Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

PRINSIP KOMUNIKASI PERAWATAN PALIATIF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Keperawatan Ajal dan Paliatif

Dosen Fasilitator : Abd. Wahid, S.Kep., Ns., M.Kep


Oleh : Kelompok II, Kelas 5B
1. Yunita Lely Karolina (721621589)
2. Siti Muliana Taufany (721621591)
3. Edinha De Deus (721621640)
4. Sabiqul Umam (721621590)
5. Ahmad Qawi Ar-Rayyan (721621588)
6. Rivan Erisandy Fajriansyah (721621593)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA MADURA
2023
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahnya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah konsep komunikasi pada pasien dengan perawatan paliatif.
Kemudian salawat serta salam kita sampaikan pada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan Sunnah
untuk keselamatan umat di dunia.
Akhirnya Kelompok kami menyedari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini,maka kami mengharapkan keritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca terutama pembimbing matakuliah kami Abd. Aziz
S.Kep.,Ns.,M.Kep demi kesempurnaan makalah ini.

Sumenep, 21 September 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 5
1.3 Tujuan ............................................................................................. 5
1.4 Manfaat ........................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
2.1 Definisi Komunikasi ....................................................................... 7
2.2 Cara Komunikasi ............................................................................ 8
2.3 Prinsip Komunik ............................................................................. 15
2.4 Teknik Komunikasi ........................................................................ 15
2.5 Hambatan Dalam Proses Komunikasi ............................................. 15
2.6 Tujuan Keperawatan Paliatif............................................................ 16
2.7 Fase Terminal ................................................................................... 16
2.8 Tahap-Tahap Menjelang Ajal ......................................................... 17
2.9 Tipe-Tipe Perjalanan Menjelang Ajal ............................................. 17
2.10 Sasaran Komunikasi Paliatif ........................................................... 17
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 19
3.1 Prinsip Dan Teknik Dalam Keperawatan Paliatif ............................ 20
3.2 Prinsip-Prinsip Keperawatan Paliatif .............................................. 21
3.3 Implementasi Perawatan Paliatif Dalam Praktik Medis .................. 22
3.4 Jenis Komunikasi Dalam Perwatan Paliatif ..................................... 23
BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 24
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 24
4.2 Saran ............................................................................................... 24

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan terhadap rasa sakit dan memberikan
dukungan fisik, psikososial dan spiritual yang dimulai sejak tegaknya diagnosa
hingga akhir kehidupan pasien (World Health Organization, 2014). Perawatan
paliatif juga merupakan suatu pendekatan dalam perawatan pasien yang terintegrasi
dengan terapi pengobatan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien dengan
penyakit kronis atau mengancam jiwa (National Consensus Project for Quality
Palliative Care,2009).

Pada tahun 2011, 29.063.194 orang di dunia meninggal karena penyakit


yang membutuhkan perawatan paliatif dan 6% dari jumlah tersebut merupakan
anak-anak. Setiap tahunnya diperkirakan 63 anak dari 100.000 anak dibawah usia
15 tahun membutuhkan perawatan paliatif pada akhir kehidupannya. Penyebab
kematian terbanyak pada anak dengan kebutuhan perawatan paliatif adalah kelainan
konginetal 25,06%, kondisi neonatal 14,64%, penyakit KEP 14,12%, meningitis
12,62%, HIV/AIDS 10,23% dan penyakit kardiovaskuler 6,18%. Wilayah Asia
Tenggara merupakan wilayah tertinggi kedua dengan anak yang membutuhkan
perawatan paliatif (24%) termasuk Indonesia (WHO, 2014).

Perkembangan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata.


Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia
masih terbatas di 5 (lima) ibu kota provinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar dan Makassar. Sedangkan pasien membutuhkan pelayanan perawatan
paliatif yang bermutu, komprehensif dan holistik. Sehingga Departemen Kesehatan
Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang perawatan paliatif agar dapat
memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan
perawatan paliatif (SK Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 812/ Menkes/ SK/
VII/2007).Perawatan paliatif pada anak sangat penting. Perawatan paliatif pada
anak dapat meningkatkan kualitas hidup pada anak maupun keluarga dan dapat
membantu keluarga dalam mengambil keputusan terkait perawatan pada anak.
Perawatan paliatif juga dapat meningkatkan sistem koping pada anak (Sharon et al,
2007). Selain itu, perawatan paliatif dapat memastikan kualitas hidup yang terbaik
pada anak maupun keluarga. Perawatan paliatif dapat meningkatkan kesejahteraan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada anak dan keluarga (Liben et al, 2008).

