Anda di halaman 1dari 21

Departemen Ilmu Kesehatan T.H.T.K.

L LAPORAN KASUS
Fakultas Kedokteran OTOLOGI
Universitas Hasanuddin JUNI 2022

TATALAKSANA PARESE NERVUS FASIALIS PADA PENDERITA OTITIS


MEDIA SUPURATIF KRONIK DENGAN KOLESTEATOMA
(EVIDENCE BASED CASE REPORT)

Oleh :
dr. Stanley Permana
Pembimbing :
Dr. dr. Masyita Gaffar, Sp. T.H.T.K.L (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS-1


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA LEHER
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
PENDAHULUAN

Nervus fasialis merupakan struktur fundamental dalam fungsi komunikasi dan

emosi, sehingga gangguan fungsional akibat parese dari nervus fasialis dapat

menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan. Pasien yang datang dengan

kelemahan otot wajah perlu mendapatkan penilaian awal untuk menentukan parese

nervus fasialis tipe sentral (upper motor neuron) atau tipe perifer (lower motor

neuron). Umumnya, penanganan pada parese nervus fasialis tipe perifer menjadi
1
kompetensi dalam bidang Telinga, Hidung, dan Tenggotokan (THT).

Parese nervus fasialis tipe perifer secara garis besar dapat disebabkan oleh

faktor infeksi dan non infeksi. Faktor non infeksi memberikan persentase terbesar

terhadap kejadian parese nervus fasialis, yaitu faktor idiopatik 70%, komplikasi post

operasi 7.62%, trauma 1.92%, dan faktor lainnya 3.87%. Adapun faktor infeksi

meliputi parese nervus fasialis tipe perifer akibat infeksi virus (Varicella Zooster
1,2
Virus) 10.92%, Lyme disease 3.51%, dan akibat faktor otogenik 2.16%. Adapun

parese yang disebabkan karena infeksi pada telinga tengah, yaitu pada otitis media

supuratif kronik (OMSK) dengan kolesteatoma merupakan kasus yang jarang terjadi.

Yorgancular melaporkan, dari 511 pasien OMSK dengan kolesteatoma, hanya 5 (1%)
3
pasien dengan komplikasi parese nervus fasialis.

2
OMSK dilaporkan terjadi pada 65-350 juta orang di seluruh dunia terutama di
4
negara berkembang, dengan prevalensi OMSK di Indonesia sebesar 5.4%.

Sementara, Navaneethan melaporkan bahwa 54% pasien OMSK disertai dengan


5
kolesteatoma. Mekanisme terjadinya parese nervus fasialis pada OMSK dengan

kolesteatoma diperkirakan merupakan hasil dari penjalaran infeksi melalui kanalis

fallopi akibat dari otitis media kronis, Infeksi ini menyebar sepanjang jaringan saraf

sehingga menyebabkan inflamasi pada nervus fasialis. Mekanisme ini lebih umum

ditemui, dibandingkan parese nervus fasialis akibat atrofi karena kompresi dari
3
kolesteatoma.

Diagnosis ditegakkan melalui hasil anamnesis yaitu adanya cairan yang keluar

terus-menerus selama lebih dari 3 bulan, dan pada pemeriksaan otoskopi ditemukan
4,6
membran timpani yang tidak intak. Gejala-gejela lain yang dapat timbul antara lain

penurunan pendengaran, otalgia, tinnitus, vertigo, nyeri kepala, meningeal sign,


3,7
demam, pembengkakan pada postauricula, serta gejala parese nervus kranialis.

Adanya parese nervus fasialis dinilai menggunakan House-Brackmann (HB) facial


8
nerve palsy grading untuk melihat derajat kelumpuhan yang terjadi.

