Anda di halaman 1dari 49

RESILIENSI REMAJA YANG MENGALAMI BULLYING DI MADRASAH

ALIYAH ACEH TENGGARA

PROPOSAL

Diajukan untuk Menyusun Skripsi S-1

Oleh:

NABILA ZUHRA
NPM : 1909110023

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2023
Proposal Berjudul

RESILIENSI REMAJA YANG MENGALAMI BULLYING DI MADRASAH


ALIYAH ACEH TENGGARA

Diajukan oleh:

Nabila Zuhra
1909110023

Telah disetujui oleh:

Fakultas Psikologi Tanggal Persetujuan


Universitas Muhammadiyah Aceh
Pembimbing Proposal,

Endang Setyaningsih, S.Psi., M.Pd., Psikolog 07 Juli 2023

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali rasa syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Resiliensi Remaja Yang

Mengalami Bullying di MAN aceh Tenggara". Tidak lupa pula dukungan baik

secara materil dan nonmateril yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan

makalah ini. Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Barmawi, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Aceh.

2. Ibu Endang Setyaningsih, S.Psi., M.Pd., Psikolog. selaku Dosen Pembimbing

Proposal Skripsi yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal

Skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Aceh yang

telah memberikan ilmu yang bermanfaaat kepada penulis selama ini

4. Keluarga, terutama kedua orang tua, adik yang telah mendukung, memberikan

motivasi, serta mendoakan penulis sehingga bisa menyelesaikan proposal

skripsi.

5. Teman-teman terutama sahabat yang telah membantu serta berjuang bersama

untuk menyelesaikan proposal skripsi ini.

iii
Penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini masih belum sempurna. Oleh

karena itu, dengan rendah hati penulis memohon kritik dan saran yang membangun

dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 07 Julii 2023

Nabila Zuhra

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................iii


DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Fokus Penelitian ....................................................................................8
C. Keaslian Penelitian................................................................................8
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................10
E. Manfaat Penelitian ................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................11
A. Resiliensi ...............................................................................................11
1. Pengertian Resilinesi ........................................................................11
2. Aspek-Aspek Resiliensi ...................................................................12
3. Faktor-Faktor Resiliensi ...................................................................15
B. Bullying .................................................................................................19
1. Pengertian Bullying………………………………………………. 19
2. Aspek-Aspek Bullying…………………………………………… 20
3. Faktor-Faktor Bullying………………………………………….... 22
C. Remaja ..................................................................................................23
1. Pengertian Remaja……………………………………………….. 23
2. Aspek-Aspek Remaja……………………………………………. 25
D. Madrasah Aliyah……………………………………………………. 26
E. Pentingnya Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Bullying ..........27
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................30
A. Pendekatan Penelitian ...........................................................................30
B. Subjek Penelitian ..................................................................................31
C. Sampling (sampel) ................................................................................31
D. Waktu dan Lokasi .................................................................................32
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................32
F. Analisis Data .........................................................................................36
G. Keterpercayaan Penelitian ....................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................42

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan sebuah periode kehidupan manusia yang akan

mengalami perubahan pada perkembangan fisik, psikologis, dan intelektual

secara pesat yang disebut juga sebagai Growth Spurt. Remaja memiliki

karakteristik berupa rasa ingin tahu yang cukup tinggi, cenderung berani

mengambil risiko dari perbuatan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan

dengan matang, dan menyukai hal-hal yang berbau petualangan. (Kemenkes,

2020). Sementara itu, menurut World Health Organization (WHO)

mengatakan bahwa remaja merupakan masa beralihnya usia yang berada di

rentang usia 10 hingga 19 tahun. Remaja juga merupakan sebuah fase atau

masa peralihan usia dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa awal.

Fase remaja cenderung memandang kehidupan sesuai dengan

keinginannya. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita-cita.

Cita-cita yang tidak realistis bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga

berlaku untuk keluarga dan teman-temannya, yang menyebabkan

meningginya emosi sebagai ciri awal masa remaja. Semakin tidak realistis

cita-citanya menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang

lain mengecewakanya, atau apabila tujuan yang ditetapkanya tidak tercapai.

1
Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan

meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang lebih besar

memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada

umumnya secara realistis (Kompas, 2022).

Selain daripada itu, masa remaja merupakan masa yang penuh

dinamika, karena remaja mulai merasakan drama percintaan, persahabatan,

menjelajahi suatu hal baru yang terasa menantang dan memperlajari ssuatu hal

yang berbeda untuk mengenali siapa dirinya. Remaja juga kerap mengikuti

apa yang diakukan oleh teman-temannya. Ini merupakan bagian dimana

remaja mencoba untuk menonjolkan diri sebagai individu maupun sebagai

anggota pada suatu kelompok sosial tertentu. (Visty, 2021)

Terbentuknya kelompok remaja dalam komunitas yang lebih besar

akan menyebabkan adanya individu-individu atau kelompok-kelompok yang

superior dan begitu pula sebaliknya. Kelompok yang superior tersebut akan

menunjukan jati diri mereka dengan cara yang tidak baik seperti menindas

ataupun melakukan kekerasan, baik fisik maupun lisan. Kekerasan yang lebih

banyak ditunjukan remaja misalnya tindakan menyakiti orang lain seperti

perundungan atau bullying. (Virty, 2021)

2
Perilaku bullying itu sendiri ialah perilaku tidak menyenangkan yang

dilakukan oleh salah seorang individu maupun sekelompok individu kepada

pihak yang dianggap lemah dan tidak superior sehingga pihak yang lemah dan

tidak superior ini akan merasakan perasaan yang tidak nyaman baik dari segi

fisik maupun mental, tindakan mengintimidasi yang lemah juga disebut

sebagai perilaku perundungan atau bullying. Bullying juga merupakan

tindakan yang disengaja untuk melukai dan menciptakan ketakukan melalui

ancaman agresi lebih lanjut. Bullying merupakan tindakan intimidasi yang

dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang dianggap lebih

lemah. (Zakiyah, Widianti dan Sari 2017)

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak

tahun 2011 hingga 2019 silam telah ditemukan sekitar kasus bullying, yakni

terdiri dari 574 anak laki-laki dan 425 anak perempuan yang menjadi korban

bullying sedangkan 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan yang menjadi

pelaku bullying. Selain daripada itu, sejak tahun 2011 hingga 2019, terdapat

37.381 kasus aduan yang masuk ke KPAI (Kemenpppa, 2022).

Berdasarkan jumlah tersebut, pelaporan kasus bullying atau

perundungan, di dunia pendidikan maupun media sosial mencapai 2.473

laporan. Sementara disisi lain, dari Januari hingga Februari, setiap harinya

KPAI juga banyak melihat dan membaca berita fenomena kekerasan anak.

(Kemenpppa, 2022).

3
Persoalan tersebut tentu sangat disadari dan harus menjadi

keprihatinan bersama. Fenomena bullying di Indonesia mungkin sudah

memasuki level yang mengkhawatirkan. Kondisi ini bahkan semakin

mengkhawatirkan saat mengetahui jika pelaku bullying, baik bullying

tradisional atau cyber bullying didominasi oleh remaja.

