Laporan Magang MBKM Unm
Laporan Magang MBKM Unm
Disusun Oleh:
Andi Reski Amaliah Suardi (200207500005)
Dewi Umrawati (200207500006)
Riska Nur (200207500009)
Mirnawati (200207500013)
Rita (200207500014)
Zulastri Rahayu (200207501006)
Laporan Praktik Kerja Magang ini ditujukan sebagai salah satu persyaratan
telah selesai mengikuti rangkaian kegiatan yang diberikan pembimbing
Program Studi : Pendidikan Teknologi Pertanian
Asal kampus : Universitas Negeri Makassar
Disahkan Oleh:
Prof. Dr. Drs. Ir. Jamaluddin, P, M.P., IPM. A. Muh. Akram Mukhlis, ST., M.Si.
NIP. 196707231992031002 NIP. 199103212019031019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktik Kerja Magang ini ditujukan sebagai salah satu persyaratan
telah selesai mengikuti rangkaian kegiatan yang diberikan pembimbing
Program Studi : Pendidikan Teknologi Pertanian
Asal kampus : Universitas Negeri Makassar
Disahkan Oleh:
Mengetahui
Pembimbing Lapangan III Sub Koordinator Jasa Penelitian
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan kesehatan serta kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat
melaksanakan serta menyelesaikan Laporan Magang Industri Teknologi Produksi
Pertanian yang berjudul “Laporan Magang MBKM Mandiri” di Balai Pengujian
Standar Instrumen Tanaman Serealia Maros Sulawesi Selatan. Adapun laporan ini
dapat terselesaikan tepat waktu karena adanya dukungan dari berbagai pihak selama
proses penyusunannya, untuk itu kami selaku penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi penuh pada proses
penyusunan laporan ini terutama kepada:
1. Dr. Amin Nur, S.P., M. Si selaku Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen
Tanaman Serealia.
2. Prof. Dr. Drs. Ir. Jamaluddin, P. M.P., IPM dan Andi Muhammad Akram
Mukhlis, ST., M.Si. selaku dosen pembimbing lapangan Prodi Pendidikan
Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.
3. Rahmi Yuliani Arvan, S.P., M. Si selaku SubKoordinator Jasa Penelitian
Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Serealia
4. Ahmad Ali, A. Md Fitra Gunawan, S.P., Moh. Apriel, A. Md, Annisa S.
Salsabila, S. S i, M.Si., dan Aji Supranoto selaku pembimbing di Balai
Pengujian Standar Instrumen Tanaman Serealia.
5. Dr. Ir. Andi Sukainah, S. TP., M. Si., IPM. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Teknologi Pertanian di Universitas Negeri Makassar
6. Seluruh staf Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Serealia.
7. Teman-teman yang saya banggakan yang ikut membantu hingga
terselesaikannya Magang MBKM Mandiri ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
beberapa kekurangan baik dari segi kata maupun isi. Untuk itu penulis
mengharapkan segenap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
pembaca, terima kasih.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak larut air (serat kasar) dan serat pangan, sebesar 6,5%-7,9% dan 1,1%-1,23%.
Adapun kandungan protein yang dimiliki sorgum hampir sama dengan kandungan
protein pada jagung yaitu sebesar 10,11%, sedangkan jagung 11,02%. Begitupun
dengan kandungan pati pada sorgum sebesar 80,42%, sedangkan jagung terdapat
79,95% (Balitseral, 2020).
Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) atau umumnya dikenal sebagai jali dalam
bahasa Indonesia, merupakan salah satu jenis tanaman serealia dari famili Poaceae
(Handayani et al., 2019). Hanjeli merupakan tumbuhan tahunan yang termasuk ke
dalam tumbuhan biji-bijian berkeping satu (Nurmala, 2003). Di Indonesia hanjeli
dikenal dengan nama lokal yang berbeda-beda diantarnya adalah hanjeli (Jawa
Barat), jelai (Kalimantan Timur), anjalai (Sumatera Barat), dan jelim (Aceh)
(Handayani dan sumarmiyati, 2019). Tumbuhan hanjeli merupakan bahan pangan
alternatif non beras yang mudah dibudidayakan, tahan terhadap hama dan penyakit,
toleran terhadap kekeringan dan kebanjiran, serta memiliki adaptasi yang luas pada
berbagai kondisi lingkungan (Nurmala dan Irwan, 2007).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Berdasarkan bentuk, struktur biji, serta endospermanya, tanaman jagung
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Jagung mutiara (Z. mays indurate), jagung
gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung pod (Z.
tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z. ceritina
Kulesh), jagung QPM (Quality Protein Maize), dan jagung minyak yang tinggi
(High Oil) (Riwandi et al., 2014). Morfologi tanaman jagung mencakup akar,
batang, daun, bunga, serta biji dan tongkolsebagai berikut:
a. Akar
Jagung memiliki sistem perakaran serabut dengan tiga macam akar, yaitu: (a)
akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal
adalah akar yang berkembang dari radikula (akar utama) dan embrio.
Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula (bakal batang) muncul
ke permukaan tanah dan otomatis akan berhenti pada fase V3. Akar adventif
merupakan akar yang awalnya berasal dari buku di ujung mesokotil, kemudian
akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan terus ke atas antara 7-
10 buku yang seluruhnya berada di bawah permukaan tanah. Akar adventif
berkembang menjadi serabut akar tebal. Pada jagung, akar seminal hanya
mengambil sedikit peran sedangkan akar adventif berperan dalam pengambilan
air dan hara dalam tanah. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif
seminal dan 48% akar nodal. Sementara itu, akar penyangga adalah akar adventif
yang berkembang pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Menurut
Riwandi et al., (2014) fungsi dari akar penyangga sesuai dengan namanya ialah
untuk menyangga tanaman agar tetap tegak dan mencegah rebah batang. Di
samping itu, akar penyangga juga bertindak membantu penyerapan hara dan air.
b. Batang
Tinggi batang jagung berukuran antara 150 - 250 cm. Batang jagung
dilindungi oleh pelepah daun yang berselang-seling dan berasal dari setiap buku.
Ruas-ruas bagian atas batang jagung berbentuk silindris sedangkan bagian
bawahnya berbentuk agak bulat pipih. Tunas batang yang telah berkembang akan
menghasilkan tajuk bunga betina. Percabangan atau disebut batang liar pada
jagung muncul pada pangkal batang. Batang liar adalah batang sekunder yang
berkembang pada bagian ketiak daun terbawah yang terdekat dari permukaan
tanah (Riwandi et al., 2014). Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak
bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada
buku ruas batang terdapat tunas yang kemudian berkembang menjadi tongkol.
Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol jagung yang produktif. Ditinjau
dari komponennya, natang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit
(epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).
4
c. Daun
Jumlah daun jagung sama dengan jumlah buku batang dan bervariasi antara
8-15 helai, berwarna hijau berbentuk pita dan tidak memiliki tangkai daun. Daun
jagung terdiri atas beberapa bagian yakni kelopak daun, lidah daun (ligula), dan
helai daun yang memanjang berbentuk pita dengan ujung meruncing. Daun jagung
tumbuh pada setiap buku batang dan berhadapan satu sama lain. Daun dilengkapi
dengan pelepah daun yang berfungsi sebagai bagian yang membungkus batang
dan melindungi buah (Riwandi et al., 2014).
Kemunculan koleoptil jagung di atas permukaan tanah diikuti dengan daun
jagung yang mulai terbuka. Daun yang terbuka sempurna rata-rata membutuhkan
3-4 hari setiap daun. Adapun genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal
panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Helai daun dikategorikan
berdasarkan lebarnya, mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm),
sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), dan sangat lebar (>11 cm). Besar sudut daun
juga memengaruhi tipe daun. Sudut daun jagung pun beragam, mulai dari sangat
kecil hingga sangat besar.
d. Bunga
Tanaman jagung disebut sebagai tanaman berumah satu karena bunga jantan
dan betina terdapat dalam satu tanaman tetapi letaknya terpisah. Bunga jantan
(tassel) tersimpan dalam bentuk malai di pucuk tanaman, sedangkan bunga betina
tersimpan pada tongkol yang terletak kira-kira pada pertengahan tinggi batang
jagung (Riwandi et al., 2014). Pada tahap awal sebelum berkembang, kedua bunga
memiliki primordia bunga biseksual. Pada saat proses perkembangan, primordia
stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Serupa
halnya dengan primordia ginaecium pada apikal bunga yang tidak berkembang
dan menjadi bunga jantan. Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki
sel vegetatif, dua gamet jantan, dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding
tebal pollen terbentuk dari dua lapisan yakni exine dan intin yang cukup keras.
Karena adanya perbedaan perkembangan bunga dan ketidakcocokan waktu
matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo
seminggu atau lebih.
e. Tongkol dan Biji
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol tergantung pada
varietasnya. Setiap tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung
yang terletak pada bagian atas umumnya lebih produktif dengan lebih dulu
terbentuk serta berukuran lebih besar dibandingkan tongkol yang terletak pada
bagian bawah. Setiap tongkol jagung terdiri atas 10- 16 baris biji yang selalu
berjumlah genap. Biji jagung disebut kariopsis karena dinding ovari atau perikarp
menyatu dengan kulit biji atau testa yang membentuk dinding buah. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: (a) perikarp, berupa lapisan luar yang tipis
5
dan berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu serta kehilangan air;
(b) endosperma, berupa bagian penyimpan cadangan makanan dan mencapai 75%
dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya; serta (c) embrio (lembaga), berupa bakal atau diistilahkan sebagai
miniatur tanaman yang terdiri atas plamula, akar radikal, scutelum, dan koleoptil
(Riwandi et al., 2014).
2.1.2 Varietas Jagung
Jagung yang dibudidayakan memiliki sifat bulir atau biji yang bermacam-
macam. Terdapat enam kelompok kultivar jagung di dunia yang dikenal hingga
sekarang, berdasarkan karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya, antara
lain:
a. Indentata (Dent, ”gigi-kuda”)
b. Indurata (Flint, “mutiara”)
c. Saccharta (Sweet, “manis”)
d. Everta (Popcorn, “Berondong”)
e. Amylacea (Flour, corn “tepung”)
f. Glutinosa (Sticky, corn “ketan”)
g. Tunicata (Podcorn, merupakan kultivar yang paling primitif dan anggota
subspesies yang berbeda dari jagung budidaya lainnya).
Dilihat dari suatu jenis varietas jagung, maka dibuat beragam sehingga dapat
dikenal dengan berbagai tipe kultivar:
a. Galur murni, merupakan hasil seleksi terbaik dari galur terpilih.
b. Komposit, dibuat dari campuran beberapa populasi jagung unggul yang
diseleksi untuk keseragaman dan sifat-sifat unggul.
c. Sintetik, dibuat dari gabungan beberapa galur jagung yang memiliki
keunggulan umum (daya gabung umum) dan seragam.
d. Hibrida, merupakan keturunan langsung (F1) dari persilangan dua, tiga atau
empat galur yang diketahui menghasilkan efek heterosis.
e. Warna bulir jagung ditentukan oleh warna endosperma dan lapisan terluarnya
(Aleuron), mulai dari putih, kuning, jingga, merah cerah, merah darah, ungu,
hingga ungu kehitaman. Satu tongkol jagung dapat memiliki bermacam-
macam bulir dengan warna berbeda-beda, karena setiap bulir terbentuk dari
penyerbuk. Jagung memiliki beberapa jenis varietas (Balitseral, 2020).
