Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

ISSN: 0852-3581
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

Pengaruh fermentasi kombinasi jamur Pleurotus ostreatus


dengan Trichoderma viridae terhadap kandungan nutrien dan aktivitas
enzim selulase bungkil kopra
Umiani Hatta1, Osfar Sjofjan2 dan B. Sundu1
1
Fakultas Peternakan Universitas Tadulako, Palu, Indonesia, 94118
2
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

u_hatta@yahoo.com

ABSTRACT : Copra meal is by-product of oil extraction that is produced in large


quantity and relatively cheap in Indonesia. However, its high cellulose becomes
obstacle for poultry diet. Two studies was conducted to optimize the utilization of copra
meal by producing crude enzyme that matched with copra meal using solid state
fermentation method with various doses and incubation time that mixed with Pleurotus
ostreatus (PO) and Trichoderma viridae (TV). In the first study, copra meal was
fermented with 4 levels of inoculum (L0 = no inoculum; L1 = 17.7 CFU/g of TV and
175.00 CFU/g of PO per kg of copra meal; L2 = 35.4 CFU/g of TV and 218.75 CFU/g
of PO per kg of copra meal; L3 = 53.1 CFU/g of TV and 262.50 CFU/g of PO per kg of
copra meal and 4 incubation time (W1= 4 days; W2 = 6 days; W3 = 8 days; and W4 =
10 days). Parameters measured were crude protein, crude lipid, crude fibre and gross
energy. A completely randomized factorial design was used in the study. In the second
study, crude enzyme was produced from the best results found in the first study. A
method of Jacob and Prema (2006) was used to produce enzyme. Meanwhile, activity of
cellulase was measured based on the method of Omojosola (2008). The results showed
that factor of inoculum level was found significantly increased protein content and gross
energy but decreased crude lipid and crude fibre of the mixed fungi-fermented copra
meal. Incubation time did not affect protein content but significanly affected crude lipid,
crude fibre and gross energy. Interactions between inoculum level and incubation time
was found in crude lipid, crude fibre and gross energy contents of mixed fungi-
fermented copra meal. Activity of cellulase was 0.71 g glucose/l.

Keywords : Fermentation, Pleurotus ostreatus, Trichoderma viridae, inoculum level,


incubation time, cellulase activity

PENDAHULUAN meningkatkan pendapatan petani


Salah satu limbah industri yang kelapa. Namun, introduksi bahan pakan
dapat diolah sebagai bahan pakan ternak berbasis limbah industri sering
dan banyak terdapat di Indonesia adalah menyebabkan pertumbuhan ternak
bungkil kopra. Penggunaannya sebagai menjadi tidak maksimal karena
bahan pakan menjadi salah satu beberapa kemungkinan antara lain anti
prioritas karena tidak hanya tersedia nutrisi, tingginya kandungan serat kasar
dalam jumlah yang berlimpah dengan dan rendahnya kecernaan. Kecernaan
harga yang relatif murah, tetapi dan kualitas bungkil kopra sangat
pemanfaatannya juga akan dapat rendah karena tingginya kandungan