Mengenai bullying pada remaja, setiap remaja pasti memiliki cara

yang berbeda-beda dalam menyikapi masalah bullying. Terdapat perbedaan

cara dalam mempertahankan diri dari situasi yang membuat mereka tertekan,

kemampuan mempertahankan diri ini disebut juga sebagai Resiliensi.

Menurut Grotberg (dalam Hendriani, 2022) menjelaskan pengertian

resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi dan

menjadi kuat atas kesulitan yang dialaminya. Grotberg juga menyatakan

bahwa resiliensi adalah kapasitas universal yang mengizinkan seseorang,

kelompok atau komunitas untuk mencegah, meminimalisasi atau mengatasi

efek yang merusak dari kesulitan.

Resiliensi merupakan kapasitas manusia untuk menghadapi dan

mengatasi kesulitan serta diperkuat atau ditransformasikan oleh kesulitan-

kesulitan dalam hidup. Namun demikian, seringkali ditemukan resiliensi

manusia dalam menghadapi berbagai kesulitan kurang optimal. Manusia lebih

memilih menyerah pada keadaan atau bahkan mengalami berbagai gangguan

4
baik dalam kemampuan sosial, mental ataupun fisik. Mereka tidak mampu

menjaga keseimbangan dalam menghadapi tekanan yang kuat.

Meningkatkan resiliensi adalah tugas yang penting karena hal ini dapat

memberikan pengalaman bagi manusia dalam menghadapi tantangan dan

kesulitan hidup. Dengan meningkatkan resiliensi, manusia dapat

mengembangkan ketrampilan hidup seperti bagaimana berkomunikasi,

kemampuan yang realistik dalam membuat rencana hidup dan mampu

mengambil langkah yang tepat bagi hidupnya. Mereka akan mengembangkan

cara untuk mengubah keadaan yang penuh tekanan menjadi sebuah

kesempatan untuk pengembangan diri pribadi. (Richard, dalam Hendriani

2022).

Hasil positif yang terkait dengan resiliensi adalah pengentasan efek

negatif dari stres, peningkatan dalam beradaptasi, dan pengembangan

keterampilan koping yang efektif untuk menghadapi perubahan dan kesulitan.

Oleh karena itu resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan individu memilih

untuk pulih dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan dan penuh tantangan,

dengan cara meningkatkan pengetahuan untuk adaptif dan mengatasi situasi

serupa yang merugikan di masa mendatang (Block dan Kremen, 1996 dalam

Hendriani 2022).

5
Dampak yang dirasakan oleh remaja setelah mendapatkan perilaku

bullying bermacam-macam ragam nya dan untuk mengatasi hal tersebut pun

juga bermacam-macam. Hal ini juga ditemukan dari hasil wawancara dalam

prapenelitian pada hari selasa 10 Januari 2023. Subjek wawancara berinisial

HH merupakan remaja yang mengalami bullying verbal maupun non verbal

menyatakan bahwa

“Dulu itu aku pernah dibully sama kakak leting, di bilang kalo aku itu anak
manja sedikit-sedikit lapor kakak padahal aku ga pernah lapor atau ngadu
sama kakakku, aku juga pernah diumpat dan difitnah pura-pura sakit padahal
posisi nya aku tu ada sakit asma sampe harus pake oksigen tapi dibilang
pura-pura supaya bisa ga sekolah, terus itu aku juga pernah dibully yg paling
parah, aku diseret sama kakak leting itu karena ga mau ngukutin apa yang
dia mau. Cara aku bertahan sampai saat ini, Ya dengan cara melarikan diri
dari semuanya, ya kayak aku pendam semuanya sendirian dan gak ku ceritain
ke siapa-siapa termasuk mamak dan ayah, Dengan cara mengurung diri di
rumah juga, Gak pernah keluar rumah, Tapi dulu tu kan aku gak tau alasan
kenapa aku kekgitu, baru sekarang lah aku tau kenapa aku bisa gitu tapi
sekarang aku ngerti kalo itu namanya pertahanan diriku, itulah caraku untuk
bertahan, dengan ngehindar dari orang-orang yang nyakitin aku, itu bikin
aku jadi lebih kuat dan mampu bertahan hidup, meskipun aku emang cuma
diam dirumah tapi setidaknya itu juga yang bikin aku ngerasa tenang,
ngerasa aman, ya awalnya, aku ngerasa juga kalo orang di sekeliling ku ga
mensupport apa yang aku lakukan dan gak suka dengan keputusan ku untuk
ngehidarin orang-orang tapi itulah caraku yang gak semua orang bisa paham
dan hanya aku yang tau"
Selanjutnya wawancara dengan subjek II yang berinisial A merupakan

remaja SMA yang mengalami bullying pada hari selasa 10 januari 2023.

Menjelaskan bahwa :

6
"Saya pernah dibuli kak, buli nya tu yang dipermalukan di depan orang rame.
Saya udah ngalami itu selama 6 bulan. Kronologinya kan saya cuma mau
nanya sama ibuk itu, terus saya di bilang ngetes kepintaran ibuk itu, padahal
saya gadak berniat sedikit pun kek gitu kak, Di senggak nya awak di depan
orang ramai pulak, rasanya tu malu kali kek serasa ga berani lagi natap
mukak orang disitu, serasa ga punyak mukak lagi saya. Pada saat itu saya
Cuma bisa diam sama yang dibuat ibu tu, padahal biasanya saya kalo dibuli
pasti saya lawan tapi karena dia guru jadinya saya Cuma bisa diam aja tapi
absitu awak berusaha jaga jarak aja sama ibuk tu biar ga sakit hati."

Hasil wawancara awal dari kedua subjek di atas menunjukkan terdapat

perbedaan resiliensi remaja yang mengalami perilaku bullying. Subjek

pertama mempertahankan diri dengan cara mengurangi interaksi dengan orang

yang menyakitinya sama hal nya dengan subjek yang kedua yang memilih

untuk membuat jarak dengan pelaku yang membulinya.

Menjadi remaja yang mengalami bullying tidak lah mudah, pasti akan

membutuhkan pertahanan dalam diri agar bisa bertahan dengan situasi yang

membuatnya tertekan oleh karena itu. Seperti yang kita ketahui bahwa

pertahanan diri tiap remaja pastinya berbeda dalam menanggapi suatu keadaan

yang membuat mereka berada dalam tekanan. Bullying dikalangan remaja ini

rentan terjadi oleh sebab itu lah peneliti tertarik untuk melihat bagaimana

resiliensi remaja yang mengalami bullying tersebut.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai resiliensi remaja

yang mengalami bullying di Madrasah Aliyah di Kutacane, Aceh Tenggara.

7
B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi

fokus penelitian yang ingin peneliti lakukan ialah mengenai; Apa saja Aspek-

aspek resiliensi pada remaja yang mengalami bullying?