Pemeriksaan Computerised Tomography Scanning (CT-Scan) digunakan untuk

mendeteksi erosi tulang pendengaran, erosi tegmen, erosi kanalis nervus fasialis,

erosi lempeng sinus sigmoid, dan erosi kanalis semisirkularis lateral/posterior pada

kasus OMSK. Pemeriksaan penunjang ini memiliki korelasi yang tinggi dengan

3
temuan intraoperatif. 7 Adapun penanganan OMSK dengan kolesteatoma dapat
9
dilakukan dengan dindakan operasi mastoidektomi dan timpanoplasti. Perbaikan
8
klinis parese nervus fasialis akibat OMSK dilihat dari hasil pemeriksaan HB.

Berikut akan dipaparkan laporan kasus otitis media supuratif kronik (OMSK)

dengan kolesteatoma dan komplikasi gangguan nervus fasialis di Rumah Sakit Umum

Pendidikan DR Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar. Tujuan penulisan laporan

kasus ini adalah mengidentifikasi tatalaksana yang paling tepat dalam menangani

kasus OMSK dengan kolesteatoma yang disertai dengan komplikasi gangguan nervus

fasialis.

4
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki dirujuk dari RS Pelamonia ke poli THT RSWS dengan

diagnosis otitis media supuratif kronik (OMSK) dengan kolesteatoma sinistra. Pasien

mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari telinga kiri sejak 1 bulan terakhir.

Cairan berwarna kekuningan, berbau, tanpa disertai darah. Awalnya pasien

mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri 3 bulan yang lalu, namun berkurang sejak 1

bulan terakhir. Wajah pasien mulai miring ke arah kanan sejak 2 hari setelah keluar

cairan dari telinga kiri. Otalgia ada pada telinga kiri, tinnitus ada, vertigo tidak ada,

cefalgia tidak ada, gangguan pendengaran tidak ada.

Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan pada telinga sinistra adanya massa padat,

berbenjol, berwarna kemerahan, permukaan licin. Selain itu, sekret ada, berwarna

kuning keputihan, berbau, darah tidak ada. Pada telinga dextra, membran timpani

intak, pantulan cahaya ada (Gambar 1). Hidung dan tenggorok tidak ditemukan

abnormalitas. Pada wajah didapatkan kelemahan otot wajah sebelah kiri tipe perifer

HB III/IV (Gambar 2). Pemeriksaan pendengaran tes garputala didapatkan lateralisasi

ke kiri, pemeriksaan pure tone audiometry (PTA) didapatkan telinga dextra normal

dengan ambang pendengaran 12.75 dB, sementara telinga sinistra moderate to severe

hearing loss dengan rata-rata ambang pendengaran 70 dB (Gambar 3). Pemeriksaan

fungsi vestibular normal (Gambar 4). Pemeriksaan topodiganostik: tes schirmer

menunjukkan tidak ada reduksi maupun hiperlakrimasi (Gambar 5). MSCT Brain

5
menunjukkan otomastoiditis bilateral disertai kolesteatoma sinistra dan fokal brain

atrofi regio frontal bilateral (Gambar 6).

Gambar 1. Pemeriksaan Otoskopi Dextra dan Sinistra

Gambar 2. Klinis saat pertama kunjungan ke poli THT RSWS

6
Gambar 3. Pemeriksaan Garputala dan Pure Tone Audiometri

Gambar 4. Pemeriksaan Fungsi Vestibular

7
Gambar 5. Tes Schirmer

Gambar 6. Pemeriksaan MSCT-Scan

8
Gambar 7. Kondisi Luka Post Operasi

Gambar 8. Pemeriksaan Otoskopi Sinistra 6 Bulan Post Operasi

Pada pasien dilakukan tatalaksana timpanomastoidektomi canal wall down.

Pasien kontrol di poli THT RSWS 1 minggu dan 6 bulan pasca operasi. Kondisi luka

pasca operasi (gambar 7). Pemeriksaan otoskopi 6 bulan post operasi menunjukkan

graft intak, epitelisasi 30%, facial ridge rendah, meatiplasti adekuat, mastoid bowl

besar, dan jaringan granulasi ada pada arah jam 11-12 (gambar 8). Perbaikan

gangguan nervus fasialis dengan HB grading diperoleh HB-II.

