Anda di halaman 1dari 15

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyimpangan Realisasi

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Di Provinsi Aceh

H. Aliamin
(Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Muhammadiyah Aceh)
Drs, Tarmizi Gadeng
(Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Muhammadiyah Aceh)
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Penyimpangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Di Provinsi Aceh.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 47,2% dari jumlah
total 125 populasi dengan menggunakan metode Stratifield sehingga diperoleh sampel
sebanyak 59 responden berdasarkan instansi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat variabel bebas yang diteliti
ternyata yang paling besar atau dominan pengaruhnya terhadap korupsi APBD di
Provinsi Aceh adalah variabel variabel organisasi kepemerintahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel perilaku individu, organisasi kepemerintahan, peraturan
perundang-undangan dan pengawasan sangat berpengaruh terhadap korupsi APBD di
Provinsi Aceh. Pembuktian baik dengan menggunakan uji- t maupun uji- F menunjukkan
bahwa semua variabel penjelas dalam penelitian ini berpengaruh signifikan baik secara
partial maupun simultan terhadap korupsi APBD di Provinsi Aceh. Hipotesis penelitian
diterima.
Diharapkan kepada pemerintah Aceh, agar berbagi penyimpangan yang
menyebabkan peluang untuk terjadinya korupsi APBD dapat ditekan sedemikian rupa
baik dari sisi perilaku individu, dari organisasi kepemerintahan, sistem peraturan
perundang-undangan dan meningkatkan sisitem pengawasan.
Kata Kunci :

Faktor Penyimpangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak dikeluarkan peraturan tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka
kekuasaan atau tanggung jawab yang dibebankan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola daerahnya secara maksimal menjadi lebih besar. Hal ini ditujukan supaya

distribusi dan pemanfaatan sumber daya alam nasional dapat merata dan terciptanya
keseimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Manajemen
keuangan daerah dikelola secara penuh oleh pemerintah daerah. Supaya menajemen
keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan secara sosial maka diperlukan
komponen pokok yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh pemerintah daerah yaitu
pengelolaan keuangan daerah (APBD) secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka perumusan masalah untuk
penelitian ini yaitu:
1. Apakah faktor perilaku individu berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan
APBD.
2. Apakah faktor organisasi pemerintahan berpengaruh terhadap terjadinya
penyimpangan APBD.
3. Apakah faktor Peraturan Perundang-undangan berpengaruh terhadap terjadinya
penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
4. Apakah faktor pengawasan berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan APBD.
5. Apakah faktor perilaku individu, organisasi pemerintahan, Peraturan Perundangundangan dan faktor pengawasan secara simultan berpengaruh terhadap terjadinya
penyimpangan APBD.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan
adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku individu terhadap terjadinya
penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor organisai pemerintahan terhadap terjadinya
penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor Peraturan Perundang-undangan terhadap
terjadinya penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
4. Untuk mengetahui pengaruh faktor pengawasan terhadap terjadinya penyimpangan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
5. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku individu, organisasi pemerintahan,
Peraturan Perundang-undangan dan faktor pengawasan secara simultan terhadap
terjadinya penyimpangan APBD.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agency Theory
Sehingga dapat disimpulkan bahwa defenisi dari teori agensi adalah hubungan
yang terjadi antara principal (pemilik/ rakyat) dan agent (pejabat pemerintahan). Dan
juga dalam hubungan keagenan tersebut terdapat suatu kontrak, dimana pihak principal

