusarin dan Ibu Iswati yang telah
sabar membesarkan dan mendidik saya menjadi seperti sekarang.
8. Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan yang telah memberikan saya
ilmu terkait kepenulisan dan kajian-kajian dan di pembelajaran hukum
langsung di masyarakat yang bermanfaat.
9. Dek Rosa Rusyana yang selalu menemani penulis di kalah sedih dan
senang dan selalu memberi motivasi penulis dalam menyelesaiakan
skripsi.
10. Keluarga besar Forum Mahasiswa Hukum Tata Negara (FORMATERA)
angkatan 2014 yaitu (Alvino, Yusuf, Aziz, Putra, Ucha, Shofi, Habiba, dan
Meyta) yang telah memberikan nasehat, forum-forum diskusi dan
dukungan moral, serta beberapa masukan.
11. Kamar B9 PP anawarul huda yaiatu ( Cak Bukhori, Cak Fahmi, Cak
Lukman, Cak Isro, Zainal, Bagus, Cak Fajar, Cak Zaki, Ghofur, Ridho,
Wahyu) yang selalu mengingatkan dan selalu ramai dengan canda
tawanya.
12. Keluarga Besar ARUMBA yaitu ( Putra, Beryl, Agra, Yehuda, Ahmad,
Daniel, Ochi, Mia,Iyan) yang selalu memberi canda tawa dan motivasi di
kalah penulis dalam keadaan kesusahan.
13. Keluarga Besar OHANA yaitu ( Putra, Beryl, Agra, Yehuda, Ahmad,
Daniel, Ochi, Mia, Wiliam, Otto,Iyan) yang selalu memberi nasehat-
nasehat ke penulis dalam proses penyelesain skripsi.
14. Beryl Yerikho yang telah memberikan izin rumahnya ke penulis untuk
proses pengerjaan penyelesian skripsi
15. Juru Kunci Arumba yaitu (Beryl, Putra, Agra) yang selalu sama-sama
support dalam proses mengerjakan penyelesaian skripsi.
16. Orang-orang yang mungkin tidak pernah kita sadari bahwa mereka sangat
berjasa bagi kita, yaitu petugas perpus Brawijaya, petugas PDIH, petugas
parkir Universitas Brawijaya, seluruh civitas akademika Brawijaya.

iv
17. Kepada Allah SWT, karena tanpa rahmat dan ridho nya saya tidak akan
pernah bisa mencapai titik seperti sekarang.
Harapan Penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca pada
umumnya, khususnya bagi Akademisi Hukum, para pembuat kebijakan, dan para
aktivis organisasi kemasyarakatan serta teman-teman yang berkecimpung di
dalam dunia hukum, sehingga dapat menambah khasanah keilmuan dan menjadi
bahan diskusi yang sangat akademis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, Agustus 2018

Penulis

v
RINGKASAN

Bagus Segara Putra, Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas


Brawijaya Malang, Agustus 2018, REFORMULASI TATA BERACARA
MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN
DI INTERNAL PARTAI POLITIK, Dr.Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H. ,
Mohammad Dahlan, S.H., M.H.

Skripsi ini di latar belakangi oleh permasalahan Partai Politik dalam


menyelesaikan perselisihan internal Mahkamah Partai yang belum mempunyai
Mahkamah Partai dan tata beracara. Dalam penelitian juga membahas bagaimana
reformulasi pengaturan tata beracara Mahkamah Partai yang sesuai dengan prinsip
peradilan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisisa Tata Beracara


Mahkamah Partai Politik dalam perselisihan di internal partai, serta menganalisa
tentang reformulasi pengaturan Mahkamah Partai Politik dalam penyelesaian
perselisihan di internal partai politik yang sesuai dengan prinsip peradilan dan
dapat dipertanggung jawabkan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 12 (dua
belas) (kontestan Partai Politik Pilihian Legislatif tahun 2014 hanya 6 (enam)
partai yang mempunyai Mahkamah Partai. Tetapi, dalam kenyataan di lapangan
hanya 2 Partai Politik yang mempunyai tata beracara Mahkamah Partai Politik.
Proses yang dilakukan Partai Politik dalam meyelesaiakan perselisihan internal
partai berbeda karena sebagian belum memiliki Mahkmah Partai dan tata beracara
Mahkamah Partai. Baik dalam bentuk mekanisme sidang dan tahapan-tahapan
sidang selama beberapa periode. Hal ini diakibatkan belum adanya kewenangan
atau kewajiban khusus bagi setiap Partai Politik memiliki Mahkamah Partai dan
beracara Mahkamah Partai dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik. Dengan demikian, muncul gagasan-gagasan mengenai reformulasi
pengaturan tata beracara Mahkamah Partai Politk dalam penyelesaian perselisihan
di internal partai politik yang sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat di
pertanggung jawabkan.

vi
SUMMARY
Bagus Segara Putra, Constitutional Law, Faculty of Law, Brawijaya
University, August, 2018, REFORMULATION OF PROCEDURES IN
POLITICAL COURT REGARDING DISPUTE RESOLUTION IN INTERNAL
POLITICAL PARTY, Dr. Muhammad Ali Safa’at, S.H., M.H., Mohammad
Dahlan, S.H., M.H.

This essay started from disputes arising in political court that still holds no
procedure of handling the disputes. In addition, the research was also focused on
the reformulation of the regulation of procedures in Political Court relevant to the
justice principle.

This research is aimed to analyse the procedures required in Political


Court regarding internal disputes arising and to analyse the reformulation of
regulation of Political Court regarding the dispute resolution that is in line with
the judiciary principle that holds liability.

The research result indicates that out of 12 participants of political parties


elected by legislatives in 2014, only 6 (six) parties had party court. However, in
reality, there are only two political parties with the procedures of handling case in
Political Court. The process of providing resolution to the dispute is varied since
several court have not held the procedures required in handling political cases.
This is caused by the fact that there have not been any authorities or special
obligation in every political party having Party Court and the procedures required
in the court as regulated in Law Number 2 of 2011 on Political Parties. As a
result, ideas on reformulation of the regulation in Political Court start to emerge to
resolve disputes occurring internally in political parties. The resolution must be
relevant to justice principles.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

RINGKASAN .................................................................................................... vi

SUMMARY ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 14
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Umum Partai Politik .......................................................... 17
a. Tujuan artai Politik ..................................................................... 18
2.2 Tinjauan Umum Mahkamah Partai ................................................... 20
2.3 Penyelesaian Sengketa ..................................................................... 23
a. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Nonlitigasi) .............. 23
b. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan (Litigasi) .................. 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 30
3.2 Pendekatan Penelitian ...................................................................... 30
3.3 Jenis dan Sumber Bahan Hukum ..................................................... 32
3.4 Teknik Penelusuran Bahan Hukum .................................................. 34
3.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ........................................................ 35
3.6 Definisi Konseptual ......................................................................... 35
3.7 Sitematika Penulisan ........................................................................ 36

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Tata Beracara Mahkamah Partai Politik dalam Sengketa Internal
Partai Politik .................................................................................. 38
A. Perkembangan Pengaturan Mahkamah Partai Politik................ 38

viii
a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik ................................................................................ 38
b) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
Politik ................................................................................ 39
c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik ................................................................................ 41
d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai
Politik ................................................................................ 42
B. Mahkamah Partai dalam AD/ART (Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga) ...................................................... 45
C. Tata Beracara Mahkannah Partai .............................................. 48
4.2 Reformulasi Pengaturan Tata Bercara Mahkamah Partai Politik
dalam Sistem Penyelesaian Perselisihan di suatu Partai Politik
yang Sesuai dengan Prinsip Peradilan dan dapat dipertanggung
jawabkan ....................................................................................... 68
A. Bentuk Hukum ......................................................................... 68
B. Majelis Hakim .......................................................................... 69
C .Kompetensi Permohonan .......................................................... 70
D. Persidangan .............................................................................. 73
E. Putusan ..................................................................................... 75
F. Tahapan-tahapan Sidang ............................................................ 77

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 79
5.2 Saran ............................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

1.1 Tabel Perbandingan Partai Politik yang menggunakan


Mahkamah Partai dalam hal Perselisihan Internal Partai ................ 45

x
“Menjadi baik jangan menunggu, mengajak atau diajak, pahala terbuka untuk
semua disetiap waktu dan tempat. Jadilah kau terbaik, berbuat terbaik dan
akhirnya mendapatkan hasil yang terbaik”
(KH. Hasan Abdullah Sahal)

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagai sebuah organisasi politik, keberadaan partai politik di

Indonesia muncul bersamaan dengan berkembangnya hak mengemukakan

pikiran dan pendapat dan hak berorganisasi. 1 Samuel P. Huntington dalam

bukunya “political Order in Changing Societis” menegaskan bahwa

perkembangan demokrasi telah meningkatkan partisipasi politik

masyarakat dalam kehidupan bernegara. Sarana kelembagaan terpenting

yang harus dimiliki untuk mengorganisasi perluasan peran serta politik

adalah partai politik (parpol).2 Disisi lain Partai politik merupakan salah

satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu prasyarat

berjalannya demokrasi. 3

Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan dasar manusia

untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi, baik secara formal maupun

informal. 4Dalam hal ini partai politik mempunyai posisi (status) dan

peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai

memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses

pemerintahan dengan warga negara. Seperti dikatakan Schattscheider

1
H.M. Anwar Rachman, Hukum Perselisihan Partai Politik, PT Gramedia Pustak Utama,
Jakarta, 2016, hlm. 83-84
2
Samuel P.Huntington, Tertib Politik Di Tengah Pergeseran Kepentingan Masa,
Terjemahan dari Poltical Order Changing Societis, Ali Bahasa: Sahat Simamora dan Suryatim,
Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 472
3
Jimly Asshidiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah
Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm 44
4
Ibid
1
bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, partai

merupakan suatu pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat

pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem

politik yang demokratis. Bahkan oleh Schattscheider dikatakan pula

“modern democracy is unthinkable save in term of the parties”.5 Itulah

sebabnya, parpol merupakan pilar demokrasi. Demokrasi tanpa parpol

akan kehilangan maknanya, sehingga parpol menjadi instrument penting

dalam demokrasi. 6

Instrumen penting parpol dalam berdemokrasi ini terletak pada

suatu peran istimewa yang diberikan kepada partai sebagai wadah yang

menjembatani aspirasi dalam mendistribusi dan merelokasi kekuatan

sosial politik ke tingkat suprastruktur politik negara melalui pemilu.

Dalam memerankan fungsi-fungsi tersebut partai politik dihadapkan

dengan tugas-tugas penting yang berhubungan dengan penyelenggaraan

pemerintahan negara seperti melaksanakan fungsi agregasi politik, fungsi

aspirasi politik, pendidikan politik, rekruitmen politik, mobilisasi politik

untuk memenangkan pemilu dan menempatkan wakil-wakilnya dalam

jabatan-jabatan politik pemerintahan.7

5
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RajaGrafindo Persada,Jakarta,
2014,hlm. 401-402. Meskipun partai politik memiliki peran penting dalam setiap sistem
demokrasi, namun demikian banyak juga pandangan kritis bahkan skeptis terhadap partai politik.
Pandangan paling serius diantaranya menyatakan bahwa partai politik itu sebenarnya tidak lebih
daripada kendaraan politik bagi sekelompok elit yang berkuasa atau berniat memuaskan “nafsu
birahi” kekuasaanya sendiri. Partai poitik hanyalah berfungsi sebagai alat segelintir orang yang
kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang nudah dikelabuhi, untuk
memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu atau kepentingan umum.
6
Firdaus, “Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Stabilitas Pemerintahan Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945” Disertasi. (Bandung;
Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, 2012), hlm. 35
7
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam
Prespektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 144
2
Dalam sistem suatu negara demokrasi, kedudukan dan peranan

setiap lembaga negara haruslah sama-sama kuat dan bersifat saling

mengendalikan dalam hubungan “checks and balances”. lembaga-lembaga

negara tidak berfungsi dengan baik, kinerja tidak efektif atau lemah

wibawanya dalam menjalankan fungsinya masing-masing, maka yang

sering terjadi adalah partai-partai politik yang rakus dan ekstrim yang akan

merajalela menguasai dan mengendalikan segala proses-proses

penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan. 8 Oleh karena itu, sistem

kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya sistem ketatanegaraan

berdasarkan prinsip cheks and balances dalam arti luas. Sebaliknya,

efektif bekerjanya fungsi-fungsi kelembagaan negara itu sesuai prinsip

cheks and balances berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan

kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan

di suatu negara. Semua ini tentu berkaitan erat dengan dinamika

pertumbuhan tradisi dan kultur berpikir bebas dalam kehidupan

masyarakat.9

Hubungannya dengan bernegara, peranan partai politik sebagai

media dan wahana tentulah sangat menonjol. Di samping faktor-faktor

yang lain seperti pers yang bebas dan peranan kelas menengah yang

tercerahkan dan sebagainya, peranan partai politik dapat dikatakan sangat

menentukan dalam dinamika kegiatan bernegara. Partai politik betapa pun

juga sangat berperan dalam peroses dinamis perjuangan nilai dan

8
Jimly Asshidiqie, Op.Cit. hlm. 52
9
Ibid
3
kepentingan (values and interest) dari konstituen yang diwakilinya untuk

menentukan kebijakan dalam konteks kegiatan bernegara. 10

Partai politiklah yang bertindak sebagai perantara dalam proses-

proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara

warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan, seperti yang di

kemukakan Robert Michels dalam bukuunya, “Political Parties, A

Sociological Study of the Oligharcial Tendencies of Modern Democracy”,

organisasi merupakan satu-satunya sarana ekonomi atau politik untuk

membentuk kemauan kolektif.” 11

Sementara itu sebagai organisasi partai politik mempunyai Fungsi

dan tujuan dalam menjalankan roda kekuatan dalam bernegara. Fungsi

partai politik dalam sistem demokrasi memegang peranan penting dalam

melakukan agregasi kepentingan. Partai politik selalu berusaha untuk

mengubah tuntutan tertentu dari kelompok kepentingan menjadi alternatif

kebijakan. 12 Partai politik berkomunikasi dengan rakyat dalam bentuk

menerima aspirasi dari rakyat untuk disampaikan program-program partai

politik tersebut. Partai politik menerima aspirasi dan mengelolanya

menjadi pendapat umum dan dituangkan dalam bentuk program serta di

perjuangkan menjadi keputusan pemerintah. Pada umumnya, para ilmuan

politik menjabarkan empat fungsi partai politik. Keempat fungsi partai

politik menurut Miriam Budirdjo 13, meliputi (1) sarana komunikasi politik,

10
Ibid, hlm. 54
11
Robert Michels, Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis dalam Demokrasi, Penerbit
Rajawali, Jakarta, 1984, hlm.23.
12
Pataniari Siahaan, Poitik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca-Amandemen
UUD 1945, Konpress, Jakarta Pusat, 2012,hlm. 440
13
Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 200, hlm.163-164
4
(2) sosialisasi politik (political socialization), (3) sarana rekrutmen politik

(political recruitment), dan (4) pengatur konflik (conflict management).

