Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KAJIAN EMPIRIK

2.1.1 Aji tahun 2011

Aji (2011) mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Kualitas

Pelayanan, Harga dan Fasilitas terhadap Kepuasan Pasien di Klinik As-Syifa.

Penelitian bertujuan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan, harga dan

fasilitas terhadap kepuasan pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan

metode kuesioner terhadap 100 orang responden menggunakan metode

purposive sampling untuk mengetahui tanggapan responden terhadap variabel

kualitas pelayanan, harga fasilitas dan kepuasan pasien. Teknik analisis data

yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda yang berfungsi untuk

membuktikan hipotesis penelitian.

Bardasarkan hasil analisis diperoleh bahwa variabel kualitas layanan,

harga dan fasilitas mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap

kepuasan pasien dengan nilai Adjusted R Square sebesar 0,508 yang

menunjukkan bahwa 50,8 persen variasi kepuasan pasien dapat di jelaskan oleh

ketiga variabel independen dalam penelitian ini. Sedangkan sisanya sebesar

49,2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

2.1.2. Nur tahun 2011

Nur (2011) mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi

Terapeutik terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Haji Medan”. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pengaruh komunikasi terapeutik

terhadap kepuasan pasien dalam pelayanan asuhan keperawatan di ruang rawat

8
9

inap Rumah Sakit Haji Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan studi

korelasi dengan pengambilan sampel 10 % dari jumlah populasi sebanyak 64

orang pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Medan. Berdasarkan uji analisis

Spearman ‘n Correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,004 dan p =

0,972 yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit

Haji Medan.

2.1.3 Samikaryani tahun 2008

Samikaryani (2008) melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan

Komunikasi Perawat-Pasien dengan Tingkat Kepuasan di Ruang Anggrek

Rumah Sakit Hospital Cinere Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian survei yang menggunakan alat kuesioner sebagai pengumpul

data dengan sampel penelitian sebanyak 65 pasien. Teknik analisis data yang

digunakan adalah regresi linier berganda yang berfungsi untuk membuktikan

hipotesis penelitian. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien di Ruang

Anggrek Hospital Cinere (P-Value = 0,000).

2.1.4 Galih tahun 2008

Galih (2008) mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan persepsi

perilaku empati perawat dengan kepuasan pasien rawat inap kelas I di RSUD

Wirosaban Kota Yogyakarta tahun 2008”. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui hubungan persepsi perilaku empati perawat dengan kepuasan

pasien rawat inap kelas I di RSUD Wirosaban Kota Yogyakarta . Metode

penelitian menggunakan metode deskriptik analitik dengan pendekatan cross

sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien yang dirawat di kelas I RSUD

Wirosaban Yogya. Sedangkan metode pengambilan sampel menggunkan

metode puposive samplingdengan analisis data menggunakan korelasi product


10

moment. Hasil penelitian analisis korelasi menunjukkan bahwa variabel perilaku

empati perawat memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap kepuasan

pasien rawat inap kelas I di RSUD Wirosaban Kota Yogyakarta. Angka Koefisien

korelasi yang diperoleh sebesar 0,790 dengan tingkat signifikansi 5 %.

2.1.5 Salwati tahun 2009

Salwati (2009) melakukan penelitian yang berjudul “ Faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap Kelas III

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul”. Penelitian ini adalah penelitian

observasional yang dilakukan menggunakan pendekatan cross sectional.

Variabel yang dilibatkan adalah dimensi bukti fisik, dimensi kehandalan, dimensi

daya tanggap, dimensi jaminan dan dimensi empati sebagai variabel bebas.

Sedangkan Variabel terikat adalah tingkat kepuasan pasien. Sampel yang

diambil sejumlah 50 responden menggunakan teknik analisis uji regresi linier

sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Ada hubungan antara dimensi

bukti fisik dengan tingkat kepuasan pasien P value = 0,035 ; 2) Ada hubungan

bermakna antara dimensi daya tanggap dengan tingkat kepuasan pasien P value

= 0,013 ; 3) Tidak ada hubungan antara dimensi kehandalan dengan tingkat

kepuasan pasien P value = 0,174 ; 4) Tidak ada hubungan antara dimensi

jaminan dengan tingkat kepuasan pasien P value = 0,062 ; 5) Tidak ada

hubungan antara dimensi empati dengan tingkat kepuasan pasien P value =

0,588 ; 6) Tidak ada hubungan antara dimensi bukti fisik dan daya tanggap

terhadap tingkat kepuasan pasien P value = 0,099.

