Nim: 201310026 Kelas: 12 Manajemen Pagi Makul: Perilaku Organisasi (Tugas Resume ke-13 Pertemuan 15)
1. Kekuatan Perubahan (Forces Of Change)
“Bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespon perubahan” (Charles Darwin). Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju yang diharapkan di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Dalam pengertian tersebut jelas bahwa perubahan merupakan transformasi keadaan menuju kearah yang lebih baik, walaupun perubahan tidak selamanya berdampak baik atau perubahan adalah transformasi dari keadaan yang sekarang menuju keadaan yang diharapkan di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Memang perubahan belum tentu menghasilkan pembaruan, tetapi tanpa perubahan tak akan pernah ada pembaruan (Rhenald Kasali). Menurut Kurt Lewin, perubahan terjadi karena munculnya tekanan- tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok dan perubahan besar memerlukan tahap pencarian karena “orang-orang yang berpikiran lama” ingin mempertahankan kekuasaan, wewenang dan rasa nyamannya. Kebutuhan akan perubahan lebih bersifat faktor internal organisasi sedangkan kekuatan untuk perubahan dapat bersumber dari faktor internal dan eksternal (Wibowo,2012:82). Kemudian dijelaskan bahwa tekanan lingkungan lebih merupakan faktor eksternal, sedangkan tekanan organisasional lebih merupakan faktor internal. Sehingga yang akan dijelaskan disini yaitu bagaimana implementasi dari tekanan organisasional yang dapat disebut sebagai tekanan internal pendorong adanya perubahan. Robbins (2001:540) mengungkapkan adanya 6 faktor yang merupakan kekuatan untuk melakukan perubahan yaitu: a. Sifat tenaga kerja b. Teknologi c. Kejutan ekonomi d. Persaingan e. Kecenderungan sosial f. Politik dunia “Complacency exists when people think what they are doing is right and they don’t need to change. The most common cause of complacency is past success. In a world that is changing faster and faster all the time, complacency is cancer.” (John Kotter) Dinamika eksternal dan internal menuntut perubahan. Ada suatu adagium yang mengatakan, tidak ada pertumbuhan dalam zona nyaman dan tidak ada kenyamanan dalam pertumbuhan (there is no growth in comfort zone, and there is no comfort in growth). Perubahan selalu datang bersama sahabat-sahabatnya, yaitu resistensi, penyangkalan, dan kemarahan. Tak dapat dipungkiri, perubahan selalu menimbulkan kegaduhan dan kritik. Manusia ingin berubah, tetapi tidak mau diubah. Ada yang bisa “melihat”, ada yang “tak mau” melihatnya. Ada yang mengkritik untuk memperbaiki, tetapi banyak yang langsung menolak dan menyatakan tak bernalar, pasti gagal, dan seterusnya (Rhenald Kasali). Stephen P Robbins dan Timothy A Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior Global Edition Sixteenth Edition mengatakan bahwa penolakan perubahan dalam organisasi bukan hanya terjadi pada tingkatan karyawan semata. Penolakan perubahan juga bisa terjadi pada tingkatan organisasi, atau dengan kata lain, meskipun sudah mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sebuah organisasi untuk berubah, sebuah organisasi bisa jadi akan tetap menolak perubahan. Resistensi atau penolakan pada perubahan pada umumnya akan terjadi ketika ada sesuatu yang mengancam “nilai seseorang”. Ancaman tersebut bisa jadi nyata atau sebenarnya hanya suatu persepsi saja. Dengan kata lain, ancaman ini bisa saja muncul dari pemahaman yang memang benar atas perubahan yang terjadi atau sebaliknya karena ketidakpahaman atas perubahan yang terjadi. Kritner dan Kinicki (2001) mengelompokkan perubahan ke dalam tiga tipologi, yaitu: 1) Adaptive change merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya dan ketidakpastiannya. 