Seperti yang di kemukakan Yves Meny dan Andrew Knapp dalam

bukunya Jimly Asshidiqie, yang berjudul “Kemerdekaan Berserikat

Pembubran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi” fungsi partai politik

itu mencakup fungsi (1) mobilisasi dan integrasi, (2) sarana pembentukan

pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns); (3) sarana

rekrutmen politik; dan (4) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan;14

Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya.

Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam

upaya mengartikulasikan kepentingan (interest articulation) atau “political

interest” yang terdapat atau tersembunyi dalam masyarakat, berbagai

kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide,

visi, dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Selain itu,

ide-ide dan kebijakan itu diadvokasikan sehingga diharapkan

mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang

resmi. 15

Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan

penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization).16 Ide,

visi, dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik

dimasyarakatkan dengan kostituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa

dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini,

14
Ibid
15
Jimmly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi”, dimuat dalam
Jimly.com/makalah, diakses 25 November 2017
16
Ibid
5
partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik.

Partailah yang menjadi struktur atau “interemediate structure” yang harus

memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam

kesedaran kolektif masyarakat warga negara.17

Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik

(political recruitment) partai dibentuk memang dimaksudkan untuk

menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin

negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu.18 Kader-kader itu

ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat ada pula yang dipilih secara

langsung oleh Dewan perwakilan rakyat, ataupun melalui cara-cara yang

tidak langsung lainnya. 19 Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh

peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen. Jabatan-jabatan

professional dibidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak

bersifat politik (poticil appointment) dan tidak boleh melibatkan peran

partai politik.20 Partai hanya hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-

jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan

pejabatnya melalui prosedur politik.21 Untuk menghindari terjadinya

pencampuradukan, perlu dicermati perbedaan antara jabatan-jabatan yang

bersifat politik dengan jabatan yang bersifat teknis-administratif dan

professional, Untuk pengisian jabatan atau rekrutmen pejabat negara, baik

langsung atau tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini,

17
Ibid
18
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, hlm. 60
19
Ibid
20
Ibid
21
Ibid
6
fungsi partai politik dalam rangka rekrutmen politik (political recruitment)

dianggap penting.22

Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi

dalam masyarakat (conflict of management).23 Nilai-nilai (values) dan

kepentingan (interest) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat

beraneka ragam, rumit dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu

sama lain. 24 Jika partai politik berjumlah banyak, berbagai kepentingan

dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan

ideologi, program, dan alternatif kebijakan yang berbeda satu sama lain. 25

Sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict of management), partai

berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interest)

yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui

saluran kelembagaan politik partai.26 Karena itu, dalam kategori Yves

Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan

dengan fungsi intregasi partai politik. Partai mengagregasikan dan

mengintregasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya

dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik

kenegaraan.27 Aktivitas yang dilakukan oleh partai politik pada umumnya

mengandung tujuan:

22
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 98
23
Jimly Asshiddiqie, Op,Cit, hlm. 62
24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid, hlm. 63
7
1. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti menepatkan

anggotanya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat ikut

mengambil keputusan politik.

2. Berusaha melakukan pengawasan. Hal ini biasanya menjadikan partai

politik berada dalam kondisi oposisi dengan pemerintah terhadap

kelakuan, tindakan, maupun kebijksanaan para pemegang otoritas.

3. Berperan untuk memadu (streamling) tuntutan-tuntutan yang masih

mentah (raw opinion) sehingga partai politik bertindak sebagai

penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik yang dapat

dicerna dapat diterima masyarakat secara luas.

Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut

peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab partai politik dalam

kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi

politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa

Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan negara, mengembangkan

kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub

dalam pembukaan UUD 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat

Indonesia. Partai politik didirikan dengan tujuan khusus, namun tujuan itu

secara umum adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan dengan

ideologi tertentu. Tujuan partai politik diatur dalam Pasal 10 UU No. 2

Tahun 2008.28

Suatu negara demokrasi partai politik harus menjalankan roda

kepengurusan partai sesuai dengan konsep negara hukum dan demokrasi.

28
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 94
8
Konsep kedua ini sangan erat dan saling isi mengisi dan merupakan

prasyarart dari yang satu terhadap yang lainnya. 29

Sebagai konsekuensinya partai politik harus dijalankan sesuai

dengan UUD 1945 adalah sistem politik demokrasi berdasarkan hukum.30

Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945

yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan

dilaksanakan menurut UUD 1945 dan negara Indonesia adalah negara

hukum. Dengan demikian tatanan dan kelembagaan politik, baik pada

wilayaah suprastruktural maupun infrastruktural harus dijalankan

berdasarkan aturan hukum yang demokratis. 31

Infrastruktural dalam organisasi partai politik merupakan politik

yang berada pada wilayah masyarakat yang terwujud dalam keberadaan

organisasi sosial politik. Sedangkan suprastruktural politik adalah wilayah

kelembagaan negara yang mencerminkan aspirasi dan kodisi

infrastrukural. 32

Selain pembagian tersebut, dalam sistem demokrasi modern

dewasa ini, sistem kekuasaan dalam kehidupan bersama biasa dibedakan

dalam tiga wilayah domain, yaitu negara (state), pasar (market), dan

masyarakat (civil society).33 Ketiganya diidealkan harus berjalan seiring

dan sejalan, sama-sama kuat dan sama-sama saling mengendalikan, tetapi

29
Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm.19
30
Jimly Asshidiqie, Konstitusi Bernegara “Prakis Kenegaraan Bermartabat dan
Demokratis” Setara Press, malang, 2015, hlm. 201
31
Ibid
32
Ibid
33
Ibid
9
tidak boleh saling mencampuri atau dicampuradukkan. 34 Ketiga sistem

kekuasaan tersebut jika dilihat dari sudut pandang pembagian antara

suprastruktur politik dan infrastruktur politik, maka negara (state) adalah

wilayah suprastruktur politik. Sedangkan pasar (market) dan masyarakat

(civil society) adalah wilayah infrastruktural politik.35

Sementara itu, di Indonesia dinamika partai politik telah terjadi

beberapa konflik kepengurusan internal dalam suatu partai politik. Salah

satunya kasus internal partai politik Golkar (Golangan Karya) yang terjadi

pada tahun 2014 antara Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie dengan

menngunakan Mahkamah Partai Politik untuk menyelesaiakan

penyelesaian kisruh diinternal partai politk Golkar.

Dengan terjadinya perselisihan kepengurusan partai politik. Maka

pengaturan hukum tentang perselisihan kepengurusan partai politik diatur

dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik yakni dalam Pasal

3236 dan Pasal 33.37 Pengaturan partai politik menjadi salah satu

kecenderungan utama negara demokrasi modern, mengingat partai politik

34
Jimly Asshidiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah
Konstitusi, Konstitusi Pers, Jakarta, 2005, hlm. 43
35
Jimly Asshidiqie, Op.Cit, hlm. 201
36
“1. Perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebgaimana diatur di
dalam AD dan ART. 2. Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik. 3. Susunan mahkamah partai politik
atau sebutan lain sebagimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik
kepada Kementrian, 4. Penyelesaian perselisihan partai partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari. 5. Putusan mahkamah partai
politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang
berkenaan dengan kepengurusan”.
37
“1.dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimkasud Pasal 32 tidak tercapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. 2. Putusan pengadilan negeri
dalam putusan tangka pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah
Agung. 3. Perkara sebagimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling
lma 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan
oleh Mahkamh Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di
kepaniteraan MA”.
10
yang semakin penting, Pengaturan partai politik diperlukan untuk

mewujudkan sistem kepartaian yang sesuai dengan tipe demokrasi yang

dikembangkan dengan kondisi Bangsa Indonesia. 38 Pengaturan tentang

partai politik juga dimaksudkan untuk penyelesaian sengketa internal

partai politik untuk dibawah ke Mahkamah Partai Politik demi menjamin

kebebasan partai politik itu sendiri, serta membatasi campur tangan dari

pemerintah yang dapat memasung kebebasan dan peran partai politik

sebagai salah satu institusi yang diperlukan untuk melaksanakan

kedaulatan rakyat.39

Disisi lain, pengaturan juga diperlukan untuk menjamin

berjalannya demokrasi dalam tubuh organisasi dan aktivitas partai politik

itu sendiri. Pengaturan partai politik merupakan bagian dari proses

institusionalisasi untuk mengembangkan demokrasi. 40 Pengaturan ini

dimaksud untuk mewujudkan regulasi kompetensi antarpartai,

meningkatkan keluasan akar partai politik dalam masyarakat,

meningkatkan masyarakat atas hasil pemilihan umum, dan meningkatkan

pengorganisasian internal partai poitik. 41

Salah satu aspek pengaturan partai politik adalah penyelesaian

perselisihan partai politik sebagai bentuk pemberian pemberdayaan partai

politik, khususnya kemandirian partai politik sebagai lembaga

penyelesaian konflik yang harus memiliki Mahkamah Parati Politik.

38
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 265
39
Ibid
40
Ibid
41
Ibid. hlm. 266
11
Hal krusial yang kerap dipersoalkan terkait eksistensi Mahkamah

parpol adalah putusan Mahkamah partai politik yang bersifat final dan

mengikat. Dalam Pasal 32 ayat (5) dinormakan putusan mahkamah partai

politik atau sebutan lain yang bersifat final dan mengikat secara internal

dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan jika

menggunakan penafsiran gramatikal, maka pasal ini dimaknai bahwa

putusan mahkamah partai yang bersifat final dan mengikat secara internal

hanyalah yang terikat, perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Sementara dalam Pasal 33 ayat (1) , yang intinya menyatakan.

Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud Pasal 32 tidak

tercapai, penyelesaian dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Pasal 33 ayat

(1) ini sebagai bentuk inkonsistensi sehingga menimbulkan kerancuan atau

kekaburan dan ketidakpastian hukum dalam penerapan pasal tersebut.

Makna final dan mengikat, Pasal 32 ayat (5) “bahwa penyelesaian

sengketa internal partai berakhir atau terakhir dan mengikat satu-satunya

cara penyelesaian oleh Mahkamah Partai dan tidak ada upaya hukum

lainnya”. 42

Hal krusial lainnya, Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011

tentang Partai Politi, mengamanatkan bahwa perselisihan partai politik

diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur di dalam AD

dan ART. Persoalannya adalah AD dan ART parpol pada umumya turut

tidak memberikan penjelasan yang tegas tentang mekanisme hukum acara

Mahkamah Partai. Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai AD dan ART

42
H.M.Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 555-556
12
Parpol dimana mekanisme penyelesaian konflik internal tidak diatur secara

konkrit dan jelas, sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum. Hal ini

kemudian membuat konflik internal partai berlarut-larut. Disinilah

kerancuan pembentukan UU parpol yang memaksakan penyelesaian

sengketa dengan berlandaskan dari AD dan ART partai saja tanpa

memperhatikan dampak yang ditimbulkan. Model penyelesaian atau

pengaturan demikian menyebabkan bagi pihak berkonflik lebih memilih

pengadilan dibandingkan Mahkamah Partai Politik, karena lebih

memberikan kepastian hukum. Hal inilah yang meyebabkan hambatan-


43
hambatan mahkamah parpol dalam menjalankan kewenangannya.

Maka dengan adanya keberadaan Mahkamah Partai Politik dalam

UU tersebut belum bersifat integratif dan koordinatif. Hal ini antara lain

terlihat adanya penormaan yang ambigu dan menimbulkan komplikasi

dalam penerapannya dalam pengaturan perselisihan partai dalam UU

Nomor 2 Tahun 2011 yang hanya diatur dalam 2 pasal dengan 8 ayat dan

tidak adanya pengaturan tata beracara atau hukum acara perkara

perselisihan parpol di Mahkamah Partai. Hukum acara selama ini

digunakan dalam pemeriksaan perkara perselisihan parpol menggunakan

cara-cara sendiri di masing-masing partai politik. Suatu perkara dalam

pengadilan sebaiknya harus memgkombinasikan tiga hal secara simultan,

yakni kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum. Untuk

itu, pernguatan pelembagaan Mahkamah Partai Politik akan mendasar

pada ketiga poin tersebut dengan melihat dari eksistensi Mahkamah Partai

43
Bachtiar Baital, “Penguatan Peran Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Konfllik
Internal Partai Politik” (paper presented at Konferensi Nasional Hukun Tata Negara, Bukit Tinggi,
2016), 7.
13
Politik yang saat ini terkait sebagai pengadilan yang memutus perkara

perselisihan partai politik. 44

Oleh karna itu dalam hal ini perlu dilakukan pengaturan

bagaimanakah tata beracara mahkamah partai politik dalam penyelesaian

perselisihan di internal partai politik dan reformulasi tata beracara

mahkamah partai politik dalam penyelesaian perselisihan di internal partai

politik yang sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat dipertanggung

jawabkan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana tata beracara mahkamah partai politik dalam perselisihan

internal partai politik?