2.1.6 Subekti tahun 2009

Subekti (2009) melakukan penelitian dengan judul “ Analisis hubungan

persepsi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien Balai Pengobatan

(BP) Umum Puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2009. Penelitian ini


11

adalah penelitian observasional dengan menggunakan metode survei dan

melalui pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan melalui proses

wawancara dan observasi dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang yang di uji

menggunakan analisis regresi logistik binary. Variabel yang diuji dalam penelitian

ini adalah mutu pelayanan ( administrasi, dokter, perawat dan obat) dan mutu

sarana dan fasilitas penunjang sebagai variabel bebas sedangkan variabel

terikatnya adalah tingkat kepuasan pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antar persepsi

responden terhadap 4 jenis mutu pelayanan ( administrasi, dokter, perawat dan

obat ) di BP Umum Puskesmas dengan nilai P < 0,05 dan tidak ada hubungan

antara persepsi pasien terhadap mutu dan fasilitas penunjang dengan kepuasan

responden di BP Umum Puskesmas dengan nilai P > 0,05.


12

Tabel 2.1. Perbandingan Penelitian-penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang


Dilakukan

No Nama Judul penelitian Alat Analisis Hipotesis Persamaan Perbedaan


Peneliti dan Unit Penelitian
Analisis
1 Aji Pengaruh Kualitas Uji Statistik : Terdapat Unit Analisis Uji statistik,
(2011) Pelayanan, Harga regresi linier pengaruh antara sama sama : lokasi
dan Fasilitas berganda kualitas harga dan penelitian
pelayanan, fasilitas , variabel
terhadap
harga dan kepuasan penelitian :
Kepuasan Pasien fasilitas variabel
di Klinik As-Syifa terhadap penelitian
kepuasan komunikasi
dan empati
2 Nur Pengaruh Uji Tidak Terdapat Unit analisis Uji Statistik,
(2011) Komunikasi statistik :Spear pengaruh yang sama yaitu Lokasi
Terapeutik man Rank signifikan antara komunikasi penelitian,
terhadap komunikasi dan kepuasan waktu, variabel
Kepuasan Pasien terapeutik penelitian
di Rumah Sakit terhadap fasilitas,
Haji Medan kepuasan empati, dan
harga
3 Samikaryani Hubungan Uji statistik : Terdapat Unit analisis Uji Statistik
(2008) Komunikasi Regresi Linear hubungan yang sama yaitu Lokasi
Perawat-Pasien bermakna komunikasi penelitian,
dengan Tingkat antara dan kepuasan variabel
Kepuasan di Komunikasi penelitian yaitu
Ruang Anggrek Perawat-Pasien harga,
Rumah Sakit dengan Tingkat fasilitas,
Hospital Cinere Kepuasan di empati
Jakarta Ruang Anggrek
Rumah Sakit
Hospital Cinere
Jakarta
4 Galih Hubungan Uji Statistik : Terdapat Unit analisis Uji Statistik,
(2008) persepsi perilaku korelasi hubungan yang sama yaitu Lokasi
empati perawat product bermakna empati dan penelitian,
dengan kepuasan momment antara persepsi kepuasan variabel
pasien rawat inap perilaku empati penelitian yaitu
kelas I di RSUD perawat dengan fasilitas,
Wirosaban Kota kepuasan komunikasi,
Yogyakarta tahun pasien dan harga
2008
5 Subekti Analisis hubungan Uji analisis Tidak terdapat Unit analisis Uji statistik,
(2009) persepsi mutu regresi logistic hubungan sama yaitu : lokasi
pelayanan dengan binary antara persepsi fasilitas dan penelitian,
tingkat kepuasan pasien terhadap kepuasan variabel
pasien Balai mutu sarana pasien penelitian yaitu
Pengobatan (BP) dan fasilitas : mutu
Umum puskesmas penunjang pelayanan
di Kabupaten dengan administrasi,
Tasikmalaya tahun kepuasan mutu
2009 pasien pelayanan
dokter, mutu
pelayanan
perawat dan
mutu
pelayanan
obat
6 Salwati Faktor-faktor yang Uji Regresi Tidak ada Unit analisis Uji statistik,
(2009) berhubungan Linier hubungan sama-sama lokasi
dengan tingkat Sederhana antara dimensi empati dan penelitian dan
kepuasan pasien empati dengan kepuasan variabel
di Instalasi Rawat tingkat pasien penelitian yaitu
Inap Kelas III kepuasan : bukti fisik,
Rumah sakit PKU pasien daya tanggap,
Muhammadiyah kehandalan
Bantul dan jaminan
Sumber : Data di olah, 2012
13

