Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

Disusun Oleh :
Kelompok 11

Aditia Wahyudi Nim : 2317003


Devi Setyowati Nim : 2317109
Dini Novitri Nim : 2317024
Eni Subekti Nim : 2317027
Feldy Setiarso Nim : 2317035
Maharani Rachimullah Nim : 2317054
Tasya Shafa Rahman Nim : 2317086

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS S1 KEPERAWATAN NON REGULER
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2023/20224
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas Rahmat
dan Karunia-Nyalah, kami selaku penulisan makalah yang berjudul “MAKALAH ASKEP
PADA PASIEN ASMA” yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas mata pelajaran
muskuloskeletal dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Maka dengan terselesainya makalah ini, kami selaku penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada: Ibu ……………dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
sehingga dapat digunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan atas perhatian
dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Semarang, 09 september 2023

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

Asma bronkial merupakan satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea,sehingga


mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2012). Asma adalah
penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing, dimana frekuensi dan keparahan dari
tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan dari jalan napas di paru dan mempengaruhi
sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, jalur jalan napas
membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru
(Rosalina, 2015). Penyakit asma adalah efek peradangan paru yang menyebabkan menyempitnya
jalan napas, sehingga pengeluaran udara dari paru-paru terhambat, dan demikian pula dengan
udara yang dihembuskan ke paru-paru (Setiono, 2005 dalam Aspar,2014). Reaksi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernapasan sehingga
menimbulkan gejala sesak napas (Haryanto, 2014).
Asma biasanya dikenal dengan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing
(Mengi) intermiten yang timbul sebagairespon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau
allergen.Pola pikir ini mengakibatkan penatalaksanaan asma hanya berfokus pada gejala asma
yang muncul dan tidak ditunjukan pada penyebab yang mendasari terjadinya kondisi tersebut.
(Clark &Varnell, 2013). Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin,
biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak
napas (dyspnea) dan Mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat.
Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan
nonproduktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori
pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau ketika beraktivitas
(Brunner & Suddard, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang
setiap tahun (GINA, 2006). Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai
300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila
tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan. Hampir 44
juta penduduk di Asia Timur atau daerah Pasifik menderita asma, meskipun prevalansi dan
laporan yang ada menunjukan variasi yang besar di daerah itu.Para ahli percaya bahwa
peningkatan prevalensi asma yang signifikan akan dilaporkan Cina sebanyak 10 kali lipat.
Mereka meramalkan bahwa peningkatan absolut prevalensi asma sebesar 2% di Cina akan
menyebabkan penambahan 20 juta pasien asma di seluruh dunia (Clark & Varnell, 2013).
1. Tujuan Umum
mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan kasus Asma
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus asma
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus asma
c. Penulis mampu menyusun rencan keperawatan pada pasien dengan kasus asma
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan kasus asma
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan kasus asma.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan kesulitan bernapas. Ini
sering dimulai pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat berkembang pada
orang dewasa, dan mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Asma disebabkan
oleh pembengkakan dan penyempitan tabung yang membawa udara ke dan dari paru-
paru (WHO, 2020). Selain itu, asma merupakan suatu penyakit dengan adanya
penyempitan saluran pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi,
hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan dan inflamasi yang
disebabkan berbagai macam rangsangan (Alsagaff, 2017 dikutip dari
Danusantoso, 2018)
B. Factor resiko
Ada beberapa faktor resiko dari asma yaitu:
1) Kecenderungan untuk mengembangkan alergi, yang disebut atopi
2) Orang tua yang memiliki asma
3) Infeksi saluran pernapasan tertentu selama masa kanak-kanak
4) Kontak dengan beberapa alergen udara atau paparan ke beberapa infeksi virus pada
masa
bayi atau pada anak-anak usia dini ketika sistem kekebalan tubuh berkembang
C. PENYEBAB ASMA
Belum diketahui secara pasti apa penyebab penyakit asma. Namun, kondisi ini kerap
terjadi ketika pengidapnya terpapar zat pemicu tertentu. Beberapa hal yang diduga dapat
memicu asma adalah sebagai berikut:
1) Infeksi saluran pernapasan atas.
2) Faktor cuaca, misalnya cuaca dingin, panas atau perubahan suhu yang drastis.
3) Perokok aktif dan pasif.
4) Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung pengawet.
5) Terkena paparan zat-zat di udara, seperti polusi udara atau zat kimia.
6) Alergi makanan tertentu.
7) Stres dan gangguan kecemasan.
8) GERD
9) Aktivitas berlebih seperti olahraga berat, terlalu banyak tertawa atau bernyanyi.
10) Penggunaan obat-obatan tertentu.
D. Manifestasi Klinis
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak di dada, di
sertai dengan pernafasan lambat, mengi dan laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjang di bandingkan dengan inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan nafas yang tersumbat akan
menyebabkan dispnea, batuk awalnya susah dan kering, tanda selanjutnya termasuk
sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat. Selain itu juga terdapat tanda-tanda seperti
berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi. Serangan asma dapat berlangsung
sekitar 30 menit sampai dengan beberapa jam dan dapat hilang dengan spontan. Meski
serangan asma jarang yang fatal tetapi sering terjadi reaksi kontinou yang lebih berat,