20
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

selulosa hingga 40% (Saha, 2003). jamur adalah mikroorganisme utama


Selulosa adalah polimer yang tersusun yang dapat memproduksi selulase.
dari rantai monomer glukosa melalui Pemilihan jamur pendegradasi
ikatan β (1→4) dan termasuk komponen serat kasar didasarkan
polisakarida yang mempunyai fungsi beberapa ketentuan diantaranya tidak
sebagai unsur struktural pada dinding toksik, mudah dalam aplikasi, biaya
sel tumbuhan tingkat tinggi. Selulosa murah, dan produknya cukup baik.
berbentuk serabut, liat, tidak larut Trichoderma viridae merupakan
didalam air, dan ditemukan terutama mikroorganisme yang dapat digunakan
pada bagian berkayu pada tumbuhan. dalam proses fermentasi, mempunyai
Selulosa adalah polisakarida terbanyak kemampuan memproduksi enzim
yang ditemukan pada tanaman selulase yang dapat memecah selulosa
(Ambrianto dkk, 2010). menjadi glukosa, sehingga mudah
Solusi yang dianggap tepat dicerna oleh ternak monogastrik
untuk mengatasi masalah penggunaan (Sukaryana et al., 2011). Selain itu,
bungkil kopra dalam pakan ayam jenis trichoderma viridae mempunyai
pedaging adalah memproduksi enzim kemampuan meningkatkan protein
yang cocok untuk bungkil kopra. Target bahan pakan. Kapang jenis Trichoderma
yang ingin dicapai dari penggunaan viridae menghasilkan berbagai jenis
enzim tersebut adalah meningkatkan enzim seperti protease, lipase, pektinase
kecernaan, menghancurkan anti nutrisi, dan selulase (Rogers, 2002). Sedangkan
mengurangi kandungan air feces, enzim–enzim yang dihasilkan oleh
meningkatkan status kesehatan ternak Pleurotus Ostreatus (jamur tiram) yaitu
dan produksi serta efisiensi pakan, fenol oksidase yang terdiri dari enzim
pertambahan bobot badan yang peroksidase dan laktase, serta enzim aril
akhirnya berdampak positif pada alkohol oksidase (AAO/ tirosinase)
efisiensi usaha. Agar tujuan penggunaan yang mampu mendegradasi
enzim lebih maksimal maka enzim lignoselulosa (Ghunu dan Tarmidi,
diproduksi melalui fermentasi karena 2006). Kedua jamur ini telah digunakan
bioteknologi fermentasi mampu pada banyak penelitian dengan berbagai
meningkatkan zat gizi dari bahan dasar substrak. Info tentang kandungan
(Widodo dkk, 2013); meningkatkan nutrien hasil fermentasi dan aktivitas
mutu bahan pakan (Sari dan enzim bungkil kopra fermentasi (BKF)
Purwadaria, 2004), dan secara umum yang dihasilkan diharapkan akan lebih
semua produk akhir fermentasi mengoptimalkan penggunaan bungkil
mengandung senyawa yang lebih kopra.
sederhana dan mudah dicerna daripada
bahan asal sehingga dapat MATERI DAN METODE
meningkatkan kandungan zat gizi bahan
(Sari dan Purwadaria, 2004; Sinurat Penelitian tahap I
dkk., 1998; dan Supriyati dkk., 1998).
Penelitian ini menggunakan teknologi Fermentasi bungkil kopra
fermentasi media padat (SSF). Penelitian dilakukan untuk
Mikroba yang digunakan dari mengukur kandungan gizi tepung BKF
golongan jamur karena mampu yang diproduksi melalui fermentasi
memproduksi berbagai jenis enzim bungkil kopra dengan berbagai lama
yang berbeda (Ul-Haq, et al, 2005). inkubasi dan dosis inokulumjamur
Selain itu menurut Safaria dkk (2013), Pleurotus ostreatus (tiram putih).

21
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Fermentasi bungkil kopra dan analisis inkubasi. Selanjutnya dikeringkan


protein kasar, serat kasar, lemak kasar, pada suhu 60 oC dan digiling untuk
dan energi dilaksanakan di laboratorium tepung bungkil kopra fermentasi siap
Nutrisi dan makanan Ternak, Fakultas análisis. Adapun kondisi yang
Peternakan Universitas Tadulako. dipertahankan tetap dan seragam yang
mengacu pada Gandjar (2006) adalah
Materi penelitian ukuran partikel: 1-2 mm; kadar air:
Bungkil kopra diperoleh dari 80%; Ketebalan fermentasi:2 cm; suhu
limbah pabrik pembuatan minyak fermentasi: ± 30°C; pH fermentasi:
goreng yang berlokasi di Kabupaten 5.Analisa proksimat (analisa
Luwuk Sulawesi Tengah. Jamur kandungan protein kasar, lemak kasar,
Trichoderma viridae dan Pleurotus serat kasar) dilakukan dengan metode
ostreatus diperoleh dari laboratorium AOAC (1990). Analisa kandungan
Mikrobiologi Fakultas MIPA energi dilakukan dengan metode bomb
Universitas Brawijaya Malang. kalorimeter.
Peralatan yang digunakan antara lain
timbangan digital merk Chiyo kapasitas Metode penelitian
3000 gram, akurasi 1 gram buatan Uji untuk mengetahui
Jepang untuk menimbang bungkil kandungan nutrien bungkil kelapa yang
kopra, plastik tahan panas berukuran 20 difermentasi dengan jamur Pleurotus
x 40 cm dengan ketebalan 0,8 mm ostreatusdigunakan metode eksperimen
untuk kemasan bungkil kelapa, autoklaf dengan 2 faktor perlakuan. Rancangan
untuk mensterilkan bungkil kopra yang digunakan adalah Rancangan
sebelum fermentasi, nampang untuk Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4x4
mendinginkan bungkil kopra sebelum perlakuan setiap perlakuan diulang 3
diberi inokulum, ruang khusus inkubasi kali. Faktor pertama adalah L (level
steril untuk menyimpan bungkil kopra jamur), faktor kedua adalah W (waktu
yang telah difermentasi dengan inkubasi) dengan kombinasi masing-
campuran jamur Trichoderma viridae masing inokulum sebagai berikut :
dan Pleurotus ostreatus dan aparatus Faktor pertama level inokulum (L),
analisis proksimat untuk menghitung dengan 4 taraf yaitu : L0 = tanpa
kandungan nutrien bungkil kelapa. inokulum; L1 = 17,7 CFU/gTV dan
175,00 CFU/gPO/kg BK; L2 = 35,4
Cara kerja CFU/gTV dan 218,75 CFU/gPO/kg
Solid state fermentation (Hatta BK; L3 = 53,1 CFU/gTVdan 262,50
and Sundu, 2009) dilaksanakan dengan CFU/gPO/kg BK. Faktor lama
menggunakan bungkil kopra sebagai inkubasi (W), dengan 3 taraf yaitu: W1
substrat padat. Bungkil kopra digiling = 4 hari; W2 = 6 hari; W3 = 8 hari; W4
halus dengan ukuran partikel 1-2 mm = 10 hari.
dan dicuci 2-3 kali dengan air destilasi Dengan demikian, dalam
untuk pengaturan kandungan air yang penelitian ini terdapat 16 kombinasi
berkisar 80%. Substrat kamudian perlakuan pada masing-masing jenis
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu inokulum. Data hasil pengamatan yang
250oC tekanan 20. Selanjutnya diperoleh dianalisis dengan analisis
didinginkan dan diinokulasi dengan ragam (uji F). Model Linier RAL Pola
spora jamur. Kemudian diinkubasi Faktorial sebagai berikut:
selama 4, 6, 8 dan 10 hari. Fermentasi
dipanen sesuai masing-masing masa RAL Ψ = μ + α + β + (αβ) + ε
ijk i j ij ijk