9
PERTANYAAN KLINIS

Apa tatalaksana yang tepat untuk kasus otitis media supuratif kronik dengan

kolesteatoma dan komplikasi gangguan nervus fasialis?

METODE

Metode menggunakan pencarian literatur dengan kata kunci Facial Nerve

Paralysis, Chronic Suppurative Otitis Media, dan Cholesteatoma pada Pubmed,

Clinical Key Elsevier, dan Proquest. Kriteria inklusi: 1) Manajemen OMSK dengan

kolesteatoma yang memiliki komplikasi parese nervus fasialis, 2) diterbitkan dalam

10 tahun terakhir, 3) tersedia fulltext, dengan kriteria eksklusi: review article.

HASIL

Hasil pencarian di jurnal Pubmed, Clinical Key, dan Proquest diperoleh 251

jurnal yang disesuaikan dengan kata kunci yang dimasukkan pada setiap database

(Gambar 9). Lima artikel yang diperoleh memiliki relevansi tinjauan kritis terkait

dengan pertanyaan klinis. Penilaian kritis dijelaskan dalam tabel 1.

Sharma et al meneliti 14.510 pasien dengan otitis media supuratif kronik di

bagian telinga hidung tenggorok dan bedah kepala leher (THTBKL) sejak tahun

1999-2010. Terdapat 7 pasien OMSK dengan kolesteatoma yang disertai dengan

komplikasi kelumpuhan nervus fasialis. Pada 7 pasien ini ditangani dengan operasi

radical mastoidectomy. Pada saat kontrol 10 hari pasca operasi ditemukan 2 pasien

10
menunjukkan perbaikan dengan HB-I, 2 pasien dengan erosi pada segmen horizontal

nervus fasialis dan tidak menunjukkan perbaikan setelah operasi, sementara 3 pasien
10
sembuh sempurna post operasi.

Kandakure et al melaporkan 1 kasus anak laki-laki usia 14 tahun dengan

Riwayat OMSK, datang dengan keluhan otalgia sejak 4 bulan. Penurunan

pendengaran ada. Klinis wajah asimetri sejak 3 hari sebelum kunjungan. Pemeriksaan

fisik pada ditemukan HB-IV. Tes garpu tala rinne dextra/sinistra: (+)/(-), tes weber

lateralisasi ke telinga kiri. Pemeriksaan otoskopi ditemukan telinga dextra normal,

telinga kiri membran timpani sulit dinilai karena edema meatus akustikus eksternus.

Pasien segera diberi antibiotik intravena (iv): injeksi amoksisilin-klavulanat (1,2 g

BID) dan metronidazol (500 mg BID). Pemeriksaan CT scan temporal menunjukkan

destruksi air cells mastoid dengan opasifikasi jaringan lunak. Dilakukan mastoid

exploration kiri. Intaoperatif ditemukan kolesteatoma dengan erosi pada dinding

posterior, dengan nervus fasialis kiri normal. Post operasi, pasien pulih dengan secret
11
telinga yang minimal. Kelumpuhan pada wajah pulih pada 3 bulan post operasi.

Laporan kasus Yeoh et al, seorang pasien laki-laki usia 23 tahun dengan OMSK

yang disertai kolesteatoma. 2 bulan setelah mastoidektomi radikal regio sinistra,

pasien kembali dengan riwayat demam 1 minggu, otalgia kanan, nyeri leher, dan

pembengkakan leher kanan, dengan penurunan gerakan leher. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan kelumpuhan saraf wajah HB-II di sebelah kiri, dehisensi luka

11
postauricular kiri yang mengeluarkan nanah, serta tortikolis kanan. Otoskopi sinistra

menunjukkan banyaknya mukopus pada telinga tengah dan cavum mastoid. Otoskopi

dextra menunjukkan membaran timpani cembung dan mengalami inflamasi.