6
memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Begitu
selesai dipanen, kelobot segera dikupas (Balitsereal, 2020).
a. Pengeringan
Setelah panen, aerasi dan/atau pengeringan perlu segera dilakukan. Aerasi
dapat mengurangi akumulasi suhu disekitar benih baik panas dari lapang atau dari
hasil respirasi. Aerasi juga dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air yang
tinggi dalam benih mendorong respirasi dan menstimulasi pertumbuhan
mikroorganisme (terutama cendawan) yang mendorong kerusakan benih. Selang
waktu antara panen dan pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu benih
terutama daya simpannya. Sebelum benih dikeringkan biasanya petani
membiarkannya dahulu beberapa waktu yang dikenal dengan istilah penyimpanan
sementara (bulk storange), apalagi kalau pengeringan hanya mengandalkan sinar
matahari. Semakin tinggi kadar air benih saat panen, semakin singkat selang
waktu penyimpanan sementara yang dapat ditoleransikan, demikian pula, semakin
tinggi suhu ruang simpan sementara, semakin singkat selang waktu yang dapat
ditoleransikan. Pengaturan suhu udara dalam alat pengering benih perlu
diperhatikan (Balitsereal, 2020).
b. Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering jagung di pipil. Pemipilan dapat menggunakan
tangan atau mesin pemipil jagung jika jumlah produksi cukup besar. Pada
dasarnya memipil jagung hampir sama dengan proses perontok gabah, yaitu
memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya,
maka antara biji dan tongkol perlu dipisah (Balitsereal, 2020).
c. Sortasi dan Grading
Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji jagung harus dipisahkan dari kotoran
atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehingga tidak menurunkan kualitas, yang
perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah,
biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pemipilan. Tindakan ini
sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama
selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran
udara. Untuk pemisah biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk
penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk
dan ukuran butirnya, maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah
efisiensi dengan mesin.
Pengolahan benih jagung mencakup pemipilan, pembersihan dari kotoran
fisik, sortasi berdasarkan ukuran beratnya benih (size grading), sortasi
berdasarkan bobot (density grading), perlakuan dengan bahan kimia tertentu
sebelum pengemasan (misalnya pemberian senyawa methalaxil pada benih) serta
cara, jenis dan ukuran kemasan perlu mendapat perhatian. Benih jagung adalah
benih dominan karbohidrat 75% dan sebagian besarpati disimpan dalam
7
endosperm, dengan kadar protein 11% dan lemak sekitar 5% (Copeland dan Mc
Donald, 1985). Benih jagung pada umumnya lebih tahan disimpan dari pada benih
kacang-kacangan karena kandungan protein dan lemaknya relatif lebih rendah.
Tetapi benih jagung kurang tahan simpan dibandingkan benih padi karena selain
memiliki kulit biji yang lebih keras (lemma dan palea), benih padi mengandung
protein albumin hanya 5%. Protein benih jagung tediri dari 25% albumin, 39%
protein glutelin, 24% prolamin, dan tidak mengandung jenis globulin. Sebagian
besar dari enzim yang berperan pada proses metabolisme disintesis dari protein
albumin (Copeland dan Mc Donald, 1985). Kandungan asam lemak tidak jenuh
pada benih jagung cukup tinggi, yaitu terdiri dari 6% asam palmitat, 2% stearat,
44,0% asam oleat, dan 48% asam linoleate. Kedua asam lemak tidak jenuh (oleat
dan linoleat) ini mudah teroksidasi baik secara spontan maupun enzimatis yang
dapat menurunkan viabilitas benih.
d. Pengemasan Benih
Dalam usaha pembenihan, menurut Nurhadi et al., (2015) dalam Rika Despita
dan Achmad Nizar (2019) pengemasan harus diartikan usaha atau perlakuan yang
bertujuan untuk melindungi fisik benih agar daya tumbuh dan daya
berkecambahnya tetap tahan tanpa penyimpangan-penyimpangan. Benih setelah
melalui tahapan pengolahan (seed processing) biasanya dikemas untuk
selanjutnya dipasarkan dan disimpan dalam gudang sebagai cadangan untuk
mengantisipasi kebutuhan benih pada masa tanam berikutnya. Selama benih
dalam tahapan pemasaran atau disimpan dalam gudang, akan mengalami
kemunduran (deterioration) dan tidak lepas dari resiko kerusakan akibat serangan
hama yang kedua-duanya akan menyebabkan penurunan mutu. Tujuan
pengemasan adalah memudahkan pengelolaan benih, memudahkan transportasi
benih untuk pemasaran, memudahkan penyimpanan benih dengan kondisi yang
memadai, mempertahankan viabilitas benih, mengurangi deraan cuaca, dan
mempertahankan kadar air benih.
e. Penyimpanan
Kunci kebersihan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada
pengaturan kadar air dan temperatur ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) bahwa ketahanan
simpan benih dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu kadar air benih dan suhu
ruang simpan. Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar
air dimana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity) yang
memungkinkan proses metabolisme dapat berjalan. Proses metabolisme
meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dan dipercepat dengan
meningkatnya suhu ruang simpan.
Peningkatan metabolisme benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat
(Justice dan Bass, 1979). Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih
8
menurut Matthes et al., (1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air, daya
simpan dapat dua kali lebih lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air 5-
14%, serta suhu ruang simpan tidak melebihi dari 40% C. Secara praktis apakah
benih akan disimpan pada suhu kamar 28ºC, atau ruang sejuk 12ºC sangat
tergantung berapa lama benih akan disimpan dan tingkat kadar air benih yang akan
disimpan. Apabila daya berkecambah benih dipertahankan diatas 80% (sesuai
standar daya berkecambah benih), maka kadar air 12% (dapat dilaksanakan hanya
dengan sinar matahari pada musim kemarau) daya berkecambah benih masih
dapat dipertahankan sampai 10 bulan pada suhu kamar 28ºC. Jika kadar air benih
dapat diturunkan hingga mencapai kadar air 10%, daya berkecambah benih dapat
dipertahankan lebih lama lagi yaitu sampai 14 bulan dan pada kadar air 8% dapat
dipertahankan lebih dari 14 bulan. Daya berkecambah pada 14 bulan masih tinggi
89,34% dilain pihak pada kadar air yang tinggi 14% benih hanya tahan disimpan
selama 8 bulan dan pada kadar air 16% tahan hanya sampai 4 bulan. Pada
penyimpanan suhu sejuk 12ºC, daya berkecambah benih masih diatas 80% pada
kadar air 16% dan dapat bertahan selama 6 bulan, apabila kadar air diturunkan
menjadi 14% benih akan bertahan sampai 12 bulan dan kadar air 8-12% dapat
bertahan selama 18 bulan.
Penyimpanan benih sangat tergantung dari kadar air awal dan suhu ruang
simpan. Benih jagung jika disimpan pada kadar air kurang dari 10% pada suhu
ruang simpan 28ºC daya berkecambah masih diatas 80% sampai pada
penyimpanan 16 bulan, akan tetapi jika kadar air dinaikkan menjadi 12% daya
berkecambah benih pada penyimpanan 16 bulan hanya sekitar 60%, pada kadar
air 14% daya berkecambahnya hanya 40% bahkan pada kadar 16% sudah tidak
berkecambah pada penyimpanan 16 bulan. Benih akan mencapai keseimbangan
kadar air dengan kelembaban relatif (RH) disekitarnya. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai kadar air keseimbangan benih jagung sangat dipengaruhi oleh
kondisi RH lingkungannya. Pada benih jagung proses absorpsi (penyerapan) lebih
cepat dibanding dengan proses desorpsi (pelepasan) uap air dari benih. Pada
musim hujan kelembaban udara dapat mencapai 96%, sehingga benih yang
disimpan pada kondisi simpan terbuka (tidak kedap) akan cepat rusak karena
kadar air benih dapat mencapai 21%, sehingga diperlukan alat penyedot udara
(Dehurmedifier) agar keseimbangan kadar air benih dapat menurun. Namun
demikian, dipedesaan dengan fasilitas penyimpanan yang masih serba terbatas,
para petani menyimpan benih untuk kebutuhan usaha taninya lebih disarankan
menggunakan kemasan kedap, antara lain jerigen plastik. Dengan menggunakan
alat tersebut, kadar air benih relatif stabil ± 11%, sampai pada periode simpan 8
bulan (Arief. R. et al., 2001).
9
f. Pemanfaatan Jagung
Jagung termasuk bahan pangan utama kedua setelah beras. Sebagai sumber
karbohidrat, jagung mempunyai manfaat yang cukup banyak antara lain sebagai
bahan pangan, bahan pakan ternak, dan bahan baku industry olahan. Selain biji
sebagai hasil utama, batang dan daun muda juga merupakan bahan pakan ternak
yang sangat potensial, batang dan daun tua untuk pupuk hijau atau kompos, batang
dan daun kering untuk kayu bakar, selain itu batang jagung juga bisa digunakan
untuk lanjaran dan bahan kertas. Selain itu jagung bermanfaat sebagai bahan baku
olahan seperti marning jagung, nasi jagung instan, emping jagung, tortilla
(kerupuk jagung), eskrim jagung, dan susu jagung.
10
mempunyai pola pertumbuhan yang sama dengan jagung, namun interval waktu
antara tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai setiap tahap bergantung pada varietas dan
lingkungan tumbuh. Faktor lingkungan tersebut antara lain kelembaban dan
kesuburan tanah, hama dan penyakit, cekaman abiotik, populasi tanaman, dan
persaingan gulma. Menurut du Plessis (2008) bahwa pertumbuhan tanaman sorgum
dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu, fase vegetatif, fase reproduktif, dan
pembentukan biji dan masak fisiologis.
2.2.1 Morfologi Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) termasuk kelas Monocotyledoneae
(tumbuhan biji berkeping satu) dengan subkelas Liliopsida, ordo Poales yang
dicirikan melalui bentuk tanaman ternal dengan siklus hidup semusim, famili
Poaceae atau Gramineae, yaitu tumbuhan jenis rumput-rumputan dengan
karakteristik batang berbentuk silinder dengan buku-buku yang jelas, dan genus
Sorgum serta tribeAndropogon (Sumarno et al., 2013). Tanaman sorgum berasal
dari daerah timur Afrika pertama kali dibudidayakan sekitar 600-3000 tahun
sebelum Masehi, sorgum banyak dibudidayakan di Afrika dan juga banyak
keragaman liar yang ditemukan di daerah tersebut (Hariprasanna dan Rakshit,
2016). Nama ilmiah sorgum atau nama lain latin sorgum adalah Sorghum bicolor
L. Moench. Klasifikasi sorgum adalah sebagai berikut menurut Sumarno et al.,
(2013):
Kingdom : Plantae
Divisi : SpermatopHyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Sorghum
Spesies : Sorghum bicolor (L). Moench
Secara fisiologis, permukaan daun yang mengandung lapisan lilin dan sistem
perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam, cenderung membuat tanaman sorgum
efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air (Rifa’i et al., 2015). Genus sorgum
terdiri atas 20 atau 32 spesies, berasal dari Afrika Timur, satu spesies di antaranya
berasal dari Meksiko. Tanaman ini dibudidayakan di Eropa Selatan, Amerika Utara,
Amerika Tengah, dan Asia Selatan. Di antara spesies-spesies sorgum, yang paling
banyak dibudidayakan adalah spesies Sorghum bicolor L. Moench.
11
Morfologi tanaman sorgum mencakup akar, batang, daun, tunas, bunga, dan
biji sebagai berikut:
a. Akar
Tanaman sorgum merupakan tanaman biji berkeping satu, tidak membentuk
akar tunggang, perakaran hanya terdiri atas akar lateral. Sistem perakaran sorgum
terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal
batang, akar sekunder dan akar tunjang yang terdiri atas akar koronal (akar pada
pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar yang tumbuh di
permukaan tanah). Sorgum membentuk perakaran sekunder dua kali lebih banyak
dari jagung. Ruang tumbuh akar lateral mencapai kedalaman 1,3-1,8 m, dengan
panjang mencapai 10,8 m. Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotiledon,
sorgum mempunyai sistem perakaran serabut (Rismunandar, 2006).
b. Batang
Batang tanaman sorgum merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes)
dan buku (nodes), tidak memiliki kambium. Pada bagian tengah batang terdapat
seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym). Tipe
batang bervariasi dari solid dan kering hingga sukulen dan manis. Jenis sorgum
manis memiliki kandungan gula yang tinggi pada batang gabusnya, sehingga
berpotensi dijadikan sebagai bahan baku gula seperti halnya tebu (Hoeman, 2012).