2.2. KAJIAN TEORI

2.2.1. Jasa

2.2.1.1. Pengertian Jasa

Kotler dan Keller (2005) mengemukaan pengertian jasa sebagai berikut,

jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak kepihak

lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan

kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik.

Menurut Rangkuti (2006) jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau

tindakan kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa di

produksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi

jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.

2.2.1.2. Karakteristik Jasa

Setiawan (2011), mengatakan bahwa jasa adalah sesuatu yang abstrak, oleh

karena itu untuk menanganinya lebih sulit daripada barang. Jika barang dapat

dijelaskan dengan objek fisik atau peralatan, maka jasa berupa kinerja atau

tindakan. Berbagai riset yang telah dilakukan oleh para pakar menunjukkan

empat ciri produk jasa, yaitu : 1) ketidakberwujudan (intangbility), 2)

heterogonitas (variabilitas), 3) output yang tidak tahan lama (perishability of

output) , dan 4) kesamaan waktu produksi dan konsumsi.

Sedangkan Lovelock dan Wright (2005) dalam Setiawan (2011)

karakteristik jasa adalah sebagai berikut :

1. Pelanggan tidak memperoleh kepemilikan.

Pelanggan mendapatkan nilai dari jasa tanpa memperoleh kepemilikan

permanen atas elemen-elemen yang dapat diraba.

2. Jasa merupakan kinerja yang tidak berwujud.

Walaupun jasa sering melibatkan elemen yang berwujud seperti kursi


14

dipesawat terbang, makanan atau barang yang diperbaiki, kinerja jasa itu

sendiri tidak berwujud (intangible). Bila manfaat dan penggunaan barang

terutama berasal dari karakteristik fisiknya, maka jasa manfaat tersebut

berasal dari sifat penyampaiannya.

3. Keterlibatan pelanggan dalam proses produksi.

Sering pelanggan terlibat aktif dalam membantu menghasilkan jasa, baik

dengan melayani dirinya sendiri atau melalui kerjasama dengan orang

lain/petugas seperti di salon, hotel maupun rumah sakit.

4. Pelanggan lain sebagai bagian dari produk.

Dalam jasa yang tingkat kontaknya tinggi, pelanggan tidak hanya

berhubungan dengan petugas jasa tetapi juga bersinggungan dengan

pelanggan lain. Sebagai contoh, pasien yang berobat di poliklinik rumah

sakit berinteraksi dengan pasien lain yang sama-sama berobat di sana.

Hubungan ini berakibat terbentuknya persepsi pelanggan berdasarkan

pengaruh persepsi pelanggan lain terhadap kualitas layanan dari jasa

tersebut.

5. Keragaman input dan output operasional besar

Adanya karyawan dan pelanggan lain dalam sistem operasional

menyebabkan sulit membuat standar dan mengontrol variabilitas

(keragaman baik pada input maupun output).

6. Pelanggan sulit mengevaluasi.

Berbeda dengan barang yang bisa dilihat dan di amati secara kasat mata,

beberapa jasa mungkin akan menekankan “atribut pengalaman” yang

hanya dapat dibedakan setelah pembelian atau selama dikonsumsi.

Misalnya kenyamanan, kemudahan penggunaan, tingkat kebisingan dan

perlakuan pribadi. Bahkan ada “atribut penerimaan” yang sulit dievaluasi

pelanggan setelah dikonsumsi, contohnya pasien yang mengalami


15

pembedahan, mereka sulit menilai apakah jasa yang telah mereka terima

sesuai dengan yang seharusnya atau tidak.

7. Tidak ada persediaan jasa

Karena jasa adalah suatu tindakan atau kinerja dan bukan barang yang

berwujud maka ia tidak bisa disimpan dan tidak ada persediannya.