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini dikutip dari beberapa penelitian terdahulu yang

mempunyai karakteristik yang digunakan. Penelitian yang akan penulis

lakukan adalah mengenai gambaran harga diri pada ibu yang mengalami

bullying. Beberapa penelitian yang terkait dan menjadi bandingan terhadap

judul penelitian yang penulis teliti yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, S. Widianti, E. Prista Sari, S.P.

pada tahun 2018 yang berjudul “Resiliensi remaja dalam menghadapi

perilaku bullying” penelitian tersebut menunjukan bahwa Simpulan dari

penenlitian ini ialah resiliensi rendah perlu diperhatikan dalam

perkembangan remaja. Dalam meningkatkan resiliensi perlunya

dukungan dari faktor protektif dalam meningkatkan resiliensi. Karena

dorongan positif dari faktor protektif merupakan salah satu faktor

eksternal maupun internal dalam meningkatkan resiliensi. Hal inilah

yang mendasarai keinginan peneliti untuk melakukan studi lebih lanjut

terkait resiliensi pada remaja yang mengalami bullying.

8
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sujadi, E., Yandri, H., & Juliawati, D.

Pada tahun 2021 yang berjudul “Perbedaan Resiliensi Siswa Laki-laki

dan Perempuan yang Menjadi Korban Bullying” Riset membuktikan

bahwa korban bullying memiliki resiliensi yang tinggi, dengan arti lain

mereka mampu bertahan dari situasi-situasi yang sulit tersebut.

Resiliensi banyak digunakan oleh peneliti untuk melengkapi dan

memandu riset mengenai trauma, peristiwa-peristiwa yang tidak

menyenangkan atau buruk, bencana alam, trauma di masa anak-anak dan

permasalahan-permasalahan pada masa dewasa (Hooper, 2009).

Resiliensi merupakan kemampuan seseoranguntuk bertahan dan pulih

dari kesulitan (Taormina, 2015). Pendapat lain mengatakan bahwa

resiliensi merupakan kapasitas manusia untuk menghadapi dan

mengatasi kesulitan hidup (Utami & Helmi, 2017).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Irmansyah, D dan Apriliawati, A Dari

hasil penelitian terhadap dukungan orangtua dengan resiliensi remaja

dalam menghadapi perilaku bullying di SMPN 156 Kramat Pulo Gundul

Jakarta Pusat tahun 2016 maka dapat ditarik resiliensi remaja dalam

menghadapi perilaku bullying menunjukkan frekuensi terbanyak dengan

resiliensi rendah.

9
Peneliti akan melakukan penelitian tentang resiliensi pada remaja yang

mengalami bullying di MAN Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara. Peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian menggunakan

deskriftif. Subjek Penelitian ini berjumlah tiga orang remaja yang mengalami

bullying di MAN Kutacane, Aceh Tenggara.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimama

resiliensi atau pertahanan diri pada remaja yang mengalami bullying.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis.

Menambah pengetahuan dan keilmuan tentang resilensi remaja yang

mengalami bullying dan bagaimana remaja tersebut menghadapinya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi:

a) Bagi peneliti akan menambah pengetahuan dan pengalaman secara

langsung dilapangan serta dapat memecahkan suatu masalah dalam

penelitian yang dilakukan.

b) Bagi remaja akan menjadi bahan pemikiran mengenai upaya dalam

menghadapi perilaku Bullying.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resiliensi

1. Pengertian Resilinesi

Grotberg (dalam Hendriani, 2022) menjelaskan pengertian resiliensi adalah

kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi dan menjadi kuat atas

kesulitan yang dialaminya. Demikian pula Grotberg menyatakan bahwa

resiliensi adalah kapasitas universal yang mengizinkan seseorang, kelompok atau

komunitas untuk mencegah, meminimalisasi atau mengatasi efek yang merusak

dari kesulitan. Resiliensi merupakan kapasitas manusia untuk menghadapi dan

mengatasi kesulitan serta diperkuat atau ditransformasikan oleh kesulitan-

kesulitan dalam hidup.

Resiliensi secara umum mengarah pada pola adaptasi positif selama atau

sesudah menghadapi kesulitan atau resiko. Resiliensi adalah ide yang mengacu

pada kapasitas sistem dinamis untuk bertahan atau pulih dari gangguan (Masten

dan Coatsworth, dalam Hendriani 2022). Resiliensi adalah proses interaktif

kompleks yang melibatkan berbagai karakteristik individu, keluatga, maupun

lingkungan.

11
Resiliensi juga dipandang sebagai fenomena yang bersifat fluid antar waktu.

Individu mungkin resilien pada suatu tahap perkembangan, namun tidak pada

tahap perkembangan yang lain. Terkait dengan hal tersebut, faktor resiko dan

protektif yang berperan penting didalam nya pun berpariasi antara tahap

perkembangan (Meichenbaum, dalam Hendriani 2022)

Menurut Reivich dan Shatte (dalam Hendriani 2022) menuturkan bahwa

resiliensi ialah kemampuan seseorang dalam merespon sebuah rasa trauma

dengan menghadapinya secara sehat. Reseliensi itu bersifat menetap pada diri

individu, merupakan transaksi dinamis anatara kekuatan internal maupun

kekuatan ekstrenal Garmezy (Damon, dalam Hendriani 2022).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disumpulkan bahwa resiliensi adalah

kemampuan individu dalam mempertahankan diri atau survive terhadap

permasalahan hidup yang menimpa individu tersebut. Kemampuan individu

dalam menangani permasalahan yang penuh tekanan juga disebut sebagai

resiliensi.

2. Aspek-aspek Resiliensi

Menurut Grotberg (dalam Hendriani, 2022) membagi resiliensk dengan

tiga aspek (three sources of resilience) yaitu I have, yakni hubungan yang

dilandasi oleh kepercayaan penuh, dorongan untuk mandiri, I am termasuk

didalam nya hubungan kasih sayang dari banyak orang, bangga dengan diri

sendiri sedangkan I can termasuk didalamnya berkomuniskasi, memecahkan

12
masalah, menjalin hubungan yang saling mempercayai. Ketiganya saling

berinterkasi satu sama lain dan menentukan bagaimana resiliensi individu.

a. I Have

I Have Merupakan dukungan external supports dan sumber

dalam meningkatkan daya lentur. Sebelum anak menyadari akan siapa

dirinya (I Am) atau apa yang bisa dia lakukan (I Can), remaja

membutuhkan dukungan eksternal dan sumberdaya untuk

mengembangkan perasaan keselematan dan keamanan yang

meletakkan fondasi, yaitu inti untuk mengembangkan resilience. I

have memiliki beberapa kualitas yang dapat menjadi penentu bagi

pembentukan resiliensi, yaitu :

1) Hubungan kepercayaan (trust)

2) Struktur dan peraturan rumah

3) Role models

4) Dorongan untuk mandiri

5) Akses fasilitas baik itu layanan kesehatan, pendidikan,

keamanan maupun kesejahteraan

b. I Am

Aspek I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri

sendiri atau (inner strengths). Aspek ini meliputi perasaan, sikap, dan

keyakinan di dalam diri anak. Individu tersebut sadar bahwa orang

menyukai dan mengasihi dia. Anak akan bersikap baik terhadap orang-

13
orang yang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur

sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda

ketika berbicara dengan orang lain. Remaja mengetahui dia adalah

seseorang yang penting dan merasa bangga pada siapakah dirinya dan

apa yang bisa dilakukan untuk mengejar keinginannya. Remaja tidak

akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkannya.

Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am dalam membentuk

resilinesi adalah:

1) Peniliaian personal diri disayangi dan disukai oleh banyak

orang.

2) Memiliki empati serta kepedulian dan cinta terhadap orang lain.

3) Merasa bangga dengan diri sendiri

4) Memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri serta menerima

segala konsekuensi atas segala tindakannya.

5) Optimis serta percaya diri juga mempunyai gambaran masa

depan.

c. I Can

Aspek I Can atau (internal and problem solving skills) adalah

kemampuan yang dimiliki individu untuk mengungkapkan perasaan

dan pikiran dalam berkomunikasi dengan oranglain, memecahkan

masalah dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan,

14
pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan

bantuan saat membutuhkannya. Aspek resiliensi terdiri dari :

1) Kemampuan berkomunikasi

2) Problem solving

3) Kemampuan mengontrol emosi, perasaan dan impuls-impuls.

4) Kemampuan mengukur tempramen sendiri maupun orang lain

5) Kemampuan menjalin interaksi yang penuh kepercayaan

Menurut Grotberg (dalam Hendriani, 2022) lebih lanjut menjelaskan

bahwa ketiga aspek diatas yaitu I have (external Supports), I am (inner

strengths) dan I can (interpersonal and problem solving skills) dapat

mempengaruhi perilaku individu menjadi relative stabil dalam merespon

berbagai situasi maupun kondisi yang dihadapi. Grotberg juga mengatakan

bahwa remaja akan belajar bagaimana merespon tekanan dan kesulitan secara

ulet.

3. Faktor-faktor Resiliensi

Menurut Grotberg (dalam Hendriani, 2022) lebih lanjut mengatakan

bahwa perasaan tidak berdaya dalam kondisi tertekan didasari lima faktor,

yakni terdiri dari: Trust, autonomy, initiative, industry, dan identity. Grotberg

menganggap bahwa kelima faktor tersebut berkaitan dengan tahapan

perkembangan individu sejak lahir hingga akhir usia remaja memiliki pondasi

15
dalam membangun resiliensi. Penjelasan kelima faktor tersebut sebagai

berikut:

a) Trust (Kepercayaan)

Faktor ini menggambarkan bagaimana individu mempecayai

lingungannya dari berbagai hal mengenai dirinya. Jika sejak kecil

individu diajarkan dengan pola asuh yang penuh kasih sayang

maka individu tersebut akan mampu mengembangkan

kepercayaan terhadap lingkungannya serta akan menganggap

lingkungannya memberikan support penuh terhadapnya. Individu

peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan

mengekspresikannya melalui berbagai perilaku atau kata-kata.

b) Autonomy (otonomi)

Faktor otonomi adalah bagaiamana individu menyadari

bahwa dirinya berbeda dengan lingkungannta meskipun mereka

saling berhubungan baik. Anak yang sedang mempelajari otonomi

benar dan salah akan merasakan perasaaan bersalah apabika telah

mengecewakan seseorang yang telah berbuat baik padanya dan

akan menerima konsekuensi atas perbuatannya tersebut.

Jika pada tahapan ini anak diberikan kesempatan untuk

untuk meningkatkan sikap otonom ini dapat dipastikan anak

tersebuat akan lebih bisa menghargai dirinya sendiri sehingga

16
individu tersebut akan mampu berempati terhadap oranglain,

memperhatikan serta peduli terhadap sekitarnya dan akan

bertanggung jawab atas perilakunya. Individu juga memiliki

kepercayaan diri, optimis, dan penuh harapan, ia percaya ada

harapan bagi mereka, serta orang lain dan institusi yang dapat

dipercaya. Individu merasakan mana yang benar maupun salah,

dan ingin ikut serta di dalamnya

c) Initiative (Inisiatif)

Faktor ini merupakan sebuah tindakan yang disadari sendiri

tanpa adanya paksaan ataupn atas perintah orang lain.

Keinisiatifan individu dapat mempengaruhi setiap aktifitas

individu ketika terlibat dalm suatu kelompok ketika dituntut untuk

berpartisipasi. Hal tersebut akan menjadikan individu sebagai

orang yang penuh pehatian, bertanggung jawab dan optimisme

juga mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik

serta dapat menilai suatu masalah serta mengetahui apa yang

mereka butuhkan agar dapat memecahkan masalah tersebut.

d) Industry (Industry)

Faktor industri berkaitan dengan pengembangan keahlian

yang berhubungan dengan kegiatan rumah, sekolah maupun

lingkungan sosial. Dalam pengembangan faktor ini individu

membutuhkan role model dalam hidupnya yaitu orang yang

17
menjadi panutan individu, yang dapat menunjukkan apa yang

harus dilakukan, seperti misalnya memberikan informasi

mengenai sesuatu yang dapat memberi inspirasi agar individu

mengikutinya.

Individu dapat membicarakan berbagai masalah dengan

orang lain, dan menemukan penyelesaian masalah yang paling

tepat. Selain itu, ia pun mampu menyelesaikan berbagai macam

masalah didalam berbagai setting kehidupan (pekerjaan, akademis,

pribadi, sosial, dan sebagainya), serta mampu untuk dapat

mengerjakan pekerjaannya hingga selesai. Kemudian juga dapat

menghasilkan ide-ide dan cara-cara baru untuk melakukan sesuatu

yang juga dapat membantunya dalam menghadapi kesulitan.

e) Identity (identitas)

Identitas merupakan faktor pengembangan resiliensi yang

berkaitan dengan pemahaman terhadap diri sendiri. Individu

mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan

kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain

katakan serta merasakan perasaan orang lain. Dimana individu

dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis

emosi, dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah

laku, namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan

dan hak orang lain maupun diri sendiri.

18
B. Bullying

1. Pengetian Bullying

Menurut Coloroso, (dalam Jamil, 2019) mengemukakan bahwa bullying

adalah perilaku mengintimidasi dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap

pihak yang lebih lemah. Bullying merupakan tindakan yang disadari,

dimaksudkan untuk melukai, disengaja, dan menciptakan ketakukan melalui

ancaman agresi.

Alison (2016) menyatakan bahwa bullying merupakan masalah global

yang mempengaruhi kesejahteraan emosional, sosial, dan fisik anak usia

sekolah diseluruh dunia. Smith dalan Salsabiela (2010) mendefinisikan bullying

sebagai suatu perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh

individu atau kelompok yang memiliki kekuatan kepada individu yang lemah

dengan tujuan menyakiti individu tersebut, yaitu dengan menciptakan suasana-

suasana yang tidak menyenangkan bagi korban, bahkan dilakukan tanpa adanya

alasan dan tujuan untuk menyakiti individu lain dan membuatnya tertekan.

