Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM IDEAL TEORI FEMINISME

UNTUK PEMENUHAN MATA KULIAH BAHASA HUKUM

Dosen Pengampu : Ahmad,S.H,M.H

Oleh:
Alfida Aulia Ali ( 1011423206 )

Kelas ( H )

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................................5
1.4 Manfaat.............................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................6
2.1 Resistensi Feminisme........................................................................................................6
2.2 Tradisi Feminisme Kekuasaan..........................................................................................8
2.3 Prinsip Feminisme Kekuasaan........................................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................................12

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Hukum Ideal Teori
Feminisme." Makalah ini merupakan hasil dari sebuah upaya untuk menggali
dan mengkaji berbagai sumber yang relevan dengan topik yang menjadi fokus
penugasan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang mendalam mengenai perkembangan pengetahuan di bidang ini. Selain itu,
penulis juga berharap bahwa makalah ini dapat menjadi panduan yang berguna
bagi pembaca yang ingin memahami topik ini lebih baik.

Terima kasih kepada dosen pengampu kami, Bpk. Ahmad,S.H,M.H, yang


telah memberikan bimbingan dan arahan yang berharga. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, dan kami sangat menghargai saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan kontribusi positif dalam bidang pengetahuan ini.

Gorontalo, 29 September 2023

Penulis

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Hukum ideal dalam konteks teori feminisme kekuasaan mengacu pada


pandangan bahwa hukum harus mencerminkan nilai-nilai feminisme yang
berusaha untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan memahami bagaimana
struktur kekuasaan gender memengaruhi hukum dan masyarakat. Ini
melibatkan pemikiran tentang bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat
untuk merombak hierarki kekuasaan yang ada dan mencapai kesetaraan gender.
Berikut adalah beberapa aspek pemahaman tentang hukum ideal dalam teori
feminisme kekuasaan. Hukum ideal dalam teori feminisme kekuasaan bertujuan
untuk menciptakan kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan. Ini
termasuk kesetaraan dalam hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Hukum harus mengakui dan melindungi hak-hak individu tanpa memandang
jenis kelamin, dan tidak boleh memihak pada laki-laki atau perempuan. Teori
feminisme kekuasaan memahami pentingnya menganalisis bagaimana struktur
kekuasaan gender memengaruhi hukum dan bagaimana hukum dapat
digunakan untuk mempertahankan atau memperkuat hierarki kekuasaan
tersebut. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana hukum dapat
mencerminkan dan memperkuat norma-norma gender yang ada dalam
masyarakat. Hukum ideal dalam teori feminisme kekuasaan mengecam hukum
yang menciptakan atau memperkuat diskriminasi gender. Ini termasuk hukum
yang membatasi akses perempuan ke kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial,
serta hukum yang menciptakan perbedaan hak dan kewajiban berdasarkan jenis
kelamin. Hukum ideal dalam teori feminisme kekuasaan berusaha untuk
mengubah hukum dan masyarakat secara keseluruhan. Ini melibatkan upaya
untuk memperbaiki atau menggantikan hukum yang tidak adil dengan hukum
yang lebih inklusif dan mendukung kesetaraan gender. Ini juga bisa melibatkan
perubahan dalam budaya dan norma-norma yang mendukung ketidaksetaraan.
Organisasi-organisasi feminis dan aktivis feminis memainkan peran penting
dalam mengadvokasi hukum ideal dalam teori feminisme kekuasaan. Mereka
bekerja untuk mengubah hukum, mengubah norma-norma masyarakat, dan
membangun kesadaran tentang isu-isu gender. Ini termasuk kesadaran akan
ketidaksetaraan gender yang telah ada dalam sejarah, ketidakadilan dalam
sistem hukum dan politik, serta upaya perubahan oleh gerakan feminis untuk
mencapai kesetaraan gender dan menggantikan hierarki kekuasaan yang ada
dengan yang lebih adil. Teori feminisme kekuasaan menyoroti peran penting
hukum dalam memengaruhi dinamika kekuasaan gender dan bagaimana hukum
dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai kesetaraan gender dan perubahan
sosial.