Dilakukan miringotomi, namun tidak ada perbaikan. Pada CT Scan menunjukkan

adanya jaringan lunak pada rongga mastoid kiri, abses parafaring dextra, dan

thrombosis vena jugularis interna bilateral. Pasien ditangani dengan drainase abses

parafaring dextra. Kultur dilakukan dari pus yang dihasilkan oleh luka post auricula

sinistra, lalu diberikan antibiotik Rocephine, Amikacin, dan Metronidazol selama 10


12
hari. Perbaikan gejala klinis terjadi.

Identifikasi Kepustakaan dari Sumber


Identifikasi

Pubmed (39), Clinical Key (129), Proquest (83)


(n = 251)
Ekslusi
Penulisan >10 tahun terakhir (n = 103)
Rekaman setelah eksklusi penulisan
>10 tahun terakhir
Skrining

(n = 148)

Rekaman dilakukan skrining


(n = 148) Eksklusi (n = 145)
- Fulltext tidak tersedia (n = 16)
- Kurang memiliki relevansi (n = 129)
Kelayakan

Artikel lengkap dinilai kelayakannya


(n = 3)

Eksklusi
Review article (n = 0)
Inklusi

Studi termasuk dalam sintesis kualitatif


(n = 3)

Gambar 9. Istilah pencarian dan proses pemilihan publikasi (PRISMA Flowchart)

12
Tabel 1. Publikasi Diobservasi dengan Penilaian Kritis
Populasi/ Intervensi/
Penulis Tipe
No Pasien/ Indeks/ Komparator Hasil
Jurnal Publikasi
Masalah Indikator
1 Sharma Research 14510 pasien Dilakukan Pasien dengan 2 pasien mengalami
N, et al OMSK tahun pemeriksaan: parese nervus perbaikan dilihat
Januari 1999-2010 di fasialis dari pemeriksaan
2015 Departement CT-Scan dilakukan grading HB-I
of ENT and Pemeriksaan operasi radical
Head Neck kultur mastoidectomy 2 pasien dengan
Surgery, J.L.N erosi pada segmen
Hospital and horizontal nervus
Research fasialis dan tidak
Centre, Bhilai, menunjukkan
Chhattisgarh perbaikan setelah
operasi,
45 pasien
OMSK dengan 3 pasien sembuh
kolesteatoma sempurna post
disertai operasi
komplikasi

7 pasien
dengan
komplikasi
parese nervus
fasialis

13
2 Kandak Case 1 pasien Dilakukan Pasien Pemulihan asimetri
ura V report OMSK dengan pemeriksaan:
diberikan wajah dalam 3 bulan
T, et al wajah antibiotik post operasi
2018 asimetri, Fisik: HB-IV intravena (iv):
disertai Tes injeksi
kolesteatoma pendengaran amoksisilin-
yang garpu tala klavulanat (1,2
didiagnosis CT Scan g BID) dan
intraoperatifMastoid metronidazol
(500 mg BID),
dilanjutkan
dengan mastoid
exploration kiri
3 Yeoh X Case OMSK dengan Dilakukan Dilakukan Perbaikan post
Y, et al report kolesteatoma pemeriksaan: mastoidektomi terapi:
2016 disertai radikal Demam hilang,
komplikasi Fisik: HB-II tortikolis teratasi,
intrakranial CT-scan Post klinis HB-I
dan mastoidektomi:
extrakranial Ektrakranial:
HB-II, tortikolis
teratasi
Intrakranial:
abses parafaring
kanan dan
thrombosis vena
jugular interna
bilateral

Dilakukan
tatalaksana
dengan drainase
abses (dextra)
dilanjutkan
dengan

14
pemberian
antibiotik
(berdasarkan
hasil kultur pus
dari
postauricula
sinistra)
Rocephine,
Amikacin, dan
Metronidazol
selama 10 hari
4 Kasus Laporan Pasien OMSK Dilakukan Timpanomastoi Pemulihan asimetri
kami Kasus dengan pemeriksaan: dektomi Canal wajah dalam 6 bulan
kolesteatoma Wall Down post operasi
dan Fisik: HB-IV
komplikasi Otoskopi Otoskopi post
gangguan Tes garpu tala operasi: graft intak,
nervus fasialis Tes fungsi epitelisasi 30%,
vestibular facial ridge rendah,
Pure tone meatiplasti adekuat,
audiometri mastoid bowl besar,
CT Scan dan jaringan
granulasi ada