Shafqat (2015) mengatakan bahwa bullying dapat terjadi di mana saja

baik di sekolah maupun di kamar mandi, di bus ketika sedang menunggu bus

sekolah, di kelasyang mungkin membutuhkan kerja kelompok atau kegiatan

sepulang sekolah. Bullying dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari siswa

mencakup diantaranya psikologis, pendidikan dan profesional. ekolah dan

Farrington (2016). Ross (2003) mendifinisikan bullying yaitu upaya yang

19
disengaja dan umumnya tidak diprovokasi oleh satu atau lebih individu untuk

menimbulkan dampak fisik dan / atau tekanan psikologis pada satu atau lebih

korban.

2. Aspek-aspek Bullying

Menurut Coloroso (dalam penelitian Novendawati 2017), mengatakan

bahwa bullying dibagi menjadi tiga aspek, yaitu bullying verbal, fisik, dan

psikologis. Aspek-aspek perilaku bullying tersebut diuraikan secara rinci

sebagai berikut:

a) Bullying verbal

Bullying verbal merupakan suatu tindakan agresif dalam bentuk

verbal atau ucapan yang dilakukan secara sengaja dan berulang dengan

tujuan menguasai, menunjukan kekuatan, menyakiti meneror atau

hanya untuk kesenangan semata. Seperti memaki, mengejek,

membodohkan menggosip, dan mengkerdilkan, bisa berupa pemberian

julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan dan lain

sebagainya. Dari ketiga bentuk bullying lainnya, bullying verbal adalah

satu jenis penindasan yang paling mudah untuk dilakukan, merupakan

awal menuju dua bentuk bullying fisik dan psikologis, serta merupakan

langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih kejam dan

merendahkan martabat.

20
b) Bullying fisik

Bullying fisik merupakan bentuk bullying yang paling tampak

dan dapat diidentifikasi dibandingkan kedua jenis bullying lain.

Namun, meskipun mudah 14 terdeteksi, kurang dari sepertiga kejadian

bullying fisik yang dilaporkan oleh siswa. Bullying fisik meliputi

memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit,

mencakar, serta meludahi korban, dan merusak pakaian maupun

barang-barang milik korban. Semakin kuat dan semakin dewasa pelaku

akan semakin berbahaya, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk

menciderai secara serius. Anak yang sering melakukan bullying fisik

merupakan penindas yang paling bermasalah, dan dapat terlibat dalam

tindakan kriminal yang lebih serius.

c) Bullying psikologis atau relasional

Bullying psikologis merupakan bullying yang paling sulit untuk

di deteksi dari luar. Merupakan pelemahan harga diri korban yang

dilakukan secara sistematis melalui tindakan pengabaian, pengucilan,

atau penghindaran. Penghindaran merupakan tindakan bullying

relasional yang paling kuat. Dapat dilakukan dengan cara

menyebarkan gossip agar tidak ada yang mau berteman dengan korban.

Bullying relasional dapat digunakan untuk mengasingkan, menolak

21
seseorang, atau sengaja merusak persahabatan. Dapat dilakukan

melalui sikap yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tertawa

mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar Bullying fisik adalah suatu

tindakan agresif dalam bentuk fisik yang dilakukan secara sengaja dan

berulang dengan tujuan menguasai, menunjukan kekuatan, menyakiti

meneror atau hanya untuk kesenangan semata. Seperti memukul,

menampar, memalak, pengroyokan menjadi eksekutor dari perintah

senior.

3. Faktor-faktor Bullying

Menurut Coloroso (2006) Terdapat empat faktor yang menyebabkan

bullying diantaranya ialah :

a) Ketidakseimbangan kekuatan. Perundungan dapat saja orang yang

lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih Mahir secara verbal, lebih

tinggi dalam status sosial, berasal dari ras yang berbeda, atau tidak

berjenis kelamin yang sama.

b) Niat untuk mencederai titik menyakat berarti menyebabkan

kepedihan emosional dan atau luka fisik, mana memerlukan

tindakan untuk dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di

hati sang pelaku saat menyaksikan luka tersebut.

22
c) Ancaman agresi lebih lanjut. Baik pihak pelaku maupun pihak

korban mengetahui bahwa risak dapat dan kemungkinan akan

terjadi kembali titik rundung tidak dimaksudkan sebagai peristiwa

d) yang terjadi sekali saja.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan sebuah periode kehidupan manusia yang akan

mengalami perubahan pada perkembangan fisik, psikologis, dan intelektual

secara pesat yang disebut juga sebagai Growth Spurt. Remaja memiliki

karakteristik berupa rasa ingin tahu yang cukup tinggi, cenderung berani

mengambil risiko dari perbuatan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan

dengan matang, dan menyukai hal-hal yang berbau petualangan. (Kemenkes,

2020). Sementara itu, menurut World Health Organization (WHO)

mengatakan bahwa remaja merupakan masa beralihnya usia yang berada di

rentang usia 10 hingga 19 tahun. Remaja juga merupakan sebuah fase atau

masa peralihan usia dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa awal yang

pasti akan mengalami masa puber.

Puber, berasal dari bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian dan

menunjukan kedewasaan yang dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan

ditandai oleh kematangan fisik. Puber berasal dari kata “pubes” yang berarti

23
rambut-rambut kemaluan, yang menandakan kematangan fisik. Dengan

demikian, masa pubertas meliputi masa peralihan dari masa anak-anak sampai

tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15 tahun.

Terutama terlihat perubahan-perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses

kematangan jenis kelamin. (Wahidin, 2017).

Menurut Kartono (Suryandari, 2020), kenakalan remaja disebut

sebagai adalah perilaku jahat atau dursila, atau kejahatan atau kenakalan

anak-anak muda, merupakan gejala sakit ( patologis ) secara sosial pada

anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk merupakan masa-

masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa kehidupan orang

dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego

identity).

Berdasarkan penjelasan paraha ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

remaja adalah seorang individu yang baru beranjak selangkah dewasa dan

baru mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal lawan jenis,

memahami peran dalam dunia sosial, menerima jati diri apa yang telah

dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya, dan mampu

mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri individu.

24
2. Aspek-aspek Remaja

Suryandari, 2020 mengamukakan bahwa remaja akan melalui beberapa

proses penyesuaian diri menuju pendewasaan, yakni :

a) Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.

b) Dapat menerima dan belajar peran social sebagai pria dan Wanita dewasa

yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

c) Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.

d) Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau orang dewasa lainnya.

e) Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai minat dn

kemampuannya.

f) Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan

memiliki anak.

g) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang

diperlukan sebagai warga Negara.

h) Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

i) Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan regiliusitas.