4
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka Rumusan Masalah Dari Makalah Ini
yaitu Menjelaskan Apa itu Resistensi dalam feminisme dan apa saja tradisi
feminisme kekuasaan yang dapat dilakukan perempuan untuk mencapai
kekuasaan serta Prinsip kekuasaan feminisme?

1.3 Tujuan

Menjelaskan Konsep Hukum Ideal: Anda perlu menjelaskan konsep hukum


ideal dalam teori feminisme kekuasaan. Ini mencakup pemahaman tentang
bagaimana hukum harus mencerminkan nilai-nilai feminisme yang berusaha
untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan mencapai kesetaraan gender.

1.4Manfaat

Pemahaman yang Lebih Mendalam: Pembuatan makalah memungkinkan Anda


untuk mendalami konsep-konsep dalam teori feminisme kekuasaan dan hukum
ideal. Ini akan membantu Anda untuk lebih memahami dasar-dasar dan prinsip-
prinsip teori ini.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1Resistensi Feminisme

Resistensi feminisme kekuasaan merujuk pada perlawanan atau


oposisi terhadap upaya feminis yang berfokus pada analisis dan kritik
terhadap struktur kekuasaan gender dalam masyarakat. Resistensi ini
bisa datang dalam berbagai bentuk, dan biasanya berasal dari individu,
kelompok, atau institusi yang merasa terancam atau tidak setuju dengan
pandangan dan tujuan gerakan feminis yang berusaha mengatasi
ketidaksetaraan gender dan merombak hierarki kekuasaan yang ada.

Resistensi merupakan respon menentang, dan melawan terhadap


stigma atau stereotip sosial yang telah ada terhadap perempuan, serta
sikap bertahan dengan memanfaatkan kekuatan serta sumber daya yang
dimiliki. Resistensi terjadi apabila terdapat diskriminasi dan
ketimpangan sosial berupa ketidakadilan peran gender yang terjadi
kepada suatu individu. Resistensi membutuhkan aksi nyata untuk
menunjukkan kekuatan dan ketahanan perempuan yang didasari oleh
feminitas dalam aspek-aspek kehidupan, bukan membutuhkan validasi
atas ketidak berdayaan perempuan itu sendiri. Seperti yang dikatakan
Naomi Wolf pula pada bukunya Fire with Fire yang mencerminkan
jabaran teori feminisme kekuasaannya dengan penjelasan resistensi di
atas, bahwa feminisme kekuasaan mendorong perempuan untuk saling
mengidentifikasi dan menunjukkan kekuatan bersama, alih-alih
mengidentifikasi kerentanan dan kelemahan yang dialami perempuan.
Feminisme kekuasaan yang diusung Wolf melihat wanita dari segi
individual yang tidak lebih baik maupun tidak lebih buruk dari laki-laki,
serta mengklaim kesetaraan gender karena wanita pada dasarnya berhak
atas hal tersebut. Dengan kata lain tidak ada suatu gender yang lebih
istimewa dari gender yang lain, terlebih memiliki otonomi yang lebih
tinggi atas gender lain sehingga berpotensi melakukan penindasan serta
eksploitasi.

Resistensi dipandang sebagai upaya melakukan perlawanan atau


pertentangan terhadap stigma dan stereotip yang telah melekat pada
perempuan sebagai suatu pertahanan dengan memanfaat kan sumber
daya yang dimiliki Adanya perlawanan terhadap tindakan diskriminasi
ini. Dimaksud kan untuk mewujudkan kesejahteraan social yang
terbengkalai akibat adanya perlakuan yang tidak adil antar gender.
Perlawanan ini membutuhkan aksi nyata untuk menguatkan feminitas