15
DISKUSI

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dapat terjadi pada semua usia. OMSK

dilaporkan terjadi pada 65-350 juta orang di seluruh dunia terutama di negara
4
berkembang, dengan prevalensi OMSK di Indonesia sebesar 5.4%. Adapun
5
kolesteatoma terjadi pada 54% pasien dengan OMSK. OMSK dengan kolesteatoma

yang disertai dengan komplikasi parese nervus fasialis merupakan kasus yang jarang
3
terjadi, hanya pada sekitar 1% kasus.

Pasien ini dirujuk ke bagian THTBKL RSWS dengan OMSK yang disertai

kolesteatoma dan adanya komplikasi parese nervus fasialis. Pada pemeriksaan

otoskopi telinga sinistra ditemukan adanya massa padat, berbenjol, berwarna

kemerahan, permukaan licin. Selain itu, sekret ada, berwarna kuning keputihan,

berbau, tanpa disertai darah. MSCT Brain menunjukkan otomastoiditis bilateral

disertai kolesteatoma sinistra dan fokal brain atrofi regio frontal bilateral.

Pemeriksaan pendengaran diperoleh adanya gangguan pendengaran pada telinga

sinistra: tes weber lateralisasi ke kiri, moderate to severe hearing loss dengan ambang

pendengaran 70 dB (PTA).

Penelitian menunjukkan gejala yang dapat terjadi pada OMSK dengan

kolesteatoma antara lain otorrhea (95%), nyeri kepala (80%), meningeal sign (41%),

16
demam (61%), vertigo (53%), pembengkakan regio post auricula 36%), dan parese
3
nervs fasialis (10%). Selain itu, penelitian lainnya juga menyebutkan gejala-gejala
7
lain yang dapat muncul seperti penurunan pendengaran, otalgia, dan tinnitus.

Pada pemeriksaan gangguan nervus fasialis digunakan grading Haouse

brackmann (HB). Pada pasien ini ditemukan klinis HB III/IV, dengan pemeriksaan

shcirmer test tidak ditemukan adanya reduksi ataupun hiperlakrimasi. Penelitian

menyebutkan bahwa mekanisme terjadinya komplikasi parese nervus fasialis

mayoritas diakibatkan oleh penjalaran infeksi, dan jarang akibat kompresi dari
3
kolesteatoma.

Tatalaksana yang dilakukan terhadap pasien adalah timpanomastoidektomi

canal wall down. Pemeriksaan otoskopi sinistra post operasi ditemukan graft intak,

epitelisasi 30%, facial ridge rendah, meatiplasti adekuat, mastoid bowl besar, dan

jaringan granulasi ada pada arah jam 11-12. Sementara, untuk parese nervus fasialis

terjadi perbaikan, HB III/IV menjadi HB II 6 bulan post operasi.

Penelitian yang dilakukan Sharma et al menunjukkan 3 pasien sembuh total, 2

pasien mengalami perbaikan dilihat dari pemeriksaan grading HB-I, dan 2 pasien

dengan erosi pada segmen horizontal nervus fasialis dan tidak menunjukkan
10
perbaikan setelah operasi, yakni radical mastoidektomi. Sementara, Kandakura et al

memulai terapi dengan pemberian antibiotik intravena (iv): injeksi amoksisilin-

17
klavulanat (1,2 g BID) dan metronidazol (500 mg BID), dilanjutkan dengan mastoid

exploration kiri. Hasil menunjukkan adanya perbaikan asimetri wajah setelah 3 bulan

post operasi.

Yeoh et al dengan konteks yang berbeda, yakni komplikasi yang terjadi antara

lain parese nervus fasialis disertai dengan tortikolis, abses parafaring dextra, dan

thrombosis vena jugularis interna bilateral. Pada pasien ini dilakukan drainase dan

pemberian antibiotik Rocephine, Amikacin, dan Metronidazol selama 10 hari. Terjadi


12
perbaikan gejala klinis setelah penanganan yang diberikan.