Bentuk batang tanaman sorgum silinder dengan diameter pada bagian
pangkal berkisar antara 0,5-5,0 cm. Tinggi batang bervariasi, berkisar antara 0,5-
4,0 m, bergantung pada varietas. Ruas batang sorgum pada bagian tengah tanaman
umumnya panjang dan seragam di banding ruas pada bagian bawah dan atas
tanaman. Ruas paling panjang terdapat pada ruas terakhir (ujung tanaman), yang
berupa tangkai malai. Permukaan ruas batang sorgum mirip dengan tanaman tebu,
yaitu diselimuti oleh lapisan lilin yang tebal, kecuali pada ujung batang (du
Plessis, 2008). Tinggi tanaman sorgum bergantung pada jumlah dan ukuran ruas
batang. Tanaman sorgum memiliki tinggi rata-rata 2,6-4 m. Pohon dan daun
sorgum mirip dengan jagung. Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di
China dapat mencapai 5 m, dan struktur tanaman tinggi ideal dikembangkan untuk
pakan ternak dan penghasil gula.
c. Daun
Daun merupakan organ penting bagi tanaman, karena fotosintat sebagai
bahan pembentuk biomasa tanaman dihasilkan dari proses fotosintesis yang
terjadi di daun. Tanaman sorgum mempunyai daun berbentuk pita, dengan struktur
terdiri atas helai daun dan tangkai daun. Posisi daun terdistribusi secara
berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel pada ruas batang.
Panjang daun sorgum rata-rata 1 m dengan penyimpangan 10–15 cm dan lebar 5–
13 cm. Jumlah daun bervariasi antara 7–40 helai, bergantung pada varietas
(House, 2000).
12
Daun melekat pada buku-buku batang dan tumbuh memanjang, yang terdiri
atas pelepah dan helaian daun. Pertemuan antara pelepah dan helaian daun
terdapat ligula (ligule) dan kerah daun (dewlaps). Helaian daun muda kaku dan
tegak, cenderung melengkung pada saat tanaman dewasa. Helaian daun berbentuk
lanselot, lurus mendatar, berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan permukaan
mengkilap oleh lapisan lilin. Stomata berada pada permukaan atas dan bawah
daun. Tulang daun lurus memanjang dengan warna bervariasi dari hijau muda,
kuning hingga putih, bergantung pada varietas (du Plessis, 2008).
d. Tunas
Ruas batang sorgum bersifat gemmiferous, setiap ruas terdapat satu mata
tunas. Tunas yang tumbuh pada ruas di permukaan tanah akan tumbuh sebagai
anakan, sedangkan tunas yang tumbuh pada batang bagian atas menjadi cabang.
Cabang tanaman sorgum umumnya akan tumbuh apabila batang utama rusak,
misalnya setelah panen (ratun). Pertumbuhan jumlah cabang dan tunas atau
anakan bergantung pada varietas, jarak tanam, dan kondisi lingkungan tumbuh
tanaman sorgum. Suhu >180oC akan memicu munculnya anakan pada fase
pertumbuhan daun ke-4 sampai ke-6 (Andriani dan Isnaini, 2013).
e. Bunga
Bunga sorgum berada pada malai dan terletak di bagian ujung tanaman.
Bunga sorgum merupakan bunga tipe panikel/malai (susunan bunga di tangkai).
Bunga sorgum secara utuh terdiri atas tangkai malai (peduncle), malai (panicle),
rangkaian bunga (raceme), dan bunga (spikelet). Pembungaan dipicu oleh periode
penyinaran pendek dan suhu tinggi, karena sorgum merupakan tanaman hari
pendek.
Malai (panicle) pada tanaman sorgum tersusun atas tandan primer, sekunder,
dan tersier. Susunan percabangan pada malai semakin ke atas semakin rapat,
membentuk raceme yang longgar atau kompak, bergantung pada panjang poros
malai, panjang tandan, jarak percabangan tandan dan kerapatan spikelet. Ukuran
malai beragam dengan panjang berkisar antara 4-50 cm dan lebar 2-20 cm (Dicko
et al., 2006). Malai tanaman sorgum beragam, bergantung pada varietas dan dapat
dibedakan berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi, malai
sorgum ada yang tegak, miring dan melengkung, sedangkan berdasarkan
kerapatan, malai sorgum ada yang kompak, longgar, dan intermediet. Berdasarkan
bentuk, malai ada yang oval, silinder, elip, seperti seruling, dan kerucut. Tanaman
sorgum tipe liar, bentuk malai cenderung raceme terbuka (Hunter and Anderson,
1997).
f. Biji
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat dikelompokkan
sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), medium (12-24 mg) dan besar (25- 35
mg). Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (coat), embrio
13
(germ), dan endosperm. Rata-rata sorgum memiliki tinggi 2,6 sampai 4 meter. Biji
sorgum berbentuk bulat dengan ujung mengerucut, berukuran diameter 2 mm. Biji
sorgum tertutup sekam dengan warna coklat muda, krem atau putih, bergantung
pada varietas (Mudjisihono dan Suprapto, 2002).
Bagian lapisan luar biji sorgum terdiri atas hilum dan perikarp yang mengisi
7,3-9,3% dari bobot biji (du Plessis, 2008). Hilum berada pada bagian dasar biji.
Hilum akan berubah warna menjadi gelap atau hitam pada saat biji memasuki fase
masak fisiologis (Andriani dan Isnaini, 2013). Mesokarp merupakan lapisan
tengah dan cukup tebal, berbentuk polygonal, dan mengandung sedikit granula
pati. Endokarp tersusun dari sel yang melintang dan berbentuk abung, pada
endokarp terdapat testa dan aleuron. Pada lapisan ini terdapat senyawa fenolik
(Dicko et al. 2006). Warna biji sorgum ditentukan oleh warna kulit ari yaitu
lapisan terluar dari biji. Gen-gen yang mengendalikan warna biji sebagian besar
terekspresi pada pericarp (Trikoesoemaningtyas et al., 2017).
14
2.2.3 Pascapanen sorgum
a. Pengeringan
Pengeringan sorgum dilakukan 2 kali yaitu pada saat setelah panen dan
setelah dirontokkan. Pengeringan biasanya berlangsung selama ±60 jam. Hingga
kadar air turun menjadi 10-12%. Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar
air agar mempermudah proses selanjutnya dan juga penyimpanan. Frekuensi
proses pengeringan serta perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap kualitas
biji. Pengeringan yang lambat dapat memicu pertumbuhan jamur dan serangan
hama (Riwan Kusmiadi, 2012).
b. Perontokan
Setelah melalui proses pengeringan dan kadar air telah menurun kurang dari
20% menjadi 12-14% maka tahap selanjutnya adalah pemisahan biji sorgum dari
malainya. Perontokan sorgum umunya dilakukan dengan cara memukul-mukul
sorgum menggunakan alu dan sebagainya secara berulang-ulang sampai biji lepas
dari malainya, dengan kapasitas kerja 15kg/jam setelah dirontokkan sorgum
biasanya akan dibersihkan menggunakan perbayakan atau mesin grading
(Firmansyah et al., 2003).
c. Penyimpanan Sorgum
Bila biji disimpan dalam ruangan khusus dengan suhu rendah 18°C, beras
sorgum biasanya disimpan menggunakan karung goni kemudian disimpan dalam
gudang yang memenuhi syarat-syarat penyimpanan seperti bebas hama penyakit,
suhu serta kelembaban yang optimal. Kondisi penyimpanan yang baik untuk biji
sorgum hampir sama dengan penyimpanan biji jagung. Tujuan dari penyimpanan
ialah untuk mempertahankan kualitas biji dari kemungkinan faktor lingkungan
yang dapat merusak biji sorgum seperti serangan hama, biji berkecambah, dan
peningkatan kadar air yang dapat memicu tumbuhnya jamur (Riwan Kusmiadi,
2012).
d. Pemanfaatan Sorgum
Sebelum beras sorgum dikonsumsi, beras sorgum terlebih dahulu harus
melalui proses penyosohan untuk memisahkan kandungan tannin dalam kulit biji
(perikarp), semakin putih biji maka kandunngan tannin semakin sedikit. Sorgum
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan pengganti nasi dan dapat diolah
menjadi produk lain seperti nektar, kecap, tepung dan sebagainya. Tanaman
sorgum manis sering disebut sebagai bahan baku industri karena hampir semua
komponen biomasa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri.
Pemanfaatan sorgum manis biasanya diperoleh dari hasil-hasil utama (batang dan
biji) serta limbah (daun) dan hasil lainnya (Sumantri A. et al., 1996).
15
2.3 Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.)
Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) atau umumnya dikenal sebagai jali dalam
bahasa Indonesia, merupakan salah satu jenis tanaman serealia dari famili Poaceae
(Handayani et al., 2019). Hanjeli merupakan tumbuhan tahunan yang termasuk ke
dalam tumbuhan biji-bijian berkeping satu (Nurmala, 2003). Di Indonesia hanjeli
dikenal dengan nama lokal yang berbeda-beda diantarnya adalah hanjeli (Jawa
Barat), jelai (Kalimantan Timur), anjalai (Sumatera Barat), dan jelim (Aceh)
(Handayani et al., 2019). Tumbuhan hanjeli merupakan bahan pangan alternatif non
beras yang mudah dibudidayakan, tahan terhadap hama dan penyakit, toleran
terhadap kekeringan dan kebanjiran, serta memiliki adaptasi yang luas pada
berbagai kondisi lingkungan (Nurmala danIrwan, 2007).
Biji hanjeli var. ma-yuen dapat diolah menjadi beras hanjeli dan dikonsumsi
sebagai pangan fungsional pengganti beras. Hanjeli memiliki keunggulan
dibandingkan serealia lainnya jika dilihat dari kandungan gizinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Qosim dan Nurmala (2011), menunjukkan bahwa biji hanjeli
mengandung protein, lemak, dan vitamin B1 yang lebih tinggi dibandingkan beras,
jagung, milet, dan sorgum, sementara kandungan karbohidratnya lebih rendah
(Qosim dan Nurmala, 2011). Biji hanjeli mengandung 14% protein, 5% lemak, 65%
karbohidrat, 3% serat, 0,07% kalsium, 0,242% fosfor, dan 0,001% besi.
16
memiliki cangkang yang tipis dan mudah dipecahkan, sehingga mudah untuk
mendpatkan biji didalamnya untuk bahan makanan. Jenis ini pun memiliki sedikit
variasi, misalny hanjeli beras dan ketan.
b. Varietas lacryma-jobi
Jenis yang liar (var. stenocarpa, var. monilifer) seringkali dianggap sebagai
gulma, karena mudah sekali tumbuh secara liar. Jenis ini memiliki cangkang yang
sangat keras, sulit dipecahkan. Biasanya jenis hanjeli batu tumbuh liar. Sebab
tanamannya membentuk rimpang yang mampu bertahan pada musim kemarau.
Pada musim penghujan, rimpang hanjeli batu ini akan tumbuh lagi untuk
membentuk rumpun baru. Tanaman hanjeli ini tumbuh lebih pendekm namun
dengan rumpun lebih padat. Batang hanjelui batu hijau gelap. Tinggi tanaman
hanjeli batu hanya sekitar 1 m, dengan jumlah tanaman dalam tiap rumpun
mencapai belasan individu. Daun lebar, pinggir menggelombang, dan warna hijau
gelap. Lebar helai daun 5 cm, dengan panjang 60 m. daun tumbuh pada tiap ruas
batang dengan membentuk seludang (pelepah daun) (Hidayat et al., 2017).