6
dengan menunjuk kan kekuatan dan ketahanan perempuan di berbagai
sector kehidupan. Penting untuk diingat bahwa resistensi terhadap
feminisme kekuasaan tidak selalu bersifat negatif atau bermaksud
merugikan. Beberapa individu mungkin memiliki pemahaman yang
berbeda tentang isu-isu gender atau memiliki kekhawatiran terhadap
dampak tertentu dari upaya feminis. Bagi gerakan feminis, penting untuk
berkomunikasi secara terbuka, mendengarkan perspektif beragam, dan
mencoba memahami sumber resistensi tersebut dalam rangka
mempromosikan dialog yang konstruktif dan perubahan sosial yang lebih
inklusif.

A. Bentuk – Bentuk Resistensi Feminisme :


a. Reaksi Konservatif: Kelompok konservatif atau tradisional mungkin
melihat gerakan feminis sebagai ancaman terhadap norma-norma
sosial dan peran gender yang telah ada selama bertahun-tahun.
Mereka bisa menentang perubahan dan berusaha mempertahankan
status quo.
b. Penolakan Terhadap Analisis Kekuasaan Gender: Beberapa individu
mungkin menyangkal adanya ketidaksetaraan gender atau
meragukan analisis feminis tentang struktur kekuasaan gender.
Mereka mungkin berpendapat bahwa masalah gender sudah teratasi
atau tidak relevan lagi.
c. Ketidaksetujuan terhadap Aksi Aktivis: Ada yang tidak setuju dengan
tindakan aktivis yang diambil oleh gerakan feminis, termasuk protes,
demonstrasi, atau kampanye politik. Mereka mungkin melihatnya
sebagai tindakan ekstrim atau mengganggu ketertiban sosial.
d. Stereotip Feminis: Beberapa orang mungkin memiliki pandangan
negatif atau stereotip tentang feminis, seperti menganggap mereka
sebagai "radikal," "agresif," atau "anti-pria." Stereotip ini dapat
memicu resistensi terhadap gerakan feminis.
e. Penentangan terhadap Kebijakan dan Undang-Undang: Ketika
gerakan feminis mendukung perubahan kebijakan atau undang-
undang yang bertujuan mengatasi ketidaksetaraan gender, mereka
sering menghadapi resistensi dari kelompok kepentingan yang
merasa bahwa perubahan tersebut akan merugikan mereka.
f. Feminisme Palsu atau Gerakan Anti-Feminis: Beberapa individu atau
kelompok membentuk gerakan anti-feminis yang berusaha melawan
upaya feminis. Mereka mungkin menyebarkan propaganda atau
retorika yang mengkritik feminisme.
g. Resistensi Internal: Terkadang, resistensi terhadap feminisme juga
dapat muncul dalam gerakan feminis sendiri, dalam bentuk
perbedaan pendapat atau konflik internal antara berbagai kelompok
atau aliran feminis.

7
Resistensi internal dalam feminisme kekuasaan merujuk pada perbedaan
pendapat, konflik, atau oposisi yang muncul di dalam gerakan feminis
sendiri. Ini adalah bentuk resistensi yang terjadi di antara anggota
gerakan feminis atau aliran-aliran feminis yang berbeda dalam hal
pendekatan, strategi, atau tujuan. Resistensi ini dapat memengaruhi
kesatuan gerakan dan memiliki dampak pada upaya perjuangan
kesetaraan gender.

2.2 Tradisi Feminisme Kekuasaan

Tradisi feminisme kekuasaan adalah pendekatan dalam gerakan feminis


yang berfokus pada analisis dan kritik terhadap struktur kekuasaan
gender dalam masyarakat. Tradisi ini menyoroti bagaimana perbedaan
gender menciptakan hierarki kekuasaan yang mendiskriminasi
perempuan dan mendukung dominasi laki-laki dalam berbagai aspek
kehidupan. Tradisi feminisme kekuasaan adalah salah satu aliran dalam
gerakan feminis yang beragam, dan terdapat berbagai aliran lain dengan
fokus dan pendekatan yang berbeda dalam upaya mencapai kesetaraan
gender. Aliran ini memberikan dasar analitis yang kuat untuk
memahami bagaimana struktur kekuasaan gender bekerja dan
bagaimana hukum,politik,dan masyarakat dapat berperan dalam
mengatasi ketidaksetaraan tersebut.