Pengetahuan yang kurang akan memberikan dampak yang negatif terhadap


pasien maupun terhadap perawat, hal ini dapat menyebabkan pelayanan yang
diterima kurang bermutu, memperberat kondisi sakit pasien karena pelayanan yang
diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan pasien (Ningsih, 2011). Cara pandang
perawatdalam memberikan perawatan paliatif pada pasien dapat terlihat dari sikap
seorang perawat (Hasheesh et al, 2013).

4
Perawat bertindak sebagai fasilitator untuk memenuhi kebutuhan spiritual
agar pasien tetap melakukan yang terbaik sesuai dengan kondisinya. Sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Qaf: 19 “Dan datanglah sakratul maut dengan
sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” Dalam Al-Qur’an
telah dijelaskan bahwa sakratul maut adalah sesuatu yang ditakuti manusia
sehingga dilakukan upaya untuk menghindarinya dengan melakukan
pengobatan.Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda “Bila
kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara
baik karena sesungguhnya
malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.”Berdasarkan hasil
penelusuran literatur yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang perawatan
paliatif pada anak sangat jarang dilakukan di Yogyakarta. Penelitian untuk
mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan paliatif pada
anak bahkan belum pernah dipublikasikan di Yogyakarta ataupun di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul dengan metode wawancara pada
perawat didapati bahwa perawat belum mengetahui tentang pengertian, tujuan dan
manfaat perawatan paliatif pada anak. ikap perawat terkait perawatan paliatif pada
anak adalah baik.Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian mengenai tingkat
pengetahuan dan sikap perawat di Rumah Sakit Daerah Umum Panembahan
Senopati Bantul terhadap perawatan paliatif pada anak perlu dilakukan.

Oleh karena itu perlu kiranya kita sebagai calon perawat untuk mengetahui
bagaimana prinsip dalam melakukan komunikasi paliatif, sehingga kami selaku
kelompok akan membahas terkait prinsip dalam melakukan komunikasi paliatif
dalam makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Prinsip dan Teknik Dalam Perawatan Paliatif ?
2. Apa saja Prinsip-Prinsip Perawatan Paliatif ?
3. Bagaimana Implementasi Perawatan Paliatif dalam Praktek Medis ?
4. Apa Saja Jenis Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif ?

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa Mampu Memahami Prinsip Dan Teknik Dalam Perawatan Paliatif
2. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Prinsip-Prinsip Perawatan Paliatif
3. Mahasiswa Mengetahui Implementasi Perawatan Paliatif Dalam Praktek Medis
4. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Jenis Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif

5
1.4 MANFAAT
Mahasiswa mengetahui lebih dalam mengenai perawatan paliatif terutama dari pola
komunikasi, karena komunikasi dalam keperawatan secara umum akan beda
dengan komunikasi pada pasien paliatif.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI KOMUNIKASI
Komunikasi adalah pertukaran informasi, pikiran, ide, dan perasaan diantara dua
atau lebih individu. Komunikasi Paliatif adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan untuk mencapai kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini
(Purwanto,1994).
2.2 CARA KOMUNIKASI
a) Komunikasi Verbal: Menggunakan kata-kata yang diungkapkan atau ditulis. Hal
yang harus diperhatikan yaitu
 Kesederhanaan : Kalimat yang digunakan harus sederhana, mudah
dimengerti, singkat dan jelas.
 Kejelasan : Komunikasi bias lebih jelas apabila ada kecocokan dengan apa
yang diungkapkan dan yang diekspresikan oleh wajah serta gerakan tubuh.
 Tepat waktu dan relevan : Perawat harus peka terhadap kebutuhan yang
sedang dirasakan oleh pasien.
b) Komunikasi Non Verbal: Komunikasi yang menyangkut ekspresi wajah, gerakan
tubuh, dan sikap tubuh.Hal yang perlu diperhatikan :
 Sikap tubuh dan cara berjalan : Sikap tubuh dan cara berjalan dapat
menunjukan suasana hati dan kondisi fisik seseorang. Sikap tubuh yang
tegak, aktif, dan jalannya mempunyai tujuan menunjukan bahwa orang
tersebutu merasa nyaman dan aman secara fisik maupun emosionalnya.
 Ekspresi wajah : Wajah, terutama mata, otot-otot disekitar mata dan mulut
dapat mengekspresikan macam-macam emosi seperti kegemberiaan,
kesedihan, kemarahan, kekecewaan, ketakutan, malu, dan seterusnya.
 Gerakan Tangan : Gerakan tangan adalah suatu komunikasi yang penuh arti.
Gerakan tangan bisa mengkomunikasikan macam-macam perasaan