2. Bagaimanakah reformulasi pengaturan tata beracara mahkamah partai

politik dalam sistem penyelesaian perselisihan di internal partai politik

yang sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat dipertanggung

jawabkan?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Menganalisa tentang tata beracara mahkamah partai politik dalam

perselisihan internal partai politik.

2. Menganalisa tentang reformulasi pengaturan tata beracara Mahkamah

Partai Politik dalam penyelesaian perselisihan di internal partai politik

yang sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat dipertanggung

jawabkan.

44
H.M.Anwar Rahcman, Op. Cit. hlm. 290-291
14
1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Memberikan gambaran tentang tata bercara mahkamah partai politik

dalam perselisihan internal partai politik dan memberikan gambaran

tentang reformulasi pengaturan tata beracara mahkamah partai politik

dalam sistem penyelesaian perselihan di internal partai politik yang

sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Serta memberikan sumbangsih ilmu Hukum khususnya pada bidang

Hukum Tata Negara khususnya mengenai tata beracara Mahkamah

Partai Politik.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Akademisi

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini dapat bermaanfaat bagi

semua pihak civitas akademika sebagai bahan untuk merumuskan

penelitian lebih lanjut mengenai kedudukan tata beracara

Mahkamah Partai Politik.

b. Bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

maupun masukan dalam penyempurnaan AD/ART Partai Politik

dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik khususnya

mengenai tata beracara Mahkamah Partai Politik.

c. Bagi Partai Politik

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan terhadap

Partai Politik tentang kedudukan tata beracara Mahkamah Partai

15
Politik ketika terjadi konflik perselisihan dalam suatu

kepengurusan Partai politik.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjaun Umum Partai Politik

Kata “partai” menurut Jimly Asshiddiqie 45 berasal dari kata “part”

yang berarti ‘bagian atau golongan” dan yang menunjuk kepada bagian

dari para warga negara, sedang kata “partai” menunjuk pada sekumpulan

barang-barang atau segerombolan orang-orang, menunjuk kepada

perkumpulan sejumlah warga-warga dari suatu negara, yang

menggabungkan diri dalam suatu kesatuan, yang mempunyai tujuan

tertentu, sedang partai politik (political party) menurut Mac Iver dalam

bukunya “: an association organized in support of some principle or

policy which by costitusional means it endeavours to make the determinant

of Government” (suatu perkumpulan terorganisasi untuk menyokong suatu

prinsip atau kebijakan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan

cara-cara yang sesuai dengan konstitusi atau Undang-undang Dasar agar

menjadi penentuan cara melakukan pemerintahan. 46

Dalam pengertian modern, parpol adalah “suatu kelompok yang

mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat,

sehingga dapat mengatasi atau mempengaruhi tindakan-tindakan

pemerintah.”47 Sedangkan pandangan partai politik menurut Mark N.

Sebagaiman dikutip oleh Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik,”Disertasi


45

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 21


46
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Poitik, PT. Eresco Jakarta-Bandung,
1981, hlm. 100
47
Abdul Mukhtie Fajar, Partai Politik Dalam Perkembangan ketatanegaraan Indonesia,
Setara Press, Malang, 2012, hml. 13-15
17
Hugopian “partai poitik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk

mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka

prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek

kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.”dan

ada juga pendapat dari Sigmund Neuman “Partai politik adalah organisasi

artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam

masyarkat, yaitu mereka yang memutuskan pada pengendalian kekuasaan

pemerintah dan yang bersaing mem-peroleh dukungan rakyat dengan

beberapa kelompok lain mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Dengan demikian, parpol merupakan perantara yang besar yang

menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan

lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya

dengan aksi politik di dalam masyarakat yang lebih luas.” 48 Dan salah satu

tujuan partai politik antara lain bagai berikut :

a. Tujuan Partai politik

Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya

memiliki tujuan-tujuan tertentu. Demikian juga dengan organisasi yang

disebut partai politik pasti mempunyai tujuan tertentu dibidang politik,

tujuan partai politik di jamin oleh UUD 1945 karena konstitusi telah

menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk

mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam negara yang

48
Ibid
18
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokrasi, dan berdasarkan

hukum. 49

Dinamika dan perkembangan dalam masyarakat yang majemuk

menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggung jawab partai politik

dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana

partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita

nasinonal bangsa Indonesia menjaga dan memelihara keutuhan negara,

mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila

sebagiamana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Dengan

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan mewujudkan kesejahteraan

bagi seluruh rakyat Indonesia. Partai politik didirikan dengan tujuan

khusus, namun tujuan itu secara umum adalah mencari dan

mempertahankan kekuasaan dengan ideologi tertentu. Tujuan partai

politik diatur dalam Pasal 10 UU No. 2 Tahun 2011 yakni:50

1. Tujuan umum partai politik adalah:

a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagimana

dimaksud dalam pembukaan UUD 1945

b. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila

dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara

Kesatuan RI; dan

49
Oka Mahendra, Paradigma Baru UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/508-paradigma-baru-uu-no-2-tahun-2008-
tentang-parati-politik.html , diakses 25 November 2017
50
H. M. Anwar Rachman, Loc. Cit. hlm. 94
19
d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Tujuan khusus partai polituk adalah:

a. Meningkatkan partisipaasi politik anggota dan masyarakat

dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan

pemerintahan;

b. Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan membangun

etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.51

2.2. Tinjauan Umum Mahkamah Partai Politik

Mahkamah partai politik merupakan salah satu aspek penting

dalam proses penegakan hukum. Kajian mengenai mahkamah partai

politik ini akan terkait dengan studi mengenai partai politik, hukum

penyelesaian sengketa, sistem peradilan, sistem pemilu, susunan dan

kedudukan anggota DPR, dan konsep negarah hukum. Mahkamah partai

politik lahir berdasarkan amanat UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

Politik pada masa reformasi, serta masyarakat Indonesia sedang

merasakan pahitnya dampak konflik internal partai politik. 52 Belajar dari

penyelesaian kasus konflik internal partai politik yang berlarut-larut

tersebut, ide pembentukan “peradilan khusus” di internal partai politik pun

51
Ibid, hlm. 95
52
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widiasarana, Jakarta, 1999, hlm.20
20
terus berkembang, terutama untuk memenuhi tuntutan perkembangan akan

keadilan yang semakin kompleks. 53

Setelah reformasi, desentralisasi pemerintahan dan diversifikasi

fungsi-fugsi kekuasaan negara berkembang luas bersamaan dengan

gerakan liberalisasi dan demokratisasi di segala bidang kehidupan. 54

Karena itu pemerintah banyak mendirikan lembaga peradilan yang bersifat

khusus, bahkan setiap saat muncul ide-ide baru untuk membentuk

pengadilan khusus lainnya yang dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan

upaya penegakan hukum dibidang tertentu, seperti pertahanan, politik, dan

sebagainya. 55 Karena itu, ketika muncul kebutuhan untuk membentuk UU

baru dibidang politik, muncul pula ide untuk membentuk pengadilan

khusus dalam RUU yang dibahas di DPR.56 Itulah sebabnya, bentuk-

bentuk baru pengadilan khusus terus tumbuh dan bertambah jumlahnya

dalam sistem peradilan Indonesia pascareformasi. 57

Lembaga Semi atau Quasi Peradilan, disamping Lembaga

Peradilan Khusus yang dalam UU secara tegas dan resmi disebut sebagai

pengadilan, dewasa ini banyak juga banyak tumbuh dan berkembang

meskipun tidak disebut eksplisit sebagai pengadilan, tetapi memiliki

kewenangan dan mekanisme kerja yang juga bersifat mengadili. 58

lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan

memutus suatu perselisihan atau pelanggaran hukum, bahkan pelanggaran

53
Ibid
54
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 57
55
Ibid
56
Ibid, hlm. 58
57
Ibid
58
Ibid
21
etika tertentu dengan keputusan yang bersifat final dan mengikat (final and

binding) sebagaimana putusan pengadilan yang bersifat inkracht pada

umumnya. Semua ini di maksudkan untuk memberikan keadilan bagi para

pihak yang dirugikan oleh suatu sistem pengambilan keputusan yang

mengatasnamakan kekuasaan negara.59

Dapat diketahui bahwa lembaga-lembaga yang bersifat mengadili

tapi tidak disebut sebagai peradilan itu merupakan bentuk quasi

pengadilan atau semi pengadilan. Beberapa diantaranya berbentuk komisi

negara, tetapi ada pula yang menggunakan istilah badan atau pun dewan

serta mahkamah. Lembaga-lembaga ini, disamping bersifat mengadili,

sering kali juga memiliki fungsi-fungsi yang bersifat campuran dengan

fungsi regulasi dan/ atau fungsi administrasi. Fungsi regulasi dapat

dikaitkan dengan fungsi legislatif menurut doktrin trias-politica

Montequie, sedangkan fungsi adminitrasi identic dengan fungsi eksekutif.

Disamping lembaga quasi peradilan tersebut, ada lembaga yang dapat

dipandang sebagai lembaga semi/quasi peradilan atau peradilan semu.

Lembaga quasi peradilan ini di pandang sebagai lembaga yang berada

dalam ranah eksekutif, bukan lembaga yudisial. Namun, cara kerja dan

dampak dari keberadaannya tetap dipandang terkait dengan fungsi

kekuasaaan kehakiman pada umumnya. 60

Apabila dikaitkan dengan keperluan mambangun suatu sistem

keadilan dan peradilan yang bersifat terpadu, fungsi lembaga quasi

peradilan ini tidak dapat dipisahkan dari cabang kekuasan kehakiman.

59
Ibid
60
H.M. Anwar Rachman, Op Cit, hal.56-59
22
Dapat juga dikatakan bahwa lembaga quaisi-peradilan ini pada umumnya

bersifat campuran dalam arti memiliki kewenangan campuran antara

fungsi administrasi atau eksekutif, fungsi regulasi atau legislatif, dan

fungsi mengadili atau yudisial. Dengan demikian, lembaga ini jelas

memiliki fungsi campuran, sebagai regulator, administrator, dan bahkan

adjudicator yang bersifat quasi yudisial.61 Faktor penting dalam

menyelesaikan sengketa yaitu konsensus diantara para pihak yang

bersengketa, dan setiap masyarakat mengenal pembagian kewenangan atau

otoritas (authority)62 secara tidak merata. Penyelesaian perselisihan partai

politik melalui Mahkamah Partai Politik sebenarnya adalah upaya terakhir

apabila upaya-upaya penyelesaian tersebut di atas apabila musyawarah

tidak dicapai. 63

2.3 Penyelesaian Sengketa

a. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Nonlitigasi)

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah

mengenal adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative

61
Lembaga quasi peradilan ini maksudnya lembaga peradilan yang berwenang mengadili
beleid pemerintah yang merugikan kepentingan masyarakat, berbeda dengan PTUN yang menguji
dari segi hukumya saja, negara yang menerapkannya Australia dan Belanda, inti dari peradilan ini
untuk mengantisipasi beleid kontra terhadap kepentingan masyarakat yang dikeluarkan
pemerintah. Salah satu ciri peradilan semu (doleansi / quasi) apabila aparatur yang memutus
sengketa adalah salah satu pihak yang bersengketa (Rochmat Sumitro,1976;6-12)
62
Authority menurut Mx Weber yang ia bedakan dari pengertian Power. Ia mengartikan
authority sebagai kemungkinan perintah seorang di dalam posisi atau kedudukan tertentu diikuti
oeh sekelompok orang tertentu. Power bersumber dari dalam kepribadian seseorang, maka
authority bersumber atau melekat di dalam kedudukan orang yang memilikinya. Lihat Rafl
Dahrendorf, Case and Class Conflict in Industrial Sociaty Jakarta: Stanford University Press,
1959, hlm. 162
63
Mahkamah partai politik juga dapat bertindak sebagai mediator bagi para pihak yang
bersengketa yakni sebelum sidang pemeriksaan pokok perkara, hakim selalu menawarkan untuk
berdamai kepada para pihak dan apabila tercapai perdamaian tersebut dituangkan dalam putusan

23
Dispute Resolutin (ADR), yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (10)

omor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan ADR, yang berbunyi

sebagai berikut: “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang

disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan

dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”

Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam

penyelesaian sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu

dikembangkan untuk mengatasi kemacetan dan penumpukan perkara di

pengadilan maupun di Mahkamah Agung.64

Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi jauh lebih efektif dan

efisien sebabnya pada masa belakangan ini, berkembangnya berbagai

cara penyelesaian sengketa (settlement method) di luar pengadilan, yang

dikenal dengan ADR dalam berbagai bentuk, seperti: 65

a. Arbitrase

Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No

30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa, “Arbitrase adalah cara

penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum

yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh paa pihak yang bersengketa”. Arbitrase digunakan

64
Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, Buku Tanya
Jawab Mediasi di Pengadilan, BerdasarkanPeraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, 2016, hlm. 1.
65
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 236
24
untuk mengantisipasi perselisihan mungkin terjadi maupun

yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat

diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak

ketiga serta untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui

peradilan.

b. Negosiasi

Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi

dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat

kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama

maupun yang berbeda. 66 Hal ini selaras dengan apa yang

diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho bahwa, negosiasi ialah

proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dengan

pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis

dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan

keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua

belah pihak.67

c. Mediasi

Menurut Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016

Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan adalah cara

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator.