memberikan wewenang dan kepercayaan kepada pihak agent untuk dapat mengelola
keuangan dan membuat keputusan yang terbaik bagi pihak principal tersebut.
2.2 Akutansi Sektor Publik
Menurut Bastian (2010:4), akuntansi sektor publik merupakan mekanisme teknik
dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembagalembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah,
BUMN, BUMD, dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor
publik serta swasta.
2.3 Organisasi Sektor Publik
Menurut Bastian (2010:11), dalam prakteknya, definisi organisasi sektor publik
di Indonesia adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat. Seperti yang telah
di singgung sebelumnya pada latar belakang, di Indonesia jenis organisasi sektor publik
yang dikenal antara lain:
a. Organisasi Pemerintah Pusat.
b. Organisasi Pemerintah Daerah.
c. Organisasi Partai Politik.
d. Organisasi LSM.
e. Organisasi Yayasan.
f. Organisasi Pendidikan seperti sekolah.
g. Organisasi Kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit.
h. Organisasi Tempat Peribadatan seperti Masjid, Gereja, Vihara, Pura.
Organisasi sektor publik sangat luas cakupannya, bervariasi, dan bergerak

2.4 Anggaran
2.4.1 Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan instrument perencanaan dan pengendalian manajemen
yang berperan penting dalam organisasi sektor publik. Pada sektor publik, anggaran
merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh publik untuk diketahui, diberikan
masukan, dikritik, serta dapat untuk diperdebatkan, (Mahmudi, 2011:59).

2.4.2 Fungsi Anggaran


Bastian (2010:201) aggaran berfungsi sebagai berikut:
Anggaran merupakan hasil akhir dari proses penyusunan rencana kerja.

Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan dimasa


mendatang.
Anggaran sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan berbagai unit
kerja dan mekanisme kerja antar atasan serta bawahan.
Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan yang efektif serta efisien
dalam pencapaian visi organisasi.
2.4.3 Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Menurut Darise (2008:95) laporan realisasi anggaran menggambarkan
perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan yang
tujuannya yaitu untuk memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas
pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya
menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legisiatif
dan aksekutif sesuai dengan peraturan perundang-andangan.
2.4.4 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua
Belanja dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan
sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
2.4.5 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
a. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan
dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
d. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan
pemerintah daerah.
e. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan
untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan
sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
f. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

g. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian
daerah.
2.5

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Korupsi APBD
Secara umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Daerah (APBD) adalah
pernyataan tentang rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1
tahun). Pada awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerah untuk satu periode. Selanjutnya, sebelum anggaran
dijalankan harus mendapat persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi
anggaran juga sebagai alat pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan
publik. Dengan melihat fungsi anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan
power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah & Wahyudi,
2004).
2.5.2Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
Menurut Arifin (2000) faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah: (1)
aspek prilaku individu organisasi, (2) aspek organisasi, dan (3) aspek masyarakat tempat
individu dan organisasi berada. Sementara menurut Lutfhi (2002) faktor-faktor penyebab
terjadinya korupsi adalah: (1) motif, baik motif ekonomi maupun motif politik, (2)
peluang, dan (3) lemahnya pengawasan.
2.6 Penyimpangan
Penyimpangan adalah tingkah laku yang dianggapoleh sejumlah besar orang
sebagai sesuatu yang tercela dan diluar batas-batas toleransi. Perilaku yang menyimpang
akan terjadi apabila manusia mempunyai kecendrungan untuk lebih mementingkan
sesuatu nilai sosial budaya dari pada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai citacitanya. Pudarnya pegangan kaidah-kaidah menimbulkan keadaan yang tidak stabil
(Durkheim, 2011).
2.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Faktor Perilaku Individu
Faktor Organisai
Kepemerintahan
Faktor Aspek Peraturan
Perundang-undangan
Faktor Pengawasan

Penyimpangan
Anggaran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran


2.8 Hipotesis
Berdasarkan fenomena dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka hipotesis dirumuskan yaitu :
Ha1.

Terdapat pengaruh faktor perilaku individu terhadap terjadinya penyimpangan


Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Ha2. Terdapat pengaruh faktor organisai pemerintahan terhadap terjadinya


penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Ha3.

Terdapat pengaruh faktor Peraturan Perundang-undangan terhadap terjadinya


penyimpangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Ha4.

Terdapat pengaruh faktor pengawasan terhadap terjadinya penyimpangan


Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Ha5.