22
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Keterangan : Cara kerja


i = level inokulum Produksi enzim dilakukan
j = masa inkubasi dengan cara ekstraksi menggunakan
μ = nilai rata-rata pengamatan metode yang dikembangkan oleh
α = pengaruh level dosis pada taraf Jacob dan Prema (2006). Sejumlah
i
ke-i tepung BKF dicampur air destilasi
β = pengaruh masa inkubasi pada dengan perbandingan 1:10. Campuran
j ini kemudian ditempatkan dalam
taraf ke-j rotary shaker selama 1 jam dengan
(αβ) = pengaruh interaksi antara dosis kecepatan putaran 200 rpm. Campuran
ij
inokulum pada taraf ke-i dengan tersebut kemudian disaring dengan
masa inkubasipada taraf ke-j kain kassa dan cairan yang diperoleh
ε = komponen random dari galat di sentrifus dengan kecepatan 250 rpm
ijk
selama 15 menit yang bertujuan untuk
yang berhubungan dengan
memisahkan endapan dan cairan hasil
perlakuan ij dalam ulangan ke-
fermentasi. Cairan yang diperoleh
k.
kemudian diambil untuk analisa
Apabila terdapat pengaruh yang
aktivitas enzim selulase BKF.
nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Isolasi enzim kasar BKF
Beda Duncans menurut petunjuk Steel
dilakukan dengan cara 600 ml ekstrak
dan Torrie (1991) untuk mengetahui
enzim kasar BKF diencerkan dengan
perbedaan antar perlakuan. Variabel
aquadest hingga mencapai 1000 ml (400
yang diukur adalah kandungan protein
ml aquadest). Selanjutnya dicampur
kasar, lemak kasar, serat kasar dan
dengan ZA (Amonium zulfat) sebanyak
gross energi bungkil kelapa fermentasi.
650 gram, diaduk hingga rata dan
semua ZA larut. Larutan dimasukkan
Penelitian tahap II
kedalam gelas kimia dengan ditutup
Pengukuran aktivitas enzim
aluminium foil. Selanjutnya didiamkan
selulase dilakukan di laboratorium
selama 24 jam dalam lemari pendingin.
Kimia Fakultas MIPA Universitas
Setelah 24 jam enzim akan naik ke
Tadulako.
permukaan diambil dengan cara
divakum atau disaring dengan kertas
Materi penelitian
saring dan aktivitas enzim siap
Materi penelitian adalah BKF
dianalisis. Analisis aktivitas enzim
terbaik dari penelitian tahap I
selulase BKF dilakukan dengan metode
berdasarkan kriteria SK rendah dan
DNS berupa konsentrasi glukosa
energi tinggi, seker untuk
tereduksi dalam satuan gram/liter
menghomogenkan campuran BKF dan
(Omojosola, 2008).
air destilasi. Sedangkan peralatan yang
digunakan antara lain kain kassa untuk
menyaring larutan BKF dan air Metode penelitian
Hasil pengukuran aktivitas
destilasi, gelas beker 1000 dan 500 ml
enzim selulase BKFdengan inokulum
untuk wadah ekstrak kasar enzim,
Trichoderma viridae dan Pleurotus
sentrifius untuk memisahkan endapan
ostreatus dilaporkan secara deskripsi.
ekstrak enzim kasar BKF dan aparatus
Variabel yang diukur adalah aktivitas
analisis aktivitas enzim selulase.
enzim selulase yaitu banyaknya selulosa
yang bisa dihidrolisis secara enzimatis
menjadi glukosa.