8. Pentingnya waktu.

Jasa harus disampaikan dengan cepat sehingga pelanggan tidak perlu

membuang waktu untuk dapat menerimanya.

9. Saluran distribusi yang berbeda

Tidak seperti pabrik yang membutuhkan saluran distribusi fisik untuk

mengantar barang kepelanggan, banyak bisnis jasa menggunakan

saluran elektronik untuk melakukannya misalnya transfer dana secara

elektronik.

2.2.1.3. Kualitas Jasa

Rangkuti (2006) mendefinisikan kualitas jasa sebagai penyampaian jasa

yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Jenis kualitas yang

digunakan untuk penilaian kualitas jasa adalah sebagai berikut :

1. Kualitas Teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu

sendiri.

2. Kualitas Pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyampaian jasa

tersebut.

Karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat

dievaluasi secara akurat, pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan

apa yang dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan

kualitas pelayanan.
16

Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan

( perceive service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang

diharapkan lebih kecil dari jasa yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak

tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi

adalah sebaliknya (perceived > expected), ada kemungkinan para pelanggan

akan menggunakan jasa itu lagi.

2.2.1.4 Pemasaran Jasa

Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama,

pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya tidak

kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat

konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya

dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik.

Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk

mewujudkan produk ( Rangkuti, 2006).

Dalam penyampaian jasa sering terdapat perbedaan antara apa yang sudah

ditetapkan dengan kenyataan dilapangan. Parasuraman et al. (1985) dalam

Rangkuti (2006) mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan

kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

1. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak manajemen tidak selalu dapat merasakan atau

memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.

Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya

di desain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan oleh

konsumen.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan


17

konsumen dan spesifikasi produk jasa.

Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan

pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini

terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen

terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya, atau karena adanya

kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa

Kesenjangan ini biasanya disebabkan oleh karyawan yang kurang terlatih,

beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar

kinerja, atau bahkan ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang

ditetapkan.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komuniasi eksternal.

Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan

pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Bila janji tidak dapat

dipenuhi maka menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas

jasa perusahaan.

5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi

perusahaan dengan cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru

mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Strategi pemasaran jasa dapat dilihat dari bauran pemasaran yaitu

product, price, place dan promotion yang mana sangat membantu dalam

pemasaran suatu produk. Namun dalam pemasaran jasa sebagian berhubungan

langsung dengan manusia sehingga membuat perbedaan atas hasil kepuasan

pelanggan. Untuk itu maka pemasaran jasa perlu memperhatikan unsur lainnya

yaitu people, physical evidence dan process. Pelayanan yang baik dari penyedia

jasa (people) akan membentuk suatu physical evidence pada pelanggan akibat
18

dari proses pemberian jasa yang dilakukan sangat baik. Dari physical evidence

yang telah terbentuk memungkinkan untuk peningkatan jumlah pelanggan yang

ingin menggunakan jasa layanan yang sama.

Christoper Lovelock (1994) dalam Rangkuti (2006) menemukan bahwa

konsumen mempunyai kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa

jenis jasa yang memberikan kepuasan kepada para pelanggan. Kriteria tersebut

adalah :

1. Reliability (Keandalan)

Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang

dijanjikan.

2. Responsiveness (Cepat Tanggap)

Yaitu kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan

jasa dengan cepat sesuai dengan yang di inginkan oleh konsumen.

3. Assurance (Jaminan)

Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa

percaya diri.

4. Emphaty (Empati)

Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada

konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.

5. Tangible (Kasat Mata).

Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan alat-alat komunikasi.

Pendekatan kualitas jasa yang lain, yang banyak dijadikan acuan dalam riset

pemasaran adalah Model Service Quality (ServQual). Menurut Parasuraman dan

kawan-kawan yang mengembangkan model ini di Amerika Utara, model

ServQual dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi

pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceive service) dengan

layanan yang sesungguhnya (expected service). Dengan kata lain, kualitas jasa
19

dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan

harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima (Setiawan, 2011).

Sedangkan Parasuraman,dkk dalam Setiawan (2011) mengidentifikasi

lima komponen utama dalam kualitas jasa, yaitu :

1. Keandalan (reliability)

Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai

dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,

pelayanan yang sama untuk kesemua pelanggan, tanpa kesalahan, sikap

yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

2. Berwujud (tangible)

Yaitu kemampuan perusahaan menunjukan eksestensinya kepada pihak

luar. Sarana dan prasaran fisik seperti gedung, peralatan (teknologi) yang

digunakan, serta penampilan pegawainya.