17
2.4 Pengujian Mutu Benih
a. Kadar Air
Kadar air suatu benih adalah hilangnya berat air apabila benih dikeringkan
sesuai dengan metode. Kadar air dijelaskan dalam persentase berdasarkan berat
awal benih. Pengujian untuk penerimaan metode suhu tinggi konstan, yaitu 1,2,3
atau 4 jam pada suhu 130º C, tidak wajib dan hanya diperlukan ketika permintaan
penyertaan metode suhu tinggi dan konstan dibuat. Hal ini melibatkan
perbandingan metode acuan dan metode suhu tinggi konstan dalam suatu uji
perbandingan. Dengan tujuan untuk menentukan kadar air benih dengan metode
oven untuk pengujian rutin. (Arief et al., 2009)
b. Kemurnian Fisik
Di pengujian ini terdapat 3 hasil saat pengujian dilalukan:
1. Benih Murni Benih murni harus yang sesuai dengan yang persyaratan
pengirim atau secara dominan ditemukan didalam contoh benih termasuk
semua benih varietas tanaman dan kultivar dari spesies tersebut
2. Kotoran benih harus meliputi unit benih dan semua bahan dan struktur lain
yang bukan benih murni atau benih tanaman lain:
a) Unit benih yang terlihat jelas tidak mengandung benih sejati (true seed).
b) Floret dari spesies dengan caryopsis kurang dari ukuran minimal yang
telah ditentukan. Floret steril yang menempel pada floret fertil harus
dipisahkan kecuali genus tertentu
c) Bagian dari unit benih yang pecah atau rusak dan berukuran setengah
atau kurang dari setengah ukuran aslinya.
3. Benih tanaman lain harus mencakup unit benih tanaman spesies lain yang
terikut selain benih murni.
c. Daya Kecambah
Perkecembahan benih dan ketentuan pengujian adalah muncul dan
berkembangnya kecambah hingga mencapai stadia, bagian dari struktur
pentingnya menunjukkan kemampuan kecambah tersebut untuk berkembang
lebih lanjut menjadi tanaman yang tumbuh baik dan kondisi lapang yang
optimum, pengujian ini dilakukan untuk menentukan potensi perkecambahan
suatu benih, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih
dari lot-lot yang berbeda serta untuk menduga untuk nilai pertanaman di lapang.
1. Kecambah Normal: Kecambah yang menunjukkan potensi untuk
berkembang menjadi tanaman yang sempurna ketika ditumbuhkan pada
kondisi yang optimum.
2. Kecambah Abnormal: Kecambah yang tidak menunjukkan potensi untuk
berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi yang optimum.
3. Benih Keras: benih yang tetap keras pada akhir pengujian daya
berkecambah, karena benih tidak menyerap air.
18
4. Benih Segar: benih yang karena dormansi, gagal berkecambah pada akhir
pengujian daya berkecambah, tetapi benih tetap bersih, segar dan memiliki
potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal (mampu
berimbibisi).
5. Benih Mati: Benih yang sampai pada akhir pengujian daya berkecambah
tidak termasuk kategori benih keras, benih segar atau tidak berkecambah
(biasanya lunak dan berubah warnaatau kadang-kadang berjamur).
19
BAB III
GAMBARAN UMUM BPSI TANAMAN SEREALIA
20
3.2. Visi Misi berdasarkan pada Kementan
3.2.1. Visi Kementan
Visi Kementan adalah “Pertanian yang Maju, Mandiri dan Modern untuk
Terwujudnya Indoesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong-Royong”.
3.2.2. Misi Kementan
Adapun Misi Kementan yaitu:
- Mewujudkan ketahanan pangan
- Meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian, serta
- Meningkatkan kualitas SDM dan prasarana Kementerian Pertanian
Jabatan Fungsional
21
BAB IV
METODOLOGI
22
g. Pengemasan,
Alat dan bahan yang digunakan adalah timbangan, benih jagung, baskom,
timba, kemasan plastik (polyethylene), alat pres (Impuse sealer/PCS-2001).
h. Penyimpanan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu benih jagung yang telah dikemas, meja
dan lemari rak.
4.2.3 Uji Mutu Benih
a. Kadar air
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sampel, grinding miil, oven, wadah/
cawan, desikator dan timbangan.
b. Kemurnian fisik
Alat dan bahan yang dibutuhan adalah sampel, kaca pembesar, lampu
penerang (reflected light) dan timbangan.
c. Daya kecambah
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sampel, kertas, air, wadah,
germinator inkubator dan room germinator.
23
Borate-EDTA) 10x, DNA Stock, Lambda DNA Standar (50, 100, 200 dan 300),
Ethidium bromide (EtBr) 10 mg/ml, marker DNA, Green taq (Taq DNA
Polymerase) (genetika sains), primer SSR untuk hanjeli dan sorgum, air ultrapure
steril, nanopure (NP), mineral oil, Acrylamide 8%, Temed (tetramethyl
ethylenediamine), APS (Ammonium persulfat), NaOH (Natrium Hidroksida),
silver staining, kertas parafilm, tissue khusus (kimwipes), Aquades, formaldehid,
aluminium foil, plastik, kertas, sabun cuci, air, tissue, pipet tip steril (2-20 μl, 100-
1000 μl), tip steril masing-masing pipet.
Alat yang digunakan dalam prosedur kerja ini yaitu mesin PCR (Polymerase
chain reaction), UV transilluminator, oven/microwave, microcentrifuge,
centrifuge, water bath, hot plate dan stirrer bar, perlengkapan elektroforesis
horizontal dan vertikal, vortex mixer, shaker, freezer, kulkas, timbangan (neraca
analitik, mortar dan pestle, spatula, tabung mikro (tube/eppendof) 2,0 dan 1,5 ml,
labu Erlenmeyer, pipet tip steril (2-20 μl, 100-1000 μl), tip steril masing-Masing
pipet.
24
4.3.2 Prosesing/Pascapanen Jagung
a. Penjemuran tongkol
1. Diawali mempersiapkan alat dan bahan
2. Lalu menuang jagung ke lantai penjemuran
3. Jagung yang telah dituang kemudian ratakan dan dibuat alur menggunakan
pengaduk bergerigi (menyerupai garpu)
4. Pada setiap 2-3 jam dilakukan pengadukan
5. Memeriksa kadar air jagung jika sudah menurun dari 28-30% menjadi 20-
25% maka penjemuran dapat dihentikan, jagung dimasukkan kedalam
karung menggunakan sekop
6. Penutupan jagung menggunakan terpal pada sore hari/hujan jika dirasa
belum kering
b. Pemipilan/thresher
1. Langkah pertama diawali dengan menyalakan mesin
2. Meyiapkan baskom/wadah pada sisi mesin
3. Lalu menuang jagung ke wadah mesin
4. Benih yang keluar dari mesin kemudian ditadah menggunakan baskom
5. Memasukkan benih jagung ke karung
6. Tongkol sisa pemipilan dimasukkan kedalam karung yang terpisah dengan
karung tempat benih
c. Penjemuran benih/pengeringan
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Manual dengan memanfaatkan sinar matahari
- Menyiapkan terpal yang akan digunakan sebagai alas benih
- Menuangkan benih jagung di atas terpal
- Kemudian benih jagung diratakan dengan menggunakan spatula
2. Menggunakan alat pengering corn dryer dengan memanfaatkan panas dari
hasil pembakaran tongkol jagung.
- Benih yang telah dithresher dikeringkan melalui corn dryer
- Benih jagung dituangkan ke cron dryer kemudian diratakan hingga
ketebalan 40cm
- Suhu udara pengeringan 38-43°C
- Pembalikan dilakukan setiap 2-4 jam selama proses pengeringan
- Pengeringan dihentikan jika kadar air sudah mencapai 9-11%.
d. Grading
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menuang benih jagung ke wadah mesin grading
3. Menadah benih menggunakan karung
4. Setelah digrading, benih dimasukkan ke dalam karung
e. Seleksi benih
25
1. Benih diletakkan diatas meja yang terbuat dari besi
2. Memisahkan benih yang terbaik dari benih yang tidak layak lagi
3. Mengumpulkan benih yang terbaik.
f. Pengemasan
1. Menyalakan timbangan
2. Menimbang kemasan
3. Memasukkan benih kedalam kemasan sesuai kebutuhan kemasan
4. Permukaan kemasan di pres tanpa ada udara dalam kemasan.
g. Penyimpanan
1. Jagung yang telah dikemas kemudian disusun 5 ke atas
2. Jagung disimpan dalam satu ruangan dengan rapih
Keterangan:
M1 = berat cawan + tutup dalam gram
M2 = berat cawan + isi + tutup dalam gram sesudah dipanaskan
A = berat sampel
26
4.3.4 Uji Kemurnian Fisik Benih
a. Ambil contoh kerja dari contoh kirim sesuai dengan teknik pengambilan
contoh (sampling) yang ada di IK Benih-01. Berat minimum contoh kerja dan
contoh kirim harus memenuhi persyaratan Perkecualian untuk benih dari
spesies Poaceae (Gramineae) yang telah diseragamkan dengan menggunakan
blower.
b. Pisahkan contoh kerja ke dalam tiga komponen yakni benih murni, benih
tanaman lain dan kotoran benih. Identifikasi jenis dari benih tanaman lain
maupun kotoran benih sejauh yang memungkinkan. Pemisahan ini hanya
didasarkan kepada definisi dari masing-masing komponen tanpa
memperhatikan kemampuan benih berkecambah.
c. Timbang berat masing-masing komponen. Penimbangan dari contoh kerja
maupun komponennya mengikuti aturan.
d. Hitung persentase dari masing-masing komponen. Persentase dibuat
berdasarkan jumlah berat dari ketiga komponen hasil pemisahan (bukan dari
berat contoh kerja awal).
e. Laporkan hasil uji kemurnian dengan menyebut persentase dari masing-
masing komponen dalam satu desimal. Jika persentase dari satu
fraksi/komponen adalah kosong, maka harus dituliskan 0,0%. Komponen
yang mempunyai persentase kurang dari 0,05% harus dilaporkan sebagai
‘Trace’ atau mikro.
f. Jumlahkan persentase dari semua fraksi/komponen. Jika jumlah dari semua
fraksi kurang dari 100% (tidak termasuk ‘Trace’), misalkan 99,9 atau 100,1%,
maka tambahkan atau kurangkan 0,1% kepada fraksi yang mempunyai
persentase terbesar (umumnya dari fraksi benih murni). Jika selisihnya lebih
dari 0,1%, maka lakukan pengecekan ulang dalam perhitungannya.
27
c. Tanam benih pada setengah bagian media kertas koran, setengah bagian
lainnya dilipat ke atas benih
d. Lipat sisi media kertas koran tersebut
e. Beri label (tanggal tanam, nomor kode, dan ulangan)
f. Tempatkan pada rak dan masukkan dalam germinator
g. Pengamatan dilakukan sesuai dengan IK Metode Pengujian.
h. Setiap pengamatan, kecambah yang tumbuh normal dan biji yang
berjamur/busuk dihitung dan dibuang.