23
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Trichoderma viridae dengan Pleurotus


ostreatus (tiram putih) terhadap protein
Penelitian tahap I kasar, lemak kasar, serat kasar dan gros
Pengaruh level (L) pada energi dapat dilihat pada Tabel 1.
fermentasi dengan campuran jamur

Tabel 1. Pengaruh perlakuan level inokulum (L) fermentasi campuran jamur Pleurotus
ostreatus dengan Trichoderma viridaeterhadap protein kasar (PK), lemak kasar
(LK), serat kasar (SK) dan gros energi (GE)
Level inokulum
Variabel
L0 L1 L2 L3
b a a
PK (%) 17,49±0,04 22,57±0,79 21,15±1,31 20,96±2,27a
LK (%) 21,15±0,12a 2,70±1,33bc 2,42±1,17d 4,14±3,24b
SK (%) 17,84± 0,07a 13,56±1,56b 13,18±1,14bc 11,66±1,04d
GE (Kkal/kg) 2814±2,16d 3091±58,23c 3139±62,36a 3129±31,28b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0.05)

Tabel 1 menunjukkan bahwa protein meningkat dari 20,95 hingga


pengaruh perlakuan level inokulum (L) 22,57.
menunjukkan pengaruh yang nyata pada Data mengenai pengaruh waktu
semua kandungan zat gizi. Kandungan inkubasi (W) pada fermentasi dengan
protein dan energi meningkat pada campuran jamur Trichoderma viridae
semua level jamur serta kandungan dengan Pleurotus ostreatus (tiram
lemak dan serat kasar menurun pada putih) terhadap protein kasar, lemak
semua level jamur (175,00; 218,75; kasar, serat kasar dan gros energi dapat
262,50 CFU/gram) dibandingkan dilihat pada Tabel 2.
sebelum difermentasi. Kandungan

Tabel 2. Pengaruh perlakuan waktu inkubasi (W) fermentasi campuran jamur Pleurotus
ostreatus dengan Trichoderma viridae terhadap protein kasar (PK), lemak
kasar (LK), serat kasar (SK) dan gros energi (GE)
Waktu inkubasi
Variabel
W1 W2 W3 W4
a a a
PK (%) 19,39±2,31 21,20±2,49 20,13±1,92 21,44±2,69a
LK (%) 8,89±8,55a 6,99±9,48c 7,51±9,17 b 6,30±10,00d
SK (%) 14,88±2,29a 13,19±3,12ab 14,23±2,75a 13,94±2,91ab
GE (Kkal/kg) 2990±122,93d 3045±156,01c 3064±165,16b 3075±175,54a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0.05)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kandungan protein yang nampak


pengaruh perlakuan waktu inkubasi (W) tidak berpengaruh nyata.
menunjukkan pengaruh yang nyata pada Interaksi pengaruh level (L) dan
semua kandungan zat gizi terkecuali waktu inkubasi (W) pada fermentasi
dengan campuran jamur Trichoderma

24
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

viridae dengan Pleurotus ostreatus lemak kasar, serat kasar dan gros energi
(tiram putih) terhadap protein kasar, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh interaksi level inokulum (L) dan waktu inkubasi (W) fermentasi
campuran jamur Pleurotus ostreatus dengan Trichoderma viridaeterhadap
protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK) dan gros energi (GE)
Protein kasar (%)
Dosis Waktu inkubasi
inokulum W1 W2 W3 W4
L0 17,45±0,03 17,50±0,15 17,47±0,15 17,54±0,01
L1 22,42±1,44 22,29±1,42 21,86±1,35 23,69±1,91
L2 19,95±2,11 22,09±1,96 20,09±1,94 22,46±1,89
L3 17,74±1,88 22,92±2,74 21,11±2,67 22,05±2,81
Lemak kasar (%)
Dosis Waktu inkubasi
inokulum W1 W2 W3 W4
L0 21,02±0,13pa 21,19±0,15pb 21,10±0,09pc 21,30±0,08pd
L1 2,35±0,15qa 2,65±0,17qb 4,49±0,28qc 1,30±0,10qd
L2 3,41±0,36ra 1,75±0,16rb 3,36±0,32rc 1,10±0,11rd
L3 8,75±0,93sa 2,35±0,28sb 3,93±0,50sc 1,51±0,19sd
Serat kasar (%)
Dosis Lama inkubasi
inokulum W1 W2 W3 W4
L0 17,77±0,10pa 17,83±0,03pb 17,83±0,09pc 17,94±0,03pd
L1 15,64±0,58qa 11,95±0,95qb 12,97± 0,97qc 13,67±1,35qd
L2 12,91±1,60ra 11,95±1,13rb 14,71±1,71rc 13,15±1,62rd
L3 11,95±0,11sa 11,04±1,01sb 11,41±1,82sc 10,99±1,80sd
Gros Energi (Kkal/kg)
Dosis Lama Inkubasi
inokulum W1 W2 W3 W4
L0 2811,65±0,32pa 2814,81±1,89pb 2816,85±0,27pc 2812,85±0,31pd
L1 3009,43±0,10qa 3088,12±1,49qb 3127,80±2,27 qc 3137,45±0,52qd
L2 3047,97±0,62 ra 3154,94±0,48rb 3165,50±1,08rc 3188,23±0,83rd
L3 3088,93±0,29sa 3122,97±2,05sb 3143,88±0,18sc 3161,74±0,51sd
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0.05)