7
2.3 PRINSIP KOMUNIKASI
Prinsip Komunikasi terapeutik (keliat:1996)
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan
saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
e. Perawat harus menciptakan suasanan yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
f. Perawat mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun masalah.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
h. Memahami arti empati sebagai tindakan yang terapetik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka.
j. Mampu berperan sebagai role mode agar dapat menunjukan dan menyakinkan
orang lain tentang kesehatan.
k. Altruisme, mendapatkan kepuasaan dengan menolong orang lain secara
manusiawi
l. Bertanggung jawab.
2.4 TEKNIK KOMUNIKASI
1. Mendengarkan (Listening).
Mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukan bahwa apa
yang dikatakannya adalah penting Pertanyaan Terbuka (Broad Opening).

8
2. Memberikan inisiatif kepada klien.
Mendorong klien untuk menyeleksi topic yang akan dibicarakan.
3. Mengulang (Restarting)
Berguna untuk memvalidasi untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi
indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraaan.
4. Penerimaan (Acceptance)
Mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukan
ketertarikan dan tidak menilai
5. Klarifikasi
Merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami
situasi yang digambarkan klien.
6. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasi apa yang didengar,
refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
7. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara menyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang
lain.
8. Memfokuskan
Teknik untuk menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih
jelas, dan berfokus pada realitas.
9. Membagi persepsi
Teknik dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan
difikirkan.
10. dentifikasi “tema”
Teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguan
untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting.
11. Diam

9
Teknik yang bertujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi,
menunjukan bahwa perawat bersedia menunggu respon.
12. Informing
Teknik yang menyediakan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon
lebih lanjut.
13. Humor
Teknik yang digunakan utnuk membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien.
14. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternative ide untuk pemecahan masalah.

2.5 HAMBATAN DALAM PROSES KOMUNIKASI


Macam-macam hambatan dalam komunikasi (Mundakir:2006)
1. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat
2. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi
3. Kurangnya pengetahuan
4. Perbedaan persepsi
5. Perbedaan harapan
6. Tidak ada kepercayaan.

2.6 TUJUAN KEPERAWATAN PALIATAIF


Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan
support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak
stres menghadapi penyakit yang dideritanya, Tujuan Perawatan paliatif meliputi :
1. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya.
2. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien.

10
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian.
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu.
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi
penyakit pasien dan kehilangan mereka.

2.7 FASE TERMINAL


Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatau tahapan proses penurunan fisik, psikososial, dan spiritual bagi
individu (Carpenito, 1995). Kondisi Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana
menurut akal sehat tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi Terminal adalah
fase akhir kehidupan menjelang kematian yang dapat berlangsung singkat atau
panjang.

2.8 TAHAP-TAHAP MENJELANG AJAL


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang
ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1) Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak
2) Marah/AngerKemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
3) Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4) Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5) Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga

11
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase
ini sangatmembantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau
rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.

2.9 TIPE-TIPE PERJALANAN MENJELANG AJAL


a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.

