Anda di halaman 1dari 17

Pajak Penghasilan Pasal

22, 23, 24 dan 26

Lina Budiarti, SE, M.Ak


Menurut UU Pajak
Penghasilan (PPh) Nomor
36 tahun 2008, Pajak PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah dikenakan kepada
bentuk pemotongan atau badan-badan usaha
Penghasilan pemungutan pajak yang tertentu, baik milik
Pasal 22 dilakukan satu pihak
pemerintah maupun
terhadap wajib pajak dan
berkaitan dengan kegiatan swasta yang
perdagangan barang. melakukan kegiatan
perdagangan ekspor,
impor dan re-impor.
Tujuan =>
Kesederhanaan dan
Karakteristik kemudahaan pengenaan
Dipungut atas
Pajak pajak agar tepat waktu
kegiatan
Penghasilan perdagangan
Pemungut => pihak-pihak barang bukan atas
Pasal 22 tertentu yang ditunjuk penghasilan
oleh Kemenkeu
Objek
Pajak
Pasal 22
Objek
Pajak
Pasal 22
Bukan
Objek
Pajak
Pasal 22
Bukan
Objek
Pajak
Pasal 22
Subjek PPH Pemotong PPH
Pasal 23 Pasal 23

Badan Pemerintah
Objek Subjek Pajak DN
Penyelenggara Kegiatan
WP OP DN BUT
Pajak WP Badan DN
&
Perwakilan Perusahaan LN lainnya

Pasal 23 BUT Penilai (appraisal)


Aktuaris
Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
Hukum
Arsitektur
Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
Perancang (design
DLL.
(OP yang melakukan pekerjaan Bebas / menjalankan
Usaha& menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran
sewa
Bukan
Objek
Pajak
Pasal 23
PPh Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur
hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di
Pajak luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang
Penghasilan dimiliki di Indonesia.
Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia
Pasal 24 dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka
bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri
tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar
wajib pajak tidak terkena pajak ganda
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan
untuk memotong hutang pajak Indonesia adalah sebagai
berikut:
❖ Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari
Pajak pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
❖ Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan
Penghasilan penggunaan harta-benda bergerak.
❖ Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
Pasal 24 tidak bergerak.
❖ Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan.
❖ Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
❖ Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah
perusahaan pertambangan.
❖ Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
❖ Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk
usaha tetap (BUT).
Katakanlah PT. Suka Hati Pada Tahun 2019 memperoleh pendapatan neto di
dalam negeri sebesar Rp 25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp
10.000.000.000. Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.
Pajak Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000 (Penghasilan
dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Penghasilan Total PPh Terutang:
• 22% × Rp 35.000.000.000=Rp 7.700.000.000
Pasal 24 • PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:
• (Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang
• (Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 7.700.000.000=
• Rp 2.200.000.000
Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp
2.200.000.000. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai pengurang
pajak dalam negeri.

Namun ingat, apabila wajib pajak hendak mengkreditkan PPh terutang yang
sudah dibayarkan pada pajak dalam negeri, terlebih dahulu Anda harus melapor
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan melaporkannya pada saat
melapor SPT Tahunan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal

Pajak 25) adalah pajak yang dibayar secara


angsuran. Tujuannya adalah untuk
meringankan beban wajib pajak,
Penghasilan mengingat pajak yang terutang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun.
Pasal 25 Pembayaran ini harus dilakukan sendiri
Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang
dan tidak bisa diwakilkan.
Pribadi atau pun Badan yang
melakukan suatu kegiatan usaha
dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
25 berupa angsuran PPh tiap
bulannya.
Keterlambatan, baik dalam menyetor
maupun melapor, dapat dikenai sanksi
sesuai ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun
berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang
dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar
PPh yang terutang pajak tahun lalu,
yang dikurangi dengan:
Pajak
• Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu
Penghasilan sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan
20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15%
Pasal 25 berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta
pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100%
bagi yang tidak memiliki NPWP);

• Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri


yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total
bulan dalam pajak masa setahun.
Hal yang menentukan OP atau Badan dikategorikan sebagai
wajib pajak luar negeri adalah:
• OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
Menurut
setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan
Undang-Undang Nom
atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya
or 36 tahun 2008, PPh
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Pajak Pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang
• OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
dikenakan atas
Penghasilan penghasilan yang
setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan
atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau
diterima wajib pajak
Pasal 26 luar negeri dari
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia selain
Indonesia.
bentuk usaha tetap
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran
(BUT) di Indonesia.
(gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib
Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan
atas:
Tarif • Dividen
• Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan

Pajak pembayaran pinjaman


• Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
• Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Penghasilan • Hadiah dan penghargaan
• Pensiun dan pembayaran berkala
Pasal 26 • Premi swap dan transaksi lindung lainnya
• Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Sekian

Anda mungkin juga menyukai