Peningkatan kandungan protein awal berlangsungnya proses fermentasi


dan energi serta penurunan terhadap dengan jumlah yang lebih banyak
kandungan lemak dan serat kasar diproduksi dibanding dengan enzim
setelah fermentasi disebabkan proses selulase. Fenomena ini didukung oleh
metabolisme oleh mikroba dari kedua hasil yang diperoleh pada parameter
jenis jamur. Hal ini diduga terjadi kandungan serat kasar dalam penelitian
karena enzim lipase yang terkandung ini, dimana serat kasar menurun secara
pada substrak sudah diproduksi pada nyata.

25
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Hasil yang diperoleh pada disebabkan karena makin tinggi dosis


penelitian ini didukung oleh hasil inokulum seiring dengan bertambahnya
penelitian Irawan dkk (2008) yang lama inkubasi, maka proses
menggunakan substrak bungkil inti metabolisme jamur semakin
sawit dimana komposisi zat gizinya meningkat. Hal ini dikarenakan
sangat banyak persamaannya dengan semakin lama waktu fermentasi akan
bungkil kopra yang menyatakan bahwa menyebabkan lebih banyak energi yang
enzim lipase merupakan enzim induksi. dibebaskan oleh jamur yaitu dengan
Enzim ini akan terbentuk jika ada mendegradasi berbagai sumber energi
substrat penginduksi. Enzim lipase yang terkandung dalam substrak
diinduksi dengan adanya lemak bungkil kopra diantaranya adalah serat
sehingga jika jumlah lemaknya sedikit kasar walaupun penurunan serat kasar
maka jumlah enzim yang dihasilkan tidak sebesar yang dihasilkan pada
juga sedikit. fermentasi hanya dengan Trichoderma
Fenomena yang terjadi pada viridae. Hal ini terjadi karena adanya
campuran Trichoderma viridae dan dua jamur yang ditumbuhkan dalam
Pleurotus ostreatus baik pada perlakuan satu media yang memiliki sifat vegetatif
level inokulum maupun waktu inkubasi berbeda dan terjadinya kompetisi
disebabkan karena kedua inokulum kebutuhan zat gizi yang tinggi.
yang dicampur mempunyai periode Trichoderma spp. merupakan jamur
pertumbuhan yang berbeda dimana vase parasit yang dapat menyerang dan
vegetatifPleurotus ostreatus relatif lebih mengambil nutrisi dari jamur lain
panjang dibandingkan dengan (Safaria dkk, 2013).
Trichoderma viridae. Hal ini Menguatkan hasil penelitian ini
menyebabkan tiap-tiap inokulum Perez et al., (2001) menyatakan bahwa
memiliki karakteristik yang berbeda- setiap mikrofungi memiliki kemampuan
beda dalam mengambil nutrisi untuk yang berbeda dalam mendekomposisi
pertumbuhan dan perkembangannya. substrat. Semakin lama masa inkubasi
Karena hal tersebut pula menyebabkan maka semakin komplek senyawa-
Trichoderma viridae hanya mengalami senyawa yang diurai oleh mikroba
fase pertumbuhan lambat dan tidak menjadi senyawa yang lebih sederhana
mencapai fase pertumbuhan tetap yang dapat terakumulasi menjadi
sedangkan Pleurotus ostreatus energi.
mencapai fase pertumbuhan tetap.
Sesuai dengan Arif dkk. (2007), yang Penelitian tahap II
menyatakan bahwa setelah fase adaptasi
dan fase pertumbuhan awal selanjutnya Aktivitas enzim selulase
fase logaritmik dimana pada fase ini sel Pengujian yang telah dilakukan
mikroba membelah dengan cepat dan terhadap inokulum campuran jamur
konstan dan pada fase ini membutuhkan Pleurotus ostreatus dan Trichoderma
energi yang lebih banyak dibandingkan viridae menunjukkan bahwa inokulum
fase lain. Selanjutnya pertumbuhan yang dipakai memiliki aktivitas enzim
mikroba memasuki fase pertumbuhan selulase. Hal ini mengindikasikan
lambat, sebelum masuk fase bahwa kedua jamur tersebut termasuk
pertumbuhan tetap. golongan jamur selulolitik artinya jamur
Secara umum terjadi penurunan tersebut memiliki kemampuan untuk
terhadap kandungan serat kasar dari melakukan proses pemecahan selulosa
17,84 menjadi 11,66%. Hal ini menjadi struktur yang lebih sederhana.