3. Ketanggapan (responsiveness)

Yaitu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat

dan tepat kepada pelanggan , serta penyampaian informasi yang jelas.

Membiarkan pelanggan menunggu menjadi persepsi yang negatif dalam

pelayanan.

4. Jaminan dan kepastian (assurance)

Yaitu pengetahuan dan kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan

rasa percaya kepada pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi

beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan,

kompetensi dan sopan santun.

5. Empati (Empathy)

Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan personal kepada para

pelanggan. Perusahaan di harapkan memiliki pengetahuan dan perhatian


20

tentang pelanggan, memahami keinginan dan kebutuhan mereka secara

spesifik serta menyediakan waktu pelayanan yang nyaman.

Salah satu faktor pendorong kepuasan konsumen adalah kualitas

pelayanan. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen maka RSUD Ulin

Banjarmasin harus meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk menilai kualitas

pelayanan, dapat diukur dengan 5 faktor, yaitu tangible (bukti fisik), reliability

(keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy

(empati).

Menurut Kotler dan Armstrong (2001), produk jasa yang berkualitas

mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan. Semakin

berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh

pelanggan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka akan

dapat menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Salah satu cara

utama mempertahankan sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa

dengan kualitas pelayanan yang lebih tinggi dari para pesaing secara konsisten

dan memenuhi harapan pelanggan. Bila kualitas pelayanan yang dirasakan lebih

kecil daripada yang diharapkan, maka pelanggan menjadi tidak tertarik pada

penyedia jasa, tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya ada kemungkina

pelanggan akan menggunakan jasa itu lagi. Penelitian yang dilakukan Dabholkar

et.al (2000) dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa kualitas jasa mempunyai

pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.

Parasuraman et al (1998) dalam Hadi (2003) berpendapat bahwa kualitas

pelayanan sejalan dengan kepuasan pelanggan, dimana meningkatnya (semakin

positif) kualitas pelayanan digunakan sebahai refleksi dari meningkatnya

kepuasan pelanggan.
21

2.2.2.Harga

2.2.2.1 Pengertian Harga

Menurut Zeithaml (2000) harga adalah apa yang kita dapat dari sesuatu

yang telah dikorbankan untuk memperoleh produk atau jasa. Sedangkan Kotler

dan Amstrong (2001) berpendapat bahwa harga adalah sejumlah uang yang

dibebankan suatu produk atau jasa tersebut. Djohan (2010) juga mengatakan

bahwa harga adalah sejumlah uang atau alat tukar untuk memperoleh produk

barang atau jasa. Dalam industri rumah sakit harga biasanya disebut juga tarif.

Produk dengan mutu jelek, harga yang mahal, penyerahan produk yang lambat

dapat membuat pelanggan tidak puas (Suprapto, 2001 ). Hal itu menunjukkan

bahwa harga merupakan salah satu penyebab ketidak puasan pelanggan.

Tjiptono (2008) mendefinisikan harga dari sudut pandang pemasaran, harga

merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa

lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunakaan

suatu barang atau jasa. Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga

seringkali di gunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut

dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai

dapat di definisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan terhadap

harga.

Harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran, dimana

harga dapat mempengaruhi pelanggan dalam mengambil keputusan untuk

membeli suatu produk, karena berbagai alasan. Alasan ekonomis akan

menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi

merupakan salah satu pemicu penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran,

tetapi alasan psikologis dapat menunjukkan bahwa harga justru merupakan

indikator kualitas dan karena itu dirancang sebagai salah satu instrumen
22

penjualan sekaligus sebagai instrumen penjualan sekaligus sebagai instrumen

kompetisi yang menentukan.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah

suatu uang yang ditentukan oleh perusahaan sebagai imbalan barang atau jasa

yang diperdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan suatu perusahaan

guna memuaskan keinginan pelanggan. Jika pelanggan tidak puas, maka akan

meninggalkan perusahaan yang akan menyebabkan penurunan penjualan dan

selanjutnya akan menurunkan laba bahkan kerugian bagi perusahaan.

Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang atau jasa, setiap

perusahaan harus menetapkan harganya, setiap perusahaan harus menetapkan

harganya secara tepat. Sekurang-kurangnya ada tiga pihak yang harus menjadi

dasar pertimbangan bagi perusahaan dalam menetapkan harga yaitu konsumen,

perusahaan yang bersangkutan, dan pesaing. Perusahaan memperhatikan apa

yang diingikan konsumen, yaitu membayar harga yang sepadan dengan nilai

yang diperoleh (value for money).Sementara yang diingikan perusahaan adalah

mendapatkan laba maksimal mungkin, dengan memperhatikan penetapan harga

yang dilakukan pesaing. Jika harga yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan

tidak sesuai dengan manfaat produk maka hal itu dapat menurunkan tingkat

kepuasan pelanggan, dan sebaliknya jika harga yang ditetapkan oleh sebuah

perusahaan sesuai dengan manfaat yang diterima maka akan meningkatkan

kepuasan pelanggan.

Menurut Diah Natalisa dalam dalam Widyaningtyas (2010) menyatakan

bahwa pengukuran indikator harga diukur dengan menggunakan faktor

kesesuaian harga dengan pelayanan. Dalam penelitian ini, pengukuran harga

diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

1. Keterjangkauan harga
23

2. Kesesuaian harga dengan manfaat yang diterima

3. Kesesuaian harga dengan fasilitas

4. Kesesuaian harga dengan jarak yang ditempuh.

2.2.2.2 Tujuan Penetapan Harga

Perusahaan dalam menetapkan suatu harga pada produk mempunyai

beberapa tujuan. Menurut Swasta (2000), tujuan penetapan harga dibagi menjadi

empat, yaitu :

1. Mendapatkan laba maksimal

2. Mempertahankan perusahaan

3. Menggapai pengembalian investasi yang telah ditargetkan atau

pengembalian pada penjualan bersih

4. Menguasai pangsa pasar

5. Mempertahankan market share

Sedangkan Djohan (2010) mengungkapkan bahwa tujuan penetapan harga

adalah :

1. Memaksimalkan laba

Tujuan ini bisa dicapai bila permintaan cukup tinggi sehingga bisa

ditetapkan harga yang tinggi.

2. Untuk bertahan hidup.

Pada keadaan sakit, harga ditetapkan sekedar untuk bertahan hidup.

3. Memaksimalkan penjualan visa dilakukan pada fase introduksi produk

sekaligus bersifat promosi. Harga di tetapkan rendah untuk

memaksimalkan penjualan.
24

4. Meraih pangsa pasar

Dilakukan untuk melawan pesaing. Harga ditetapkan rendah.

5. Skimming pasar

Untuk mengambil bagian tertentu (bagian kecil) dari pasar. Harga

ditetapkan tinggi sejauh jumlah pembeli mencukupi, walaupaun kemudian

harga di turunkan kembali.

Menurut Djohan (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

penetapan harga yaitu : permintaan produk, reaksi pesaing, bauran pemasaran,

target bagian sahan pasar dan biaya untuk memproduksi (unit cost).

Kertajaya (2002) mengungkapkan bahwa indikator penilaian harga dapat

dilihat dari kesesuaian antara suatu pengorbanan dari konsumen terhadap nilai

yang diterimanya setelah melakukan pembelian, dan dari situlah konsumen akan

mempersepsikan produk atau jasa tersebut. Persepsi yang positif merupakan

hasil dari rasa puas akan suatu pembelian yang dilakukannya, sedangkan

persepsi yang negatif merupakan suatu bentuk dari ketidakpuasan konsumen

atas produk atau jasa yang dibelinya. Jika harga yang ditetapkan oleh sebuah

perusahaan tidak sesuai dengan manfaat produk maka hal itu dapat menurunkan

tingkat kepuasan pelanggan, dan sebaliknya jika harga yang ditetapkan oleh

sebuah perusahaansesuai dengan manfaat yang diterima maka akan

meningkatkan kepuasan pelanggan. Apabila nilai yang dirasakan pelanggan

semakin tinggi, maka akan menciptakan kepuasan pelanggan yang maksimal

(Tjiptono, 1999).