A. Tradisi feminisme kekuasaan yang dapat dilakukan perempuan


untuk mencapai kekuasaan, yaitu :

1. Mengamati kekuatan yang melawan kehendak perempuan sehingga


perempuan itu sendiri dapat bertindak dan Resistensi Perempuan 3
menggunakan kehendaknya untuk menolak kekuasaan yang
melawan tersebut dengan efektif

2. Sepenuhnya sadar bahwa segala keputusan yang diambil oleh seorang


perempuan dapat memengaruhi banyak orang di sekitarnya

3. Mendorong seorang perempuan untuk menyuarakan pemikiran


individunya daripada menggabungkan suaranya dalam banyak
identitas yang tidak sejalan dengan opininya

4. Feminisme kekuasaan tidak terlepas dari hal seksual; dalam hal ini
kesenangan atau kepuasan yang ‘baik’ akan menuntun pada
kebijakan yang ‘baik’ pula

8
5. Meraih serta menggunakan kekuasaan secara bertanggung jawab dan
adil untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan individu
lainnya

6. Memahami bahwa finansial merupakan salah satu hal fundamental


dalam hidup dan perempuan wajib memiliki kemapaman finansial
untuk kehidupan yang mandiri, aman, serta untuk merubah taraf
sosial kehidupan

7. Membenarkan minat perempuan pada popularitas dan validasi akan


pencapaiannya sehingga perempuan dapat memberi kredit untuk
dirinya dan bisa memberi validasi kepada orang lain atas pencapaian
mereka pula

8. Mendorong para perempuan untuk memenuhi segala kebutuhan dan


keinginan serta prestasi mereka sehingga tidak terjadi kecemburuan
antar sesama perempuan.

9. Toleran dan menghormati segala keputusan perempuan lainnya


mengenai seksualitas serta penampilan; dalam hal ini tidak berusaha
ikut campur dalam urusan tersebut

10. Mengakui bahwa seperti halnya laki-laki, perempuan juga memiliki


sifat agresif, rasa ingin bersaing, serta keinginan untuk berkuasa,
bahkan sikap egois dan keinginan untuk mengeksploitasi sesuatu.
Oleh karenanya baik perempuan maupun laki-laki harus
mengendalikan kecenderungan sifat-sifat tersebut

11. Penggabungan yang terbaik antara peran tradisional perempuan dan


juga peran laki-laki

12. Tidak hanya memiliki keyakinan yang kuat, perempuan juga diminta
untuk terbuka terhadap segala kewenangan termasuk kewenangan
perempuan lainnya

13. Laki-laki maupun perempuan tidak memonopoli cacat karakter.


Penilaian terhadap laki-laki seharusnya tidak berbasis gender namun
berdasarkan kekuasaan yang tidak wajar yang datang dari pribadi itu
sendiri

14. Berkeinginan semua perempuan menjadi pribadi yang memiliki


kualitas tinggi, baik secara seksual maupun visual

9
15. Ingin semua perempuan berani menyuarakan opininya masing-
masing

16. Menyadari bahwa membawa perubahan sosial tidak bertentangan


dengan prinsip yang menyatakan bahwa perempuan hanya mencari
kesenangan semata.