26
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Saropah dkk (2012) mengemukakan menghasilkan enzim selulolitik yang


bahwa setiap enzim memiliki lengkap, juga menghasilkan enzim
konsentrasi substrak yang berbeda-beda xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini
dan ini dapat menunjukkan seberapa akan semakin mempermudah enzim
kuat pengikatan substrat ke enzim. selulolitik dalam memecah selulosa.
Aktivitas enzim pada jamur Kapang yang cukup baik memproduksi
Trichoderma viridae, sesuai dengan enzim selulolitik adalah Trichoderma
pendapat Tribak et al. (2002) yang viridae (Pelczar dan Chan, 2006). Hasil
menyatakan bahwa kelebihan analisis aktivitas enzim selulase bisa
Trichoderma viridae selain dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis aktivitas enzim selulase (unit/ml)


Ulangan Trichoderma viridae + Pleurotus osteratus
1 0,68
2 0,67
3 0,71
4 0,71
5 0,78
Jumlah 3,55
Rata-rata 0,71±0,043

Aktivitas enzim dalam dengan Pleurotus osteratus


penelitian ini belum maksimal karena menunjukkan bahwa kombinasi kedua
tahap pendekomposisian inokulum jamur ini diduga mampu mendegradasi
tersebut bukan pada saat pemecahan bungkil kelapa sebagai substraknya
selulosa tetapi pada tahap lain seperti secara optimal dengan menggunakan
tahap degradasi gula sederhana, tahap selulosa sebagai nutrisi utama. Banyak
degradasi lignin atau tahap degradasi kapang yang bersifat selulolitik tetapi
gula sederhana. Hal ini sesuai dengan tidak banyak yang menghasilkan enzim
penjelasan Saropah dkk., (2012) bahwa selulase yang cukup banyak untuk dapat
setiap mikrofungi memiliki kemampuan dipakai secara langsung tanpa sel
yang berbeda dalam mendekomposisi (Pelczar dan Chan, 2006; dan Mandels,
substrat. Tahap pendekomposisian 1970). Menurut Mandels (1970),
substrat yaitu (1) tahap degradasi gula Trichoderma viridae merupakan fungi
sederhana, (2) tahap degradasi selulase, yang berpotensi memproduksi selulase
(3) tahap degradasi lignin, dan (4) tahap dalam jumlah yang relatif banyak untuk
degradasi gula sekunder. Mikrofungi mendegradasi selulosa. Trichoderma
yang bersifat selulolitik dan memiliki viridae merupakan kelompok fungi
nilai aktivitas enzim selulase tertinggi selulolitik yang dapat menguraikan
adalah Trichoderma viridae yakni glukosa dengan menghasilkan enzim
sebesar 0,84 gram glukosa/liter. kompleks selulase. Enzim ini berfungsi
Perbedaan nilai aktivitas enzim sebagai agen pengurai yang spesifik
selulase dari masing-masing jamur pada untuk menghidrolisis ikatan kimia dari
Tabel 4 disebabkan oleh sifat spesifik selulosa dan turunannya. Trichoderma
jamur dalam mendekomposisi viridae merupakan kelompok fungi
komponen-komponen substrat. tanah sebagai penghasil selulase yang
Kombinasi jamur Trichoderma viridae paling efisien (Perez et al., 2002).