Adapun rumus pada pengujian daya kecambah:
𝑁
%𝑁 = 𝑁+𝐴𝑏+𝐵𝑆+𝐵𝐾+𝑀 × 100%.......................... (5)
𝐴𝑏
%𝐴𝑏 = 𝑁+𝐴𝑏+𝐵𝑆+𝐵𝐾+𝑀 × 100%........................ (6)
𝐵𝑆
%𝐵𝑆 = 𝑁+𝐴𝑏+𝐵𝑆+𝐵𝐾+𝑀 × 100%........................ (7)
𝐵𝐾
%𝐵𝐾 = 𝑁+𝐴𝑏+𝐵𝑆+𝐵𝐾+𝑀 × 100%....................... (8)
𝐵𝑀
%𝑀 = × 100%......................... (9)
𝑁+𝐴𝑏+𝐵𝑆+𝐵𝐾+𝑀
Keterangan:
N : Jumlah Benih Normal
AB : Jumlah Benih Abnormal
BS : Jumlah Benih Segar
BK : Jumlah Benih Keras
BK : Jumlah Benih Mati
28
4. Tepung sorgum, tepung terigu dan coklat bubuk dicampur, kemudian
ditambahkan ke dalam adonan yang di mixer lalu diaduk hingga rata
5. Masukkan campuran margarin dan coklat yang sudah dipanaskan
tambahkan coklat pasta
6. Cetakan disiapkan dan diolesi dengan margarin lalu dibaluri dengan
tepung terigu
7. Adonan gituan dalam cetakan
8. Kemudian dikukus selama 30 menit dengan api sedang hingga matang
9. Menambahkan keju sebagai hiasan
c. Pembuatan Susu Jagung
1. Jagung muda dicuci bersih
2. Panaskan air hingga mendidih
3. Celupkan jagung pada air mendidih sampai berubah warna
4. Jagung ditiriskan dan didinginkan
5. Jagung dipipil atau dipisahkan dari tongkol
6. Jagung pipilan dihaluskan menggunakan blender
7. Kemudian disaring menggunakan lapisan dan kain kasa agar ampas dan
airnya dipisahkan
8. Air hasil saringannya ditambahkan gula dan susu bubuk
9. Dimasak hingga mendidih sambil diaduk setelah mendidih maka susu siap
untuk dihidangkan
d. Es Krim Jagung
1. Ekstrak jagung yang sudah siap dicampur dengan susu full cream, gula
pasir, dan cmc secukupnya
2. Pengadukan adonan sehigga tercampur dengan rata
3. Adonan dimasukkan kedalam alat penggiling untuk mengentalkan
4. Adonan yang sudah digiling dimasukkan kedala cup eskrim.
5. masukkan cup eskrim didalam freezer kulkas dan tunggu selama 1 malam
hingga mengeras. Setelah itu eksrim siap dihidangkan
29
6. Kemudian di inkubasi selama 30 menit pada suhu 60°C didalam water
bath, setiap 15 menit dihomogenkan dengan cara dibolak balik.
7. Kemudian sampel diangkat dan didinginkan dalam suhu ruang setelah itu
setiap tube ditambahkan larutan chisam sebanyak 500 μl kemudian di
vortex.
8. Sampel kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada suhu 20°C pada
kecepatan 115 rpm.
9. Sampel yang telah dicentrifugasi diangkat dan diambil supernatannya
yang terletak pada bagian atas kemudian dipindahkan kedalam tube 1,5
ml.
10. Tambahkan larutan Isopropenol sebanyak 800 μl. Selanjutnya masukkan
ke dalam freezer selama 1 jam atau lebih.
11. Setelah 1 jam larutan diambil dan dikeluarkan dari freezer, kemudian
setiap tube diambil dan diputar-putar diatas telapak tangan hingga muncul
lender putih (DNA) sampai semua tube selesai diputar, lalu di lakukan
sentrifugasi kembali selama 10 menit suhu 20°C dan kecepatan 115 rpm.
12. Cairan isopropanol dibuang, hingga yang tersisa hanya DNA yang
mengendap dari dasar tube, kemudian ditambhkan etanol dingin 70%
sebanyak 5000 μl tiap tubenya, kemudian disentrifugasi kembali selama 5
menit pada suhu 20°C dan 112 rpm, lalu etanol yang telah dimasukkan
dibuang kembali.
13. Tutup tube dibuka dan dikeringkan diatas nampan yang telah dialasi
dengan tissue, lalu semua tube disejajarkan dengan posisi setiap tube
berbaring, dan dikeringkan
14. Setelah kering lalu tambahkan TE Buffer pH 8.0 sebanyak 10 μl lalu di
flip sampai larut kemudian dimasukkan ke freezer.
b. Metode isolasi DNA sorgum dan hanjeli (vitamin c pencucian 2 kali)
1. Langkah kerja no 1-3 metode B, sama dengan langkah kerja no 1-3
metode A.
2. Sampel digunting kecil-kecil lalu dimasukkan kedalam mortar lalu
ditambahkan 1.500 μl buffer CTAB (pipet yang digunakan yaitu 1000).
3. Sampel kemudian disentrifugasi selama ±4 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm, setelah itu sampel dimix untuk menghomogenkan.
4. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru kemudian
tambahkan kembali larutan asam askorbat sebanyak 200μl.
5. Sampel disentrifugasi kembali selama ±4 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm
6. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru dengan
menduplo sampel pada saat dimasukkan kembali di tube dan ditambahkan
lagi dengan buffer 200 μl.
30
7. Dimasukkan kembali didalam water bath selama 30 menit pada suhu
60°C, setiap 15 menit dihomogenkan dengan cara dibolak balik.
8. Tambahkan larutan chisam 500 μl dengan mikropipet dan divortex/mix
9. Sampel disentrifugasi kembali selama ±5 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm.
10. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru dan
divortex/mix.
11. Tambahkan larutan Isopropenol sebanyak 800 μl. Selanjutnya masukkan
ke dalam freezer selama 1 jam atau lebih.
12. Setelah 1 jam larutan diambil dan dikeluarkan dari freezer lalu di flip,
kemudian setiap tube diambil dan diputar-putar diatas telapak tangan
hingga muncul lendir putih (DNA) sampai semua tube selesai diputar, lalu
di lakukan sentrifugasi kembali selama 10 menit suhu 20°C dan kecepatan
115 rpm.
13. Cairan isopropanol dibuang, hingga yang tersisa hanya DNA yang
mengendap dari dasar tube, kemudian ditambhkan etanol dingin 70%
sebanyak 5000 μl tiap tubenya, kemudian disentrifugasi kembali selama 5
menit pada suhu 20°C dan 112 rpm, lalu etanol yang telah dimasukkan
dibuang kembali.
14. Tutup tube dibuka dan dikeringkan diatas nampan yang telah dialasi
dengan tissue, lalu semua tube disejajarkan dengan posisi setiap tube
berbaring, dan dikeringkan.
15. Setelah kering lalu tambahkan TE Buffer pH 8.0 sebanyak 10 μl lalu di
flip sampai larut kemudian dimasukkan ke freezer.
c. Metode isolasi DNA sorgum dan hanjeli (vitamin c pencucian 1 kali)
1. Langkah kerja no 1-3 metode C, sama dengan langkah kerja no 1-3
metode A.
2. Sampel digunting kecil-kecil lalu dimasukkan kedalam mortar lalu
ditambahkan 1.500 μl buffer CTAB (pipet yang digunakan yaitu 1000).
3. Sampel kemudian disentrifugasi selama ±4 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm, setelah itu sampel dimix untuk menghomogenkan.
4. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru kemudian
tambahkan kembali larutan asam askorbat sebanyak 200μl.
5. Kemudian di inkubasi selama 30 menit pada suhu 60°C didalam water
bath, setiap 15 menit dihomogenkan dengan cara dibolak balik.
6. Sampel disentrifugasi kembali selama ±4 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm
7. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru dan
divortex/mix
31
8. Dimasukkan kembali didalam water bath selama 30 menit pada suhu
60°C, setiap 15 menit dihomogenkan dengan cara dibolak balik.
9. Tambahkan larutan chisam 500 μl dengan mikropipet dan divortex/mix
10. Sampel disentrifugasi kembali selama ±10 menit pada suhu 20°C dengan
kecepatan 115 rpm
11. Ambil supernatant kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru dan
divortex/mix
12. Tambahkan larutan Isopropenol sebanyak 500 μl. Selanjutnya masukkan
ke dalam freezer selama 1 jam atau lebih.
13. Setelah 1 jam larutan diambil dan dikeluarkan dari freezer lalu di flip,
kemudian setiap tube diambil dan diputar-putar diatas telapak tangan
hingga muncul lendir putih (DNA) sampai semua tube selesai diputar, lalu
di lakukan sentrifugasi kembali selama 10 menit suhu 20°C dan kecepatan
115 rpm.
14. Cairan isopropanol dibuang, hingga yang tersisa hanya DNA yang
mengendap dari dasar tube, kemudian ditambhkan etanol dingin 70%
sebanyak 5000 μl tiap tubenya, kemudian disentrifugasi kembali selama 5
menit pada suhu 20°C dan 112 rpm, lalu etanol yang telah dimasukkan
dibuang kembali.
15. Tutup tube dibuka dan dikeringkan diatas nampan yang telah dialasi
dengan tissue, lalu semua tube disejajarkan dengan posisi setiap tube
berbaring, dan dikeringkan.
16. Setelah kering lalu tambahkan TE Buffer pH 8.0 sebanyak 10 μl lalu di
flip sampai larut kemudian dimasukkan ke freezer.
4.3.8 Uji Kuantitas dan Kualitas DNA
a. Uji Kuantitas DNA Menggunakan Spektrofotometer
Uji kuantitas menggunakan alat nano spechropHotometer. Proses
pengerjaanya sebagai berikut:
1. DNA yang sudah disiapkan selanjutnya diambil sebanyak 1 μl dengan
menggunakan mikropipet ukuran 1-20 μl
2. DNA kemudian diteteskan diatas nano spechropHotometer dan secara
otomatis alat tersebut akan menghasilkan data nilai konsentrasi DNA
(ng/mikro) dan nilai kemurnian (purity) DNA.
b. Uji Kualitas DNA Menggunakan Elektroforesis Horizontal
Uji kualitas DNA dilakukan dengan teknik elektroforesis horizontal
menggunakan gel agarose 1%. Proses pengerjaannya yaitu sebagai berikut:
1. Pembuatan gel agarose
a) Menimbang 1,5 gr agarose.
b) Memasukkan agarose ke dalam Erlenmeyer dan dicampur dengan
300 ml buffer TBE 0,5x kekentalannya.
32
c) Memanaskan larutan tersebut menggunakan hot plate sambal diaduk
menggunakan magnetic stirrer sampai larutan berwarna bening.
d) lalu masukkan kedalam microwave selama 2,5 menit (keadaan
larutan sudah bening). Mendinginkan suhu larutan diturunkan
hingga (40-50oC) kemudian tambahkan Redsafe 100 ml kemudian
tuang ke tangki Elektroforesis.
2. Memasang sisir pada cetakan, lalu larutan dituang ke dalam cetakan
elektroforesis. Biarkan gel sampai terjadi polimerisasi (mengeras) ±45
menit dan angkat sisir dari cetakan dengan hati-hati maka terbentuk sumur
gel.
3. Penyiapan DNA dan lambda DNA
a) Menyiapkan kertas parafilm dengan menggunting kertas berbentuk
segi empat, lalu buat titik-titik pada permukaan kertas parafilm
dengan gel loading dye sebanyak 4μl menggunakan mikropipet.
b) Sampel DNA yang berada pada tube diambil dengan menggunakan
mikropipet sebanyak 4 μl (diambil bagian tengahnya), lalu diteteskan
pada permukaan gel loading dye sambil dihomogenkan.
c) Dibuat kembali titik loading dye diatas parafilm lalu setiap titik
loading dye di gabungkan dengan λ300, 200, 100, dan 50.
4. Setelah agar memadat sisir diangkat secara perlahan, lalu DNA
dimasukkan ke dalam sumur gel yang ada pada agar secara perlahan
supaya lubangnya tidak rusak. Langkahi l4 lubang karena 4 lubang
pertama akan dimasukkan λ300,200, 100, dan 50.
5. Gel dimasukkan kedalam alat elecktoforesis kemudian ditutup rapat.
Kabel dihubungkan sesuai dengan warna, lalu mengatur voltase dengan
tegangan 110 V dan ditunggu selama 1 jam. Lalu dilihat pergerakannya
dari kutub negative ke kutub positif.
6. Setelah cukup 1 jam, alat dimatikan kemudian dibuka tutup tangkinya dan
gel diangkat dengan hati-hati dan dimasukkan kedalam bak yang berisi
larutan larutan Ethidium Bromida dan direndam selama 10 menit untuk
dilakukan pewarnaan lalu ditunggu 5-10 menit.