Terdapat pengaruh faktor perilaku individu, organisasi pemerintahan, Peraturan


Perundang-undangan dan faktor pengawasan secara simultan terhadap terjadinya
penyimpangan APBD

III. METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini akan membahas pengaruh faktor Prilaku individu, Organisasi
Kepemerintahan, Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap
penyimpangan realisasi APBD di provinsi Aceh. Rancangan penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian pengujian hipotesis dan merupakan penelitian yang menjelaskan
fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel. Dalam penelitian ini horizon waktu
yang digunakan adalah studi cross-sectional, yaitu studi yang dilakukan dengan data
yang hanya sekali dikumpulkan.
3.1 Populasi Dan Penarikan Sampel
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (bahan penelitian), sedangkan
sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga
mewakili karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap mewakili populasi
(Iqbal, 2001 : 84).
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam membahas permasalahan ini, penulis
melakukan serangkaian kegiatan pengumpulan data melalui:
a. Kuisioner

Teknik pengumpulan data melalui kuisioner yaitu dengan menyebarkan sejumlah


pertanyaan-pertanyaan dengan format tertentu dan berbagai pilihan didalamnya
untuk dijawab oleh responden.
b. Wawancara
yaitu Penulis melakukan wawancara/komunikasi langsung dengan pihak-pihak
yang terkait, serta yang ada kaitannya dengan objek penelitian ini dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan objek yang diteliti.
3.3 Skala Pengukuran
Data hasil penelitian yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dalam bentuk
kualitatif dikomposisikan terlebih dahulu agar menjadi data yang kuantitatif. Adapun
nilai kuantitatif yang dikomposisikan dilakukan dengan menggunakan Skala Likert dan
untuk satu pilihan dinilai (score) dengan jarak interval 1. Nilai (score) dari pilihan
tersebut antara lain 1, 2, 3, 4 dan 5.
3.4 Peralatan Analisis Data
Adapun peralatan analisis yang digunakan adalah metode regresi linier berganda.
Secara matematis bentuk formulasi regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
3.5 Definisi Operasional Variabel
Menurut Juliansyah (2011) menjelaskan mengenai operasional variable
merupakan kegiatan menguji hipotesis yaitu menguji kecocokan antara teori dan fakta
empiris di dunia nyata.
3.6 Uji Reliabilitas dan Validitas
a. Uji Reliabilitas
Pengujian keandalan ditujukan untuk menguji sejauhmana hasil pengukuran
dapat dipercaya. Tinggi dan rendahnya keandalan digambarkan melalui koefisien
reliabilitas dalam suatu angka tertentu. Dalam pengujian keandalan ini digunakan tes
konsistensi internal yaitu sistem pengujian terhadap kelompok tertentu, kemudian
dihitung skornya dan diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam
kelompok tersebut. Menurut Malhotra (2005: 67) koefisien minimum nilai alpha yang
dapat diterima diatas 0,60.
b. Uji Validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana instrumen yang
digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk mengetahui
apakah instrumen yang telah disusun memiliki validitas atau tidak, sehingga instrumen
yang diharapkan konsisten. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Person

Product Movement Coefficient of Corelation dengan bantuan SPSS (Statistical Product


for Service Solution). Apabila r-hitung > dari r-tabel maka item pernyataan dinyataka
valid.
3.7 Uji Asumsi Klasik
Untuk menjaga akurasi model hasil regresi linier berganda yang diperoleh, maka
dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu
analisis regesi. Adapun uji asumsi klasik yang digunakan yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas dan uji autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal atau tidak, hal ini dapat
dilakukan dengan melihat sebaran standarized pada kurva P-P plots, bila standarized
residual berada pada kisaran garis normal maka data mempunyai terdistribusi secara
normal (Santoso, 2000: 258).
b. Uji Multikolinearitas
Multikolineritas terjadi apabila dalam model analisis regresi linier berganda
terdapat hubungan yang erat antara dua atau lebih variabel bebas, hal ini melanggar
asumsi klasik, akibatnya variabel penaksir cenderung menjadi terlalu besar sehingga thitung menjadi terlalu kecil dan tidak signifikan, F test umumnya menolak Ho dan T test
akan tidak signifikan. Gujarati (2001: 166) menyatakan dalam mendeteksi
multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat Pearson Corelation Matrix Rule Of
Thumb bila nilai korelasi di antara sesama variabel lebih kecil dari 0,80, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Dari 59 responden yang diteliti terdiri dari : Jenis kelamin, usia, status, tingkat
pendidikan dan masa kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
No.
1.