66
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,
Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 23
67
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Prenada Media, Jakarta,
2009, hlm. 21
25
Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi (compromise)

diantara para pihak, sedang pihak ketiga yang bertindak

sebagai mediator hanya sebagai penolong (helper) dan

fasilitator.68

d. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator

berubah fungsi menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator

menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam mencari bentuk-

bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para

pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat

konsiliator akan menjadi resolution.69

e. Penilaian Ahli

Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh

para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli

terhadap perselisihan yang sedang terjadi. 70

Selain dari cara penyelesaian sengketa sebagaimana

disebutkan di atas yang didasarkan kepada Undang-Undang No

30 Tahun 1999, dalam sistem hukum Indonesia tentang hal

tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana disebutkan

68
Yahya Harahap, Loc.Cit.
69
Nurnaningsih Armani, Op.Cit, hlm. 34
70
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali
Pers, Jakarta, 2011, hlm. 19
26
dalam Pasal 58 dan Pasal 60, yang pada pokoknya menentukan

tentang penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mediasi.

Hasil akhir dari rangkaian proses penyelesaian sengketa di

luar pengadilan, dengan mengacu kepada ketentuan

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 7 Undang-Undang No

30 Tahun 1999 yang berhasil maka akan menghasilkan

kesepakatan atau perdamaian diantara para pihak. 71

b. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan (Litigasi)

Menurut Suyud Margono Ligitasi merupakan gugatan atas suatu

konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik

sesungguhnya, dimana para pihak memberikan kepada seorang

pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan.

Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di

mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain

untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir

dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang

menyatakan win-lose solution.72

Prosedur dalam jalur litigasi ini sifatnya lebih formal (very

formalistic) dan sangat teknis (very technical). Seperti yang dikatakan J.

David Reitzel “there is a long wait for litigants to get trial”, jangankan

71
Rahmaisya Walida, Peningkatan Status Kesepakatan Perdamaian yang Dihasilkan dari
Proses Mediasi di Luar Pengadilan Menjadi Akta Perdamaian Dihubungkan dengan Perma
Nomor:1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Fakultas Hukum Universitas
Pasundan, 2017
72
Nurnaningsih, Op. Cit, hlm. 16
27
untuk mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, untuk

menyelesaikan pada satu instansi peradilan saja, harus antri

menunggu. 73

Prosedur penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di pengadilan

(litigasi), lazimnya dikenal juga dengan proses persidangan perkara

yang di laksnankan oleh Penggadilan Negeri yang sesuai perkara yang

di persengketakan.

73
Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 233
28
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum berasal dari dua kata yakni penelitian dan

hukum, Menurut Horris L. Cohen,”legal research is the procces of finding

the law that governs activities in humas society”.74 Penelitian hukum

adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip

hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum. 75

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atau isu hukum

yang timbul. 76

Metode penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan

ilmu dan teknologi seni. 77 Fungsi metode penelitian adalah untuk

mengetahui suatu masalah yang akan diteliti, baik ilmu-ilmu sosial, ilmu

hukum, maupun ilmu lainnya. 78 Sesuai dengan rumusan masalah bahwa

penelitian ini akan mengidentifikasi masalah tentang ketidak lengkapan

pengaturan tata beraca penyelesaian perselisihan internal partai politik

melalui mahkamah parpol dan reformulasi pengaturan tata beracara

mahkamah partai politik dalam penyelesaian perselisihan di internal partai

politik yang seharusnya sesuai dengan prinsip peradilan dan dapat

dipertanggung jawabkan, sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun

2011 dan AD/ART partai politik masing-masing. Dalam menganalisis

74
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2010,
hlm.29
75
Ibid, hlm. 35
76
Dyah Octhoria Susanti dan Efendi, Penelitian Hukum (legal esearch) Sinar Grafika,
Jakarta, 2014, hlm. 3
77
Zainudim Ali, Metode Penelitian Hukum (cetakan ketiga), Sinar Grafika, Jakarta, 2011,
hlm. 17
78
Ibid hlm. 21
29
masalah dan memberikan pemecahan tersebut, peneliti menggunakan

metode penelitian sebagai berikut:

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis

Normatif, yaitu penelitian melihat adanya kekosongan hukum, kekaburan

makna dalam norma hukum ketidaklengkapan pengatutran dan

ketidakpastian pengaturaan hukum untuk menjawab permasalahan yang

menjadi fokus penelitian. Jenis penelitian Yuridis Normatif ini digunakan

untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normah-normah yang

berlaku di dalam hukum positif. 79

3.2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.80

Dalam penulisan ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan dapat

mendekati kebenaran, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus

(case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach)

79
Jhony Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,
Malang, 2006 hlm. 295
80
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hlm.93
30
a. .Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Setiap penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena akan diteliti adalah aturan hukum yang

menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. 81

Dalam pendekatan perundangan-undangan peneliti perlu

memahami hirearki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-

undangan, menurut pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011.82

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut patut dengan isu hukum

yang ditegakkan.83

b. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)

Pendekatan konseptual ini dilakukan manakala peneliti tidak

beranjak dari aturan hkum yang ada. Hal ini dilakukan karena memang

belum ada atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang

dihadapi. 84 Pendekatan ini digunakan untuk mencermati dan

melakukan kajian konsep atau gagasan tentang Reformulasi

Mahkamkah Partai Politik Dalam Penyelesaian perselisihan di sebuah

partai politik.

81
Jhony Ibrahim, OP.Cit, hlm. 302
82
Peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang di
tetapkan dalam peraturan Perundang-undangan
83
Dyah Ochtoria Susanti, Op.Cit, hlm. 110
84
Jhony Ibrahim, Op.Cit, hlm. 318
31
c. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh

peneliti untuk mempelajarai secara intensif tentang latar belakang

masalah keadaan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat

ini.

3.3. Bahan Hukum atau Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yakni berupa :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

yang terdiri atas perundang-undangan, dan putusan hakim. 85 Bahan

hukum primer dalam penulisan ini meliputi :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Peruabahan Atas Unadang-

Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

c. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 perubahan atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

e. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pegadilan

Tata Usaha Negara

85
Ibid, hlm. 38
32
f. AD/ART Partai Golongan Berkarya (GOLKAR)

g. AD/ART Partai Persatuan Demokrasi Indonesia (PDIP)

h. AD/ART Partai Persatuan Pembanguan (PPP)

i. AD/ART Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

j. AD/ART Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA)

k. AD/ART Partai Politik DEMOKRAT

l. AD/ART Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)

m. AD/ART Partai Amanat Nasional (PAN)

n. AD/ART Partai Keadilan Sosial (PKS)

o. AD/ART Partai Nasional Demokrat (NASDEM)

p. AD/ART Partai Bulan Bintang (PBB)

q. AD/ART Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum

yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Kegunaan bahan hukum

sekunder adalah memberikan petunjuk peneliti untuk melangkah, baik

dalam membuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual bahkan metode

33
penelitian dan analisis bahan hukum yang akan dibuat sebagai hasil

penelitian. 86

Bahan hukum sekunder meliputi:

a. buku-buku literature hukum

b. buku-buku literatur partai politik

c. jurnal hukum

d. skripsi

e. Makalah

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier berupa kamus, yang terdiri dari Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, dan berbagai kamus

lainnya yang dibutuhkan.

3.4. Teknik Penelusuran Bahan Hukum

Teknik penelusuran bahan hukum dari penelitian ini dilakukan melalui

studi dokumentasi dan studi pustaka, serta internet. Untuk mendapat bahan

hukum yang dibutuhkan maka peneliti akan melakukan penelurusan bahan

hukum di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum (PDIH) fakultas

Hukum Universitas Brawijaya dan Perpustakaan Pusat Universitas

Brawijaya, website kementrian serta tempat lain yang menurut penulis

relevan dalam penyediaan bahan hukum.

86
Ibid, hlm. 54
34
3.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dipaparkan,

disistematisasi , dan di analisi secara komprehensif dan lengkap untuk

menginteprestasikan hukum yang berlaku. Fokus utama normatif adalah

mencari hubungan logis antar bahan hukum tersebut. Inteprestasi kasus

memusatkan diri secara intensif pada obyek yang mempelajari suatu kasus.

Data kasus yang diperoleh dari berbagai sumber. Dalam kaitannya ini

James P. Spradley mengatakan bahwa pada dasarnya menganalisis bahan

hukum adalah menganilis hubungan sematik dengan menggunkan prinsip

tertentu.87

3.6. Definisi Konseptual

Definisi operasional dari penelitian ini adalalah :

a. Reformulasi adalah merumuskan atau memperbaiki kembali suatu

kerangka yang sudah, agar lebih efisien dari pada sebelumnya.

b. Mahkamah partai politik adalah merupkan mahkamah atau badan

peradilan yang dibentuk atas dasar undang-undang, dalam

pembentukan diserahkan sepenuhnya kepada partai politik yang

bersangkutan, kemudian dilaporkan oleh pimpinan partai politik

kepada kementrian, yang berkuasa penuh atas penyelesaian

perselisihan internal partai politik yang berkaitan dengan internal

partai, dengan mengemban tugas yang telah tercantum dalam ayat

selanjutnya yaitu membuat keputusan yang berkenaan dengan

87
James P. Spradley, The Etnorapik Interview, New York; Holt & Winston, 1979
35
perselisihan internal yang bersifat final dan mengikat secara internal

kepengurusan partai.88

c. Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk

oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar

kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela

kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta

memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.89

3.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bab

yang menguraikan materi tersendiri disetiap babnya. Peneliti membuat

sistematika dengan membagi ke dalam 5 (lima) bab terperinci. Bagian-

bagian tersebut terdiri atas :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

88
“Pasal 32 UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”
89
“ Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”
36
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi mengenai uraian beberapa topik secara luas

yang berkaitan dengan judul yang akan digunakan sebagai alat analisis

dalam bab pembahasan dalam penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi metode penelitian atau pedoman yang

digunakan peneliti untuk menganalisis data dan mengelola data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi hasil pembahasan yang dilakukan oleh peneliti

dengan berpedoman pada metode peneliti yang digunakan sehingga dapat

menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berisi uraian tentang kesimpulan dari pembahasan dan

berisi saran dan kritik terhadap permasalahan yang diangkat.

37
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Tata Beracara Mahkmah Partai Politik dalam Sengeketa Internal

Partai Politik

A. Perkembangan Pengaturan Mahkamah Partai Politik

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai politik

Di dalam pengaturan UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang

Partai politik yang mengenai perselihahan internal partai tidak ada

pengaturan bagaimana penyelesaian perselisihan internal partai

politik. UU No. 2 Tahun 1999 tidak mengangkat isu penyelesaian

sengketa internal partai poitik.90 Prinsip-prinsip pokok partai

politik yang berkembang waktu itu masih berkisar pada persoalan

syarat pembentukan partai, asas partai, tujuan partai, hak partai,

keuangan partai dan pembekuan/pembubaran partai. Apabila ada

pihal-pihak yang merasa dirugikan atas keputusan partai politik,

maka masalah persilisihan partai politik dimaksud diajukan ke

pengadilan negeri. Dasar hukum yang di pakai untuk mengajukan

perkara perselisihan partai tersebut ke pengadilan negeri adalah

ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, yakni adanya perbuatan

90
Muhammad Mihardi dan Maman S. Mahayana, Meneroka Relasi Hukum, Negara, dan
Budaya, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2017, hlm. 61

38
melawan hukum yang dilakukan oleh pengurus partai politik

terhadap anggota partai politik. 91

Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang dijadikan dasar

hukum untuk mengajukan gugatan perkara perselisihan partai

politik dimaksud adalah: bahwa tiap perbuatan melawan hukum

yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

itu.92

b. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik

Dalam perkembangannya, UU No. 2 Tahun 1999 berganti

menjadi UU No. 31 Tahun 2002. Undang-Undang ini mulai

mengintrodusir perkara partai politik walaupun sangat singkat dan

samar-samar, hanya dalam satu Pasal.93 BAB VIII UU No. 31

Tahun 2002 diberi tittle Peradilan perkara partai politik, pada Pasal

16 mengatur bahwa perkara partai politik berkenaan dengan

ketentuan undang-undang ini diajukan melalui pengadilan negeri. 94

Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan

terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah

Agung. 95 Perkara partai politik diselesaikan oleh pengadilan negeri

91
H.M. Anwar Rahman, Op. Cit, hlm 188
92
Ibid
93
Muhammad Mihardi dan Maman S. Mahayana, Op.Cit, hlm. 61
94
Pasal 16 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
95
Pasal 16 (2) UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
39
paling lama enam puluh hari dan oleh Mahkamah Agung paling

lama tiga puluh hari. 96

Persoalannya adalah apakah perkara partai politik yang

dimaksud UU No. 31 Tahun 2002 termasuk juga dalam artian

sengketa internal partai politik. Dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1)

berbunyi “ perkara partai politik berkenan dengan ketentuan

undang-undang ini diajukan melalui pengadilan negeri”. Frasa

“berkenaan dengan undang-undang ini” meliputi:

a. Pelanggaran terhadap Pasal 19 ayat (2) terkait dengan

larangan partai politik untuk melakukan kegiatan-kegiatan

tertentu;

b. Pelanggaran terhadap Pasal 18 dan 19 ayat (3) terkait

dengan larangan dalam sumbangan untuk partai politik;

c. Pelanggaran terhadap Pasal 19 ayat (5) terkait dengan

larangan partai politik untuk menganut, mengembangkan

dan menyebarkan ajaran aau paham Komunisme,

Marxisme, Lenisme;

Apabila murni mengacu pada keentuan normatif UU No. 31

Tahun 2002 , tampak bahwa perkara partai politik melalui jalur

pengadilan negeri yang diatur dalam undang-undang ini bukan

untuk sengketa internal partai politik. Dengan perkataan lain,

sengketa internal partai politik tidak diatur sama sekali dalam

undang-undang ini. Meskipun demikian, tidak ada larangan pula

96
Pasal 16 (3) UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
40
untuk menggunakan jalur pengadilan negeri atau jaur alternatif

penyelesaian sengketa sepanjang diatur dalam AD/ART partai

masing-masing. 97

Dengan demikian, sama seperti UU No. 2 Tahun 1999,

pembentukan UU No. 31 Tahun 2002 belum menganggap urgen

masuknya materi muatan tentang penyelesaian sengketa internal

partai politik.98

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Pengaturan penyelesaian perselisihan partai politik pertama kali

diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2008, yakni, diatur pada Pasal 32

yang berbunyi:

1. Perselisihan partai99 politik diselesaikan dengan cara

musyawarah mufakat.

2. Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan

partai politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar

pengadilan.

3. Penyelesaian perselisihan diluar pengadilan sebagaimana

dimksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui

97
Muhammad Mihardi dan Maman S. Mahayana, Op.Cit, hlm. 62
98
Ibid
99
Yang dimaksud dengan “peselisihan partai politik” meliputi antara lain: (1) perselishan
yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; (3)
pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyelagunaan keweanangan;(5) pertanggung jawaban
keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap putusan partai politik.
41
rekonsilisasi, mediasi, atau arbitrase partai politik yang

mekanismenya diatur dalam AD/ART.

Kemudian Pasal 33 menyatakan:

1. Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan

Undang-Undang ini diajukan melalui pengadilan negeri

2. Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat

pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi

kepada Mahkamah Agung.

3. Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60

(enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di

kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah

Agung paling lama 30 hari sejak memori kasasi

terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

Dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

tersebut tidak mengatur adanya mahkamah partai politik

dan tidak ada kewajiban bagi partai politik untuk

membentuk mahkamah partai politik. 100

d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik

Ketentuan mengenai pengaturan perselisihan sengketa internal

partai dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

100
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 194-195

42
Politik mengalami perkembangan signifikan dibandingkan dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.101

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 mengintroduksi adanya

mahkamah partai atau sebutan lain dalam penyelesaian sengketa

internal partai.102 Sebagaimana konflik perselisihan internal partai

diatur di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

Politik Pasal 32 ayat (2) menyatakan bahwa dalam rangka untuk

menguatkan pelaksanaan demokrasi dan sistem kepartaian yang

efektif sesuai dengan UUD 1945, maka penguatan kelembagaan

serta peningkatan fungsi dan peran partai politik. 103

Dalam sejarah terbentuknya mahkamah partai politik, yaitu

menyelesaikan perselisihan internal partai dalam suatu partai

politik sebagai bentuk dijalankannya kewajiban, untuk

menjalankan secara amanah terhadap undang-undang. Sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik, menjelaskan bahwa perselisihan partai politik diselesaikan

dengan cara musyawarah yang meliputi alternatif penyelesaian

seperti mediasi, arbitrase dan peradilan. 104

Setelah adanya perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2008 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

Politik, maka dibentuklah suatu badan peradilan partai yang

101
Muhammad Mihardi dan Maman S. Mahayana,Op.Cit, hlm.66
102
Ibid
103
IK Ghoniyyah, Peran dan Fungsi Mahkamah Partai dalam Menyelesaikan Konflik
Internal Partai Menurut undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Partai Poitik, Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016, hlm. 50
104
Ibid, hlm. 49
43
disebut sebagai mahkamah partai politik. Dengan begitu

mahkamah partai politik dibentuk sebagai realisasi pelaksanaan

terhadap undang-undang partai politik yang harus menyelesaikan

perselisihan sengketa intenal melalui mahkamah partai politik yang

di atur juga dalam AD/ART partai politik. 105

Dengan demikian, penyelesaian perselisihan partai politik

dilakukan melalui pengadilan negeri apabila penyelesaian melalui

musyawarah di internal partai politik yang bersangkutan tidak

tercapai. 106

Pengaturan penyelesaian perselisihan parpol pada Pasal 32 dan

33 UU Nomor 2 Tahun 2011 dengan tujuan untuk mengatur pola

percepatan penyelesaian perselisihan dengan kewajiban bagi partai

politik untuk membentuk Mahkamah Partai Politik, untuk

menggeser kewenangan pengadilan negeri yang selama ini

mempunyai kewenangan untuk mengadili partai politik. 107 Hal ini

sesuai ketentuan Pasal 32 ayat (1) UU Nomr 2 Tahun 2011 tentang

Partai Politik yang menyatakan : (1) perselishan parpol

diselesaikan oleh internal parpol sebagaimana diatur didalam

AD/ART, (2) penyelesaian perselisihan internal parpol

sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh mahkamah parpol

atau sebutan lain yang dibentuk oleh parpol.108

105
Ibid
106
H.M. Anwar Rachman, Op.Cit, hlm.195
107
Ibid, hlm.345
108
Ibid
44
B. Mahkamah Partai dalam AD/ART (Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga)

Mengenai Mahkamah Partai dalam AD/ART partai politik, penulis

mengambil contoh 12 partai politik dari peserta Pileg (Pemilihan

Legislatif) tahun 2014. Sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tabel perbandingan partai politik menggunakan mahkamah

partai dalam hal perselishan internal partai

No Partai Politik Perselihan Partai Politik menggunakan

Mahkamah Partai Sebuatan lain dari mahkamah

partai

1. NASDEM Mahkamah partai

2. GOLKAR Mahkamah partai

3. PKB Majelis Tahkim

4. GERINDRA Mahkamah partai

5. DEMOKRAT - -

6. PPP Mahkamah partai

7. PKS - -

8. PAN - -

9. HANURA - -

10. PDIP Mahkamah partai

45
11. PBB - -

12. PKPI - -

Dari tabel tersebut hanya 6 (enam) partai politik yang

menggunakan Mahkamah Partai Politik sementara 6 (enam) lainnya

tidak ada pengaturan mengenai Mahkamah Partai Politik.

Fungsi Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan konflik

internal partai politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik :

a. Mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal

partai diatur dalam Pasal 32 dan Pasal 33. Adapun ketentuan

Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi antara lain:

1) Perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai

politik sebagaimana diatur di dalam AD/ART.

2) Penyelesaian perselisihan oleh internal partai politik

sebgaiamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu

mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk

oleh partai politik

3) Susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh

pimpinan partai politik kepada kementrian

46
4) Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebgaimana

dimaksud pada ayat (2) harus di selesaikan paling lambat

60 (enam puluh) hari.

5) Putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain yang

bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal

perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

b. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah sehingga Pasal 33 berbunyi:

1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian

perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.

2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama

dan terakhir dan hanya dapat diajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung.

3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan

oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari

sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan

negeri oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh)

hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan

Mahkamah Agung.

Adapun dalam eksistensinya mahkamah partai politik adalah

sebagai lembaga yang akan memastikan kedaulatan partai politik

terjaga dengan baik. Mahkamah partai politik berkedudukan sebagai

institusi yang akan mengawal dihormatinya kekuasaan tertinggi di


47
dalam partai. Bahkan mahkamah partai politik dapat dinilai sebagai

isntitusi tumpuan dalam rangka memastikan keutuhan sebuah partai

politik.109

Pembentukan mahkmah partai politik ini diharapkan akan

mendorong kemandirian partai politik, yakni dapat menyelesaikan

masalahnya sendiri tanpa campur tangan berlebihan dari pemeritah

atau lembaga peradilan. 110 Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 12

huruf (b) UU Noor 2 Tahun 2008 yang menyatakan: partai politik

berhak mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara

mandiri. Adanya kemandirian partai politik dan kewajiban bagi partai

politik untuk menyelesaikan perkara sendiri dengan cara membentuk

pengadilan sendiri yang profesional dan independen, maka

diharapakan akan tercipta partai politik yang kuat, mendiri,

professional, dan kredibel. 111

Kehadiran mahkamah partai yang mempunyai putusan final dan

mengikat diharapkan akan mampu mempercepat penyelesaian

perselisihan partai politik dan dapat mengeser kewenangan pengadilan

dalam mengadili perkara partai politik yang selama ini proses

penyelesaiannya memakan waktu yang lama dan berlarut-larut.112

C. Tata beracara Mahkamah Partai

Dalam proses tata beracara Mahkamah Partai politik dalam

penyelesaian sengketa internal, keberadaan Mahkamah Partai Politik

109
IK Ghoiyyah, Op.Cit, hlm.51-53
110
H.M Anwar Rachman, Op.Cit, hlm. 346
111
Ibid
112
Ibid
48
yang telah mempuyai tata beracara Mahkamah Partai dalam internal

partai hanya 2 (dua) yaitu GOLKAR dan PPP, kedua partai ini sudah

mempunyai auturan khusus di Peraturan Organisasi Partai terkait tata

beracara Mahkamaha Partai. Dari kedua partai ini dapat dibedakan tata

bercara Mahkamah Partai antara lain :

a. Partai Golongan Karya (GOLKAR)

Sebagaimana dalam Peraturan Organisasi Partai Golkar

telah diatur dalam Peraturan Organisasi Nomor : PO-

14/DPP/GOLKAR/V/2014 tentang Pedoman Beracara dalam

Perselisihan Internal Partai Golkar di Mahkamah Partai

GOLKAR.

Hal pertama dalam memulai suatu proses pengajuan

perkara di internal partai politik yakni Pemohon, Pemohon

dalam hal ini sebagai pihak yang mengajukan gugatan atau

sebagai perorangan yang merasa keberatan atau kerugian dari

kebijkan Partai. Sebagaiaman dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan

Organisasi GOlKAR yang menyatakan bahwa perseorangan

pengurus DPP partai GOLKAR, DPP Provinsi partai

GOLKAR, DPD Kabupaten/Kota partai GOLKAR, Pimpinan

Kecamatan partai GOLKAR, atau Pimpinan Desa/Kelurahan

partai Golkar dan Perseorangan Anggota/Kader/Fungsionaris

partai Golongan Karya yang hak dan kepentingannya dirugikan

oleh keputusan dan/atau kebijakan DPP Kabupaten/Kota partai

49
GOLKAR, Pimpinan Kecamatan partai GOLKAR, dan/atau

Pimpinan Desa/Kelurahan partai GOLKAR.

Kedua, tentunya juga selain Pemohon pasti ada Pihak

Termohon dalam proses pengajuan gugatan untuk Termohon.

Termohon salah satunya pihak-pihak pimipinan baik di daerah

maupun di pusat. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Organisasi Partai

GOLKAR menyatakan bahwa Termohon merupakan Dewan

Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya dan/atau, Dewan

Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya Provinsi dan/atau,

dan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.

Kemudian masuk dalam tahapan sidang tata beracara

mahkamah partai Golkar antara lain :

Pertama tata cara pengajuan permohonan perselelisishan

internal partai Golkar diajukan oleh pemohon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Perihal Permohonan dalam

Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Organisasi Partai

GOLKAR menyatakan berkenaan dengan perselisihan

kepengurusan, penyalagunaan kewenangan pengurus,

pertanggung jawaban keuangan, dan keberatan terhadap

keputusan partai politik, diajukan dalam jangka waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkannya Surat

Keputusan oleh DDP Partai GOLKAR/DPD Partai

GOLKAR/DPD Partai GOLKAR Provinsi /DPD Partai

GOLKAR Kabupaten/Kota, dan Pimpinan Desa/Kelurahan

50
Partai GOLKAR, atau sejak yang bersangkutan menerima

Surat Keputusan yang disertai bukti tanda terima. Dan bisa juga

Permohonan terkait dengan pelanggaran terhadap hak anggota

partai, pemecatan sebagai Anggota/Fungsionaris Partai

GOLKAR tanpa alasan yang jelas, diajukan dalam jangka

waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari terhitung sejak

adanya perselihan.

Selanjutnya permohonan dari pihak yang mengajukan harus

memenuhi beberapa unsur sebagaimana dimaksud dari Pasal 7

ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Organissi Partai GOLKAR

paling kurang harus memuat nama dan alamat pemohon, nomor

telepon (kantor, rumah, telepon seluler), nomor faksimili,

dan/atau surat elektronik (email); kewenangan Mahkamah

Partai, Kedudukan Hukum Pemohon, dan Tenggang Waktu

Pengajuan Permohonan, Uraian permohonan yang jelas tentang

kronologis kejadian berserta alasan-alasannya dan permintaan

pemohon. Permohonan sebagaimana dimaksud harus disertai

alat bukti yang mendukung permohonan. Kemudian Pasal 7

ayat (3) menyatakan perihal alat bukti sebagaimana pada ayat

(2) berupa surat atau tulisan, Pemohon harus menyampaikan

alat bukti sebanyak 10 (sepuluh) rangkap dengan ketentuan

sebagai berikut: 1 (satu) rangkap dibubuhi materai sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; 9 (Sembilan) rangkap

lainnya merupakan penggandaan dari alat bukti .

51
Permohonan terkahir yang harus dipenuhi di Pasal 8 dan 9

Peraturan Organisasi GOLKAR dari permohonan harus

diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak 10

(sepuluh) rangkap yang ditandatangani oleh Pemohon dan

pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud penjelasan

Pasal diatas disertai dengan Salinan permohonan dalam bentuk

dokumen digital (softcopy) dengan aplikasi word (.doc) yang

disimpan dalam uni penyimpanan data (flash disk).