7. Meletakkan gel diatas UV transluminator dan visualisasi dengan
menggunakan kamera. Setelah didapatkan hasil DNA nya lalu dilanjutkan
dengan pembacaan DNA sesuai dengan lamda pembaca yaitu λ300, 200,
100, dan 50.
4.3.9 Pengenceran DNA
Larutan DNA stock diencerkan menjadi 10 ng/µl sebagai konsentrasi larutan
stok untuk PCR. Untuk menghitung seberapa banyak larutan DNA yang diambil,
digunakan rumus sebagai berikut:
M1 . V1 = M2 .V2
vVVBDJHLERJG
33
NVKERGJKVNV2
Keterangan:
M1 = konsentrasi DNA stok
V1 = volume stok yang akan dilarutkan
M2 = konsentrasi larutan kerja
V2 = volume larutan kerja yang disiapan
34
f. Memasukkan comb atau sisir (untuk membuat sumur gel) ke dalam gel.
Diamkan selama 30 menit atau hingga gel mengeras.
g. Menuang TBE 1x ke dalam reservoir atas dan bawah.
h. Sisir atau comb diangkat dengan hati-hati, terbentuklah sumur gel.
i. Memasukkan sampel DNA (kocktail yang telah di PCR) ke dalam sumur-
sumur gel sebanyak 4 µl (pada bagian ujung kanan dan kiri diberi
marker/penanda).
j. Setelah sampel selesai dimasukkan, tutup reservoir, letakkan power lead pada
elektroda dibagian atas sesuai denga warna
k. Menyambungkan power lead ke power supply yang telah ON, proses
elektroforesis/running mulai berjalan.
l. Elektroforesis berjalan selama 60 menit atau sampai dye biru telah berada
pada bagian bawah gel.
m. Mencabut/mematikan power supply, diamkan selama beberapa saat. Buka
penjepit kiri dan kanan. Lalu melakukan visualisasi fragmen pita DNA
adapun caranya sebagai berikut:
1. Plate kaca fragmen DNA diangkat dan dimasukkan ke dalam nampan yang
berisi aquadest 1 L, untuk memudahkan pelepaskan gel dari plate kaca.
2. Memindahkan gel yang telah terlepas ke dalam nampan yang berisi 1L
silver staining,
3. untuk proses pewarnaan gel, nampan di shaker dengan kecepatan 70 rpm
selama 5 menit.
4. Memindahkan gel ke dalam nampan yang berisi 1 L aquadest selama 2-3
menit. Kemudian gel dipindahkan ke dalam nampan yang berisi 1 L NaOH
kemudian nampan digoyang-goyangkan secara perlahan hingga gel
berubah warna menjadi kuning kecoklatan (gold) dan pita DNA telah
nampak.
5. Memindahkan gel ke dalam tray yang berisi 1 L aquades dan tray di shaker
dengan kecepatan 70 rpm selama 2-3 menit.
6. Memindahkan gel pada plastik yang telah disedikan, lalu di bawa ke white
table untuk difoto. Pita DNA siap untuk diskoring.
35
BAB V
HASIL KEGIATAN
36
Gambar 3. Penyiapan Lahan
c. Penanaman
Pola penanaman pada setiap lahan dilakukan pembentangan tali jarak lubang
yang sudah diberi tanda pada tali sebagai jarak tanam. Setiap tanda pada tali di
tugal menggunakan kayu sebagai pembuatan lubang tanam. Jarak tanam yang
dianjurkan ada 2 cara adalah: (a) 70 cm x 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam,
atau (b) 75 cm x 25 cm dengan 2 benih per lubang tanam). Dengan jarak tanam
seperti ini populasi mencapai 66.000-71.000 tanaman/ha. Pengaturan jarak tanam
jagung dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah. Tanah yang subur cenderung
lebih jarang dibanding dengan tanah yang kurang subur. Jarak tanam yang ideal
untuk tanaman jagung adalah 75 X 25 cm.
37
cepat dan tidak menguap. Pemupukan pertama tanaman jagung menggunakan
pupuk urea dan phonska pada umur 7-14 hst, pemupukan kedua menggunakan
pupuk urea pada umur 30-35 hst.
Gambar 5. Pemupukan
Gambar 6. Penyiangan
f. Penjarangan
Penjarangan adalah kegiatan mengurangi jumlah tanaman, kegiatan ini
dilakukan apabila diperlukan. Misalnya, jika dalam satu lubang tanam, tumbuh
tiga tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya satu atau dua tanaman per
lubang maka tanaman tersebut harus dikurangi. Penjarangan dilakukan pada saat
umur tanaman 14-21 hst. Hal ini dimaksudkan agar akar tanaman belum terlalu
dalam sehingga tidak terlalu mengganggu tanaman yang ditinggalkan. Cabut
tanaman yang ukurannya kecil, tidak normal, atau sakit. Putar (pelintir) tanaman
tersebut hingga akarnya putus. Usahakan tidak mengganggu tanaman yang
ditingalkan. Sisakan tanaman sesuai dengan jarak tanam (satu atau dua tanaman
per lubang). Satu tanaman per lubang adalah untuk jarak tanam 75 cm x 25 cm,
sedangkan dua tanaman per lubang adalah untuk jarak tanam 75 cm x 25 cm.
38
Gambar 7. Penjarangan jagung
g. Pengairan
Pengairan diperlukan bila musim kemarau pada umur pertumbuhan 15 hst, 30
hst, 45 hst, 60 hst, dan 75 hst. Pada fase atau umur tersebut tanaman jagung sangat
riskan dengan kekurangan air. Pengairan dengan pompanisasi pada
wilayah/daerah yang terdapat air tanah dangkal sangat efektif untuk
dikembangkan pada budidaya jagung.
Gambar 8. Pengairan
5.1.2 Tanaman Sorgum
a. Jenis tanaman sorgum
Terdapat banyak jenis tanaman, antara lain
1. Sorgum berumur pendek/ semusim (SorghumVulgare)
2. Sorgum makanan ternak, Varietas sachartum batangnya banyak
mengandung gula yang dapat dipakai untuk membuat sirup. Ditanam juga
untuk menghasilkan pakan ternak.
3. Sorgum penghasil biji non saccharing. Jenis sorgum ini diantaranya milo,
kafir, feteria dan helgari batangnya tidak mengandung gula dan bijinya
mengandung karbohidrat, protein dan lemak, daun untuk pakan ternak
4. Sorgum sapu Jenis tanaman sorgum ini menghasilkan malai yang panjang
tangkainya (30-90 cm) untuk dijadikan sapu dan sikat
5. Sorgum rumput (Sorghum vulgare sudanense) Jenis ini dikenal sebagai
rumput sunda, mempunyai sifat tahan kering dan tahan kekurangan air.
Jenis ini dpat tumbuh dengan baik ditempat Rumput Benggala dan
Paspalum. Rumput ini dapat mencapai ketinggian 1,5 meter.
39
6. Sorgum Tahunan (Sorghum helepensis) Jenis sorgum ini merupakan nenek
moyang Sorghum vulgare, dimana jenis sorgum ini tidak menghasilkan
biji, namun dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak.
b. Persiapan lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, kemudian dicangkul atau
dibajak 2 kali dan diratakan. Tanah yang sudah diolah sebaiknya diberikan pupuk
organik, misalnya pupuk kandang atau kompos. Sebaiknya pengolahan tanah
dilakukan 24 minggu sebelum tanam.
40
Gambar 11. Pemupukan Sorgum
e. Pemeliharaan
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan, kemudian
dilaksanakan tergantung kepada banyaknya populasi gulma.
41
hama ini dengan cara menyimpan biji sorgum yang dicampur dengan
serbuk daun putri malu (Mimosa pudica) dengan perbandingan 10: 1.
d) Karat Daun
Munculnya noda kecil berwarna merah karat yang diikuti dengan
timbulnya massa tepung berwarna coklat kekuning-kuningan yang
menutupi permukaan daun. Pengendaliannya dengan cara memangkas
daun yang terinfeksi berat dan melakukan rotasi tanaman.
e) Bercak Daun
Munculnya bercak bulat berukuran kecil dan berwarna kuning yang
dikelilingi warna coklat pada daun yang terinfeksi. Pengendalian dengan
menanam varietas yang tahan (Mandau) dan disemprot dengan fungisida
(Dithane M-45 atau antracol 70 WP).
f. Pasca dan pascapanen
Panen dilakukan jika sebagian besar daun sudah menguning, buah mulai
berubah warna dari hijau ke kuning kecoklatan dan retak-retak, malai sudah
keliatan tua, batang berwarna agak coklat dan gundul, dengan umur rata-rata
sorgum 120 hari. 2. Setelah panen selesai, seluruh hasil panen hendaknya dijemur
diatas tikar, anyaman bambu atu lantai selama 3 hari dengan dilakukan
pembalikan berulang kali. Biji Sorgum yang akan digunakan sebagai benih
dijemur secara terpisah dengan kadar air 10-15%.
5.2 Prosesing
5.2.1 Pascapanen Jagung
a. Penjemuran
Jagung yang telah dipanen kemudian dijemur di bawah lantai kering sampai
kadar air mencapai 20-25%. Jagung dihamburkan di atas lantai kemudian dibentuk
alur pada jarak jagung. Pemberian alur pada penjemuran jagung ini dimaksudkan
agar semua bagian biji terkena sinar matahari. Saat dijemur jagung harus dibalik
menggunakan pengaduk, dilakukan pembalikan 4 sampai 5 kali agar jagung kering
merata. Jika jagung belum kering ditutup menggunakan terpal.
42
Gambar 13. Penjemuran Tongkol Jagung
b. Seleksi Tongkol
Seleksi tongkol pada jagung dilakukan setelah proses penjemuran dan kadar
air telah mencapai kurang lebh 20%. Seleksi dilakukan di dalam ruangan dengan
terpal sebagai alas. Tahapan ini dilakukan untuk memisahkan jagung yang sehat
dan utuh dengan jagung yang rusak seperti berjamur atau tidak utuh yang dapat
dilihat dari penampakan bijinya. Ciri-ciri jagung yang utuh dan sehat yaitu warna
biji yang terlihat seuai dengan varietasnyas serta bentuk yang tidak mengalami
kerusakan. Sedangkan ciri-ciri jagung yang rudak dan berjamur yaitu memiliki
warna berbeda dari varietasnya seperti berwarna kehitaman karena berjamur serta
bentuknya yang rusak/pecah. Setelah seleksi selesai, jagung kemudian
dimasukkan ke dalam karung untuk beralih ke tahap selanjutnya.
43
Gambar 15. Pemipilan/thresher
d. Pengeringan
Setelah melalui proses pemipilan/thresher, biji jagung kemudian dijemur
kembali untuk menurunkan kadar air menjadi 9-11%. kadar air biji jagung yang
rendah berpengaruh pada proses grading. Jika kadar air tinggi jagung akan hancur
terkena mesin. Proses pengeringan biji jagung ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1. Pengeringan manual memanfaatkan sinar matahari langsung
Pengeringan manual menggunakan sinar matahari langsung dilakukan
dengan cara menuangkan benih jagung ke terpal yang telah disiapkan
kemudian benih jagung diratakan menggunakan pangaduk beralur
(menyerupai garpu). Selama proses pengeringan benih jagung diaduk per 3-
4 jam. Apabila cuaca baik, maka pengeringan dapat diselesaikan selama 10
hari. Pengeringan dilakukan dari pagi sampai sore hari, apabila pada sore hari
benih jagung belum kering, maka benih tidak langsung dimasukkan ke dalam
karung akan tetapi ditutup menggunakan terpal.
44
pengering bersih dari kotoran dan benih lain. Calon benih disebarkan merata
dengan ketebalan maksimal 40 cm. Suhu udara pengering 38-43°C.
Pembalikan dilakukan setiap 2-4 jam selama proses pengeringan,
pengeringan biasanya berlangsung sampai 3-4 hari tergantung pengaturan
suhunya. Proses pengeringan benih dihentikan setelah kadar air akhir calon
benih mencapai 9-11%.
45
kemudian memisahkan benih yang baik dengan yang rusak. Ciri-ciri benih yang
baik/sehat yaitu warnanya sesuai varietasnya dan tidak berjamur.
46
5.3 Laboratorium Benih
5.3.1 Kadar air benih
Kadar air adalah persentase kelembaban yang terdapat pada benih. Kadar
mutu benih sangat berpengaruh dalam penentuan kualitas dan daya simpan benih.
Kadar air yang tepat akan mempengaruhi daya hidup, vigor, dan kemampuan benih
untuk berkecambah. Kadar air mutu benih bervariasi tergantung pada jenis
tanamandan kondisi lingkungan.
Pengujian untuk penerimaan metode suhu tinggi konstan, yaitu 1,2,3 atau 4
jam pada suhu 130º C, tidak wajib dan hanya diperlukan Ketika permintaan
penyertaan metode suhu tinggi dan konstan dibuat. Hal ini melibatkan
perbandingan metode acuan dan metode suhu tinggi konstan dalam suatu uji
perbandingan. Dengan tujuan untuk menentukan kadar air benih dengan metode
oven untuk pengujian rutin (Arief et al., 2009).
Metode umum yang digunakan untuk menguji kadar air benih. Berikut adalah
beberapa metode pengujian kadar air benih yang umum dilakukan:
a. Metode suhu tinggi konstan: Metode ini melibatkan pengeringan benih
menggunakan oven dengan suhu yang dikontrol. Benih yang diuji
ditempatkan dalam wadah yang tahan panas dan kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 130°C tidak wajib dan hanya diperlukan ketika permintaan
untuk penyertaan metode suhu tinggi dan konstan dibuat. Berat benih
sebelum dan setelah pengeringan digunakan untuk menghitung kadar air
benih.
b. Metode suhu rendah konstan: Metode ini melibatkan pengeringan benih
dengan menggunakan oven pada suhu 103oC yang dikontrol. Benih yang diuji
ditempatkan dalam wadah yang tahan panas pada suhu 103 oC selama 17 jam.
47
sangat berpengaruh di lapangan. Benih yang tidak murni dapat merugikan pada saat
pembelian benih maupun pada budidaya.
Kemurnian fisik mengacu pada tingkat kebersihan dan kualitas fisik benih
tanpa adanya kontaminan seperti biji-bijian lain, serpihan tanaman, benda asing,
atau komponen non-benih lainnya. Pada umumnya, pengujian kemurnian fisik
benih dilakukan secara visual dengan mengamati benih secara teliti dan
memisahkan kontaminan dari benih yang murni.
48
Gambar 24. Pengujian Daya Kecambah benih jagung
Benih diatur dalam ulangan-ulangan dan diuji dalam kondisi kelembaban
yang sesuai dan mengacu ketetapan Setelah tiba pada periode yang ditetapkan,
dilakukan pengamatan dan penghitungan terhadap kecambah dan benih dalam
berbagai kategori sesuai dengan yang diperlukan dalam pelaporan.
49
Gambar 25. Pembuatan tepung sorgum
5.4.2. Brownies Sorgum
Pembuatan sorgum dimulai dengan persiapan bahan yang akan digunakan
seperti tepung sorgum, tepung terigu, telur, coklat pasta, gula pasir, TBM, coklat
bubuk, baking powder, coklat batang, margarin, dan keju. Adapun prosedur
kerjanya yaitu pertama-tama timbang bahan terlebih dahulu, panaskan mentega dan
coklat batang, telur dan gula pasir dicampur menggunakan mixer sampai
mengembang. Selanjutnya tepung sorgum, tepung terigu, dan coklat bubuk
dicampur, kemudian ditambahkan kedalam adonan yang dimixer lalu diaduk hingga
rata lalu, masukkan campuran margarin dan coklat yang sudah dipanaskan
tambahkan coklat pasta. Selanjutnya cetakan disiapkan dan olesi dengan margarin
lalu taburi dengan tepung, kemudian adonan dituang kedalam cetakan kukus selama
30 menit dengan api sedang hingga matang dan tidak lengket. Untuk sentuhan akhir
taburi dengan menambahkan keju sebagai hiasan/pelengkap.
50
Brownies merupakan jenis cake yang berwarna coklat dan tidak
mengembang, namun mempunyai tekstur dalam yang moist (lembab), memiliki
rasa yang manis dan aroma khas coklat. Brownies dapat di bagi menjadi dua macam
yaitu brownies kukus dan brownies oven. Pada umumnya bahan utama yang
digunakan pada pembuatan brownies adalah terigu. Dalam kegiatan ini pembuatan
brownies dibuat dengan teknik pengukusan dengan bahan tepung sorgum. Adapun
manfaat dari pembuatan brownies ini adalah untuk mengembangkan produk pangan
sehingga memiliki nilai jual yang cukup tinggi.
Karakteristik mutu brownies dapat dilihat dari aspek warna, rasa, aromadan
tekstur yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Warna
Warna brownies adalah coklat pekat atau coklat kehitaman, yang
mempengaruhi warna dalam pembuatan brownies adalah coklat. Coklat yang
digunakan adalah coklat bubuk dan pasta coklat.
b. Rasa
Rasa brownies merupakan kombinasi antara dua unsur rasa manis dan
rasacoklat. Hal yang dapat memberikan rasa manis adalah gula sedangkan
coklatmemberikan rasa khas coklat pada brownies.
c. Aroma
Aroma brownies adalah harum khas coklat, bahan yang dapat mempengaruhi
aroma brownies adalah telur dan coklat. Tetapi bahan yangmendominasi aroma
brownies adalah coklat sehingga aroma yang ditimbulkanbrownies yaitu harum
khas coklat.
d. Tekstur
Tekstur brownies adalah lembab atau moist. Hal tersebut disebabkan oleh
adonan yang berat sehingga tekstur brownies lembab dan kurang mengembang.
51
Gambar 28. Pembuatan Susu Jagung
52
Gambar 30. Pembuatan Es krim Jagung
5.5. Analisis Genetik Tanaman Serealia
5.5.1. Hasil isolasi DNA
53
DNA. Setiap tumbuhan memiliki kandungan senyawa sekunder di dalam selnya
yang berbeda-beda. Salah satunya tanaman hanjeli yang memiliki kandungan
polisakarida, protein, dan senyawa metabolit sekunder, seperti polifenol, tanin, dan
alkaloid, yang tinggi sehingga dapat memengaruhi tingkat kemurnian DNA.
Sehingga untuk memperoleh DNA genom untuk analisis molakuler diperlukan
prosedur yang optimum bagi setiap tumbuhan. Prosedur yang baik dapat dilakukan
dengan memperhatikan komposisi larutan buffer lisisnya atau tehnik yang
digunakan dalam pemisahan DNA genom dari komponen atau senyawa lain. Tujuan
dari adanya prosedur ini untuk melindungi DNA genom dari degradasi akibat
senyawa sekunder yang dihasilkan atau dilepaskan pada saat sel mengalami
penghancuran atau sel menjadi rusak akibat perlukan fisik (Restu et al., 2012).
ANOVA TABLE
Tabel 2. Uji kuantitas Anova (Variable: Ulangan.2)
Sum of
Source DF Mean Square F Value Pr(> F)
Square
Perlakuan 2 0.8050 0.4025 20.40 0.0002
Error 11 0.2170 0.0197
Total 13 1.0220
54
Tabel 3. Uji Least Significant Difference (LSD) Test
Error
Harmonic
Degrees Error Mean Critical Test
AlpHa Mean of
of Square Value Statistics
Cell Sizes
Freedom
0.05 11 0.0197 2.2010 0.2061 4.5000
55
adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat
diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi
280 (Å260/Å280). Dalam analisis molekular batas kemurnian yang sering
digunakan biasanya pada rasio A260/A280 adalah 1,8-2,0.
DNA
Kotoran
RNA
56
penghancuran, ekstraksi atau tahapaan memisahkan DNA dari bahan lain dan
tahap terkahir yakni pemurnian. Dalam melakukan isolasi DNA terdapat banyak
cara yang dapat dilakukan, akan tetapi tidak semuanya dapat diterapakan pada
semua jenis tanaman. Kondisi daun merupakan faktor yang sangat penting dan
dapat mempengaruhi DNA yang dihasilkan. Daun yang diambil dan simpan lama
akan menyebabkan meningkatnya aktivitas senyawa tertentu. Ekstraksi DNA
merupakan bagian yang sangat penting dalam ativitas pemuliaan berbasis
molakuler. Untuk menuju tahapan setelahnya sangat diperlukan DNA yang
memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Pada tumbuhan, ekstraksi DNA
dilakukan dengan penghancuran dinding sel (Lysis of cell walls), pemisahan DNA
dari komponen berupa selulosa dan bahan padat lain (cell digestion) dan tahapan
pengendapan (DNA precipitation). Tujuan dilakukannya ketiga tahapan tersebut
yakni memisahkannya dari komponen lain sehingga diperoleh DNA yang murni.
Prinsip dalam ekstraksi DNA sama pada umumnya, tetapi dapat pula dilakukan
modifikasi agar dapat menghancurkan inhibitor yang terdapat pada sampel. Hal
ini dapat diaplikasikan melalui suhu dan lama inkubasi dan juga penambahan
asam askorbat yang digunakan saat ekstraksi DNA (Langga et al., 2012). DNA
yang telah melewati tahapan lisis, ekstraksi dan pemurnian selanjutnya dilakukan
uji kualitas dan kuantitas agar dapat melihat kemurnian dan konsentrasinya
dengan menggunakan elektroforesis gel dan spektrofotometer. Uji kualitas
dilakukan dengan horizontal elektroforesis, pengecekan hasil isolasi DNA pada
gel agarose pengukuran konsentrasi DNA dengan spektrofotometer dilakukan
dengan panjang gelombang 260 nm, sedangkan protein dapat diukur dengan
panjang gelombang 280. Tingkat kemurnian DNA dapat dihitung melaui
perbandingan A260 nm, dengan A280 nm (Harahap, 2017).
57
LutukAlung, L. Gadungan, Hanjale (Sumedang), Wotani Wado (Bandung), Bali,
Tobonan2, Tabonan1, L. Cihanjuang7, Tomohon, L. JebonRaya, Jelai (Dela),
Lelai (Leyye), Jelai (Leyye) Hitam, Jelai (Leyye) Krem, Jelai, Jelai (Leyye) Krem,
Jalai (Pladeo), Jelai Maumere, dan LokalBottang untuk marker g1 dan h1
diperoleh 0,5. Aksesi Kemanggihi1, Kemanggihi2, Keo11, Kemanggihiputih,
Kemanggihputih4, dan L.Cihanjuang9 untuk marker g1 dan h1 diperoleh 9.
JagungJepan, Keo10, KemanggihPutih5, dan Minahasa untuk marker h1
diperoleh 1.
PCR adalah singkatan dari polymerase chain reaction (Polymerase Chain
Reaction), yang merupakan teknik biologi molekuler untuk menyalin salinan
wilayah rantai DNA tertentu. Biasanya, jenis DNA inilah yang ingin diteliti,
dipelajari atau dipahami pelaku eksperimen. Misalnya, peneliti ingin mengetahui
fungsi gen, atau peneliti forensik ingin menggunakan penanda genetik untuk
mencocokkan DNA target pelaku kriminal. Tujuan dari proses PCR adalah untuk
memberikan DNA target tertentu untuk dilihat dan dianalisis oleh para peneliti.
Langkah kerja PCR dibagi menjadi tiga tahap berikut:
1. Denaturation / denaturasi (96°C): Pada proses denaturasi, panas
mempengaruhi strand DNA akan terpisah menjadi DNA beruntai tunggal
(single-stranded).