27
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Nilai aktivitas enzim selulase KESIMPULAN


pada BKF dengan campuran jamur Berdasarkan hasil penelitian ini
Trichoderma viridae dan Pleurotus dapat disimpulkan:
ostreatus diduga akibat dari adanya - Fermentasi bungkil kopra dengan
kompetisi antara dua jamur yang Pleurotus ostreatus meningkatkan
memiliki sifat vegetatif berbeda. kualitas nutrien bungkil kopra.
Akibatnya disamping terjadi kompetisi Kandungan protein dan gross
dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, energy diperoleh meningkat
masing-masing jamur tidak optimal sedangkan lemak kasar dan serat
dalam mensekresikan enzim yang ada kasar menurun pada semua
dalam sel. Kondisi ini didukung oleh perlakuan yang diberi inokulum
paparan yang menyatakan bahwa jamur Pleurotus ostreatus.
Trichoderma viridae seringkali menjadi - Campuran jamur Pleurotus
masalah tertentu didalam industri ostreatus dan Trichoderma
penanaman jamur, dimana Trichoderma viridae merupakan jamur
viridae dapat menjadi parasit pada selulolitik dengan aktivitas enzim
miselium dan badan buah dari jamur sebesar 0,71gram glukosa/liter.
lain. Ketika jamur lain menjadi inang
parasit Trichoderma viridae, kemudian DAFTAR PUSTAKA
berkembang sangat cepat di permukaan Ambriyanto K. S., Shovitri M., dan
membentuk koloni yang berwarna hijau, Kuswytasari N. D. 2010. Isolasi
sehingga membuat jamur menjadi buruk dan karakteristik bakteri aerob
dan mengubah bentuk jamur lain (Volk, pendegradasi selilosa dari
2004). serasah daun rumput gajah
Bahan pakan bungkil kelapa 45- (Pennisetum purpureum
60% Non-Starch Polysaccharide (NSP) Schaum). Jurusan Biologi
didominasi oleh mannan Fakultas Matematika Dan Ilmu
(galaktomannan dan mannan) dan Pengetahuan Alam Institut
sekitar 30% larut dalam air hangat. NSP Teknologi Sepuluh Nopember
merupakan fraksi karbohidrat dimana Surabaya.
dalam analisis proksimat termasuk http://digilib.its.ac.id/ITS-
kelompok serat kasar yang sulit dicerna Undergraduate-
oleh enzim saluran pencernaan ternak 3100010041320/13517.
unggas. NSP tersusun dari selulosa dan Diakses: 20 April 2011.
hemiselulosa yang merupakan penyusun AOAC. 1990. Association of official
dinding sel yang tingkat kelarutannya analitical chemist official
rendah (Broz dan Ward 2007). methods of analyses. Third
Hemiselulosa terdiri dari campuran Edition. AOAC. Washington
arabinoxilan yang terikat pada β-glukan, DC.
mannan, galaktan, xiloglukan dan Arif, A., Muin, M., Kuswinanti, T. dan
fruktan (Khattak et al. 2006). NSP juga Harfiani, V. 2007. Isolasi dan
terdiri dari polisakarida pektat yang identifikasi jamur kayu dari
sebagian larut dalam air, terdiri dari hutan pendidikan dan latihan
asam poligalakturonat, arabinan, Tabo-tabo Kecamatan Bungoro
galaktan dan arabinogalaktan (Khattak Kabupaten Pangkep. Jurnal
et al. 2006). Perennial, 3(2) : 49-54.
Broz, J and Ward. N. E. 2007. The role
of vitamins and feed enzymes in