2) Innovative change memperkenalkan praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini berada di tengah kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya. 3) Radically innovative change merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan, cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karena memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan. Dengan kondisi diatas jika memakai tipologi perubahan Kritner dan Kinicki maka tipe yang terbaik untuk kita adalah innovative change. Alasannya adalah tipe perubahan ini bersifat moderat yang artinya berada ditengah antara adaptive & radical. Jika menggunakan tipe yang pertama yaitu adaptive maka perubahan yang diharapkan akan memakan waktu yang lama sementara tuntutan eksternal bersifat masif. Sedangkan jika menggunakan tipe yang radikal maka resistensi akan sangat tinggi karena jumlah karyawan yang loyal dan telah nyaman dengan eksistensinya selama lebih dari 10 tahun dengan jumlah yang besar tadi akan terusik yang dikhawatirkan akan tidak produktif bagi operasional pada unit kerja. Ada beberapa ungkapan mengenai perubahan yang populer dan berbunyi sebagai berikut “di dunia ini tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri”, “semuanya berubah hanya satu yang tidak berubah yaitu perubahan”, “tidak ada satupun yang tetap diam, semuanya selalu bergerak mengalir” dan “berubah atau mati” (Heraclitus, 544–483 SM). –arsamodra- 2. Perubahan Yang Terencana (Planned Change) Planned change atau perubahan terencana adalah perubahan yang dirancang dan diterapkan secara teratur dan tepat waktu untuk mengantisipasi peristiwa di masa depan. Perubahan tersebut dapat terkait dengan budaya perusahaan, struktur organisasi, proses bisnis, strategi perusahaan, atau aspek bisnis lainnya. Perubahan terencana bertujuan untuk mempersiapkan organisasi atau bagiannya untuk beradaptasi dengan arah atau tujuan baru organisasi. Perubahan semacam ini dipikirkan dengan cermat, berdasarkan data dan didokumentasikan. Perubahan ini dihasilkan oleh usaha-usaha yang dilakukan oleh agen perubahan. Perubahan ini merupakan respon dari adanya perbedaan antara apa yang diharapkan dan kondisi aktual. Contonhnya dalam suatu organisasi yang menerapkan teknologi informasi dalam organisasinya sehingga dapat membantu organisasi dalam mewujudkan tujuan dan cita – cita organisasi. 3. Keinginan Untuk Tidak Berubah (Resistance to Change) Banyak sekali para pekerja yang enggan atau alergi ketika dilakukan perubahan terhadap proses atau sistem kerja yang sudah biasa mereka lakukan. Tidak hanya pekerja atau operator, bahkan para manajer pun kadangkala sangat resitant terhadap perubahan. Alasan utama keengganan untuk melakukan perubahan pada umumnya adalah bahwa mereka merasa sistem atau proses yang sudah berjalan selama ini sudah yang terbaik, sudah nyaman, tidak pernah terjadi kecelakaan, dan berbagai alasan lain sehingga enggan terhadap perubahan. Enggan terhadap perubahan adalah suatu reaksi yang natural, bentuk reaksi dari keengganan bisa bermacam-macam, namun reaksi awal keengganan terhadap perubahan biasanya dalam bentuk mengabaikan kebutuhan untuk berubah, sebagai contoh “ kami telah melakukan proses ini dengan cara seperti ini dan tidak pernah terjadi kecelakaan, hanya orang-orang yang kurang hati-hati saja yang bisa celaka”, cara berfikir mereka inilah yang menyebabkan mereka enggan untuk melakukan perubahan, dan mereka cenderung berlawanan dengan ide-ide perubahan. Mereka merasa ketakutan terhadap bentuk perubahan yang belum mereka ketahui, merasa bahwa setiap perubahan akan menambah beban kerja mereka dan merasa khawatir bahwa cara kerja mereka selama ini akan ketahuan kekurangannya. Adabeberapa bentuk alasan yang menyebabkan orang enggan terhadap perubahan, yaitu: Alasan Emosional Alasan Kognitif Alasan Sosial Alasan Perilaku Alasan Organisasi Alasan Emosional Alasan emosional muncul apabila mereka bisa membuat situasi dimana mereka bisa merubah rasa takut menjadi rasa marah mereka terhadap perubahan, atau berusaha mengejek terhadap usaha-usaha perubahan dengan membuat malu sipembawa perubahan tersebut. Sebagai contoh, ketika seseorang berusaha untuk memulai melakukan pekerjaan secara aman atau berperilaku aman, maka orang-orang yang tidak menyukai perubahan tersebut akan mulai mengejek atau marah karena khawatir perusahaan akan menyalahkan mereka. Alasan Kognitif Alasan kognitif muncul apabila ada kesempatan untuk mengurangi atau menghilangkan keinginan untuk berubah. Sebagai contoh orang akan mengatakan “Kita telah melakukan proses kerja seperti ini selama 30 tahun, kenapa