Adapun Ketentuan Mahkamah Partai dalam Registasi

Perkara dan Persidangan di Pasal 10 Peraturan Organisasi

Partai GOLKAR berbunyi :

1. Permohonan yang diterima dicatat oleh Panitera dalam

Buku Registrasi Perkara (BRP),

2. Sekretariat Mahkamah Partai mengirim Salinan

permohonan yang sudah dicatat dalam BRP kepada

Termohon disertai permintaan Jawaban tertulis dari

Termohon dan Penetapan Hari Sidang pertama kepada

Pemohon dan Termohon dalam jangka waktu 3 (tiga)

hari kerja

3. Jawaban tertulis Termohon paling kurang memuat

nama, dan alamat Termohon, nomor telepon kantor,

nomor faksimili, dan/atau surat elektronik(e-mail),

uraian yang jelaas tentang sanggahan terhadap dalil

52
Pemohon, kronologis penjatuhan sanksi, penerbitan

surat keputusan, terjadinya pelanggaran, sengketa,

perselisihan dan/atau dugaan penyalahgunaan

kewenangan disertai alasannya

4. Jawaban Termohon sudah diterima di Kepaniteraan

paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari

persidangan.

Setelah Registrasi Perkara dan Persidangan terpenuhi

pemohon dan termohon akan memasuki tahap selanjutnya yaitu

Pemeriksaan Permohonan yang terdapat dalam 11 Perauran

Organisasi DPP Partai GOLKAR yang berbunyi :

1. Para Pihak wajib dan dapat didampingi kuasanya yang

sah dalam Pemeriksaan Permohonan.

2. Dalam rangka menjaga independensi dan kenetralan

Majelis Hakim Mahkamah Partai GOLKAR, seelum

dilakukan Pemeriksaan Permohonan atau Penanganan

Perkara Perselisihan Internal Partai, apabila Pemohon

dan/atau Termohon memiliki hubungan sedarah,

kekeluargaan atau kepentingan politik yang sama, maka

Hakim Mahkamah Partai GOLKAR wajib

mengundurkan diri dari penanganan perkara

Perselisihan Internal Partai yang diajukan ke

Mahkamah Partai GOLKAR.

53
3. Pemeriksaan Pendahuluan oleh Panel Hakim dalam

sidang terbuka untuk umum yang dihadiri sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang hakim dengan 1 (satu) orang

lebih Panitera Pengganti.

4. Pada saat pemeriksaan pendahuluan harus dipastikan

suatu perkara telah diputuskan ditingkat DPP Partai

GOLKAR.

5. Dalam hal suatu perkara belum medapat keputusan dari

DPP Partai GOLKAR, maka Mahkamah Partai wajib

untuk megembalikan kepada DPP Partai GOLKAR

untuk diambil keputusan.

6. Pemeriksaan Pendahuluan sekaligus merupakan forum

mediasi bagi para pihak.

7. Dalam hal mediasi tidak tercapai, Panel Hakim

mengeluarkan penetapan untuk menentukan

pemeriksaan bisa dilanjutkan atau tidak dilanjutkan

pada tingkat Pemeriksaan Persidangan Perselisihan

Internal Partai.

8. Pemeriksaan Persidangan dilakukan dalam sidang

terbuka untuk umum oleh Panel Hakim atau Pleno

Hakim dengan di bantu oleh 1 (satu) atau lebih Panitera

Pengganti.

54
9. pemeriksaan persidangan dilakukan segera setelah

Panel Hakim menetapkan Pemeriksaan Pendahuluan

dapat dilanjutkan pada Pemeriksaan Persidangan

dengan tahapan sebagai berikut : a. Jawaban Termohon,

b. Pembuktian oleh Pemohon dan Termohon ,c.

kesimpulan.

10. Mahkamah Partai DPP Partai Golangan Karya karena

kewenangannya dapat memanggil saksi lain untuk

hadir dalam persidangan guna didengar

keterangannya.S

11. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) adalah saksi

yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri

Perselisihan Internal dimaksud,

12. Sebelum memberikan keterangan, saksi dan/atau ahli

diambil sumpah atau janji sesuai dengan agama atatu

kepercayaan yang dianut, didampangi oleh Panitera

Pengganti dan dipandu oleh Hakim.

Tahapan sidang terakhir dari tata bercara mahkamah partai

di GOLKAR yaitu Putusan Mahkamah Partai GOLKAR dalam

penyelesaian perselisihan internal partai terdapat dalam Pasal

13 Peraturan Organisasi DPP Partai GOLAR yang berbunyi :

1. Putusan Mahkamah Partai GOLKAR dalam

penyelesaian perselisihan internal partai yang Golongan

55
Karya dijatuhkan paling lambat 60 hari (enam puluh)

hari sejak permohonan Pemohon dicatat dalam Buku

Regristrasi Perkara (BRP).

2. Putusan Mahkamah Partai GOLKAR diucapkan dalam

sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihairi

sekurang-kurangnya oleh 5 (lima) orang Hakim.

3. Putusan Mahkamah Partai GOLKAR, menyatakan :

a. Permohonan tidak dapat diterima apabila tidak

memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam

peraturan ini, tidak memenuhi tenggang waktu

pengajuan, tidak memiliki kedudukan hukum, tidak

mempunyai kepentinga hukum, dan/atau

permohonan tidak memenuhi syarat formal hukum

acara.

b. Permohonan dikabulkan apabila permohonan

terbukti dan beralasan hukum disertai dengan

perintah kepada DPP Partai GOLKAR, DPD

Provinsi Partai GOLKAR, DPD Kabupaten/Kota

Partai GOLKAR, Pimpinan Kecamatan Partai

GOLKAR, dan/atau Pimpinan Desa/Kelurahan

Partai GOLKAR untuk membatlkan keputusannya.

c. Permohonan ditolak apabila permohonan terbukti

tidak beralasan hukum.

56
4. Salinan putusan Mahkamah Partai GOLKAR

disampaikan kepada Pemohon, Termohon, dan Pihak

Terkait.

5. Putusan Mahkamah Partai GOLKAR bersifat final dan

mnegikat secara internal dalam hal persaturelisihan

yang berkenaan dengan kepengurusan

Namun, dalam pengangkatan Ketua dan Anggota Hakim

Mahkamah Partai GOLKAR dipilih dan ditetapkan melalui

Surat Keputusan DPP Partai GOLKAR, serta tercatat dalam

database Partai Politik di Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia .113 Rapat Permusyawaratan

Hakim, selanjutnya disebut dengan RPH, adalah rapat yang

dilaksanakan untuk membahas atau memusyawartkan dan

memutus perkara perselisihan internal Partai Golongan Karya

yang di hadiri oleh 7 (tujuh) orang hakim, kecuali dalam

keadaan luar biasa dihadiri paling kurang 5 (lima) orang

hakim. 114

b. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Sementara tata beracara Mahkamah PPP diatur dalam

Peraturan Organisasi Partai PPP mengenai tata beracara

Mahkmah Partai diatur di Nomor 1 Tahun 2011 tentang

113
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Organisasi Nomor: PO-14/DPP/GOLKAR/V/2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Internal Partai GOLKAR di Mahkamah Partai Golkar
114
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Organisasi Nomor: PO-14/DPP/GOLKAR/V/2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Internal Partai GOLKAR di Mahkamah Partai Golkar
57
Hukum Beracara pada Mahkamah Partai Persatuan

Pembangunan.

Untuk memulai suatu persidangan di Mahkamah Partai

PPP pasti ada pemohon dan termohon sebagaimana dalam

Pasal 1 ayat (4) dan ayat (5) Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Hukum Beracara Mahkmah Partai PPP menyatakan Pemohon

merupakan kepengurusan partai diberbagai tingkatannya

dan/atau Anggota Partai Persatuan Pembangunan yang di

rugikan kepentingannya dan memohon penyelesaian

perselisihan internal partai kepada Mahkamah Partai.

Kemudian tentu juga ada dari pihak termohon merupakan

Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan

Pembangunan dan/atau Pengurus Harian Dewan Pimpinan

Cabang Partai Persatuan Pembangunan dan/atau Pimpinan

Anak Cabang Partai Persatuan Pembangunan dan/atau

Pimpinan Rantig Partai Persatuan Pembangunan yang

kebijakan, keputusannya dan/atau perbuatannya menimbulkan

perselisihan internal partai.

Kemudian dalam pengajuan permohonan ada tahapannya

dalam Tata cara pengajuan permohonan dalam Mahkamah

Partai Persatuan Pembangunan antara lain dalam Pasal 2

Peraturan Organissi Partai PPP Nomor 1 Tahun 2011 berbunyi:

58
1. permohonan diajukan oleh pemohon kepada

Mahkamah Partai secara tertulis dalam bahasa

Indonesia

2. Permohonan sebagaimana dimkasud pada ayat 1

(satu) ditanda tangani oleh pemohon atau kuasanya.

selanjutnya dalam Pasal 3 menyatakan Permohonan

wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai obyek

perselisihan internal meliput :

a. perselisihan yang berkenaan kepengurusan,

b. pelanggaran terhadap hak anggota partai,

c. pemecatan tanpa alasan yang jelas,

d. penyalgunaan kewenangan,

e. pertanggung jawaban atau dugaan penyalagunaan

keuangan dan/atau

f. keberatan terhadap keputusan partai.

Dan Permohanan dalam keterangan Pasal 4 sekurang-

kurangnya harus memuat :

a. nama dan alamat pemohon,

b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar

permohonan, sebagimana dimaksud dalam Pasal 3,

hal-hal yang diminta untuk diputus.

59
Kemudian terhadap setiap permohonan penyelesaian

perselisihan internal partai yang diajukan kepada Mahkamah

Partai, Panitera Mahkamah Partai melakukan pemeriksaan

kelengkapan adminstratif.

Selanjutnya, apabila pengajuan permohon sudah terpenuhi

akan di lakukan regristasi perkara dan penjadwalan sidang yang

terdapat dalam Pasal 7 Peraturan Organisasi Partai No. 1 Tahun

2011 tentang Hukum Acara Mahkamah Partai PPP yang

berbunyi :

1. Panitera memeriksa persyaratan dan kelengkapan

permohonan

2. Panitera mencatat permohonan yang sudah memnuhi

syarat yang lengkap dalam Buku Regristasi Perkara

Mahkamah Partai,

3. Panitera melaporkan permohonan yang sudah

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

2 ke Mahkamah Partai untuk ditindak lanjuti,

4. Mahkamah Partai menindaklanjuti permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat 3 untuk menetapkan

akan di bawa ke sidang Sidang Pleno

5. Panitera mengirim surat pemberitahuan hari sidang

sebagai mana dimaksud pada ayat 4 kepada Pemohon,

Termohon, dan/atau pihak terkait. Khusus kepada

60
Termohon dan/atau pihak terkait disertai Salinan

Permohonan penyelesaian perselisihan internal partai.

Penetepan dan pemberitahuan sidang mahakamah partai

yang di jelasakan dalam Pasal 8 Peraturan Organisasi Partai

No. 1 Tahun 2011 tentang Hukum Beracara Mahkamah Partai

PPP menyatakan : menetapkan hari sidang pleno pertama

setelah permohonan dicatat dalam Buku Regristasi Perkara

Mahkamah Partai, penetepan hari sidang pertama sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 diberitahukan kepada para pihak

dan/atau pihak terkait, dan pemberitahuan kepada para pihak

dan/atau pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 2

dilakukan secara tertulis.

Kemudian memasuki tahap Persidangan dalam Pasal 9

Peraturan Organisasi Parati No.1 Tahun 2011 tentang Hukum

Beracara Mahkamah Partai PPP, ketentuan Persidangan

Mahkamah Partai PPP merupakan sidang khusus bersifat

tertutup yang tidak dihadiri oleh para pihak untuk menentukan

prioritas permohonan penyelesaian perselisihan internal partai

untuk diperiksa dalam Sidang Panel atau Pleno, membuat

putusan sela sebelum penyelesaian perselisihan internal partai

ditetapkan untuk diperiksa di sidang pleno, maupun

musyawarah sebelum putusan yang akan diucapkan dalam

Sidang Pleno. Setelah itu untuk kepentingan persidangan,

sidang khushus dapat pula mengambil keputusan sela terkait

61
dengan hal-hal yang dipandang perlu untuk memperlancar

proses sebelum mengambil putusan akhir, putusan sela dicatat

dalam risalah sidang khusus. Dalam hal sidang pleno hendak

mengambil putusan sela atau putusan akhir maka sidang khusus

musyawarah terlebih dahulu untuk mengambil putusan dengan

suara terbanyak . dalam hal suara sama banyak maka yang

menjadi putusan adalah dimana suara Ketua Sidang Mahkamah

Partai berada.

Mekanisme selanjutnya merupakan Pemeriksaan

Pendahuluan sebagaimana dala Pasal 11 Peraturann Organisasi

Partai PPP berbunyi :

1. sebelum memulai memeriksa pokok perkara,

mahkamah partai mengadakan pemeriksaan

kelengkapan dn kejelasan, dan materi permohonan.

2. Dalam pemeriksaan sebgaimana dimaksud pada ayat 1

Mahkamah Partai wajib memberi nasehat kepada

pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki

permohonan penyelesaian perselisihan internal partai

dalam jagka waktu paling lambat 14 hari.

3. Bila pemohon tidak melengkapi dan/atau memperbaiki

permohonan penyelesaian perselisihan internal partai

sebgaimana dimaksud pada ayat 2 maka dinyatakan

gugur.