2.

Variabel
Jenis Kelamin
a. Pria
b. Wanita
Usia
a. < 19 Tahun
b. 20 29 Tahun
c. 30 39 Tahun

Frekwensi

Persentase

34
25

57,6
42,4

3,4

d. 40 49 Tahun
e. >49 Tahun
3.
Status Responden
Menikah
Belum Menikah
Duda
Janda
4.
Tingkat Pendidikan
SLTA
D3 Diploma/ Akademi
Sarjana
Pasca Sarjana
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

11
46

18,6
78,0

40
19
-

67,8
32,2
-

49
10

83,1
16,9

4.2 Uji Reliabilitas


Berdasarkan analisis reliability uji kehandalan dapat diketahui Alpha untuk
masing-masing variabel keandalan diperoleh nilai Alpha lebih besar dari 0,6, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa reliabilitas terhadap variabel penelitian
menunjukkan bahwa pengukuran kehandalan memenuhi kredibilitas Cronbach Alpha
sebagai mana yang dikemukakan oleh Maholtra.
4.3 Uji Validitas
Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara statistik, yaitu
dengan menggunakan uji Pearson product-moment coefficient of correlation dengan
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) . Jika dilakukan
secara manual maka nilai korelasi yang diperoleh masing-masing pernyataan harus
dibandingkan dengan nilai kritis korelasi product moment.
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Dari hasil penelitian diperoleh sebaran standarized pada kurva P-P plots, berada
pada kisaran garis normal maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara
normal.
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi kolinieritas dapat dilihat dari nilai Pearson Corelation Matrix
Rule Of Thumb bila nilai korelasi diantara sesama variabel bebas lebih kecil dari 0,80
(Gujarati (2001 :166). Dalam penelitian ini diperoleh nilai korelasi matrik untuk semua
variabel bebas lebih kecil dari 0,80 (Tabel 4.4), dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
4.5 Analisis Variabel Perilaku individu

Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap perilaku individu


sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan APBD dapat dilihat pada
Tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Perilaku Individu
No.

Variabel

1.

Sifat tamak dan moral yang kurang kuat menghadapi


godaan dapat memicu perilaku yang menyimpang
Penghasilan kurang mencukupi dan kebutuhan hidup yang
mendesak juga dapat memicu perilaku yang menyimpang
Gaya hidup konsumtif dan tidak mau bekerja keras juga
dapat memicu perilaku yang menyimpang
Ajaran-ajaraan agama yang tidak diaplikasikan dengan
benar dapat memicu perilaku yang menyimpang

2.
3.
4.

Rerata
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

Rata-Rata
4,1864
4,1186
4,0678
4,2542
4,1568

4.6 Analisis Variabel Organisasi kepemerintahan


Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap organisasi
kepemerintahan sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan APBD
dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Organisasi Kepemerintahan

No.

Variabel

Rata-Rata

1.

Kurang adanya teladan dari pimpinan juga dapat memicu


perilaku yang menyimpang

3,9153

2.

Tidak adanya kultur organisasi yang benar juga dapat


memicu perilaku yang menyimpang

4,0847

3.

Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang


memadai akan memicu perilaku yang menyimpang

3,9492

4.

Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam


organisasinya.

2,8305

Rerata
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

3,6949

4.7 Analisis Variabel Peraturan perundang-undangan


Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap peraturan
perundang-undangan sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan APBD
dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Peraturan Perundang-Undangan
No.