28
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

combating metabolic challenges 2008. Cellulase production by


and disorders. J. Appl. Poult. some fungi cultured on pineapple
Res.16: 150-159. waste. Nature & Science 6 (2), pp.
Gandjar, I. 2006. Mikologi dasar dan 64-75.
terapan. Jakarta : Yayasan Obor Pelczar, M. J. Jr dan Chan, E. C. S.
Indonesia. 2006. Dasar-dasar mikrobiologi.
Ghunu, S dan Tarmidi, A. R. 2006. Volume ke-1. Hadioetomo RS,
Perubahan komponen serat Imas T, Tjitrosomo, S. S, Angka
rumput Kume (Sorghum SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr.
plumosum var. Timorense) hasil Terjemahan dari: Elements of
biokonversi jamur tiram putih microbiology.
(Pleurotus ostreatus) akibat kadar Perez, L. M., Besoain, X., Reyes, M.,
air substrat dan dosis inokulum Lempinasse, M., and
yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak Montealegre, J. 2001. The
Volume 6 No. 2 Hal: 81 – 86. expression of enzymes involved
Hatta, U and Sundu, B. 2009. in biological control of tomato
Improving quality of copra meal phytopathogens by Trichodermad
by fermentation. Proceding epends on the phytopathogen to
International Seminar on Animal be controlled and on the
Industry. Faculty of Animal biocontrol isolate. IOBCWPRS
Science, Bogor Agricultural Bulletin 24: 353 – 356.
University. Perez, L. M., Munos, D. J., Rubia, T.,
Irawan, B., Sutihat dan Sumardi. 2008. Martinez, J. 2002. Biodegradation
Uji aktivitas enzim selulase dan and biological treatments of
lipase pada mikrofungi selama cellulose, hemicellulose and
proses dekomposisi limbah cair lignin. J Int Microbiol 5: 53–63.
kelapa sawit dengan pengujian Rogers, J. M. 2002. Diamond V xpTM
kultur murni. Jurusan Biologi, DFM sets the standard in
Fakultas Matematika dan Ilmu microbial feed technology.
Pengetahuan Alam, Universitas http://www.diamondv.com/newsr
Lampung (UNILA). elease/xp_dfm_aug2002.html.
Jacob, N. and Prema, P. 2006. Saha, B. C. 2003. Hemicellulose
Influence of mode of bioconversion. Review Paper. J
fermentation on production of Ind Microbiol Biotechnol (2003)
polygalaturonase by a novel 30: 279-291.
strain of streptomyces lydicus. Safaria, S., Idiawati, N., dan Zaharah, T.
Food Technology and A. 2013. Efektivitas campuran
Biotechnolgy, 44: 263-267 enzim selulase dari Aspergillus
Khattak, F. M, T. N. Pasha, Z. Hayat niger dan Trichoderma reesei
and A. Mahmud. 2006. Enzymes dalam menghidrolisis substrak
in poultry nutrition. J. Anim. Sci. sabut kelapa. JKK, volume 2 (1),
16(12): 1-7. hal: 46-51.
Mandels, M. 1970. Cellulases. In. G. T. Saropah, D. A., Jannah, A., dan
Tsao (ed) Annual Report on Maunatin, A. 2012. Kinetika
Fermentation Processes. Vol 5. reaksi enzimatis ekastrak kasar
Academic Press. New York. enzim selulase bakteri selulolitik
Omojasola, P. Folakemi, Omowumi hasil isolasi dari bekatul. Jurnal
Priscilla Jilani, S. A. Ibiyemi. Alchemy 2(1): 34-45.

29
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 20 - 30

Sari, L dan Purwadaria T. 2004. Pleurotus ostreatus. Mycologia.


Pengkajian nilai gizi hasil 3: 404-410
fermentasi mutan Aspergillus Ul-Haq, I., Javed. M. M., Khan. T. S.
niger pada substrat bungkil and Siddiq, Z. 2005. Cotton
kopra dan bungkil. Biodiversitas saccharifying activity of
2 (5) : 48-51. cellulases produced by co-culture
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, A. of Aspergillus niger and
Habibie, T. Pasaribu, H. Hamid, Trichoderma viridae. Research
J. Rosida, T. Haryati, dan I. Journal of Agriculture and
Sutikno. 1998. Nilai gizi bungkil Biological Sciences, 1(3): 241-
kopra terfermentasi dalam pakan 245.
itik petelur dengan kadar fosfor Volk, T. J. 2004. Trichoderma viridae,
yang berbeda. Jurnal Ilmu the dark green parasitic mold and
Ternak dan Veteriner 3 (1): 15- maker of fungal-digested jeans.
21. http ://botit. botany.wisc.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, J. Rosida, edu/toms_fungi/ nov2004 .html.
H. Surachman, H. Hamid, dan I. Widodo, A. R., Setiawan, H., Sudiyono,
P. Kompiang. 1998. Pengaruh Sudibya dan Indreswari, R. 2013.
suhu ruang fermentasi dan kadar Kecernaan nutrien dan performan
air substrat terhadap nilai gizi puyuh (Coturnix coturnix
produk fermentasi lumpur sawit. japonica) jantan yang diberi
Jurnal Ilmu Ternak dan ampas tahu fermentasi dalam
Veteriner 3 (4): 225-229. ransum. Jurnal Tropical Animal
Steel R. G. D., and J. H. Torrie. 1991. Husbandry Vol. 2 (1): 51 – 56.
Principle and procedure statistics
2nd Ed. McGraw-Hill Book Co.,
Inc, Singapore.
Sukaryana, Y., Atmomarsono. U.,
Yunianto, V. D. dan Supriyatna.
2011. Peningkatan nilai kecernaan
protein kasar produk fermentasi
campuran bungkil inti sawit dan
dedak padi pada pedaging. JITP
Vol. 1 No.3, Juli 2011 Hal: 167-
172.
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid, dan
A. P. Sinurat. 1998. Fermentasi
bungkil secara substrat padat
dengan menggunakan
Aspergillus niger. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner 3 (3): 165-
170.
Tribak, M., J. A. Ocampo, I. Garcia-
Romera. 2002. Production of
xyloglucanolytic enzymes by
Trichoderma viridae,
Paecilomyces farinosus,
Wardomyces inflatus, and

30

Anda mungkin juga menyukai