B. Karakteristik Dalam Feminisme Kekuasaan :

1. Analisis Kekuasaan Gender: Tradisi ini memahami bahwa perbedaan


gender bukan sekadar masalah sosial atau budaya, tetapi juga
masalah struktur kekuasaan. Ini mengacu pada ketidaksetaraan
dalam distribusi kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial antara laki-
laki dan perempuan.
2. Patriarki: Tradisi feminisme kekuasaan mengidentifikasi patriarki
sebagai sistem dominasi laki-laki yang menciptakan ketidaksetaraan
gender. Patriarki ini dianggap sebagai struktur sosial yang memegang
kendali atas sumber daya dan keputusan, dengan laki-laki
mendominasi.
3. Kritik terhadap Budaya Seksis: Tradisi ini mengevaluasi dan
menentang budaya seksis yang mendukung dan mempertahankan
peran gender yang tradisional, serta stereotip dan norma yang
menghambat kesetaraan gender.
4. Kritik terhadap Hukum dan Kebijakan: Feminisme kekuasaan
mengkritik peran hukum dan kebijakan dalam menciptakan atau
memperkuat ketidaksetaraan gender. Ini mencakup kritik terhadap
hukum yang mendukung peran gender yang tradisional dan upaya
untuk merombak hukum agar lebih mendukung kesetaraan gender.
5. Interseksionalitas: Tradisi ini mempertimbangkan keragaman dalam
pengalaman perempuan berdasarkan faktor-faktor seperti ras,
etnisitas, kelas sosial, orientasi seksual, dan disabilitas. Hal ini
penting untuk memahami bagaimana berbagai bentuk
ketidaksetaraan dan diskriminasi berkaitan satu sama lain.
6. Transformasi Kekuasaan: Tujuan utama dari tradisi feminisme
kekuasaan adalah untuk merombak struktur kekuasaan gender yang
ada dalam masyarakat dan mencapai kesetaraan gender. Ini
melibatkan perubahan dalam hukum, kebijakan, budaya, serta peran
individu dalam masyarakat.
7. Aktivisme dan Pendidikan: Tradisi ini mendorong aktivisme untuk
membawa perubahan sosial dan politik. Ini juga mencakup
pendidikan publik dan kesadaran tentang masalah ketidaksetaraan
gender.
8. Kritik terhadap Struktur Kapitalis: Beberapa aliran dalam tradisi
feminisme kekuasaan juga memasukkan kritik terhadap kapitalisme

10
sebagai faktor yang memperkuat ketidaksetaraan gender, terutama
dalam hal ketidaksetaraan ekonomi.
Tradisi feminisme kekuasaan adalah salah satu aliran dalam gerakan
feminis yang beragam, dan terdapat berbagai aliran lain dengan fokus
dan pendekatan yang berbeda dalam upaya mencapai kesetaraan
gender. Aliran ini memberikan dasar analitis yang kuat untuk
memahami bagaimana struktur kekuasaan gender bekerja dan
bagaimana hukum, politik, dan masyarakat dapat berperan dalam
mengatasi ketidaksetaraan tersebut.

2.3 Prinsip Feminisme Kekuasaan

Prinsip-prinsip feminisme kekuasaan adalah panduan atau asas dasar


yang membimbing pendekatan gerakan feminis yang fokus pada analisis
dan perubahan struktur kekuasaan gender dalam masyarakat. Prinsip-
prinsip ini membantu mengidentifikasi ketidaksetaraan gender,
mengkritiknya, dan menyuarakan tuntutan untuk kesetaraan gender.

1. Perempuan sama berharganya dengan laki-laki. Wolf menegaskan


kembali bahwa tidak ada suatu gender yang memiliki kedudukan
lebih tinggi
dari gender yang lainnya. Dengan kata lain, perempuan seharusnya
memiliki taraf yang sama baiknya dengan laki-laki.
2. Perempuan memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Dalam hal ini feminisme sama halnya dengan gerakan humanis untuk
mencapai keadilan sosial, dengan parameter bahwa tidak ada
seorangpun yang dapat menghalangi manusia lainnya dalam
mencapai apa yang ia inginkan karena alasan gender, ras, ataupun
orientasi seksual seseorang.
3. Pengalaman perempuan sama berharganya dengan laki-laki. Tidak
ada seorangpun yang berhak mendiskreditkan atau menilai
pengalaman seseorang sebagai sesuatu yang tidak berharga, baik
perempuan maupun lakilaki. Semua pengalaman berharga dan
memiliki arti tersendiri bagi pelakunya.
4. Perempuan memiliki hak untuk mengatakan kebenaran mengenai
pengalaman hidupnya. Begitu juga dengan kebebasan berpendapat
dan menyatakan opini mereka sendiri tanpa didikte oleh orang lain,
laki-laki mapun perempuan.
5. Perempuan patut mendapatkan segala hal yang tidak cukup ia
dapatkan, seperti: kehormatan dari orang lain, kehormatan untuk diri
sendiri, edukasi, keamanan, kesehatan, representasi, serta materi
seperti uang