2. Annealing / penempelan (55-65°C): Pada tahap penempelan ini, suhu
annealing primer akan menempel dan berikatan pada daerah
komplementer pada sekuen single-stranded DNA.
3. Extension / elongasi (72°C): Pada suhu ini Taq polymerase melakukan
pemanjangan membentuk strand DNA baru.
58
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek lapangan yang telah kami lakukan, adapun
beberapa ilmu, pengetahuan dan teori yang diperoleh selama magang di Balai
Pengujian Standar Instrumen Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan,
diantaranya:
a. Laboratorium Benih
Dalam pengujian mutu benih ada tiga macam pengujian yaitu kemurnian
fisik, kadar air dan daya kecambah suatu benih.
b. Laboratorium Biomolekuler
Dalam ekstraksi DNA tanaman sorgum dan hanjeli menggunakan beberapa
metode pengujian yaitu uji kuantitas menggunakan spektrofotometer dan uji
kualitas menggunakan elektroforesis horizontal.
c. Budidaya
Dalam budidaya tanaman jagung dan sorgum, dimulai dengan pemilihan
dan persiapan benih, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengairan,
penyiangan, penjarangan, dan penyilangan
d. Prosessing
Kegiatan pascapanen pada benih jagung dimulai dengan seleksi tongkol,
pemipilan/thresher, pengeringan, griding, seleksi benih, pengemasan dan
penyimpanan benih.
e. Bioindustri
Dalam kegiatan bioindustri ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu
pembuatan tepung sorgum, pembuatan brownis sorgum, pembuatan susu jagung
dan pembuatan es krim.
6.2 Saran
Banyak pengalaman yang berkesan selama kami magang di BPSI Tanaman
Serealia dimana pada saat kami ingin melakukan sebuah kegiatan,
pembimbing/pegawai yang ada dilapangan atau tempat kegiatan selalu memberikan
kami pemahaman terlebih dahulu. Selain itu dalam setiap kegiatan kami diberikan
arahan yang sifatnya membangun, baik dari segi softskill, maupun ilmu
pengetahuan.
Untuk pesan dari kami diharapkan kedepannya BPSI Tanaman Serealia
senantiasa bersedia menenerima mahasiswa Universitas Negeri Makassar untuk
melaksanakan program kuliah Magang industri (MBKM) pada masa yang akan
datang.
59
DAFTAR PUSTAKA
Arief, R. 2001. Pengelolaan dan teknologi benih jagung, Balai Penelitian Tanaman
Serealia.
Andriani A., dan M. Isnaini, 2013. Morfologi dan Fase Pertumbuhan Sorgum. Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Asniwita., Mapegau dan Yurieni. 2017. Pembinaan Petani dan Peternak Melalui
Teknik Pengembangan Tanaman Sorgum. Jurnal Karya Abdi Masyarakat,
Volume 1(2): 99-105
Aqil, M., A. Prabowo., I.U. Firmansyah., IGP. Sarasutha. 2001. Penetapan Jadwal
Tanam Sorgum Berdasarkan Pola Distribusi Hujan, Kebutuhan Air
Tanaman, dan Ketersediaan Air Tanah. Risalah Penelitian Sorgum dan
Serealia Lain. Maros: Balai Penelitian Tanaman Sorgum dan Serealia Lain.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2020. Highlight Penelitian Tanman Serealia
Tahun 2019. Maros. Balai Penellitian Tanaman Serealia.
Copeland, L. O. And M.B. McDonald. 1985. Principles of Seed Science and
Technology.McMillan Pub.Comp. New York.
Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2006.
Sorghum Grain As Human Food In Africa: Relevance Of Content Of Starch
And Amylase Activities. African Journal of Biotechnology. 5(5): 384-395.
Dongoran, D. 2009. Respons Pertumbuhan dan Produksi Jagunng Manis (Zea mays
saccharata Sturt.) Terhadap Pemberian Pupuk Cair TNF dan Pupuk
Kandang Ayam. USU: Medan.
Du Plessis, J. 2008. Sorghum Production. South Africa: Republic of South Africa
Department of Agriculture.
Firmansyah et. Al. 2003. Penanganan pascapanen Sorgum. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Diakses pada tanggal 1 Juli 2023 dari:
https://docplayer.info/70431257-Penanganan-pascapanen-sorgum.html
Handayani, F., & Sumarmiyati, S. P. R. 2019. Karakterisasi morfologi jelai (Coix
lacryma-jobi) lokal Kalimantan Timur. Kalimatan Timur
Harahap. 2017. “Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Beberapa Populasi Pohon Kapur
Sumatera,” J. Anim. Sci. Agron. Panca Budi, vol. 2, no. 2, pp. 1–6, 2017.
Harahap, A. S. 2017. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA beberapa Populasi Pohon
Kapur Sumatera. Journal of Animal Science and Agronomy Panca Budi,
Volume 2(2): 1-6
Harrington, J.F. 1972. Seed Storage and Longevity In T.T. Kozlowski Ed. P. 145-
245. Seed Biology Vol. III. Academic Press. New York.
Hidayat, A., Abdullah, A., dan Fitriani, H. 2017. Budidaya Tanaman Pangan
Hanjeli (Coix Lacryma-Jobi L). UIN Sunan Gunung Djati Bandung
60
Hoeman, S. 2012. Prospek Dan Potensi Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol.
Jakarta Selatan: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) dan
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Hunter, E.L. and I.C. Anderson. 1997. Sweet Sorghum. In J. Janick (Eds.)
Horticultural riviews. Vol. 21 Department of Agronomy Iowa State
University. John willey & Sons.Inc.
House, L.R. 2000. A Guide To Sorghum Breeding. 2ndEd. India: International
Crops Research Institute For Semi-Arid Tropics (ICRISAT).
Irwan, AW, ÃT Nurmala, dan TD Nira. 2017. Pengaruh jarak tanam berbeda dan
berbagai Dosis pupuk kandang ayam terhadap Pertumbuhan dan hasil
tanaman hanjeli Pulut (Coix lacryma-jobi L.) di dataran Tinggi Punclut.
Jurnal Kultivasi 16 (1): 233-245.
Justice. O.L. and L.N. Bass. 1979. Principles and Practices of Seed Storage. Castle
House Bubl.Ltd. 289 p.
Koten, B. 2012. Produksi tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) varietas
lokal rote sebagai Hijauan pakan ternak ruminansia pada umur panen dan
dosis pupuk urea yang berbeda. Buletin Peternakan. 36(3).
Kristianto Nugroho, D. S., Tasma, I. M., & Lestari, P. Ekstraksi DNA Genomik:
Tahap Kritis dalam Kegiatan Analisis Molekuler Tanaman. Jurnal
AgroBiogen, 18(1), 33-44.
Langga, M. Restu, and K. T. 2012 “Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi dalam
Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (vitex cofassus reinw) serta Analisis
Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR,” J. Sains dan Teknol., vol.
12, no. 3, pp. 265–276
Latuharhary, Rossy Angelina., Triono, Bagus Saputro. 2017. Respon Morfologi
Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Varietas Bisma Dan Srikandi Kuning Pada
Kondisi Cekaman Salinitas Tinggi. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 6(2).
Mudjisihono dan Suprapto. 2002. Budidaya Dan Pengolahan Sorgum. Jakarta:
Penerbit Swadaya.
Nuridayanti. 2011 (Nuridayanti, 2011, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Rambut
Jagung (Zea mays L.) Ditinjau dari Nilai LD50 dan Pengaruhnya Terhadap
Fungsi Hati dan Ginjal Pada Mencit, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok,
23-24.)
Nurhadi. 2015. Bahan Ajar Pelatihan berbasis kompetesi Instruktur Produksi
Benih. Badan pengembangan sumber daya manusia pertanian.
Kementerian Pertanian.
Nugroho, K., Terryana, R. T., Rijzaani, H., & Lestari, P. (2021). Metode ekstraksi
DNA pada JatropHa spp. Tanpa menggunakan nitrogen cair/DNA
extraction method of JatropHa spp. Without liquid nitrogen.
61
Nurmala, T. 2003. Prospek jewawut (Pinnisetum spp.) sebagai pangan serealia
Alternatif. Jurnal Bionatura Vol. 5 No. 1, p. 11-20
Nurmala, T dan A.W. Irwan. 2007. Pangan Alternatif Berbasis Serealia Minor,
Giratuna, Bandung
Nurmala, Tati. 2011. Potensi dan ProspekPengembangan Hanjeli (Coix lacryma-
jobiL.) sebagai Pangan Bergizi Kaya Mendukung Diversifikasi
PanganMenuju Ketahanan Pangan Mandiri.Pangan: Media Komunikasi
dan Informasi Vol. 20 (1): 1-103
Qosim, W.A dan T. Nurmala. 2011. Eksplorasi, Identifikasi dan Analisis
Keragaman Plasma Nutfah Tanaman Hanjeli (Coix lacryma jobi L.)
Sebagai Sumber Bahan Pangan Berlemak di Jawa Barat. Pangan. 20(4):
365-376.
Restu, M., Mukrimin, and Gusmiaty 2012. “Optimalisasi Tehnik Ekstraksi dan
Isolasi DNA Tanaman Suren (Toona sureni Merr.) Untuk Anlisis Keragaman
Genetik Berdasarkan Random Amplified PolymorpHic DNA (RAPD),” J.
Natur Indonesia., vol. 12, NO. 2.
Rifa’I, Hari., Sumeru Ashari, dan Damanhuri. 2015. Keragaan 36 Aksesi Sorgum
(Sorghum bicolorL.). Jurnal Produksi Tanaman. 3(4): 330-337.
Rismunandar. 2006. Sorgum Tanaman Serba Guna. Sinar Baru. Bandung
Riwandi., Merakati, Handajaningsih., Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung
dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal. Bengkulu: UNIB Press.
Riwan Kusmiadi. 2012. Pascapanen Sorgum. Universitas Bangka Belitung’s
Article. Dari Universitas Bangka Belitung. Diakses pada tanggal 1 Juli 2023
dari ebsite: https://www.ubb.ac.id/index.pHp?page=artikel_ubb&&id=548
Sirappa, M. P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum Di Indonesia Sebagai
Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, Danindustri. Jurnal Litbang
Pertanian Vol. 22(4).
Suarni. 2012. Potensi Sorgum Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan. Vol.7
Sumarno, D.S. Damardjati, Mahyuddin Syam, dan Hermanto. 2013. Sorgum:
Inovasi Teknologi dan Pengembangan. IAARD Press: Jakarta.
Sumantri, A., Hanyokrowati, dan B. Guritno. 1996. Prospek Pengembangan
Sorgum Manis untuk Menunjang Pembangunan Agroindustri di Lahan
Kering. Makalah dalam Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Kering
Beberapa Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur
Indonesia.
Trikoesoemaningtyas, Desta Wirnas, Ery Leonardo Saragih, Erin Puspita Rini,
Mayang Sari, Siti Marwiyah, dan Didy Sopandie. 2017. Kendali Genetik
Karakter Morfologi dan Agronomi pada Tiga Populasi Sorgum (Sorghum
bicolor (L.) Moench). Jurnal Agronomi Indonesia. 45(3)
62
Wartawan et al. Teknik Budidaya Jagung (Zea mays L) untuk Meningkatkan Hasil.
2019. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Volume 26 (2): 1-13
Wulandari. 2019 (Wulandari, Baiq Arasya., Lalu Muhamad Jaelani. 2019.
Identifikasi Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung Menggunakan Citra SAR
Sentinel-1A (Studi Kasus: Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB).
Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia Vol. 1 (2).)
Yulita, R. Dan Risda. 2006. Pengembangan sorgum di Indonesia. Direktorat Budi
daya Serealia. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.
Yuwono, T. (2008). “Biologi Molekuler”. Jakarta: Erlangga Retnoningrum, Debbie.
2007. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan. Sekolah farmasi. ITB Bandung.
63