2.9 SASARAN KOMUNIKASI PALIATIF


Adapun sasaran dari penerapan komunikasi paliatif adalah pasien, keluarga dan
komunitas.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PRINSIP DAN TEKNIK DALAM PERAWATAN PALIATIF

3.1.1 Prinsip Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan untuk mencapai kualitas


hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa dengan mencegah dan mengurangi
penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama dan pengobatan nyeri
dan masalah masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual.(WHO,
2002)
Di tahun 2005 WHO menganjurkan perawatan paliatif menjadi
bagian yang terintegrasi dalam penatalaksanaan kanker, tidak hanya pada pasien
yang telah sampai pada stadium terminal, namun sebaiknya dimulai lebih awal
sesuai kebutuhan pasien. Progresifitas penyakit dapat berlainan diantara pasien dan
tidak selalu mengikuti pola yang ada. Mengetahui kapan sebaiknya perawatan
paliatif diberikan sangat penting bagi tiap- tiap pasien dan hal ini memerlukan
pengetahuan yang memadai tentang dasar dan perjalanan penyakit serta
patofisiologi gejala yang ada.
Komunikasi dengan pasien terminal biasanya pasien berada pada
tahap dimana pasien tidak sadar. Komunikasi dengan pasien tidak sadar yaitu
menggunakan teknik komunikasi khusus/terapeutik dikarenakan fungsi sensorik
dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar
tidak dapat diterima oleh dan direspon oleh pasien.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut koma ,
dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang
berat dan dapat membahayakan kehidupan. Gangguan kesadaran ini dapat
disebabkan oleh beragam penyebab , yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik ditingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.

13
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada pasien tidak
sadarkan diri, perawat tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu
elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang
telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar. Nyatanya dilapangan
atau di banyak rumah sakit pasien yang tidak sadarkan diri atau pasien koma
diruangan-ruangn tertentu banyak yang mengabaikan komunikasi terapeutik dengan
pasien ketika ingin melakukan suatu tindakan tau bahkan suatu intervensi.
Komunikasi terpaeutik dapat berguna untuk menghargai perasaan pasien sekalipun
dia berada dalam keadan yang tidak sadar atau koma.
Tiap Fase yang dialami oleh pasien dengan penyakit kronis dan
terminal mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga
memberikan respon yang berbeda pula. Dalam berkomunikasi perawat juga harus
memperhatikan pasien tersebut berada difase mana, sehingga mudah bagi perawat
dalam meyesuaikan fase kehilangan yang dialami paseien. Tahap berduka menurut
Elizabeth Kubbler Rose dikutip dari Potter dan Perry 2009 yaitu :
a. Fase Danial (Pengikraran)
Dalam tahap ini klien bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan menolak
menerima kenyataan yang ada dari kehilangan. Klien seolah-olah tidak mengetahui
hal yang telah terjadi. Sebagai contoh: klien baru saja terdiagnosa kanker, akan
menolak kenyataan dan menyangkal diagnosa tersebut.
Reaksi pertama individu ketika mengalami keilangan adalah syok. Tidak
percaya atau menolak kenataan bahwa kehilangan itu terjadi dengan menyatakan
“tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang
mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tamahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisa dan tidak tau harus berbuat apa.
Reaksi tersebut akan cepat berakhir dalam waktu beberapa menit hingga beberapa
tahun. Teknik komunikasi yang digunakan: Memberikan kesempatan untuk
menggunakan koping yang konstruktif dalam mengalami kehilangan dan kematian
selalu berada didekat klien pertahankan kontak mata.