sekarang kita harus merubahnya?” Mereka berusaha untuk meyakinkan sipembawa perubahan dengan pernyataan tersebut. Atau mereka melakukan dengan cara lain yaitu mengalihkan topik perubahan tersebut menjadi topik lain yang sepele untuk membingungkan orang-orang. Alasan Sosial Alasan sosial biasanya muncul karena adanya faktor pertemanan, perasaan tidak enak sama yang lain, ikut-ikutan toleransi atau takut dikucilkan oleh yang lain didalam kelompok kerjanya. Alasan Perilaku Alasan perilaku bisanya dapat dilihat dari cara mereka menanggapi perubahan misalnya dengan mengulur-ulur waktu perubahan, mencari-cari alasan seperti tidak ada waktu, terlalu sibuk, sulit untuk mengumpulkan team untuk mendiskusikan perubahan tersebut, selalu berargumentasi atau bertanya tentang hal-hal yang sepele tentang initiatif perubahan tersebut. Mereka seolah-olah mendukung perubahan, namun tidak mau atau selalu gagal melakukannya. Alasan Organisasi Keengganan untuk berubah juga bisa datang dari organisasi, departemen atau kelompok kerja. Keengganan tersebut merupakan keputusan kolektif dari organisasi tersebut. Hal yang paling sering diungkapkan adalah “Kami tidak pernah mengalami kecelakaan disini”. Dengan mengenali alasan-alasan keengganan terhadap perubahan tersebut, maka dapat dibuat strategi dan rencana yang baik untuk melakukan perubahan didalam organisasi. Cara yang paling baik dalam mengatasi keengganan adalah dengan melibatkan setiap orang didalam organisasi didalam proses perubahan tersebut, berikut adalah hal-hal yang sebaiknya diketahui dan dilakukan dalam menanganani keengganan untuk berubah: Mengetahui alasan keengganan Menyadari untuk apa berubah Jelas tentang perubahan yang dibutuhkan Memberi penjelasan tentang alasan perubahan Meminta kerjasama bukan paksaan Mendorong untuk berdiskusi Meminta masukkan dan menjalankan masukkan tersebut (bukan basa-basi) Fleksible dan bersedia bernegosiasi Jelas rentang waktu yang dibutuhkan untuk proses perubahan tersebut 4. Pendekatan Untuk Manajemen Perubahan Pada Organisasi Penjelasan bagaimana pendekatan dalam manajemen perubahan. Munculnya perbedaan budaya dalam organisasi akan mempengaruhi kesiapan rencana perubahan yang tepat. Berikut ini merupakan 4 pendekatan manajemen perubahan dalam perusahaan antara lain: 1. Rasional-empiris Pendekatan ini berdasarkan keyakinan bahwa perilaku orang dapat menunjukkan suatu prediksi dan mereka akan memberikan perhatian khusus terhadap kepentingan diri sendiri. Mereka akan berubah dengan sendirinya ketika mereka menerima komunikasi yang lebih informative, efektif dan saat ada insentifpada perubahan yang mereka nilai lebih memadai. 2. Normative – reedukatif Menekankan pada bagaimana seorang manajer perubahan dapat memberikan pengaruh atau berperilaku dengan cara-cara tertentu, sehingga nantinya para anggota dapat membuat perubahan. Pendekatan ini dapat dibantu dengan penggunaan sistem manajemen kompetensi dan training selama proses pemantauan. 3. Kekuasaan – koersif Pendekatan ini membuat piha manajemen perubahan untuk melakukan caranya secara naif bagi yang lain. Asumsi dasar dari pendekatan ini adalah mereka yang pada dasarnya patuh akan siap untuk melakukan apapun yang menjadi tugas atau arahan, dengan sedikit atau tanpa bujukan. Pendekatan ini mempunyai resiko yang cukup besar. 4. Lingkungan – adaptif Dasar pemikiran yang ada dalam pendekatan ini adalah bahwa meskipun mampu beradaptasi di segala kondisi, mereka tetap berusaha menghindari setiap bentuk kerugian. 5. Membuat Budaya Perubahan Langkah-langkah dalam perubahan budaya Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi. 1. Sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada, atau menggunakan cara yang ada saat ini. 2. Setelah memahami budaya organisasi yang ada saat ini, organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut? 3. Terakhir, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya. Rencanakan Budaya Organisasi yang diinginkan Organisasi harus merencanakan kemana tujuan mereka sebelum mencoba membuat perubahan dalam budaya organisasi. Dengan gambaran yang jelas dimana arah perusahaan, organisasi bisa merencanakan kemana arah selanjutnya. Misi, visi, dan nilai: untuk memberikan kerangka penilaian dan evaluasi budaya organisasi, organisasi Anda harus mengembangkan gambaran masa depan yang diinginkan. Apa yang ingin diciptakan organisasi dimasa datang? Misi, visi, dan nilai harus diuji, baik strateginya dan nilai yang berdasarkan komponen organisasi. Tim manajemen Anda harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: a. apa 5 nilai terpenting yang ingin Anda lihat untuk mewakili budaya organisasi Anda? b. apakah nilai-nilai ini sesuai dengan budaya organisasi saat ini? apakah mereka ada? Jika tidak, mengapa tidak? Jika mereka tidak begitu penting mengapa? Jika mereka sangat penting, mengapa Anda tidak mencapai nilai-nilai ini? c. apa yang diperlukan untuk menciptakan budaya yang diinginkan oleh organisasi? Anda tidak bisa mengubah budaya organisasi tanpa mengetahui kemana organisasi ingin berada atau elemen apa dalam budaya organisasi yang perlu diubah. Elemen-elemen budaya apa yang mendukung keberhasilan organisasi Anda, atau tidak? Misalnya, tim Anda memutuskan bahwa Anda terlalu banyak menggunakan waktu untuk saling menyetujui daripada menantang asumsi dan prediksi anggota tim, yang biasanya salah. Pada contoh kedua, anggota tim manajemen inti, yang seharusnya memimpin perusahaan, menghabiskan waktu team building dengan berbagai anggota tim yang berbeda dengan basis individu, dan menjadi kerusakan fungsi keseluruhan kelompok. Ketiga, karyawan perusahaan seperti membuat keputusan, tapi, sebenarnya, sedang menunggu “berkah” dari pemilik atau pendiri perusahaan yang maju kedepan dengan perusahaan. Di masing-masing situasi ini, komponen budaya organisasi akan menjaga langkah kedepan perusahaan dengan kesuksesan yang sepadan. Anda harus secara sadar mengidentifikasi hambatan-hambatan budaya dan memutuskan untuk merubahnya. Namun, dengan mengetahui seperti apa budaya organisasi yang diinginkan belumlah cukup. Organisasi harus menciptakan rencana untuk memastikan bahwa budaya organisasi yang diinginkan menjadi kenyataan. Merubah budaya organisasi Lebih sulit untuk merubah budaya sebuah organisasi yang eksis daripada menciptakan budaya didalam organisasi baru. Jika budaya organisasi telah ditetapkan, orang harus melepaskan nilai-nilai lama, asumsi, dan perilaku sebelum mereka belajar yang baru. Dua elemen terpenting dalam menciptakan perubahan budaya organisasi adalah dukungan eksekutif dan pelatihan. – Dukungan eksekutif: eksekutif dalam organisasi harus mendukung perubahan budaya, selain dukungan verbal. Mereka harus menunjukkan dukungan perilaku untuk perubahan budaya. Eksekutif harus memimpin perubahan dengan merubah perilaku mereka. Ini sangat penting bagi para eksekut if untuk mendukung perubahan secara konsisten. – Pelatihan: perubahan budaya tergantung pada perubahan perilaku. Anggota organisasi harus memahami dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka, dan harus tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru, setelah ditentukan. Training bisa jadi sangat berguna baik untuk mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru . Tambahan dalam perubahan budaya organisasi Komponen penting lainnya dalam perubahan budaya organisasi adalah : 1. Menciptakan pernyataan nilai dan kepercayaan: gunakan fokus karyawan pada kelompok, dengan departemen untuk meletakkan misi, visi, dan nilai-nilai kedalam kata- kata yang menyatakan pengaruh di masing-masing pekerjaan karyawan. Untuk satu pekerjaan, karyawan menyatakan: “Saya menghidupkan nilai kualitas perawatan pasien dengan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan pasien.” Latihan ini akan memberikan pemahaman umum terhadap budaya yang diinginkan yang sebenarnya merefleksikan tindakan yang harus dipenuhi dalam pekerjaan mereka. 2. Mempraktekkan komunikasi yang efektif: membuat semua karyawan mendapatkan informasi terkait dengan proses perubahan budaya organisasi memastikan akan komitmen dan keberhasilan. Dengan mengatakan pada karyawan apa yang diharapkan dari mereka adalah penting untuk perubahan budaya organisasi yang efektif. 3. Review struktur organisasi: perubahan struktur organisasi secara fisik untuk memenuhi keinginan budaya organisasi yang diperlukan. Misalnya, dalam perusahaan kecil, empat unit bisnis yang berbeda berkompetisi dalam hal produk, pelanggan, dan sumber dukungan internal, mungkin tidak akan mendukung penciptaan budaya organisasi yang efektif. Unit-unit ini seperti tidak mendukung kesuksean bisnis secara keseluruhan. 4. Desain ulang pendekatan terhadap reward dan pengakuan: Anda perlu mengubah sistem reward untuk mendorong perilaku penting yang diinginkan dalam budaya organisasi. 5. Review semua sistem kerja Anda, seperti promosi karyawan, manajemen kinerja, dan pemilihan karyawan untuk memastikan mereka sesuai dengan budaya yang diinginkan. Misalnya, Anda tidak bisa memberikan reward kinerja individu jika persyaratan budaya organisasi menentapkan team work. Bonus total eksekutif tidak bisa digunakan sebagai reward sasaran departemennya tanpa mengenali pentingnya peran dia dalam tim eksekutif untuk mencapai tujuan organisasi. 6. Work Stress Manajemen Stress adalah suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka. Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan. Mengapa kita perlu untuk mengatasi stress? Sekitar 1 dari 5 orang mengatakan bahwa mereka mengalami stress atau sangat stress dalam pekerjaan mereka. Lebih dari setengah juta orang melaporkan mengalami sakit akibat dari stress pekerjaan. Setiap kasus sakit akibat stress kerja mengakibatkan kehilangan 29 hari waktu kerja. Sebanyak 13,4 juta hari total kehilangan waktu kerja pada tahun 2001. Kerugian atau biaya yang dikeluarkan untuk penyakit akibat stress kerja berkisar antara £ 37 Miliar – £ 38 Miliar setahun (1995-1996). (Sumber Health and Safety Executive). Mengingat demikian besarnya dampak kerugian yang diakibatkan oleh stress kerja, maka Health and Safety Executive (HSE) di UK membuat manajemen standar untuk mengatasi atau mengurangi stress di tempat kerja. Guidance atau manajemen standar yang dikeluarkan oleh HSE mencakup enam (6) elemen penting dalam mengendalikan stress kerja ditempat kerja. Jika enam elemen tersebut tidak ditangani dengan baik, maka akan dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja, kesejahteraan pekerja, produktivitas kerja, kecelakaan kerja, kenyamanan bekerja, hubungan kerja, dan lain-lain. Enam elemen penting yang harus ditangani secara baik dan berkelanjutan adalah sebagai berikut: Tuntutan – seperti beban kerja, pola kerja dan lingkungan kerja. Kontrol – berapa banyak pekerja mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan mereka sesuai SOP namun gagal. Dukungan – seperti dorongan, motivasi, kelengkapan sumber daya. Hubungan – misalnya mempromosikan perilaku positif untuk mencegah konflik terhadap perilaku negatif. Peran/tanggung jawab – apakah para pekerja benar-benar sudah memahami tanggung jawab mereka didalam organisasi dan apakah sudah tidak ada konflik tanggung jawab didalam organisasi. Perubahan – apakah setiap perubahan sudah dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh pekerja. Berikut akan kita lihat guideline (manajemen standar) untuk masing-masing elemen agar lebih mudah untuk diterapkan ditempat kerja. ELEMEN 1: TUNTUTAN Standar: Pekerja harus mampu menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi tuntutan kerja yang diberikan kepada mereka. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Perusahaan memberikan beban kerja atau tuntuan kerja yang sesuai atau dapat dicapai/diselesaikan berdasarkan waktu kerja yang disepakati. Tuntutan pekerjaan yang diberikan disesuaikan dengan keterampilan dan kemampuan pekerja. Pekerjaan yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan pekerja. Keluhan pekerja terhadap pekerjaan harus dibicarakan penyelesaiannya. ELEMEN 2: KONTROL Standar: Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka mampu menjelaskan cara kerja yang mereka lakukan. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Pekerja harus mampu mengontrol pekerjaan mereka. Perusahaan mendoronga pekerja untuk menggunakan keterampilan dan inisiatip dalam melakukan pekerjaan mereka. Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan baru untuk membantu mereka dalam mengahadapi tantangan baru didalam bekerja. Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan mereka. Pekerja memiliki otoritas untuk mengambil waktu istirahat. Pekerja dapat berkonsultasi atas pola kerja mereka. ELEMEN 3: DUKUNGAN Standar: Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka menerima informasi dan dukunganyang memadai dari atasan dan rekan-rekan kerja mereka. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Perusahaan harus memiliki kebijakan dan prosedur yang cukup untuk mendukung pekerja. Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan manajer untuk mendorong dan mendukung staff mereka. Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja secara aktif mendorong dan mendukung rekan-rekan kerja mereka. Pekerja mengetahui dukungan apa yang tersedia dan bagaimana untuk mengaksesnya. Pekerja mengetahui bagaimana untuk mengakses sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka. Pekerja menerima umpan balik secara berkala dan konstruktif. ELEMEN 4: HUBUNGAN Standar: Pekerja menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami perlakuan yang tidak dapat diterima, misalnya intimidasi ditempat kerja. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Perusahaan mempromosikan perilaku positip ditempat kerja untuk menghindari konflik dalam menjamin keadilan. Pekerja berbagi informasi yang relevan dengan pekerjaan mereka. Perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mencegah perilaku atau perlakuan yang tidak dapat diterima. Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan dan mendorong manajer untuk menangani perilaku atau perlakuan tidak dapat diterima. Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan atau mendorong pekerja untuk melaporkan perilaku atau perlakuan yang tidak dapat diterima. ELEMEN 5: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB Standar: Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka memahami peran dan tanggung jawab mereka didalam pekerjaan mereka. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Perusahaan harus memastikan penempatan pekerja pada tempat yang sesuai. Perusahaan harus memberikan dan menyediakan informasi yang memungkinkan pekerja untuk memahami peran dan tanggung jawab mereka. Perusahaan harus membuat persyaratan yang jelas untuk setiap peran dan tanggung jawab kerja. Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja untuk menyampaikan setiap konflik atau masalah yang muncul didalam peran dan tanggung jawab kerja mereka. ELEMEN 6: PERUBAHAN Standar: Pekerja dapat menunjukkan bahwa perusahaan melibatkan mereka didalam melakukan perubahan. Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja. Kondisi yang harus dicapai: Perusahaan memberikan kesempatan atau waktu yang cukup kepada pekerja untuk memahami alasan-alasan perubahan yang diusulkan. Perusahaan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk berkonsultasi tentang perubahan dan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memberikan masukkan. Pekerja menyadari dampak dari setiap perubahan pekerjaan dan jika perlu pekerja diberikan training untuk mendukung perubahan tersebut. Pekerja mengetahui waktu atau jadual untuk perubahan. Pekerja memiliki akses untuk mendapatkan dukungan yang relevan selama perubahan. Bagaimana tahapan penerapan guideline penanganan stress ditempat kerja? Ada lima (6) tahapan yang harus dilakukan dalam menerapkan standar ini, yaitu: Menyiapkan organisasi untuk menerapkan manajemen standar penanganan stress ditempat kerja, seperti komitmen top manajemen untuk mendukung program ini, menyediakan sumber daya yang cukup dan team yang akan bekerja untuk program ini. Melakukan identifikasi faktor-faktor risiko stress ditempat kerja dengan terlebih dahulu memahami standar penanganan stress ditempat kerja. Mengumpulkan data-data pekerja yang mengalami stress dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Melakukan evaluasi terhadap data-data stress yang diperoleh dan mencari solusi yang mungkin dilakukan. Membuat rencana tindakan atau program penanganan stress dan menerapkan rencana tersebut. Melakukan tinjauan ulang dan kajian efektifitas program penanganan stress yang diterapkan.