62
Apabila tahap-tahap persidangan dan pemeriksaan

pendahuluan sudah terpenuhi. Maka akan di laksanakan Sidang

Panel di Mahkamah Partai PPP di Pasal 12 Peraturan

Organisasi Partai PPP menyatakan antara lain sidang panel

bersifat terbuka yang dihadiri oleh pemohon dan sidang Panel

dipimpinan oleh salah seorang dari tiga (3) angota panel yang

selanjutnya dilaporkan dalam sidang khusus.

Kemudian di bawah ke sidang pleno dalam Pasal 13

Peraturan Organisasi Partai PPP menjelaskan bahwa sidang

pleno bersifat terbuka kecuai untuk pemeriksaan tertentu dapat

dinyatakan tertutup, yang dihadiri oleh para pihak dan/ atau

pihak terkait yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua

Mahkamah Partai yang seluruhnya 9 (Sembilan) anggota

Mahkamah Partai kecuali dalam keadaan tertentu sekurang-

kurangnya dihadiri 7 (tujuh) orang anggota Mahkamah Partai.

Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Partai

berhalangan hadir pada waktu yang bersamaan, sidang pleno

dipimpin oleh Ketua sementara yang dipiih dari dan oleh

anggota Mahkamah Partai.

Proses pemeriksaan Sidang Pleno Mahkamah Partai

dilakukan anatara lain :

a. Penjelesan Pemohon

b. Tanggapan Termohon

63
c. Pembuktian oleh Pemohon dan Termohon

d. Keterangan Pihak Terkait apabila ada

e. Kesimpulan

f. Putusan

Untuk kepentingan hal pembuktian, Mahkamah Partai

dapat melakukan pemeriksaan melalui persidangan jarak jauh

(video conference) dan/atau media komunikasi lainnya seperti

faksimili, dan surat elektronik (e-mail).115

Pimpinan sidang atau bisa disebut Hakim dan Anggota

Hakim dari Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan dijelaskan

dalam Pasal 1 ayat (1) dann ayat (2) Perauran Organisasi Partai No.

2 Tahun 2011 Tentang Tata Kerja Mahkamah Partai anatara lain

Hakim Mahkamah Partai berjumlah 9 (Sembilan) orang yang

terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, dan 7 (tujuh) orang

anggota dan Pimpinan dan Anggota Mahkamah Partai ditetapkan

oleh Mukhtamar Partai Persatuan Pembangunan yang bekerja

secara kolektif. 116

Kemudian tahapan sidang terakhir dari Mahkamah Partai

Pesatuan Pembangunan yaitu Putusan, putusan Mahkamah Partai

Pasal 18 dari Peraturan Organisasi Partai PPP :

115
Pasal 13 ayat (4) ) Peraturan Organisasi Nomor 1 Tahun 2001 tentang Hukum Beracara
Pada Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan
116
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Organisasi Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Kerja Mahkamah
Partai persatuan Pembangunan
64
1. Mahakamah Partaimemutus permohonan penyelesaian

perselisihan partai berdasarkan peraturan perundang-

undangan, AD/ART PPP dan sesuai dengan alat dan

keyakinan Mahkamah Partai.

2. Putusan Mahkamah Partai mengabulkan permohonan

penyelesaian internal harus didasarkan pada sekurang-

kurangnya dua alat bukti.

3. Putusan Mahkamah Partai wajib memuat fakta-fakta

yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan

hukum yang menjadi dasar putusan.

4. Sebelum putusan sebagaiman dimaksud pad ayat (3)

diambil maka dimusyawarakan dalam sidang khusus

sebagimana dimaksud pada pasal 9.

5. Putusan diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka

untuk umum.

6. Dalam hal tidak dipenuhi ketentuan sebagimana

dimaksud pada ayat 5 berakibat pada putusan

Mahkamah Partai tidak sah dan tidak mempuyai

kekuatan hukum.

Dan putusan Mahkamah Partai PPP yang terdapat dalam

Pasal 21 Peraturan Organisasi Partai PPP merupakan puusan

bersifat final dan mengikat.

65
Berdasarkan uraian diatas mengenai tata bercara dari 6

(enam) partai politik menurut penulis terdapat beberapa kelemahan

antara lain: dari 12 (dua belas) partai politik kontestan pilihan

legislatif (pileg) tahun 2014 hanya 6 (enam) partai yang

mempunyai Mahkmah Partai meliputi Partai Golongan Karya

(GOKAR), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat

(NASDEM), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan

Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA). Namun dalam

uraian diatas Mahkamah Partai dari masing-masing partai yang

telah mempunyai Mahkamah Partai hanya 2 (dua) partai yang

mempunyai aturan yang berlaku dalam Peraturan Organisasi Partai

tentang Tata Bercara di Mahkamah Partai yaitu Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) dan Partai Golongan Karya (GOLKAR).

Kemudian mengenai pengangkatan Hakim di partai politik

yang mempunyai Mahkamah Partai salah satunya dari Partai

Golongan Karya (GOLKAR) ketua dan aggota hakim melalui

Surat Keputusan DPP Partai GOLKAR, serta tercatat dalam

database partai politik di Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia. Sementara dari Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) pengangkatan hakim anggotanya di pilih

melalui mukhtamar. Tetapi dalam uraian keterangan dari 2 (dua)

partai tersebut tidak ada mencamtumkan syarat-syarat menjadi

ideal nya menjadi hakim Mahkamah Partai.

66
Menurut penulis tahapan-tahapan dari proses tata beracara

Mahkamah Partai dari dua partai PPP dan GOLKAR masih ada

kelemahan salah satunya dalam hal pemilihan Hakim dan Anggota

Hakim masih belum ada ketentuan atau syarat yang ideal

memimpin sidang untuk menghindari intervensi dari campur

tangan orang lain. serta kelemahan dari partai lainnya adalah belum

ada bentuk hukum dan aturan-aturan mengenai tahapan-tahapan

tata beracara Mahkamah Partai Politik. Nantinya penulis akan

menghasilkan suatu Mahkamah Partai yang ideal dari model atau

bentuk hukum untuk perkembangan sistem Mahkamah Partai

Politik dalam penyelesaian perselisihan di internal partai demi

kelancaran Mahkamah Partai Politik yang dapat dipertanggung

jawabkan.

67
4.2. Reformulasi Pengaturan Tata Beracara Mahkamah Partai Politik

dalam Sistem Penyelesaian Perselisihan di suatu Partai Politik yang

Sesuai dengan Prinsip Peradilan dan dapat dipertanggung

jawabkan

A. Bentuk Hukum

Kedudukan mahkamah partai politik masih lemah, baik dari

prespektif pengaturan hukum, instrumen, maupun proses litigasinya.

partai politik di Indonesia sebagai pilar demokrsi perlu ditata dan di

sempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna

mendukung sistem presidensial yang efektif. 117

Maka dengan itu, Mengenai pengaturan Mahkamah Partai dan

tata beracaranya sebagaimana telah diuraikan di rumusan masalah

pertama. Seharusnya prosedur tata beracara diatur khusus dalam UU

Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik untuk memberi penjelasan

yang kongkrit bahwa penyelesaian perselisihan internal partai harus di

bawah ke Mahkamah Partai yang bersifat perselisihan kepengurusan

internal dan penambahan pasal tentang kewajiban bagi partai politik agar

setiap partai mempunyai Mahkamah Partai dan prosedur tata beacara

Mahkamah Partai.

Salah satu hal pokok yang perlu diatur lebih komperehensif

dalam penataan kembali Mahkamah Partai adalah penyempurnaan

Undang-undang partai politik di Indonesia adalah kemandirian partai

117
Anwar Rachman, Op.Cit, hal. 40
68
politik terkait dengan penyelesaian perselisihan dan penambahan

pengaturan prosedur tata beraca Mahkamah Partai yang diatur dalam UU

Nomor 2 Tahun 2011 Partai Politik.118

Mahkamah partai politik harus di fungsikan sebagai lembaga

yang melakukan tindakan-tindakan pro yusticia sebagaimana penegakan

hukum seacara umum dan keperluan penyelesaian perselisihan internal

partai. Lahirnya Mahkamah partai politik dalam UU tersebut bertujuan

memepercepat penyelesaian perselihan internal partai partai.

B. Majelis Hakim

Susunan Majelis Hakim Mahkamah Partai Politik Untuk dapat

diangkat sebagai Hakim dan Anggota Majelis Hakim, seseorang harus

memenuhi syarat sebagai berikut119:

a. Warga Negara Indonesia

b. Bertakwa kepada Tuha Yang Maha Esa

c. Setia kepada Pancasila dan UUD Tahun 1945

d. Berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana Strata satu (S1)

yaitu sarjana hukum.

e. Berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun:

f. Sehat jasmani dan rohani;

g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, yakni

tidak pernah terlibat baik langsung maupu tidak langsung dalam

kegiatan yang merongrong kewibawaan partai

118
Ibid, hal.41
119
Anwa rachman, Ibid, hal. 356

69
h. Berpengalaman sebagai anggota dan atau pengurus partai

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

Sebelum memangku jabatan hakim Mahkamah Partai wajib

Mengucapkan sumpah/janji. Kesembilan syarat tersebut, sebgaian

besar termasuk kategori persyaratan yang bersifat administratif

dalam arti cukup dipenuhi dengan menunjukkan bukti-bukti yang

bersifat administratif. Yang terukur secara lebih teknis adalah

syarat-syarat yang bersifat profesional, seperti menyangkut

keterampilan melakukan analisis hukum, melakukan perdebatan

arggumentatif. Disamping itu di perlukan juga adalah syarat

kualitatif seperti sayarat taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

integritas kepribadian, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan

tidak tercela. Syarat-syarat personal dn professional demikian

perlu lebih dirinci untuk menjamin hakim yang benar-benar

diangkat mereka yang tepat menduduki jabatan terhormat ini. 120

C. Kompetensi Permohonan

Aturan mengenai jenis perkara yang dapat diajukan

permohonan penyelesaian pada Mahkamah Partai sebagai berikut:

1. Perselisihan berkenaan dengan kepengurusan

2. Pelanggaran terhadap hak anggota partai

3. Pemecatan atau pembekuan kepengurusan tanpa alasan

yang jelas

120
Bagir Manan, Negara Hukum yang Berkeadilan, Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 2011, hal. 614

70
4. Penyalagunaan kewenangan

5. Pemeberhentian anggota DPR dari Partai Politik

6. Keberatan keputusan yang diterbitkan kepengurusan di

atasnya.

Mengenai permohonan, pemohon adalah dari masing-

masing partai yang dibuktikan dengan Kartu Anggota Partai yang

diterbitkan oleh kepengurusan yang sah dan atau Dewan Partai di

semua tingkatan yang merasa di rugikan baik dari beberap jenis

perkara yang di atas tadi. Termohon adalah Dewan pengurus partai

yang menerbitkan keputusan yang berkaitan dengan termohon

yang dimohonkan pembatalan atau diajukan sengketa.

Anggota/dewan pengurus partai yang merasa kepentingan

dirugikan oleh keputusan partai dapat mengajukan permohonan

gugatan tertulis kepada Mahkamah Partai yang berisi tuntutan

keputusan partai yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak

sah dengan atau tanpa disertai tuntutan rehabilitasi. Adapun alasan-

alasan yang dapat digunakan dalam pengajuan gugatan

permohonan dimaksud adalah: 121

1. keputusan partai yang digugat itu bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

121
Ibid, hal. 356

71
2. Keputusan partai yang digugat itu bertentangan

dengan Angaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga Partai.

3. Keputusan partai yang bertentangan dengan asas

kepastian hukum, tertib administrasi, keterbukaan,

proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

4. Terkait kepengurusan baik dalam hal pemecatan

atau pembekuan tanpa jelas, penyalagunaan

kewenangannya, pertanggunga jawaban keuangan,

keberatan atas keputusan yang di terbitkan atasan.

Selain itu, pemohon harus orang atau badan yang

mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan partai

dimaksud. Adapun Tata Cara Mengajukan Permohonan adalah

sebagai berikut:

1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia oleh pemohon sendiri kepada Mahkamah

Partai

2. Permohonan ditandatangani oleh pemohon dan

dibuat dalam 6 rangkap.

3. Permohonan sekurang-kurangnya memuat:

 identitas lengkap pemohon

 Uraian yang jelas dan rinci tentang jenis

pelanggaran Pengurus serta surat keputusan yang

dimohonkan pembatalan yang dianggap

72
bertentangan dengan UU, AD dan ART Partai, serta

Peraturan Partai.

 Alat-alat bukti yang mendukung permohonan122

 Permintaan/petitum untuk membatalkan surat

keputusan partai.

4. Permohonan pembatalan terhadap keputusan partai

dapat diajukan selambat-lambatnya 60 (enam)

puluh hari terhtung sejak tanggal diterbitkannya

keputusan dan atau diketahuinya keputusan

dimaksud.

5. Permohonan yang diajukan setelah melewati

tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak

dapat diregistras.