14
b. Fase anger (marah)
Dalam tahap ini klien menunjukan rasa marah dan menyalahkan
kondisinya. Klien menyalahkan diri sendiri, lingkungan, orang lain , bahkan pada
tuan. Klien mungking menangis, berteriak, marah hebat, membentak. Sebagai
contoh: Klien yang baru terdiagnoa kanker akan marah terhadap keadaanya,
menyalahkan diri sendiri mengapa ini terjadi, dan marah terhadap Tuhan yang telah
memberi penyakit tersebut. Teknik komunikasi yang digunakan: memberikan
kesempatan denga pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing..hearing dan
hearing menggunakan teknik respek
c. Fase bergening (tawar menawar)
Tahap dimana klien menunda kesadarannya atas hal yang terjadi
padanya. Klien pada tahap ini berusaha untuk membuat janji pada orang yang
disayangi, pada diri sendiri, bahkan pada Tuhan bahwa jika dirinya bisa terhindar
dari hal yang menakutkan tersebut. Sebahai contoh: Klien tersebut tau bahwa dirinya
menderita kanker, namun dirinya belum mau menerima dan berusah meminta pada
Tuhan merubah hal tersebut. Teknik komunikasi yang digunakan: memberi
kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada pasien apa yang
diinginkan.
d. Fase depression
Tahap ini klien menyadari atas hal yang terjadi kepadanya namun belum
bisa menerima keadaannya. Beberapa individu merasa sedih, putus asa, dan rasa
kesendirian yang berlebihan. Karena mengalami hal buruk, klien menarik diri dari
lingkungan. Sebagai contoh: klien dengan kanker akan malu dengan kondisinya
sehingga klien berusaha untuk tidak berhubungan dengan orang lain. Teknik
komunikasi yang digunakan: janganmencoba menenangkan klien dan biarkan klien
dan keluarga mengekspresikan kesedihannya
e. Fase acceptance (penerimaan)
Pada tahap ini, klien mulai menerima sesuatu yang terjadi pada dirinya
dan mulai menata kembali kehidupannya. Sebagai contoh: Klien mau menerima
kondisinya serta mulai mencari cara untuk mensiasati penyakitnya dan mencari cara

15
untuk kembali kekehidupan normalnya. Teknik komunikasi yang digunakan:
meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian klien.

3.1.2 Prinsip-Prinsip Perawatan Paliatif


Adapun Prinsip-Prinsip Perawatan Paliatif adalah sebagai berikut:
 Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain
 Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal
 Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
 Menghindari tindakan yang sia sia
 Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
 Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
 Pasien adalah pemegang peran utama dalam pengambilan keputusan
 Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
 Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya

a. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain

Tujuan perawatan paliatif yang terutama adalah mengurangi penderitaan


pasien. Nyeri dan gejala fisik lain yang tidak tertangani dengan baik adalah sumber
penderitaan pasien dan keluarga. Di dalam perawatan paliatif, nyeri dikategorikan
dalam kondisi darurat yang harus segera mendapatkan tatalaksana. Bila tidak, nyeri
akan menimbulkan atau memperberat gejala fisik lain seperti mual/muntah,
gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, gangguan mobilisasi dan dalam melakukan
aktifitas yang pada akhirnya mengurangi kualitas hidup pasien dan meningkatkan
beban keluarga. Sebaliknya, nyeri akan meningkat bila gejala lain tidak tertata
laksanan dengan baik. Penyebab nyeri atau gejala lain pada pasien kanker dapat
diakibatkan oleh kanker itu sendiri, tindakan diagnosa atau pengobatan yang
diberikan, kondisi tirah baring dan komorbiditas. Prinsip penatalaksanaan nyeri dan
gejala lain meliputi:

16
 atasi penyebabnya bila memungkinkan,
 Medikamentosa dan
 Non medikamentosa
Penatalaksanaan gejala secara simtomatis harus diberikan sebelum
tindakan kausatif dilakukan atau ketika tindakan kausatif belum memberikan hasil
yang diharapkan, atau tidak dapat dilakukan oleh karena suatu sebab.

b. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal

Perawatan paliatif sangat menghormati kehidupan, dan memandang


kematian adalah bagian dari kehidupan. Oleh karena itu, pasien dengan kondisi
apapun tanpa memperhatikan berapa umur yang tersisa akan diperlakukan dengan
baik. Perawatan paliatif mengajak pasien untuk dapat menghargai kehidupan, dan
memakai sisa waktu yang ada dengan berkualitas, misalnya dengan menyelesaikan
masalah masalah yang masih ada, dan mencapai harapan yang masih ingin dicapai
secara rasional.
c. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian

Perawatan Paliatif bukan Etanasia. Tindakan yang dilakukan atau


tindakan yang tidak dilakukan bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien dan
mengurangi beban keluarga, dan bukan untuk mempercepat kematian atau
menghambat proses kematian. Kematian diijinkan berlangsung selama alamiah.
Sehingga ketika penyakit berlangsung progresif dan penyebab kematian tidak dapat
diatasi, segala tindakan yang tidak bermanfaat mungkin dapat dihentikan atau tidak
diberikan.
d. Menghindari tindakan yang sia sia