Sedangkan Setiawan (2011) mengatakan seorang pelanggan akan

memberikan nilai yang tinggi terhadap suatu jasa apabila dia merasa manfaat

yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, serta
25

jasa lain dari penyedia jasa kompetitor tidak mampu memberikan manfaat yang

lebih baik. Begitupun sebaliknya, bila biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan

lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh ketika membeli jasa tertentu,

dia akan berkesimpulan bahwa jasa tersebut memiliki nilai rendah.

Semakin bernilai suatu jasa, semakin bertambah kebutuhan pelanggan

yang dapat dipenuhi oleh jasa tersebut. Dengan demikian, perusahaan yang

memiliki reputasi memberikan jasa bernilai tinggi dapat menerapkan harga lebih

tinggi dibandingkan harga pesaing.

Hubungan antara harga terhadap kepuasan pasien telah dibuktikan oleh

penelitian yang dilakukan oleh Aji (2011), dimana hasil penelitian tersebut adalah

harga mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan pasien.

2.2.3 Fasilitas

Menurut Youti (1997) dalam Aji (2011) fasilitas adalah segala sesuatu

baik benda maupun jasa yang menyertai pelayanan yang diberikan oleh

perusahaan baik perusahaan jasa, dagang maupun perusahaan industri.

Fasilitas dapat juga diartikan sebagai sarana dan prasarana yang tersedia di

lingkungan maupun dalam kantor perusahaan, dimaksudkan untuk memberikan

pelayanan maksimal agar konsumen atau pelanggan merasakan nyaman dan

puas. Fasilitas merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan suatu produk.

Raharjani (2005) menyatakan bahwa apabila suatu perusahaan jasa

mempunyai fasilitas yang memadai sehingga dapat memudahkan konsumen

dalam menggunakan jasanya tersebut maka akan dapat mempengaruhi

konsumen dalam melakukan pembelian jasa. Perusahaan yang memberikan

suasana menyenangkan dengan desain fasilitas yang menarik akan

mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Artinya bahwa salah


26

satu faktor kepuasan konsumen dipengaruhi oleh fasilitas yang diberikan oleh

penjual yang dimanfaatkan oleh konsumen sehingga mempermudah konsumen

dalam proses pembelian. Apabila konsumen merasa nyaman dan mudah

mendapatkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual, maka konsumen

akan merasa puas.

Menurut Kertajaya (2003) pemberian fasilitas yang memadai akan

membantu meningkatkan empati konsumen terhadap setiap kondisi yang tercipta

pada saat konsumen melakukan pembelian. Sehingga secara psikologis mereka

akan memberikan suatu pernyataan bahwa mereka puas dalam melakukan

pembeliannya.

Hal yang perlu disampaikan dalam fasilitas jasa antara lain :

1. Kelengkapan, kebersihan dan kerapihan fasilitas yang ditawarkan

2. Kondisi dan fungsi fasilitas yang ditawarkan

3. Kemudahan penggunaan fasilitas yang ditawarkan

4. Kelengkapan alat yang digunakan.

Fasilitas merupakan sarana penunjang yang digunakan perusahaan

dalam usaha untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Semakin baik fasilitas

yang diberikan kepada konsumen semakin puas pelanggan akan pelayanan

yang diberikan. Kotler (2003) menyatakan bahwa salah satu upaya yang

dilakukan manajemen perusahaan terutama yang berhubungan langsung

dengan kepuasan konsumen yaitu memberikan fasilitas sebaik-baiknya demi

menarik dan mempertahankan pelanggan. Fasilitas merupakan sarana maupun

prasarana yang penting dalam usaha meningkatkan kepuasan seperti memberi

kemudahan, memenuhi kebutuhan dan kenyamanan bagi pengguna jasa.

Apabila fasilitas yang disediakan sesuai dengan kebutuhan, maka konsumen

akan merasa puas.


27

Hubungan antara fasilitas terhadap kepuasan telah dibuktikan oleh

penelitian yang dilakukan oleh Aji (2011) dimana hasil penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa fasilitas mempunyai pengaruh positif terhadap

kepuasan.