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Feminisme kekuasaan berfokus pada analisis dan perubahan struktur
kekuasaan gender dalam masyarakat. Resistensi dalam feminisme
kekuasaan bisa terjadi ketika terdapat penolakan terhadap analisis
kekuasaan gender atau ketika ada perlawanan terhadap perubahan yang
diusulkan dalam norma dan nilai-nilai sosial yang mendukung
ketidaksetaraan gender. feminisme dalam berbagai tradisi dan aliran
mungkin menghadapi resistensi yang berbeda, tetapi tujuan utamanya
adalah mencapai kesetaraan gender dan mengatasi ketidaksetaraan dan
diskriminasi yang ada dalam masyarakat. Resistensi ini memerlukan upaya,
perdebatan, dan perjuangan terus-menerus dalam perjalanan menuju
kesetaraan gender yang lebih baik.

3.2 Saran
Memahami lebih dalam tentang feminisme dan resistensi dalam berbagai
tradisi feminisme, luangkan waktu untuk membaca literatur, artikel, dan
buku-buku yang relevan. Ini akan membantu Anda mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang topik tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hearty, F. (2015). Keadilan jender: perspektif feminis Muslim dalam sastra Timur Tengah.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar gender dan feminisme: Pemahaman awal kritik sastra
feminisme. Garudhawaca.
Muslimin, M. F. (2019). Perempuan dalam novel Destroy, She Said karya Marguerite Duras:
Analisis feminisme kekuasaan Naomi Wolf. UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan
Sastra, 15(2), 123-134.
Maghfiroh, D. L., & Zawawi, M. (2020). Resistensi perempuan dalam Film for Sama: kajian
Timur Tengah perspektif feminisme Naomi Wol. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 15(4),
506-520.
Botifar, M., & Friantary, H. (2021). Refleksi Ketidakadilan Gender Dalam Novel Perempuan
Berkalung Sorban: Persfektif Gender Dan Feminisme. Disastra: Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, 3(1), 45-56.
Hsb, E. R. (2021). Ketidakadilan Gender Dan Perjuangan Hidup Dalam Novel Pelabuhan
Terakhir Karya Roidah. JBSI: Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(01), 39-46.
Annatasya, B. F., & Saksono, L. (2021). Resistensi perempuan dalam film nur eine frau karya
sherry hormann: kajian feminisme kekuasaan Naomi Wolf. IDENTITAET, 10(2), 118-128.
Melania, N. P., Mar, I., & Intiana, S. R. H. (2022). Kebebasan Perempuan Pada Tokoh Alana
Dalam Novel “Alaska” Karya Sitti Annisa Fatmasari: Kajian Feminisme Kekuasaan Naomi
Wolf. Journal of Classroom Action Research, 4(4), 80-87.
Sartika, Y. M., & Pramulia, P. (2023). RESISTENSI PEREMPUAN DALAM FILM YUNI
KARYA KAMILA ANDINI. Jurnal Kependidikan, 8(2), 7-13.
Dzulfikar, D. (2023). RESISTENSI PARA TOKOH PEREMPUAN DALAM FILM YUNI:
KAJIAN FEMINISME KEKUASAAN. Besaung: Jurnal Seni Desain dan Budaya, 8(1).

13

Anda mungkin juga menyukai