Variabel

1.

Peraturan perundang-undangan kita saat ini tidak lagi


monolistik
Kualitas peraturan perundang-undangan saat ini sangat
memadai dan sudah disosialisasikan dengan baik
Sangsi yang terlalu ringan dan penerapan sangsi yang tidak
konsisten dan pandang bulu masih terjadi saat ini
Kuatnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundangundangan saat ini

2.
3.
4.

Rerata
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

Rata-Rata
2,8983
3,4915
4.,0678
3,3051
3,4407

4.8 Analisis Variabel Pengawasan


Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap pengawasan
sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan APBD dapat dilihat pada
Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Pengawasan
No.

Variabel
Adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai
instansi, kurangnya profesionalisme pengawas dapat
meimbulkan koripsi
2. Kurang adanya koordinasi antar pengawas juga
menciptakan koripsi
3. Kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun
pemerintahan oleh pengawas sendiri juga menciptakan
koripsi
4. Adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai
instansi, kurang profesionalisme pengawas juga emicu
terjadinya koripsi
Rerata
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

Rata-Rata

1.

4.9 Analisis Variabel Penyimpangan APBD

3,6271

4,1186
3,8814

4,0339
3,9153

Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap terjadinya


penyimpangan APBD dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Penyimpangan APBD
No.

Variabel

1.

Sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang kondusif


saat ini, masih membuka peluang untuk melakukan
berbagai penyimpangan,
Belum adanya sistem kontrol dari masyarakat yang kuat
saat ini terhadap aktifitas pemerintah Aceh
Adanya perangkat peraturan dan perundang-perundangan
yang tegas dalam menangani perilaku aparat pemerintah
yang melakuan kecurangan
Masih lemah dan belum menunjukkan greget oleh
pimpinan instansi terhafap berbegai perilaku
penyimpangan

2.
3.

4.

Rata-Rata

Rerata
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

2,7966

2,9322
3,8644
2,8475

3,1102

4.10 Analisis Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya


Penyimpangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Di
Provinsi Aceh
Untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel perilaku individu, organisasi
kepemerintahan, peraturan perundang-undangan dan pengawasan terhadap
penyimpangan APBD Di Provinsi Aceh maka dilakukan perhitungan Regresi Linier
Berganda (Multiple Regression), dimana hasil perhitungan akhir adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10
Hasil Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel
Penelitian
a
X1
X2

X3

Lebel

Konstanta
Perilaku
Individu
Organisasi
Kepemerintaha
n
Peraturan
PerundangUndangan
Pengawasan

X4
R squared : 0,955

Koefisien
Regresi
0,162
-0,096

t Hitung

Sig

0,225
5,333

0,823
0,003

0,895

8,665

0,000

-0,523

6,389

0,000

-0,422

4,306

0,000

F Hitung :

286,038

R korelasi : 0,977
Sig :
Sumber : Data Primer (diolah), 2015

0,000

4.11 Pembuktian Hipotesis


a. Uji-t
Pada tingkat kepercayaan (Convidence Interval 95%) pembuktian terhadap
variabel perilaku individu, organisasi kepemerintahan, peraturan perundang-undangan
dan pengawasan apakah berpengaruh terhadap penyimpangan APBD di Provinsi Aceh
maka dilakukan pengujian tersendiri secara partial dengan uji-t.
b. Uji-F
Pembuktian terhadap keakuratan variabel perilaku individu, organisasi
kepemerintahan, peraturan perundang-undangan dan pengawasan terhadap
penyimpangan APBD di Provinsi Aceh dilakukan dengan menggunakan uji-F.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan yaitu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat variabel bebas yang diteliti
ternyata yang paling besar atau dominan pengaruhnya terhadap penyimpangan
APBD di Provinsi Aceh adalah variabel variabel organisasi kepemerintahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perilaku individu, organisasi
kepemerintahan, peraturan perundang-undangan dan pengawasan sangat
berpengaruh terhadap penyimpangan APBD di Provinsi Aceh.
- Pembuktian baik dengan menggunakan uji- t maupun uji- F menunjukkan bahwa
semua variabel penjelas dalam penelitian ini berpengaruh signifikan baik secara
partial maupun simultan terhadap penyimpangan APBD di Provinsi Aceh.
- Hipotesis penelitian diterima.
5.2. Saran-Saran
-