25
D. Madrasah Aliyah

1. Pengertian Madrasah Aliyah

Istilah madrasah telah dikenal oleh masyarakat muslim sejak masa kejayaan

Islam klasik. Dilihat dari segi bahasa madrasah merupakan isim makan (nama

tempat) berasal dari bahasa arab yang berarti tempat belajar. (Munawir, dalam

Burhanudin 2022). Dengan demikian madrasah dipahami sebagai tempat atau

lembaga pendidikan Islam. Dalam kamus besar bahasa indonesia madrasah adalah

sekolah atau perguruan yang biasanya berdasarkan agama Islam.

2. Perbedaan Madrasah Aliyah dengan Sekolah Menengah Atas

Madrasah diartikan sebagai; Lembaga pendidikan yang menjadikan mata

pelajaran pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan

sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Sedangkan dalam SK

Mendikbud No. 0489/U/1992 disebutkan bahwa MA sama dengan SMU bercirikhas

agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (Burhanudin, 2020).

Madrasah adalah sekolah tanpa ada embel-embel berciri khas agama Islam. Dari

penjelasan di atas, kata madrasah mempunyai kata yang sama, yaitu tempat belajar.

26
3. Kurikulum Madrasah

a) Isi Kurikulum MA merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan MA dalam rangka upaya pencapaian tujuan

pendidikan nasional.

b) Ciri khas Agama Islam diwujudkan dalam bentuk pengembangan bahan

kajian pelajaran pendidikan agama, penciptaan suasana keagamaan dan

penjiwaan semua bahan kajian dan pelajaran dengan ajaran agama Islam.

c) Isi Kurikulum MA wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan

pelajaran: 1. Pendidikan Pancasila; 2. Pendidikan Agama Islam : a. Qur’an –

Hadits b. Aqidah – Akhlak c. Fiqih d. Sejarah – Kebudayaan Islam e. Bahasa

Arab. 3. Pendidikan Kewarganegaraan. 4. Bahasa dan sastra Indonesia. 5.

Sejarah nasional dan umum 6. Matematika (termasuk berhitung) 7.

Pengetahuan Alam 8. Pengetahuan Sosial 9. Bahasa Inggris 10. Bahasa Arab

11. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 12. Pendidikan Seni (Amin, 2019).

E. Remaja Pentingnya Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Bullying

Fenomena bullying merupakan fenomena yang marak terjadi di Indonesia

bahkan didunia apalagi dilakangan remaja. Masalah bullying ini pada dasarnya

merupakan suatu fenomena global yang berkaitan erat dengan kesejahteraan

mental seseorang. Indonesia termasuk salah satu negara yang diduga mengalmi

27
kasus bullying Yang cukup tinggi, diantaranya seperti perilaku mengintimidasi

yang dilakukan para remaja, meskipun belum mendapatkan informasi yang

akurat, 40% remaja mengalami intimidasi dan 32 % lainnya melaporkan telah

mengalami kekerasan fisik. Menuurt hasil survei yang dilakukan kementerian

sosial pada tahun 2013 silam menunjukkan bahwa satu dari dua remaja pria

(47,45%) dan satu dari tiga remaja wanita (35,05%) dilaporkan mengalami

intimidasi. Data lebih lanjut dari Survei Kesehatan Siswa berbasis Sekolah Global

(Global School-based Student Health Survey/GSHS) 2015 menunjukkan bahwa

24,1% remaja pria dan 17,4% remaja wanita telah mengalami intimidasi.

Menurut Suroso melalui hasil studi nya mengatakan bahwa Perilaku bullying

ini memberikan dampat yang sangat negative bagi korban dalam jangka waktu

yang cukup panjang tak hanya korban dan pelaku, fenomena bullying ini juga

berdampak pada orang yang menyaksikan kejadian tersebut. Bullying dalam

dunia pendidikan kerap sekali terjadi dan mash dianggap sepele oleh masyarakat,

padahal tidak bisa dianggap sepele oleh masyarakat karena banyak nya kasus

bullying yang berujung pada masalah yang cukup serius seperti trauma, depresi,

kesulitan dalam berinteraksi, tidak percaya diri atau bahkan tahap yang paling

extreme ketika seseorang sudah tidak sanggup menghadapi perilaku bullying

tersebut ialah bunuh diri. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa banyaknya kasus

remaja yang bunuh diri diakibatkan mengalami bullying Melihat fenomena diatas

dapat kita simpulkan bahwa kasus bullying sudah menjadi masalah yang cukup

28
serius oleh karenanya kita memerlukan pertahan diri di situasi tersebut agar

mampu bangkit dari keterpurukan dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Dengan demikian resiliensi merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap

individu agar mampu bertahan dalam situasi sulit. Selain itu resiliensi juga

merupakan kemampuan individu dalam meraih aspek positif dari kemalangan.

Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan sejak kecil untuk banyak menghindari

kegagalan dibandingkan berlatih untuk menghadapinya.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan pada penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif disebut suatu penelitian yang dimaksud untuk mengerti

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku,

persepsi, motivasi, dan lain sebagainya secara holistik, dengan cara menjabarkan ke

dalam bentuk bahasa dan kata-kata pada suatu konteks tertentu yang alamiah serta

dengan menggunakan bermacam-macam metode (Moleong, 2013). Menurut

Poerwandari (2007) penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang cara

mengolah dan menghasilkan data bersifat deskriptif, seperti catatan lapangan,

transkripsi wawancara, gambar, foto rekaman vidio dan lain-lain. Penelitian kualitatif

ditekankan kedekatan dengan orang-orang agar peneliti mendapatkan data yang jelas

tentang realitas dan keadaan di kehidupan nyata. (Poerwandari, 2007). Fenomenologi

adalah studi yang menjelaskan tentang fenomena, seperti penampakan, akan segala

hal yang muncul berdasarkan pengalaman individu, cara individu mengalami sesuatu,

dan makna yang individu miliki dalam pengalamannya. Fokus penelitian

fenomenologi bukan sekedar pada fenomena, namun juga pengalaman sadar dari

pandangan pihak pertama yang merasakannya secara langsung (Kuswarno 2009).

30
B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan remaja wanita yang mengalami bullying dalam

rentang usia 18-19 tahun yang merupakan siswa kelas 3 di MAN 1 Aceh Tenggara.

Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti melalui salah seorang guru MAN 1

Aceh Tenggara terdapat 3 orang siswa kelas 3 yang mengalami bullying.

C. Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Dalam penelitian ini,

peneliti akan menggunakan teknik Purposive sampling. Sugiyono (2018)

mengungkapkan bahwa teknik purposive sampling merupakan teknik pengumpulan

data dari subjek penelitian berdasarkan keriteria tertentu. Berikut merupakan kriteria

subjek penelitian ini:

1. Remaja korban Bullying usia 12-19 tahun

2. Siswa Kelas 3

3. Siswa MAN 1 Aceh Tenggara

4. Siswa perempuan

31
D. Waktu dan Lokasi

Penelitian Waktu dan Lokasi yang diperlukan untuk penelitian ini akan saya

lakukan selama seminggu sedangkan lokasi penelitian dilaksanakan di MAN 1 ACEH

TENGGARA, Kutacane kabupaten Aceh Tenggara. Tepatnya di kampung halaman

peneliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 3 teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara

Wawancara (interview) adalah suatu percakapan tatap muka antara dua orang

atau lebih yang berlangsung antara pewawancara dan narasumber. Tujuan dari

wawancara adalah untuk tanya jawab antara pewawancara dan narasumber agar

pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh orang yang diteliti. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses

interaksi antara pewawancara dan sumber informasi atau individu yang diteliti dan

telah dirancang sebelumnya (Wijaya & Sirine 2016). Adapun jenis wawancara yang

dipakai pada penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur.