18
KESIMPULAN

Komplikasi parese nervus fasialis akibat OMSK dengan kolesteatoma

merupakan kasus yang jarang terjadi. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi saraf kranial, dan pemeriksaan penunjang.

Adapun penanganan kasus ini harus meninjau penyebab dasar terjadinya parese

nervus fasialis, yakni akibat infeksi kronis. Penanganan OMSK dengan kolesteatoma

melalui prosedur operasi baik radikal mastoidektomi maupun timpanomastoidektomi

canal wall down dapat dilakukan, dengan tetap mempertimbangan tatalaksana

pemberian antibiotik yang menyertai tindakan operasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Walker NR, Mistry RK, Mazzoni T. Facial Nerve Palsy. In: StatPearls. StatPearls Publishing;
2022.

2. Geißler K, Urban E, Volk GF, Klingner CM, Witte OW, Guntinas-Lichius O. Non-
idiopathic peripheral facial palsy: prognostic factors for outcome. European Archives
of Oto-Rhino-Laryngology. 2021;278(9):3227-3235. doi:10.1007/s00405-020-06398-
6
3. Yorgancilar E, Yildirim M, Gun R, et al. Complications of chronic suppurative otitis
media: A retrospective review. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology.
2013;270(1):69-76. doi:10.1007/s00405-012-1924-8
4. Irwan AG, Widyasari F, Suyanti, Gunawan A. Pre and intraoperative findings of
chronic otitis media. In: Journal of Physics: Conference Series. Vol 1246. Institute of
Physics Publishing; 2019. doi:10.1088/1742-6596/1246/1/012019
5. Navaneethan N, YaadhavaKrishnan RD, Muthukumar U, Harihara R. Our experience
of unsafe ear. Indian Journal of Otology. 2015;21(1):37-40. doi:10.4103/0971-
7749.152860
6. Chung JH, Lee SH, Woo SY, Kim SW, Cho YS. Prevalence and associated factors of
chronic suppurative otitis media: Data from the Korea National Health and Nutrition
Examination Survey, 2009–2012. Laryngoscope. 2016;126(10):2351-2357.
doi:10.1002/lary.25981
7. Singh R, Rai R, Singh P, Sethi S, Ahluwalia AS, Choudhary G. High-resolution
computed tomography (HRCT) in pediatric and adult patients with unsafe chronic
suppurative otitis media (CSOM) and its surgical correlation. J Family Med Prim
Care. 2020;9(8):4067. doi:10.4103/jfmpc.jfmpc_455_20
8. Basavaraj S, Ganesh Prakash B, Shivaram Shetty T, Sandhya D, Kallada S. Delayed
Facial Nerve Weakness After Intact Canal Wall Tympanomastoidectomy.; 2014.
9. Smith MCF, Huins C, Bhutta M. Surgical treatment of chronic ear disease in remote
or resource-constrained environments. Journal of Laryngology and Otology.
2019;133(1):49-58. doi:10.1017/S0022215118002165
10. Sharma N, Jaiswal AA, Banerjee PK, Garg AK. Complications of Chronic
Suppurative Otitis Media and Their Management: A Single Institution 12 Years

20
Experience. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery.
2015;67(4):353-360. doi:10.1007/s12070-015-0836-5
11. Kandakure V, Khokle P, Shah U. Management of unsafe type of chronic suppurative
otitis media with extracranial complications at a tertiary care center. Indian Journal
of Otology. 2018;24(2):129. doi:10.4103/indianjotol.indianjotol_15_18
12. Yeoh XY, Lim PS, Pua KC. Case of Chronic Otitis Media with Intracranial
Complication and Contralateral Extracranial Presentation. Case Rep Otolaryngol.
2016;2016:1-4. doi:10.1155/2016/7810857

21

Anda mungkin juga menyukai