Kualitas meninggal menjadi salah satu ciri dan tujuan dalam perawatan
paliatif. Namun kematian masih sering dianggap sebagai suatu kegagalan, baik oleh
tenaga kesehatan maupun keluarga. Kematian seolah olah dianggap sebagai musuh,
sehingga harus dicegah. Memberikan tindakan maksimal seringkali dianggap
melakukan hal terbaik oleh keluarga ketika menghadapi kematian. Selain itu,

17
sebagaian besar dokter terus berusaha agar pasien tidak meninggal sehingga
memberikan apa saja yang bisa menghentikan proses kematian. Tanpa disadari kita
mungkin telah sering memberikan tindakan yang sia sia, yang menambah
penderitaan pasien demi usaha kita mencegah proses kematian. Bila hal itu terjadi,
pasien kehilangan kesempatan untuk dapat meninggal secara alamiah.
e. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
Aspek psikologis, sosial, spiritual dan aspek fisik tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Masing masing saling berhubungan dan mempengaruhi. Gejala fisik
tidak dapat tertangani baik tanpa memperhatikan dan menatalaksana gangguan
psikologis, kesulitan sosial dan masalah spiritual. Oleh karena itu, semua aspek
diatas harus diperhatikan dan ditatalaksana secara terintegrasi untuk mencapai
tujuan perawatan paliatif yaitu mencapai kualitas hidup dan meninggal dengan
bermartabat
f. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
Dalam Perawatan Paliatif, pasien dianjurkan untuk dapat mandiri dan
dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan kondisi yang
ada. Dengan demikian pasien akan memiliki semangat untuk bertahan karena
dihargai haknya dan diberi kesempatan untuk melakukan apa yang bisa dan ingin
dilakukan. Dengan melakukan hal tsb, tanpa disadari pasien mampu bertahan hidup
lebih lama.
g. Pasien adalah pemegang peran utama dalam pengambilan keputusan

Dalam perawatan paliatif, pasien memiliki hak untuk menentukan


tindakan apa yang akan dijalani atau tidak akan dijalani dan turut dalam pengambilan
keputusan dalam rencana perawatan. Dengan demikian, komunikasi menjadi hal
yang angta penting. Komunikasi dengan pasien dan keluarga berdasarkan prinsip
pasien memiliki hak untuk mengetahui kondisi sebenarnya, tetapi juga berhak untuk
tidak mengetahui bila dikehendaki. Informasi yang diberikan diharapkan agar pasien
mampu memahami kondisi apa yang terjadi, menerima dan beradapatsi dengan
segala keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisi yang ada. Bila kondisi pasien
tidak lagi memungkinkan untuk mengambil keputusan karena kemampuan

18
kognitifnya menurun, keluarga yang ditunjuk oleh pasien akan menggantikan
perannya. Hal ini seringkali tidak mudah bagi keluarga. Oleh karena itu, dalam
perawatn paliatif, Advanced Care Planning sebaiknya dilakukan jauh hari sebelum
kondisi pasien tidak mampu membuat keputusan.
h. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya

Penderitaan yang dialami pasien dan beban yang ditanggung keluarga


akibat penyakit kanker sangat kompleks. Tidak ada satu profesipun yang mampu
menatalaksana sendiri. Oleh karena itu diperlukan tim paliatif yang terdiri dari
berbagai disiplin dan profesi seperti tenaga medis yang terdiri dari berbagai spesilais
termasuk spesialis paliatif, perawat, fisioterapis dan terapis lain, psikolog, petugas
sosial medik, rohaniawan dan relawan. Pasien dan keluarga juga menjadi bagian
dalam tim paliatif. Tim paliatif berpijak pada pengertian yang sama tentang kondisi
pasien akan bersama sama menentukan tujuan perawatan paliatif bagi masing masing
pasien dan keluarga. Karena kondisi pasien bersifat dinamis, tujuan perawatan
mungkin akan berubah disesuaikan dengan tahapan dalam fase paliatif.