Setelah itu, Mahkamah partai menetapkan hari sidang

pertama paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan

dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Mahkamah partai (BRP)

dan penetapan hari sidang pertama diberitahukan kepada para

pihak (pemohondan termohon) sekaligus diumumkan kepada

masyarakat melalui web resmi DPP partai yang bersengketa. 123

D. Persidangan

Pemeriksaan permohonan dilakukan dalam sidang terbuka

untuk umum yang sekurang-urangnya dihadiri oleh 3 (tiga)

anggota Majelis. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim

122
Ibid, hal. 367
123
Ibid
73
Mahkamah Partai. sidang pertama adalah sidang pemeriksaan

pendahuluan untuk memriksa kelengkapan dan identitas para pihak

serta kejelasan materi permohonan. Pada sidang pertama

ini,Majelis Hakim memberi nasihat kepada pemohon untuk

melengkapi atau memperbaiki permohonan jika dipandang perlu

dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari. Sebelum sidang

dimulai, Ketua dan atau Anggota Majelis harus berupaya untuk

mendamaikan pihak yang bersengketa.124

Apabila perdamaian dapat dicapai, perdamaian tersebut

dapat dituangkan dalam putusan Majelis dan para pihak wajib

untuk mentaati putusan tersebut. Dalam persidangan, para pihak

diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan dalil-

dalilnya dan/atau bantahannya, baik secara lisan maupun tertulis,

dengan dilengkapi alat-alat bukti yang diajukan para pihak berupa:

(a) keterangan para pihak, (b) surat atau tulisan, (c)keterangan

saksi, (d) keterangan ahli, (e) petunjuk, (f) alat bukti lain berupa

informasi/komunikasi elektronik, dan (g) surat-surat atau dukumen

yang diajukan sebagai bukti dalam persidangan Majelis.

Kelengkapan tersebut wajib diperlihatkan aslinya kepada majelis

hakim dan diberi materai secukupnya sesuai ketentuan perundang-

undangan. 125

Selanjutnya, Rapat Permusyawaratan Majelis (RPM)

diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah pemeriksaan

124
Ibid, hal. 255
125
Ibid
74
persidangan oleh Majelis di pandang cukup. RPM ini harus

dilkukan secara tertutup oleh Pleno Anggota Majelis dengan

minimal di hadiri oleh 3 (tiga) orang hakim. Pengambilan

keputusan dalam RPH dilakukan secara musyawarah untuk

mufakat. Apabila setalah musyawarah tidak tercapai mufakat,

keputusan di ambil dengan suara terbanyak. Apabila putusan tidak

dapat dicapai dengan suara terbanyak, suara terkahir dari Ketua

Rapat Permusyawaratan Hakimlah yang menentukan. 126

E. Putusan

Pada dasarnya, eksekusi atau pelaksanaan putusan adalah

yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah (Tergugat)

dalam perkara apabila pihak yang kalah tersebut tidak patuh dan

tunduk pada putusan pengadilan. Pada prinsipnya hanya putusan

yang telah memperoleh kekuatan hukum (inkracht van gewijsde)

yang dapat dijalankan. dengan demikian pada dasarnya, putusan

yang dapat dieksekusi adalah:

1. Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

(inkracht van gewijde).

2. Dari putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

tersebut terkandung maksud hubungan hukum yang tetap

(fixed) dan pasti antara pihak yang berperkara.

3. Karena hubungan hukum antara pihak yang berperkara

sudah retap dan pasti, hubungan hukum tersebut harus

126
Ibid

75
ditaati dan harus dipenuhi oleh pihak yang dihukum

(tergugat).127

Putusan mahkmah partai berlaku untuk internal partai yang

bersangkutan. namun putusan partai yang berkaitan dengan 4

(empat) perkara yang di maksud mau tidak mau,suka tidak suka,

harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terkait. untuk perkara

kepengurusan partai politik, putusan Mahkamah Partai tersebut

dipakai dasar oleh KPU untuk mengetahui mana yang berhak

untuk mengajukan calon presiden,gubernur, bupati/wali kota dan

juga dipakai oleh kepolisian untuk pengamanan gedung atau acara-

acara partai politik.128

Selain itu, putusan Mahkamah Parpol tersebut dipakai

Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kab.Kota untuk mencairkan dana bantuan parpol dan juga dipakai

oleh Menteri Hukum dan HAM untuk pengesahan kepengurusan

partai politik. Putusan Mahkamah Parpol yang berkaitan dengan

pemberhentian anggota parpol dipakai presiden, KPU dan Ketua

DPR untuk memproses permohonan pergantian antarwaktu

anggota DPR, begitu juga gubernur, bupati/wali kota serta KPU

untuk memproses permohonan PAW anggota DPRD. 129

Terhadap putusan Mahkamah Partai sebagai mana yang

diatur dalam Pasal 33 ayat (1): "Dalam hal penyelesaian

perselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 tidak tercapai,

127
Ibid, hal. 364
128
Ibid, hal.366-367
129
Ibid
76
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri"

bertentangan dengan kompetensi absolut, karena putusan

Mahkamah Partai Politik cenderung bersifat administratif,

sedangkan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara

administrasi. Sebab,perkara administrasi merupakan kewenangan

Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan seharusnya tidak

berhak mencampuri karena bukan kewenangannya. Selain itu,

upaya hukum ini tidak jelas bentuknya. Apakah berbentuk gugatan

baru, banding, atau perlawanan (verset) serta apakah Mahkamah

Partai ditarik sebagai pihak atau tidak. 130

Dengan demikian, jelaslah bahwa keputusan Mahkamah

Partai bukan hanya berlaku untuk internal parpol, namun juga

berlaku untuk eksternal partai politik dan pihak yang terkait

dengan permasalahan perselisihan partai itu. 131

F. Tahapan-tahapan Sidang

Tahapan sidang dalam Mahkamah Partai seharusanya

menggunakan atau mengadopsi dari Pengadilan Tata Usaha

Negara. Karena dalam kewenangan absolut Mahkamah Partai yang

berhak memutus perkara kepengurusan partai itu dan bersifat

administrati terkait surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat atau

Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Cabang yang

menjadi permasalahan. Sementara apabila menggunakan

Pengadilan Negeri melakukan penyelesaian perselisihan

130
Ibid, hal. 568
131
Ibid, hal. 367
77
kewenangannya bertentangan dengan kompetensi absolutnya

sebagai Pengadilan Negeri yang tidak berwenang mengadili

wilayah adimistratif. Karena suatu perkara adminitratif termasuk

bagian kewenangannya Pengadilan Tata Usaha Negara.

Sebagaimana juga di dalam perkara perselisihan partai yang

digugat adalah surat keputusaan internal yang terkait masalah

kepengurusan partai.

Dalam Pasal 1 ayat (4) UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang

perubahan kedua atas Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan

Tata Usaha Negara menyatan Sengketa Tata Usaha Negara adalah

sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara

orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara, baik di Pusat maupun di daerah, sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Hal tersebut kemudian menjadi salah satu pertimbangan

bahwa Mahkamah Partai dalam melakukan tata beracara

penyelesaian perselisihan internal partai bisa mengadopsi tata

beracara Pengadilan Tata Usaha Negara karena sama dalam hal

kompetensi absolut. Maka dengan hal itu bisa menjalankan

persidangan dengan prinsip keadilan dan dapat dipertanggung

jawabkan tanpa campur tangan pihak lain.

78
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan penjelasan yang telah dicantumkan

diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa dalam AD/ART Partai Politik kontestan Pemilihan

Legislatif (Pileg) tahun 2014 dari 12 (dua belas) partai yang

mempunyai Mahkamah Partai hanya 6 (enam) partai yaitu Partai

Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya

(GOLKAR), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Naional Demokrat

(NASDEM), Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA).

Sedangkan dalam aturan AD/ART yang mengatur Peraturan

Organisasi Partai perihal Tata Beracara Mahkamah Partai hanya 2

(dua) yaitu Partai GOLKAR dan PPP yang mempunyai aturan

yang baku dan lengkap.

2. Peraturan Organisasi Partai masih banyak hanya sebatas

keterangan penyelesaian perselisihan di Mahkamah Partai yang di

atur di Peraturan Partai. Tetapi dalam kenyataannya di dalam

Peraturan Partai belum ada tindak lanjut tata bercara Mahkamah

Partai yang bersagkutan. Dan terdapat beberapa kelemahan

diantara Peraturan Oganisasi Partai PPP dan GOLKAR tentang tata

bercaranya yaitu pemiihan Hakim dan Anggota Hakim masih

79
belum ada ketentuan yang ideal yang sesuai Undang-Undang

Kekuasaan Kehakiman. Serta dari partai - partai lainnya belum ada

ketentuan bentuk hukum dan aturan tahapan-tahapan beracara di

Mahkamah Partai.

5.2 Saran

Setelah menjawab rumusan masalah yang telah dijleskan dan

kemudian ditarik dengan kesimpulan. Peneliti kemudian memberikan

saran sebagai berikut:

1. Perlunya pengaturan dalam semua AD/ART Partai Politik terkait

penyelesaian perselisihan internal yang kemudian dibawah Mahkamah

Partai diatur di dalam AD/ART

2. Penyempurnaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai

Politik terkait penambahan kewajiban setiap partai memiliki Mahkamah

Partai dan tata beracara Mahkamah Partai serta kemandirian partai politik

terkait dengan penyelesaian perselisihan dan penambahan pengaturan

prosedur tata beraca Mahkamah Partai. Kemudian bentuk hukum sebagai

bagian dasar pembentukan aturan harus segera di perbaiki untuk

kelancaran roda di internal partai politik berserta ketentuuan-ketentuan

lainnya seperti dari Majelelis Hakim, Kompetesi Permohonan, Tahapan-

tahapan sidang, Persidangan, dan Putusan

80
DAFTAR PUSTAKA

Ali Zainudim, 2011, Metode Penelitian Hukum (cetakan ketiga), Jakarta, Sinar

Grafika

Amriani Nurnaningsih, 2012, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di

Pengadilan, Jakarta Grafindo Persada

Asshidiqie Jimly, 2010, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Amandemen, Jakarta, Sinar Grafika

--------------------, 2004, Menjaga Denyut Nadi Konstiusi: Refleksi Satu Tahun

Mahkamah Konstiusi, Jakarta, Konstitusi Perss

--------------------, 2006, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai

Politik,Dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Konstitusi Pers

--------------------, 2005, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik,

Dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Konstitusi Pers

--------------------, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta,

RajaGrafindo Persada

--------------------, 2015, Konstitusi Bernegara “Prakis Kenegaraan Bermartabat

dan Demokratis” Malang Setara Press

Budiardjo Miriam, 2000, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia

Fajar Abdul Mukhtie, 2012, Partai Politik Dalam Perkembangan

ketatanegaraan Indonesia, Malang, Setara Press

Fuady Munir, 2010, Konsep Negara Demokrasi, Bandung, PT. Refika Aditama

81
Huntington, Samuel P, 2003, Tertib Politik Di Tengah Pergeseran Kepentingan

Masa, Terjemahan dari Poltical Order Changing Societis, Ali Bahasa: Sahat

Simamora dan Suryatim, Raja Grafindo Persada

Harahap Yahya, 2009, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta, Sinar Grafika

Ibrahim Jhony, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang,

BayuMedia Publishing

Manan Bagir, 2011, Negara Hukum yang Berkeadilan, Bandung, Pusat Studi

Kebijakan Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

Marzuki Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada

Mihardi Muhammad dan Maman S. Mahayana, 2017, Meneroka Relasi Hukum,

Negara, dan Budaya, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Nugroho Susanti Adi, 2009, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta,

Prenada Media, Jakarta

Prodjodikoro Wirjono, 1981, Asas-asas Ilmu Negara dan Poitik, PT. Eresco

Jakarta-Bandung

Rahchanm, Anwar H.M, 2016, Hukum Perselisihan Partai Politik, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

Robert Michels, 1984, Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis dalam

Demokrasi, Jakarta, Penerbit Rajawali

82
Robins, Wexly, N. Kennet, Yukl, A. Gary, Prilaku Organisasi dan Psikologi,

Rineka Cipta, Jakarta, Rineka Cipta

Rahmadi Takdir, 2011, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan

Mufakat, Jakarta, Rajawali Pers

Spradley P.James, 1979 The Etnorapik Interview, New York; Holt & Winston

Surbakti Ramlan, 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana

Siahaan Pataniari, 2012, Poitik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca-

Amandemen UUD 1945, Jakarta Pusat, Konpress

Susanti Dyah Octhoria dan Efendi, 2014, Penelitian Hukum (legal research),

Jakarta, Sinar Grafika

Sukardja Ahmad, 2012, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Dalam Prespektif Fikih Siyasah, Jakarta, Sinar Grafika

Termorshuizen Marjanne, 2002, Kamus Hukum Belanda-Indonesia cet-2,

Jakarta, Djambatan

Peraturan PerundangUndangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 perubahan atas Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pegadilan Tata Usaha Negara

83
AD/ART Partai Politik GOLKAR

AD/ART Partai Politik PDIP

AD/ART Partai Politik PPP

AD/ART Partai Politik PKB

AD/ART Partai Politik GERINDRA

AD/ART Partai Politik DEMOKRAT

AD/ART Partai Politik HANURA

AD/ART Partai Politik PAN

AD/ART Partai Politik PKS

AD/ART Partai Politik NASDEM

AD/ART Partai Politik PBB

AD/ART Partai Politik PKPI

Jurnal/Artikel

Firdaus, Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Stabilitas Pemerintahan Dalam

Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD

1945, 2012 Disertasi. (Bandung; Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas

Padjadjaran)

Setya Arianto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia ,

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003

84
Rahmaisya Walida, Peningkatan Status Kesepakatan Perdamaian yang
Dihasilkan dari Proses Mediasi di Luar Pengadilan Menjadi Akta Perdamaian
Dihubungkan dengan Perma Nomor:1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan, Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2017

Internet :

Jimmly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi”, dimuat

dalam Jimly.com/makalah, diakses 25 November 2017

Oka Mahendra, Pardigma Baru UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,

Makalah yang diposting di http://ditjen.kemenhumkam.go.id/htn-dan-puu/508-

paradigma-baru-uu-2-tahun-2008-tentang partai politik.html diakses rabu, 15

November 2017

85
Lampiran

86

Anda mungkin juga menyukai