Suatu wawancara yang semi terstruktur merupakan bentuk wawancara dimana

pewawancara menyusun rencana wawancara yang bagus, tetapi tidak menggunakan

format dan urutan yang telah ditetapkan. Pertanyaan yang disusun akan disamakan

32
dengan kondisi responden. Pelaksanaan tanya-jawab seperti dalam percakapan sehari-

hari. Peneliti sebaiknya memahami kondisi tersebut sehingga dapat meluruskan

kembali pembicaraan (Wijaya & Sirine, 2016).

Menurut Prabowo (1996) wawancara merupakan suatu metode pengambilan

data dengan cara bertanya akan sesuatu kepada responden dan dengan berbicara tatap

muka. Adapun jenis wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah

wawancara tak terstruktur. Jenis wawancara semi terstruktur merupakan wawancara

yang berbeda dengan Suatu pertanyaan yang umumnya tidak disiapkan lebih dulu,

tetapi justru dikondisikan sesuai dengan kondisi dan ciri yang khusus dari responden.

Proses tanya-jawab berlangsung seperti percakapan sehari-hari.

33
Tabel 1.

Panduan Wawancara Aspek-aspek yang Mempengaruhi Resiliensi

No Aspek-Aspek Resiliensi Indikator

1 Regulasi Emosi Kemampuan untuk tetap tenang dalam menghadapi

masalah

2 Pengendalian Implus Kemampuan untuk mengendalikan keinginanan,

dorongan, kekuatan atau tekanan yang timbul dari

dalam diri

3 Optimisme Memiliki harapan atau impian untuk masa depan

4 Kemampuan Kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab

Menganalisis Masalah permasalahan

5 Empati Kemampuan mengenali tandatanda emosi dan

psikologis orang lain.

6 Efikasi Diri Keyakinan diri sendiri untuk menghadapi dan

memecahkan masalah.

7 Pencapaian Menggapai keinginan dan cita-cita. 7.2 Makna dan

tujuan hidup.

34
2. Observasi

Observasi adalah suatu proses yang kompleks, dan suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis serta psikologis, berdasarkan proses

pengamatan dan ingatan (Hadi, dalam Sugiyono, 2018). Teknik observasi digunakan

apabila penelitian berkaitan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala

alam, dan dan apabila subjek yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2018).

Peneliti menggunakan observasi partisipan dalam penelitian ini, dimana peneliti

terlibat secara aktif dengan objek penelitian dan mengamati kegiatan yang dilakukan

oleh objek penelitian untuk mengumpulkan data. Menurut Sugiyono (2018) data yang

diperoleh melalui observasi partisipan dalam suatu penelitian akan lebih lengkap,

tajam, dan sampai peneliti mengetahui makna dari setiap perilaku yang terlihat.

35
Tabel 2

Panduan Observasi

No Indikator

1 Gambaran umum subjek

2 Kondisi fisik dan penampilan subjek saat penelitian

3 Bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh subjek selama proses wawancara

4 Ekspresi wajah subjek selama penelitian

5 Kondisi emosional subjek selama penelitian

6 Sikap dan perilaku subjek terhadap anaknya

7 Hubungan subjek dengan suami, keluarga, dan lingkungan sosialnya

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, serta temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2018). Analisis data digunakan untuk

memahami hubungan dan konsep dalam data, sehingga hipotesis dapat dikembangkan

dan dievaluasi (Stainback, dalam Sugiyono, 2018).

Peneliti menggunakan pendekatan thematic analysis untuk menganalisis data

dalam penelitian ini. Menurut Poerwandari (2005) thematic analysis adalah proses

yang akan digunakan dalam mengolah informasi kualitatif, yang secara umum

36
bertujuan untuk memahami suatu fenomena ataupun gejala sosial dengan lebih

menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji

daripada merinci menjadi variabel-variabel yang saling berkaitan dan dilaksanakan

secara sistematis.

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2018) aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga dapat memperoleh data yang banyak. Ada beberapa

aktivitas dalam analisis data, yaitu:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Menurut Sugiyono (2018) dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data

dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi, atau gabungan ketiganya

(triangulasi). Pengumpulan data dilakukan berhari-hari, sehingga data yang diperoleh

akan banyak. Pada tahap awal penelitian, peneliti melakukan penjelajahan secara

umum terhadap situasi sosial atau objek yang akan diteliti, serta merekam semua

yang dilihat dan didengar. Dengan demikian, peneliti akan memperoleh data yang

sangat banyak dan sangat bervariasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

37
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta

mencari data apabila diperlukan (Sugiyono, 2018).

3. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Miles & Huberman

(dalam Sugiyono, 2018) mengatakan bahwa yang paling sering dilakukan untuk

penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Namun, penyajian data juga dapat dilakukan dengan grafik, matrik, network (jejaring

kerja), dan chart.

4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)

Kesimpulan awal yang dikemukakan dalam penelitian kualitatif masih bersifat

sementara, dan akan berubah apabila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan juga

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal sudah didukung oleh bukti-bukti

yang valid dan konsisten, maka kesimpulan awal tersebut dapat dikatakan menjadi

kesimpulan yang terpercaya/kredibel (Sugiyono, 2018).

G. Keterpercayaan (Trustworthiness) Penelitian

Sugiyono (2018) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kriteria utama

dalam hasil penelitian kualitatif, yaitu valid, reliabel, dan objektif.

38
1. Validitas (Credibility)

Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi pada subjek

penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data

yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti

dengan data yang sesungguhnya terjadi pada subjek penelitian (Sugiyono, 2018).

Menurut Sugiyono (2018) triangulasi dapat digunakan dalam menguji

validitas penelitian dengan menggunakan kreabilitas data ataupun keterpercayaan

data terhadap data hasil dari penelitian kualitatif. Triangulasi terbagi menjadi tiga,

yaitu:

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kreabilitas data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber, seperti data yang didapatkan dari keluarga atau

guru.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data dengan teknik

yang berbeda, tapi data tersebut diperoleh dari sumber yang sama. Untuk dapat

memperoleh sumber data yang sama serta serempak, maka peneliti menggunakan

observasi partisipatif, dan wawancara mendalam.

39
c. Triangulasi Waktu

Keterpercayaan penelitian juga sering terpengaruh oleh waktu. Dimana

biasanya data yang didapatkan peneliti ketika di pagi hari bisa jadi berbeda dengan

data yang didapatkan peneliti di siang hari ataupun di sore hari. Karena di pagi hari

biasanya narasumber masih dalam keadaan segar dan semangat, sehingga data yang

diperoleh lebih valid dan lebih terpercaya.