Diharapkan kepada pemerintah Aceh, agar berbagi penyimpangan yang


menyebabkan peluang untuk terjadinya penyimpangan APBD dapat ditekan
sedemikian rupa baik dari sisi perilaku individu, dari organisasi kepemerintahan,
sistem peraturan perundang-undangan dan meningkatkan sisitem pengawasan.

Faktor Organisasi kepemerintahan ternyata berpengaruh dominan terhadap


penyimpangan APBD, diharapkan agar faktor organisasi kepemerintahan mampu
tekan sehingga peluang yang dilakukan oleh kelompok/organisasi
kepemerintahan untuk melakukan penyimpangan APBD semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy. 2012. Varians Anggaran Pendapatan dan Varians Belanja
Daerah Sebuah Pengantar. http : / / syukriy. wordpress. Com /

2012/10/16/varians anggaran pendapatan daerah /(diakses pada 23 Desember


2014).
Arifin (2000) Penyebab Terjadinya Korupsi. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Bastian, Indra (2010). Akuntansi Sektor publik : Suatu pengantar, Jakarta : Erlangga.
Darise (2008). Sistem Penganggaran Manajemen. Cetakan kedua, Jakarta: LP3ES,
Durkheim, (2011) Mangement Control System, Edisi Kelima Terjemahan Agus
Maulana. Jakarta: Erlannga.
Guilford (2001). Metode Penelitian. Jakarta : Erlangga.
Gujarati, Damodar (2001), Ekonometrika Dasar, Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hadi Supeno. (2009). Korupsi di Daerah. Yogyakarta: Penerbit Total Media.
Iqbal (2001), Metode Penelitian.Jakarta: Erlangga.
Jais, Muhammad (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Efektivitas
Tugas Pokok dan Fungsi DPRA Dalam Mengawasi Anggaran Pada
Pemerintahan Aceh Tahun 2007-2010, Skripsi, FE Unsyiah, Banda Aceh.
Maulana, Zefri (2013). Persepsi Masyarakat Terhadap Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di
Aceh Utara, Tesis, FE Unsyiah, Banda Aceh.
Malhotra, NK (2005). Marketing Research : An Applied Orientation. Fourth Edition,
Prerntice Hall of India Private Limited New Delhi.
Maurice Pendlebury (2010). Public Sector Accounting Sixth edition, London :
Financila Times- Prentice Hall.
Nur Afiah, Nunuy (2010). Akuntansi Pemerintahan, Implementasi Akuntansi
Keuangan Pemerintah Daerah, Jakarta : Kencana
http://mataaceh.com/siaran-pers-kpk-dan-bpk-harus-selidiki-dugaan-korupsi-danabencana-di-pemerintahan-aceh/
Mahmudi, (2011). Persepsi Keadilan dan Penganggaran. Yogyakarta : ANDI
Masduki, (2009). Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Maulana (2013) Pengaruh pengetahuan anggaran terhadap pengawasan APBD. Jurnal
Akuntansi Manajemen. Vol 3. No 1.
Nur Afiah Nunuy (2010) Sistem Budget. Jakarta: Salemba Empat
Pendlebury, (2010) Oerganisasi Sektor Publik. Jakarta: PT. Radja Grafindo
Wardini (2011) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyimpangan Anggaran
Penadapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pada Pemerintahan Kabupaten
Jember. Jurnal Akuntansi Keuangan. Vol 3 No 4.
Wahyudi dan Sopanah, (2005). Mangement Control System, Edisi Kelima Terjemahan
Agus Maulana. Jakarta: Erlannga

Anda mungkin juga menyukai