yang di sebut asmatikus. Kondisi ini yang dapat mengancap hidup. Serangan asmatik
dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergen, seperti obat-obat
tertentu, latihan fisik yang berlebih dan kegairahan emosional (Andra & Yessi, 2013).
1) Tanda-tanda asma
a) Perubahan dalam pola pernapasan
b) Bersin-bersin
c) Perubahan suasana hari (moodines)
d) Batuk
e) Gatal-gatal pada tenggorokan
f) Sulit tidur
g) Turunnya toleransi tubuh terhadap aktivitas olahraga
2) Gejala Asma
a) napas berat
b) mengi
c) napas pendek dan tersengal-sengal
d) sesak dada
E. Patofisiologi
Mekanisme perjalanan penyakit asma bronkhial adalah individu dengan asma yang
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang di hasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan (jumlah kontak) berulang
terhadap antigen mengakibatkan adanya ikatan antigen dengan antibodi, hal ini akan
menyebabkan terjadinya pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, brakidinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mampu mempengaruhi otot polos
serta kelenjar jalan nafas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan
pembentukan mukus yang sangat banyak (Smeltzer & Bare, 2008).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial di atur dalam impuls saraf
vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idopatik atau non alergi ketika ujung saraf
pada jalan nafas di rangsang oleh saraf faktor seperti infeksi, latihan dingin, merokok,
polusi, emosi. Jumlah asekitolin yang di lepaskan meningkat. Pelepasan asetilkotin ini
secara langsung menyebabkan bronkostriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi yang di bahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis. Setelah pasien terpajan alergen atau penyebab atau faktor
pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri
atau duduk serta berusaha penuh untuk mengerahkan tenaga dalam memperbaiki pola
bernafasnya. Kesulitan utama pada pasien asma terletak pada saat ia melakukan ekspirasi.
Percabangan trakeobronkial akan melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit
untuk memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang sempit serta mengalami edema
dan terisi mukus yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu
pada saat ekspirasi. Kemudian, udara yang terperangkap pada bagian distal menjadi
tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Oleh karenanya,
timbulah suara nafas mengi dengan ekspirasi yang memanjang, dimana hal tersebut
merupakan ciri khas pada penderita asma, sewaktu pasien tersebut berusaha memaksakan
udara keluar dari paru-paru. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam, diikuti dengan batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-
putihan (Padila, 2012)
F. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar orang yang mempunyai penyakit asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Program penatalaksanaan
asma menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) meliputi 7 komponen, yaitu :
1) Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiliti dan mortaliti. Edukasi tidak hanya
ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang keehatan/ asma, profesi
kesehatan.
2) Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah sehingga membutuhkan perubahan terapi.
b. Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya.
c. Daya ingat (memori) dan motifasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.
4) Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang. Penatalaksanaan asma
bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Penanganan Asma Secara Mandiri
Hubungan penderita dengan dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif dalam penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan
asma dalam waktu jangka panjang sesuai dengan kondisi penderita, realistic atau
memungkinkan penderita dengan maksud mengontrol asma.
Apabila memungkinkan ajaklah perawat, farmasi, fisioterapi pernapasan dan
lain-lain untuk membantu memberikan edukasi dan menunjang keberhasilan
pengobatan penderita.
c. Menetapkan pengobatan Pada serangan Akut
5) Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka yang panjang terdapat 2 hal yang penting di perhatikan
yaitu : tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau
penanganan lanjut bila di perlukan.
6) Pola hidup sehat
Pola hidup sehat yang dapat dilakukan yakni, meningkatkan kebugaran fisik, berhenti
atau tidak merokok serta menghidari lingkungan kerja yang berpotensi dalam
menimbulkan asma.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum
 Pemeriksaan untuk melihat adanya, kristal-kristal
 Charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil
 Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.
2) Pemeriksaan darah
 Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH c) Hiponatremia dan
kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
 Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan
menurun pada saat bebas serangan asma.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi
klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi &
Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
1) Tes Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau
nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi :
 Penurunan forced expiratory volume (FEV)
 Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
 Kehilangan forced vital capacity (FVC)
 Kehilangan inspiratory capacity (IC) (Wahid & Suprapto, 2013)
2) Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang
menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut :
 Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
 Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
 Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
 Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
3) Pemeriksaan Tes Kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat
bereaksi positif pada asma secara spesifik
4) Elektrokardiografi
 Terjadi right axis deviation
 Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
 Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
5) Scanning paru
Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013).
H. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie (2013) komplikasi asma yaitu pneumothorak,
pneumomediastium, emfisema sub kutis, atelektasis, aspirasi, kegagalan jantung, gagal
nafas, dan asidosis.

Anda mungkin juga menyukai