2. Reliabilitas (Dependability)

Uji reliabilitas dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan melakukan

pengecekan terhadap keseluruhan penelitian. Menurut Faisal (dalam Sugiyono, 2018)

dalam proses penelitian sering terjadi peneliti tidak melaksanakan proses penelitian

ke lapangan, tapi dapat memberikan data. Apabila proses penelitian tidak dilakukan

tapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak reliabel. Oleh karena itu,

pembimbing harus ikut serta dalam proses pengecekan keseluruhan aktivitas yang

dilakukan oleh peneliti pada saat proses penelitian, agar hasil penelitian menjadi

reliabel.

3. Kemampuan Aplikasi (Applicability/Transferability)

Kemampuan aplikasi adalah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif.

Validitas eksternal menunjukkan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat

digeneralisasikan atau diterapkan pada subjek penelitian. Nilai transfer ini berkenaan

dengan pertanyaan sejauh mana hasil penelitian dapat digunakan dalam situasi lain.

40
Dengan demikian, pembaca menjadi jelas dalam memahami hasil penelitian tersebut,

sehingga dapat memutuskan bisa atau tidaknya hasil penelitian diaplikasikan di

tempat lain (Faisal, dalam Sugiyono, 2015).

4. Objektifitas (Neutrality)

Objektifitas dalam penelitian kualitatif dapat disebut juga dengan derajat

kesepakatan (interpersonal agreement) oleh banyak orang terhadap suatu penelitian,

karena suatu penelitian dapat dikatakan objektif apabila hasil penelitian telah

disepakati oleh banyak orang (Sugiyono, 2018).

Noeng Muhadjir (1998: 104) mengemukakan pengertian analisis data sebagai

“upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan

lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan

menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan

pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.”

Dari pengertian itu, tersirat beberapa hal yang perlu digarisbawahi, yaitu (a) upaya

mencari data adalah proses lapangan dengan berbagai persiapan pralapangan tentunya,

(b) menata secara sistematis hasil temuan di lapangan, (c) menyajikan temuan

lapangan, (d) mencari makna, pencarian makna secara terus menerus sampai tidak

ada lagi makna lain yang memalingkannya, di sini perlunya peningkatan pemahaman

bagi peneliti terhadap kejadian atau kasus yang terjadi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Alison. (2016). The impact of school bullying on students’ academic achievement


from teachers poin of view. International Education Student. Vol. 10, No.6.
Amin, K. (2019) Keputusan Menteri Agama Republik indonesia Nomor 184.
Burhanudin, I. (2022) Pengertian Madrasah Menurut Para Ahli.
Jamil, F. (2019). Prilaku Bullying Pada Anak Sekolah.

Efendi, F. (2019). Memahami Fenomena Bullying Dikalangan Remaja Indonesia.


Retrieved from news.unair.ac.id:
https://news.unair.ac.id/2019/09/02/memahami-fenomena-bullying-di-
kalangan-remaja-indonesia/?lang=id
Hendriani, W. (2022 ). Definisi Resiliensi. In Resiliensi Psikologi Sebuah Pengantar
(Edisi pertama cetakan ke-3). Hal. 22. Jakarta: Kencana.
Wiwin, H. (2022). Komponen Resiliensi. Resiliensi Psikologi Sebuah Pengantar
(Edisi pertama cetakan ke-3). Hal. 44. Jakarta: Kencana.
Hendriansyah, H. (2010). In Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Salemba
Humanika.
Indra, R. (2022, Juni 17). Dampak Bullying Pada Remaja. Retrieved from
Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/rivaldoindra7384/62ac0013edb24b05f404ee92/
dampak-bullying-pada-remaja
Irmansyah, D., & Apriliawati, A. (2018). Hubungan Dukungan Orangtua Dengan
Resiliensi Remaja Dalam Menghadapi Perilaku Bullying di SMPN 156
Kramat Pulo Gundul Jakarta Pusat Tahun 2016. Indonesian Journal of
Nursing Sciences and Practice, 1(1), 8-17.
Kemenpppa. (2022, December 6). Lindungi Anak, Stop Tradisi Bullying Di Satuan
Pendidikan. Retrieved from kemenpppa.go.id:
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4268/lindungi-anak-
stop-tradisi-bullying-di-satuan-
pendidikan#:~:text=Plt%20Asisten%20Deputi%20Pemenuhan%20Hak,jadi%
20korban%20bullying%20di%20sekolah.

42
Kemenkes. (2018, Mei Selasa, 15). Menkes: Remaja Indonesia Harus Sehat.
Retrieved from kemkes.go.id:
https://www.kemkes.go.id/article/view/18051600001/menkes-remaja-
indonesia-harus-sehat.html
Missasi, V., & Izzati, I. D. C. (2019, November). Faktor–faktor yang mempengaruhi
resiliensi. In Prosiding Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan (pp. 433-441).
Moleong. (2010). In Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Pengertian Bullying Menurut Para Ahli. (2022). Retrieved from silabus.web.id:
https://www.silabus.web.id/pengertian-bullying-menurut-para-ahli/
Riadi, M. (2018, Januari 11). Pengertian, Unsur, Jenis, Ciri-Ciri dan Skenario
Bullying. Retrieved from Kajianpustaka.com:
https://www.kajianpustaka.com/2018/01/pengertian-unsur-jenis-ciri-ciri-dan-
skenario-bullying.html
Ross. (2003). The fear factor: bullying and students with disabilities. International
Journal Of Special Education. Vol. 21 No. 1
Sakdiyah, F., Febriana, B., & Setyowati, W. E. (2020). Resiliensi dan Kejadian
bullying pada remaja SMP Di Demak. Bima Nursing Journal, 1(2), 119-125.
Sitasari, N. W. (2017). Persepsi tentang perilaku bullying ditinjau dari jenis
kelamin. Jurnal Psikologi: Media Ilmiah Psikologi, 15(2).
Smith dan Salsabiela. (2010). Perilaku bullying dikalangan gamers online pada
remaja sekolah menengah pertama. Jurnal Simbolika: Research and Learning
in Comunication Study. Vol. 4 (2). Hal 86- 94.
Sugiyono. (2018). Metode penelitian & pengembangan: research and development. Alfabeta
Bandung.

Sujadi, E., Yandri, H., & Juliawati, D. (2021). Perbedaan Resiliensi Siswa Laki-laki
dan Perempuan yang Menjadi Korban Bullying. Psychocentrum Review, 3(2),
174-186.
Suryandari, S. (2020). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan
Remaja. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar), 4(1), 23-29.

43
Yuliani, S., Widianti, E., & Sari, S. P. (2018). Resiliensi remaja dalam menghadapi
perilaku bullying. Jurnal keperawatan BSI, 6(1).
Wahidin, U. (2017). Pendidikan karakter bagi remaja. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 2(03).
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang mempengaruhi
remaja dalam melakukan bullying. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian
Kepada Masyarakat, 4(2).

44

Anda mungkin juga menyukai