3.2 PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI PALIATIF


Berikut adalah beberapa prinsip yang ada dalam komunikasi paliatif yaitu:
1. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain
2. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal
3. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
4. Menghindari tindakan yang sia sia
5. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
6. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
7. Pasien adalah pemegang peran utama dalam pengambilan keputusan
8. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
9. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya

19
3.3 IMPLEMENTASI PERAWATAN PALIATIF DALAM PRAKTEK MEDIS
Prinsip –prinsip tersebut dalam praktek paliatif diterjemahkan dalam kegiatan
sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan gejala
2. Komunikasi dengan pasien dan keluarga
3. Pembuatan keputusan
4. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan spiritual
5. Perawatan pada masa akhir kehidupan
6. Perawatan masa dukacita

Prinsip prinsip tersebut dapat diterapkan di setiap jenjang layanan


kesehatan, baik layanan primer termasuk homecare, layanan sekunder maupun
layanan tersier. Tempat layanan bagi pasien Rumah Sakit dapat dilakukan di
poliklinik, rawat inap, IGD, ICU atau rawat singkat tergantung dari kondisi pasien
dan tujuan dari tindakan.
Khusus bagi pasien stadium terminal, perawatan paliatif sebaiknya
dilakukan di rumah pasien agar dapat lebih memberikan rasa nyaman baik bagi
pasien dan keluarga. Oleh karena itu, persiapan sebelum pasien dipulangkan dari
rumah sakit menjadi penting, termasuk obat dan alat kesehatan yang diperlukan serta
kemampuan keluarga dalam memberikan perawatn di rumah. Kerjasama antara
petugas RS dan petugas kesehatan di layanan primer serta sistem rujukan dua arah
harus diterapkan agar layanan paliatif menjadi efektif dan efisien.

3.4 JENIS KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF


3.4.1 Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Kronis
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering
kambuh. (purwaningsih dan karbina, 2009) Ketidakmampuan/ketidakberdayaan
merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan
hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (purwaningsih dan karbina, 2009).

20
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit kronis
yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan seseorang pasien mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
a) Teknik komunikasi fase denial (pengingkaran)
1. Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif dalam
menghadapi kehilangan dan kematian
2. Selalu berada didekat klien
3. Pertahankan kontak mata
b) Teknik komunikasi fase anger (marah)
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing
dan menggunakan teknik respek.
c) Teknik komunikasi fase Bargening (tawar menawar)
Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kapada pasien
apa yang diinginkan
d) Teknik komunikasi fase depression
Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
e) Teknik komunikasi fase occeptance (penerimaan)
Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian pasien.
3.4.2 Komunikasi Pada Pasien Yang Tidak Sadar
Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu
komunikasi dengan menggunakan teknik komunikasi khusus/trapeutik dikarenakan
fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali
stimulus dari luar tidak dapat diterima dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut. Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma,
dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang
berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat
terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini
dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial maupun

21
ekstrakranial yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik ditingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda saat kita berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar, yakni tidak mendapatka feedback (umpan balik)
yang menjadi salah satu elemen komunikasi. Hal ini dapat kita temukan diruangan-
ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit (ICCU)
dan lain sebagainya. Walaupun banyak perdebatan bahwa komunikasi trapeutik
tetap dilaksanakan walau pasien koma, maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan
komunikasi terapeutik ini untuk menghargai perasaan pasien serta berperilaku baik
sekalipun dia dalam keadaan yang tidak sadar atau koma.

22
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hubungan dan komunikasi antara perawat dan klien bersifat trapeutik,
artinya hubungan yang dibangun hanya sebatas memberi asuhan dan
menghilangkan keluhan klien. Komunikasi trapeutik adalah isntrumen holistik yang
digunakan disetiap lini keperawatan begitu pula untuk pasien dengan keperawatan
paliatif. Pemahaman mendalam mengenai komunikasi trapeutik secara umum akan
membantu perawat memahami komunikasi dalam perawatan paliatif secara khusus,
yang membedakan komunikasi paliatif dengan yang lain salah satunya adalah
perawat melibatkan segenap support system dalam berkomunikasi untuk
menunjang paliatif care tersebut

23
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI Pusdiknakes.995.Asuhan Keperawatan Pasien dengan gangguan dan
penyakit kronik dan terminal. Jakarta: Depkes RI.
Craven,Ruth F. Fundamentals of nursing: human healt and function.
Tamsuri, Anas.(2006).”komunikasi dalam keperawatan”.Erlangga: Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai