Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATANPADA ANAK DENGAN HIRSCHPRUNG


DI RUANG ASTER RS dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Sindi Arika Putri, S. Kep
NIM 222311101145

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hirschprung
Oleh: Sindi Arika Putri S.Kep.

1. Kasus
Diagnosa Medis: Hirschprung

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Pengertian
Penyakit hirschprung adalah suatu penyakit tidak adanya ganglion saraf
parasimpatis pada lapisan mukosa dan submucosa usus besar mulai anus
hingga usus di atasnya. Dalam kondisi normal, otot-otot di usus akan memeras
dan mendorong feses (kotoran) secara ritmis melalui rectum. Pada penyakit
hirschprung saraf yang mengendalikan otot-otot ini (sel ganglion) hilang dari
bagian usus, sehingga tinja tidak dapat didorong melalui usus secara lancar.
Kemudian kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah hingga
menyebabkan pembesaran pada usus dan juga kotoran menjadi
keras,kemudian membuat bayi tidak dapat BAB (RSUP dr Sardjito, 2020).
Penyakit Hirschprung (Conginetal Aganglionic Megacolon) merupakan
kelainan konginetal langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan
pengeluaran feses karena tidak adanya sel ganglion di area usus terkena,
sehingga mengakibatkan hilangnya refleks rektosfingterik. Hirschprung juga
dikenal dengan istilah megacolon aganglionik konginetal yaitu tidak adanya sel
ganglion di pleksus myenteric Auerbach dan pleksus submucosa (Manalu dkk,
2021). Tidak adanya sel ganglion pada bagian usus yang terkena menyebabkan
kurangnya stimulasi system saraf enteric (ENS). Saraf enterik berfungsi untuk
mengendalikan kontraksi otot dalam pengeluaran feses melewati usus. Tanpa
adanya saraf enterik feses tidak dapat terdorong keluar hingga anus. Hal ini
menyebabkan penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak dan infeksi. Pada
bayi baru lahir dengan hirschprung, mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam
waktu 24-48 jam setelah kelahiran (Mayo Clinic, 2022).
Hirschprung dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (Noordiati,
2018)
1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid,
terjadi sekitar 75-80% dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada
tipe segmen pendek yang umum insidennya 5 kali lebih besar pada
laki- laki dibandingkan dengan wanita.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa
mengenai seluruh kolon. Lelaki lebih beresiko daripada

perempuan.

b. Penyebab
Tidak ada penyebab pasti dari penyakit Hirschsprung. Penyakit ini
termasuk penyakit langka dan dihubungkan dengan mutase gen. Hirschsprung
terjadi ketika sel saraf pada kolon tidak terbentuk secara sempurna. Terdapat
factor resiko pada Hirschsprung diantaranya:

1. Memiliki saudara dengan penyakit Hirschsprung. Penyakit


Hirschsprungbisa diturunkan (herediter), jika seseorang memiliki saudara yang
mengalami penyakit ini maka kemungkinan kedepannya juga dapat mengalami
hal yang sama (beresiko).
2. Jenis kelamin laki-laki. Pada Hirschsprung banyak dialami oleh laki-laki.

3. Seseorang yang memiliki kondisi atau penyakit keturunan lainnya.


Hirschsprung sering dikaitkan dengan kondisi bawaan tertentu, seperti down
sindrom dan kelainan lain pada saat bayi baru lahir, seperti penyakit jantung
bawaan (Mayo Clinic, 2022).

Faktor penyebab bayi mengalami penyakit hirschprung yaitu adanya


kegagalam pada migrasi kraniokaudal prekursor sel ganglion di sepanjang saluran
cerna selama minggu ke-5 sampai minggu ke-12 masa getasi. Inservasi parasimpatis
yang tidak lengkap pada segmen aganglionik dapat mengakibatkan terjadinya
peristaltik yang tidak normal, mengalami konstipasi, serta obstruksi usus f ungsional
(Hidayat, A. A. A. 2008). Penyakit hischprung diakibatkan karena terjadi kegagalan
migrasi sel-sel parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal, sehingga
menyebabkan sel ganglion tidak bisa ditemukan mulai dari anus dan panjangnya
bervariasi sampai ke proksimal.
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui,
tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena:
1. Gangguan Migrasi Sel krista saraf (neural crest)
Sistem saraf pada saluran pencernaan berasal dari primordium saraf pusat yang
mulai membelah dan berkembang sejak janin. Semua bagian aksis primordial
akan membentuk saraf di seluruh tubuh, beberapa aksis inilah yang akan
membentuk persarafan pada saluran gastrointestinal. Sel prekusor akan
bermigrasidari system saraf pusat ke usus untuk mengkolonisasi semua bagian
usus. Proses ini juga akan diikuti oleh proses diferensiasi menjadi beberapa tipe
sel neuron dan glia yang membentuk system saraf gastrointestinal. Adanya
gangguan dalam migrasi sel krista saraf ke usus pada usia gestasi minggu ke 5
hingga ke 12 akan menyebabkan penyakit Hirschprung. Semakin awal
penghentian proses migrasi maka aganglion juga akan semakin panjang (Aman
dkk, 2021).
2. Faktor Genetik
Diduga juga karena ada faktor genetik yang diturunkan dari keluarga ke anak.
Sekitar 3 – 12 % peluang bayi lahir dengan Hirschprung lebih tinggi pada
riwayat keluarga dengan Hirschprung.
3. Kelainan konginetal lain seperti trisomy 21 atau sindrom down. Penderita
sindrom down memiliki risiko 10 kali lebih besar menderita penyakit ini
dibandingkan dengan populasi normal (Irwanto, 2019).
c. Tanda dan Gejala
Terdapat beberapa tanda dan gejala dari penyakit hirschprung seperti:
1. Bayi lahir tidak dapat mengeluarkan meconium (tinja pertama bayi
barulahir)
2. Tidak dapat BAB dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3. Perut menggembung
4. Muntah
5. Diare encer (pada bayi baru lahir)
6. Berat badan tetap setelah lahir
7. Malabsorbsi (pada usus)
Penyakit Hirschprung dapat terdeteksi dalam beberapa bulan pertama
kehidupan. Manifestasi klinis dapat bervariasi tergantung usia ketika gejala
dikenali dan karna adanya komplikasi, seperti enterololitis. Gambaran klinis
dapatdibedakan sebagai berikut (Manalu dkk, 2021).):
1. Periode Neonatal
Pengeluaran meconium terlambat > 24 jam pertama kehidupan,
muntah berwarna hijau serta terdapat distensi abdomen. Bila
meconium dapat segera dikeluarkan, muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya berkurang. Ciri khas lainnya yaitu jika dilakukan
pemeriksaan colok dubur biasanya feses akan keluar menyemprot.
2. Periode Anak-anak
Konstipasi kronis dan gizi buruk adalah gejala klinis yang paling
menonjol pada anak. Tidak mampu mengeluarkan feses tanpa obat
pencahar atau enema. Biasanya anak akan memiliki siklus buang air
besar yang tidak teratur, bahkan hanya sesekali dalam beberapa hari.
Anak juga akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang
lambat.
d. Patofisiologi
Penyakit hirschprung (megakolon aganglionik) bermula dari tidak adanya
atau kekurangan sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa
(Meissner) dan mienterik (Auerbach) di satu atau lebih segmen kolon. Hal ini
menimbulkan gerakan peristaltik usus abnormal sehingga terjadi obstruksi usus,
akumulasi feses dan distensi usus (megakolon). Pada bagian proksimal dari
daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan
feses dan gas yang banyak (Wagner, 2018). Terdapat berbagai teori penyebab
penyakit hirschprung, salah satunya adalah kegagalan sel-sel krista neuralis untuk
bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bawah termasuk kolon
dan rectum pada usia gestasi minggu ke 5 hingga 12, akibatnya tidak ada
ganglionparasimpatis pada daerah tersebut, sehingga menyebabkan paristaltik
ususmenghilang, profulsi feses dalam lumen terlambat yang menyebabkan
distensi danpenebalan dinding kolon pada bagian proksimal sehingga timbul
gejala obstruktif usus baik akut maupun kronis tergantung pada panjang usus
dengan aganglion. Panjang segmen aganglionik pada usus bervariasi, mulai dari
area yang kecil (seperti sfingter ani internal) hingga seluruh kolon. Pada sebagian
anak yang mengalami penyakit hirschprung (sekitar 80%), segmen aganglionik
hanya mencakup kolon rektosigmoid. Penyakit ini dapat menjadi penyakit akut
atau kronis seperti menyebabkan enterkolitis, yaitu inflamasi pada kolon yang
merupakan penyebakan kematian pada bayi ataupun anak dengan penyakit
hirschprung (NIH, 2019).

e. Penanganan

1. Penatalaksanaan medis
a. Prosedur Penarikan Usus (laparoscopic pull-throught)
Pada prosedur ini dokter akan memotong dan membuang bagian usus besar
yang tidak memiliki saraf, kemudian menyambung usus yang sehat langsung
ke anus (Bawazir, 2020).
Gambar . Pull Through

b. Prosedur Swenson
Tujuan swenson pull-through adalah untuk menghilangkan seluruh kolon
aganglionik, dengan end-to-end anastomosis di atas anal sphingter.
Diperkenalkan pada tahun 1948 (Wahid, 2018).

Gambar. Prosedur Swenson

c. Prosedur Soave
Prosedur Soave melibatkan reseksi mukosa dan submukosa rektum dan
menarik melalui ganglion usus normal melalui manset berotot aganglionik
rektum. Diperkenalkan pada tahun 1955. Menghindari kerusakan nervus
didaerah pelvis. Mempertahankan serabut sensoris diantara dinding usus yang
aganglion (Wahid, 2018).

Gambar. Prosedur Soave


d. Prosedur Duhamel
Prosedur duhamel adalah tindakan operasi yang memotong usus besar yang
tidak memiliki saraf dan pembuluh darah, lalu menyambung usus besar yang
memiliki saraf dengan stapler linear untuk membuat lumen baru (Wahid,
2018).

Gambar. Prosedur Duhamel

2. Penatalaksanaan non medis


Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat digunakan
untuk mengatasi hirschsprung:
a. Memberikan makanan berserat tinggi: Apabila anak makan
makanan yang padat, berikan makanan berserat tinggi. Seperti gandum utuh,
buah- buahan dan sayuran serta batasi roti tawar dan makanan berserat
rendah lainnya. Karena peningkatan makanan berserat tinggi secara tiba-
tibadapat memperburuk sembelit pada awalnya, berikan makananberserat
tinggi secara perlahan.
b. Tingkatkan cairan: Dorong anak untuk minum lebih banyak air.
Apabila sebagian atau seluruh usus besar anak diangkat, anak mungkin
akan mengalami kesulitan menyerap cukup air. Minum lebih banyak air
dapat membantu anak tetap terhidrasi, yang dapat membantu meringankan
sembelit.
c. Dorong anak untuk aktif secara fisik: Aktivitas aerobik harian
dapat membantu buang air secara rutin.
d. Laksatif: Apabila anak Anda tidak merespon atau tidak dapat
mentolerir peningkatan serat, air atau aktivitas fisik, laksatif tertentu – obat
untuk membantu buang air besar- dapat membantu mengurangi sembelit.
f. Pathway (WOC)
Faktor genetic, gangguan
migrasi sel krista, penyakit
konginetal lain (trisomy 21)

Tidakabnormal
Gerakan adanyaperistaltic
sel usus
sel ganglion pada

PENYAKIT HIRSCHPRUNG

Absorbsi air di usus Kurangnya informasi Obstruksi kolon proksimal m.k Konstipasi Gangguan
tidak pasien atau keluarga Gastrointestinal
mengenai penyakit dan
pengobatan Makanan masuk
Cairan kurang dari Mual, muntah, kembung, anoreksi
kebutuhan tubuh m.k Nyeri Akut
Misinterpretasi Respon Distensi abdomen
psikologis pasien atau
Penurunan volume cairan
orang tua m.k
Intervensi pembedahan Intake nutrisi tidak adekuat
Ansiet
Nutrisi sel tidak tercukupi
m.k Defisit
m.k HIPOVOLEMIA Pengetahuan Terputusnya kontinuitas jaringan
Luka Post op
Resiko Gangguan Pertumbuhan Defisit Nutrisi

m.k Risiko Infeksi m.k Gangguan Integritas kulit/jaringan


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register,tanggal
datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
1. Nama dan jenis kelamin
Hirschprung lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
2. Nama orang tua
3. Umur dan tanggal lahir
Hirschprung utamanya terjadi pada neonatus baru lahir.
4. Status persalinan
Pada beberapa kasus terdapat hubungan erat penyakit hisprungdengan
kelahiran premature
b. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa
Medik
Hirschsprung
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan meconium lambat keluar atau tidak keluar
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nenonatus tidak dapat mengeluarkan meconium selama 24-48 jam pasca
dilahirkan, perut kembung, muntah berwarn ahijau, dan nyeri abdomen
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat penyakit diketahui ada peningkatan dalam eliminasi feses yang
dimulai dari beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir
dan ditemukannya rectum yang kosong
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit ini dapat diturunkan oleh anggota keluarga yang menderita
Hirschprung sebelumnya.
c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien ataupun keluarga klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan
dan kesejahteraan klien. Contohnya menjelaskan pada saat klien sakit
apakah memilih berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau
ke klinik terdekat.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan.
3) Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik
tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu
gangguan BAK dan BAB perlu diperhatikan. Pada klien yang mengalami
hirschprung mengalami konstipasi.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Klien dengan hirschprung kurang beraktivitas klien biasanya merasakan
lemas.
5) Pola istirahat dan tidur
Klien dengan hirschprung kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena
klien mengalami nyeri.
6) Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan hirschprung biasanyamasih tetap
sadar dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peranmasing-
masing individu. Pada klien dengan hirschprung mengalami gangguan
gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena adanya perubahan
bentuk tubuh.
8) Pola peran dan hubungan sesame
Klien dengan hirschprung tidak memiliki masalah dengan hubungan dengan
sesamanya.
9) Pola seksualitas
Menjelaskan tentang pola aktivitas klien apakah terganggu atau tidak
memiliki masalah.
10) Pola koping
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari
berbagai faktor.
11) Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita hirschprung ini
berkaitan dengan klien percaya ia dapat sembuh dan ia mampu
melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Klien dalam kondisi compos mentis, lemah, gelisah, suhu tubuh
meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat, dan BB turun.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan Hirschprung juga sama dengan klien lainnya
pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.
3) Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit
kepala kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
dibagian kepala.
b. Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan hilangnya
alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
pada kedua mata
c. Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d. Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga Palpasi
: tidak adanya nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan
lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f. Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g. Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas cepat, krepitasi
serta dapat dilihat batas saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya
hipersonor). Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang
denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordisdan aktivitas artikel,
bunyi jantung lebih cepat.
h. Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk perut,
dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta dilakukan
palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih,
yangditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada
organtersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, dan genitalia.
Ditemukan adanya distensi abdomen akibat pembesaran kolon.
i. Ekstermitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang
gerak keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada
klien dengan hirscprung tidak
memiliki keluhan tentangekstremitasnya.

j. Keadaan punggung

Bentuk punggung normal, tidak ada benjolan ataupun tonjolan spina


bifida

k. Kulit dan kuku

Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warnakulit


normal, warna kuku merah muda serta CRT < 2 detik.

l. Pemeriksaan reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

m. Keadaan local

Pengkajian terfokus pada kondisi local

n. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa penyakit hirschprung :

1. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen


Pada pemeriksaan ini pasien biasanya difoto terlentang dan
menyamping. Pada foto terlentang akan terlihat perbesaran dari usus,
kita juga dapat melihat obstruksi pada daerah kolon dan rektum.Pada
saat foto secara horizontal kadar cairan yang sudah menumpuk pada
usus dan melihat apakah ada atau tidak perforasi dibagian usus
(Wibowo, 2021).
b. Foto kontras enema
Kontras enema dapat membantu diagnosis dari penyakit
Hirschsprung. Radiologis biasanya menggunakan barium untuk
melakukan pemeriksaan ini, akan tetapi lebih memilih kontras enema
larut air jika tersedia. Dari pemeriksaan kontras enema ini kita dapat
mengetahui tingkatan dari penyakitnya dengan cara memperlihatkan
zona transisi. Pada pemeriksaan barium enema zona transisi biasanya
terlihat dan tampak pelebaran pada usus bagian proksimal dan
menyempit pada usus bagian distal. Untuk melihat zona transisi
dapat dibagi 3 bagian (Wibowo, 2021):
1. Pada zona ini memperlihatkan keseluruhan area distal
yang memiliki sel ganglia.
2. Pada kebanyakan pasien, zona ini terdapat di bagian
rectosigmoid daripada colon
3. Perbandingan antara lebar kolon sigmoid dengan diameter
rektum pada kontras enema lebih dari 1 pada pasien penyakit
Hirschsprung
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas
absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan
pleksus sub-mukosa (Meissner) dan ditemukannya penebalan pada
serabut saraf parasimpatis. Pemeriksaan ini akan mendapati hasil
semakin tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia
asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut
saraf parasimpatis. Pada pemeriksaan ini akan sulit didapati hasilnya
jika dilakukan pada anak- anak (Wibowo, 2021).
Ada beberapa pilihan pewarnaan enzim yang lain dilakukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung, yaitu laktat
dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, dan NADPH-diaphorase
enzim histokimia. Untuk konfirmasi jaringan dilakukan biopsi
spesimen untuk melihat ada atau tidaknya pleksus Auerbach pada
lapisan otot dan teknik biopsy suction. Pada biopsi spesimen
dilakukan biopsi seromuskular terhadap dinding usus saat
melakukanlaparotomi. Biopsy suction dilakukan dengan tujuan
melihat pleksus Meissner di lapisan submukosa (Wibowo, 2021).
3. Manometri Anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan


dilakukan dengan pengukuran fungsi dari ENS. Tindakan
inidilakukan pada saat relaksasi sfingter anal bagian dalam agar pada
saat alat dimasukkan kita dapat melebarkan balon pada bagian
rektum. Dalam pemeriksaan mamometri anorektal ini sangat
dibutuhkan kerjasama dari pasien, biasanya pemeriksaan ini lebih
sulit dilakukan pada neonatus dalam keadaan sadar.Perlu diingat
bahwa refleks anorektal pada neonatus prematur atau neonatus aterm
belum berkembang sempurna sebelum berusia 12 hari. Sebaiknya,
pemeriksaan mamometri anorectal dilakukan tenaga ahli yang sudah
biasa agar mendapatkan hasil yang bermakna (Manalu dkk., 2021).
Temuan klasik yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ini
adalah ketiadaan refleks inhibisi pada rektoanal pada saat bagian
rektum pasien membesar. Pasien dengan penyakit Hirschsprung ini
kekurangan refleks inhibisi dan relaksasi sfingter bagian dalam.
Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil
pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Beberapa
hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung
adalah (Manaludkk., 2021):
1) Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
2) Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen
usus aganglionik
3) Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi
spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feses.
1. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga,
atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung
gugat. Berikut adalah diagnosa keperawatan klien Hirschsprung menurut SDKI
(2017):
Pre Operasi
1) Konstipasi b.d aganglionik (hirscprung)
2) Hipovolemia b.d. Kekurangan intake cairan
3) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
4) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengarbsorbsi nutrient
5) Ansietas b.d kurangnya informasi prosedur hospitalisasi
6) Resiko gangguan pertumbuhan b.d kelainan genetik/kongenital
Post Operasi
1) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan
2) Risiko infeksi b.d Tindakan invasif
2. Rencana Tindakan
Keperawatan Pre Op
No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Konstipasi (D.0149) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Konstipasi (I.04155)
Penurunan defekasi normal selama 3x24 jam, diharapkan konstipasi Observasi
yang disertai pengeluaran membaik dengan kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
feses sulit dan tidak tuntas 2. Periksa pergerakan usus
serta feces kering dan banyak Eleminasi Fekal (L.04033) 3. Kaji bising usus
Indikator Skala 4. Identifikasi factor resiko konstipasi
Keterangan
5. Ukur lingkar abdomen
Awal Akhir Skala Terapeutik
1. Anjurkan diet tinggi serat
Distensi 1. Meningkat
Abdomen 2. Cukup 2. Lakukan evakuasi feses secara
meningkat manual, jika perlu
Keluhan
defekasi 3. Sedang 3. Berikan enema atau irigasi, bila
lama dan 4. Cukup perlu
sulit Menurun Edukasi
Frekuensi 5. Menurun 1. Jelaskan penyebab dan factor
defekasi resiko pada orang tua
2. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
Tindakan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis
mengenai tindakan invasif
Hipovalemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.04155)
selama 3x24 jam, diharapkan h ipovalemia Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala
hypovolemia (nadi meningkat dan
Status Cairan (L.03028) tersa lemah, tekanan darah menurun,
turgor kulit menurun, hematrokrit
Indikator Skala Keterangan Skala
meningkat, lemah)
Awal Akhir 2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
Turgor 1. Memburuk
1. Hitung kebutuhan cairan
Kulit 2. Cukup
2. Berikan posisi Tendelenburg
Suhu memburuk
3. Berikan asupan cairan oral
Tubuh 3. Sedang
Edukasi
Tekanan 4. Cukup
darah 1. Anjurkan memperbanyak asupan
membaik
Frekuensi cairan oral
5. Membaik
nadi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dengan
jalur IV
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau selama 3x24 jam, diharapkan nyeri akut Observasi
emosiaonal yang berkaitan membaik dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi lokasi, durasi,
dengan kerusakan jaringan
intensitas, dan karakteristik nyeri
actual atau fungsional, dengan Tingkat Nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat Indikator Skala Keterangan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
dan berintensitas ringan Skala
Awal Akhir 4. Identifikasi pengaruh nyeri
hingga berat yang berlangsung
pada kualitas hidup
kurang dari 3 bulan Keluhan 1. Meningkat Terapeutik
Nyeri 2. Cukup 1. Berikan Teknik nonfarmakologis
Meringis meningkat untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Gelisah 3. Sedang Distraksi dan terapi bermain)
Kesulitan 4. Cukup
Tidur 2. Kontrol lingkungan yang
Menurun
memperberat dan
5. Menurun
meringankan nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri pada orang tua
2. Anjurkan orang tua untuk dapat
melakukan Teknik nonfarmakologis
missal dengan memeluk anak
Kolaborasi
1. Pemberian analgetic
Defisit Nutrisi (D.0019) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Asupan nutrisi tidak cukup Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
untuk memenuhi kebutuhan selama 3x24 jam, diharapkan defisit nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
metabolisme membaik dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Fungsi Gastrointestinal (L.03019) makanan
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
Indikator Skala Keterangan
jenis nutrient
Skala
Awal Akhir Terapeutik
1. Sajikan makanan tinggi serat
Mual 1. Meningkat
Muntah 2. Cukup 2. Sajikan makanan secara menarik dan
meningkat suhu yang sesuai
3. Sedang 3. Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi
4. Cukup sering
Menurun Edukasi
5. Menurun 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)
Kondisi emosi dan selama 3x24 jam, diharapkan ansietas Observasi
pengalaman subyektif individu membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda ansietas
terhadap objek yang tidak jelas 2. Identifikasi kemampuan mengambil
dan spesifik akibat antisipasi Tingkat Ansietas (L.09093) keputusan
bahaya yang memungkinkan Indikator Skala Keterangan Terapeautik
individu melakukan tindakan Skala 1. Pahami situasi yang membuat
Awal Akhir
atau menghadapi ancaman ansietas
Verbalisasi 1. Meningka 2. Dengarkan dengan penuh perhatian
kebingungan t 3. Gunakan pendekatan yang tenang
Verbalisasi 2. Cukup dan meyakinkan
khawatir meningka Edukasi
akibat t 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
kondisi yang 3. Sedang yang mungkin akan dialami pada
dihadapi 4. Cukup anak
Perilaku Menurun 2. Informasikan kepada orangtuasecara
gelisah 5. Menurun factual mengenai diagnosis,
Perilaku pengobatan dan prognosis
Tegang

Defisit Pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Edukasi kesehatan (1.12383)
selama 1x24 jam defisit pengetahuan teratasi 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Tingkat pengetahuan (L.12111) menerima informasi
1. Perilaku sesuai anjuran 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkatkan dan menurunkan
3. Tidak terjadi persepsi yang keliru terhadap motivasi perilaku
masalah 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Perilaku yang kooperatif terhadap kondisi 4. Jelaskan faktor resiko yang dapat
terkait penyakit mempengaruhi kesehatan

Edukasi irigasi kolostomi (1.12376)


5. Identifikasi kebutuhan irigasi
kolostomi
6. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pasien dan keluarga dalam irigasi
7. Jelaskan tujuan, prosedur, indikasi,
kontraindikasi irigasi kolostomi
8. Jelaskan tindakan yang harus
dilakukan jika proses irigasi didapatkan
kram abdomen
9. Jelaskan feses akan keluar sekitar 45-
60 menit setelah setelah cairan irigasi
masuk
10. Jelaskan cara mencatat tindakan
yang dilakukan dan perhatikan warna
dan kondisi stoma dan kulit peristoma,
catat warna, jumlah dan konsistensi
feses yang keluar
11. Demonstrasikan cara melakukan
irigasi kolostomi
12. Demonstrassikan cara
membersihkan area stoma dan
memasang kembali kantung stoma R:
agar kebersihan stoma tetap terjaga
Resiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Nutrisi (I.03123)
Pertumbuhan (D.0108) selama 3x24 jam, diharapkan resiko Observasi
gangguan pertumbuhan membaik dengan 1. Identifikasikan factor yang
Beresiko mengalami gangguan kriteria hasil: Status Pertumbuhan mempengaruhi asupan gizi
untuk bertumbuh sesuai (L.10102) 2. Identifikasikan perubahan berat
dengan kelompok usianya badan
Indikator Skala Keterangan 3. Identifikasi pola makan
Awal Akhir Skala Terapeautik
1. Timbang berat badan
Berat 1. Menurun
badan 2. Ukur atropometri
2. Cukup
sesuai 3. Hitung perubahan berat
menurun
usia badan
3. Sedang
Panjang/ 4. Dokumentasi hasil
4. Cukup
tinggi pemantauan
meningkat
badan Edukasi
5. Meningkat
sesuai 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
usia pemantauan
IMT 2. Informasikan hasil pemantauan
Asupan
nutrisi
Post Op
No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Area Insisi (I.14556)
Kulit/Jaringan (D.0129) selama 3x24 jam, diharapkan gangguan Observasi
Kerusakan kulit (dermis dan/ integritas kulit/jaringan membaik 1. Periksa lokasi insisi adanya
atau epidermis) atau jaringan dengan kriteria hasil: kemerahan, bengkak atau tanda-tanda
(membrane mukosa, kornea, infeksi
fasia, otot, tendon, tulang, Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) 2. Monitor proses penyembuhan area
kartilago, kapsul sendi dan/ insisi
atau ligament) Indikator Skala eterangan Skala Terapeutik
1. Bersihkan area insisi dengan
Awal Akhir pembersih yang tepat
Nyeri 1. Memburuk 2. Usap area insisi dari area yang bersih
Suhu 2. Cukup menuju yang area yang kurang bersih
Kulit Memburuk 3. Ganti balutan sesuai jadwal
Sensasi 3. Sedang Edukasi
4. Cukup 4. Jelaskan prosedur kepada keluarga
Membaik 5. Anjurkan meminimalkan tekanan
5. Membaik pada tempat insisi

Resiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Beresiko mengalami selama 3x24 jam, diharapkan resiko infeksi Observasi
peningkatan terserang membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
organisme patogenik local dan sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung
Indikator Skala Keterangan 2. Berikan perawatan kulit pada daerah
Skala insisi
Awal Akhir
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Demam 1. Meningkat kontak dengan pasien dan lingkungan
Kemerahan 2. Cukup pasien
Drainase meningkat Edukasi
purulen 3. Sedang 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kadar sel 4. Cukup kepada orang tua
darah putih Menurun 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
5. Menurun benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
operasi
Daftar
Pustaka

Aman, A. T., B. Mulyaningsih dan D. S. Heriyanto. 2021. Comprehensive


Biomedical Sciences: Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, Pankreas.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bawazir, O. A. 2020. Laparoscopic-assisted Transanal Pull-through in


Hischsprung Disease: Does Laparoscopic Dissection Minimize Anal
Overstretching. Journal of Laparoendoscopic & Advanced Surgical
Techniques. 30(3): 338- 343.

Hidayat, A. A. A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pedidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Irwanto.2019. A-Z Sindrom Down. Surabaya: Airlangga University Press

Manalu, N. V., M. Sitompul, R. M. Sihombing, Y. F. Sitanggang, A. D. Hutapea,


R. Darmareja, B. A. Saputra, L. B. Togatorop, L. N. Watania, U. Rahmi, U.
Faridah, I. S. M. Wulandari, Zuliani, T. Suwarto. 2021. Keperawatan Sistem
Pencernaan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Mayo Clinic. 2022. Hirschsprung’s Disease.


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hirschsprungs-
disease/symptoms-causes/syc-20351556. [Terakhir dilihat 8 Mei
2022].

National Institute of Health (NIH). 2019. Hirschsprung


Disease. https://ghr.nlm.nih.gov/condition/hirschsprung-disease.

Noordiati. 2018. Asuhan Kebidanan, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Malang: Wineka Media.

Wagner, J.P. 2018. Hirschsprung


Disease. https://emedicine.medscape.com/article/178493-
overview.

Wahid, T. O. R. 2018. Hasil Luaran Operasi Pulltrough Pada Hirsprung dengan


SKoring Klotz di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (2010-2016). Jurnal
Kesehatan Melayu. 1(2): 93-98.

Anda mungkin juga menyukai