2.2.4. Komunikasi

2.2.4.1. Pengertian Komunikasi

Menurut Daryanto (2011) komunikasi berasal dari bahasa latin,

communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan

antara dua orang atau lebih. Book dalam Robbins dan Jones (1982) yang dikutip

Daryanto (2011) mendefinisikan komunikasi adalah suatu transaksi, proses

simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan cara

membangun hubungan antar sesama ; melalui pertukaran informasi ; untuk

menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain ; serta berusaha mengubah sikap

dan tingkah laku itu. Sedangkan Duldt-Bettey yang dikutip Suryani (2006) dalam

Daryanto (2011) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian

dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih atau lebih dalam sebuah

interaksi tatap muka dan terjadi pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat diformulasikan bahwa

komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap

muka yang berisi ide, perasaan, perhatian, makna serta pikiran, yang diberikan

pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan

informasi tersebut untuk mengubah sikap dan perilaku. Bila pesan yang

disampaikan ingin mendapat tanggapan yang baik dari komunikasi, maka

diperlukan kiat-kiat penyampaian pesan yang baik.

2.2.4.2 Tujuan Komunikasi


28

Menurut Nasir,dkk (2009) tujuan utama komunikasi adalah untuk

membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling

memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui, tetapi mungkin dengan

komunikasi terjadi perubahan sikap, pendapat, perilaku, ataupun perubahan

secara sosial.

a. Perubahan sikap (attitude change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya

berubah, baik positip maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita

berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain

bersikap positif sesuai keinginan kita.

b. Perubahan pendapat (opinion change)

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman, yang artinya

kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan

oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator

maka akan tercipta pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.

c. Perubahan perilaku (behavior change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan

seseorang dari perilaku yang destruktif (tidak mencerminkan perilaku

hidup sehat, menuju perilaku hidup sehat).

d. Perubahan social (social change)

Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan

kadar hubungan interpersonal. Contoh : diperkantoran, sering terjadi

komunikasi yang dilakukan bukan untuk menyampaikan informasi atau

mempengaruhi sikap semata, tetapi terkadang terdapat yakni untuk

membina maksud implisit didalamnya hubungan baik.


29

Menurut Nasir (2009) ada beberapa faktor penghambat komunikasi,

yaitu :

1. Status sosial

Dalam berkomunikasi dengan orang lain kadangkala kita masih berpikir

agamanya apa, tingkat pendidikannya bagaimana, ideologinya

bagaimana, tingkat kehidupannya seperti apa, posisinya sebagai apa,

dan sebagainya. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif, faktor

tersebut perlu diperhatikan karena pergaulan kita sudah bukan pergaulan

yang bersifat tidak pribadi lagi, selalu dinamis, dan harus menempatkan

diri pada pergaulan yang rasional.

2. Status psikologis

Seorang komunikator harus mempersiapkan diri kondisi psikologisnya

sehingga apa yang disampaikan harus sesuai dengan isi pesan. Seorang

paramedis harus mengesampingkan kondisi amarahnya, rasa

kecewanya, kecemasannya, kekalutannya,dll saat berkomunikasi dengan

klien. Sering dijumpai perawat marah kepada keluarga dan klien karena

ada masalah dengan rumah tangganya. Bila ini terjadi, maka akan terjadi

kebuntuan dalam hubungan perawat dan klien.

3. Sosial budaya

Manusia berada pada tingkat keanekaragaman budaya, ras, norma,

kebiasaan, bahasa, gaya hidup postur tubuh, warna kulit dan sebagainya

yang membuat manusia harus beradaptasi dalam pergaulan dan

berkomunikasi.

4. Prasangka

Menurut Efendi (2002) dalam Nasir (2009) prasangka merupakan upaya

menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara rasional


30

sehingga dalam menarik sebuah kesimpulan kesalahannya sangat tinggi

dan hal ini akan menghambat komunikasi.

5. Hambatan Semantis

Hambatan semantis disebabkan karena faktor bahasa yang digunakan

oleh komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan

perasaannya kepada komunikan.

6. Lingkungan

Lingkungan yang berisik dan tidak bersahabat akan menghambat dalam

menerjemahkan isi pesan.

7. Hambatan mekanis.

Dalam komunikasi yang menggunakan media, informasi atau isi pesan

yang disampaikan oleh komunikator terkadang tidak sesuai denga isi

pesan yang diterima oleh komunikan.

2.2.4.3. Fungsi komunikasi

Nasir,dkk (2009) mengatakan bahwa fungsi komunikasi secara umum

dapat di gambarkan sebagai berikut :

1. Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan

2. Tidak terasing atau terisolasi dari lingkungan

3. Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu

4. Dapat mengetahui atau mempelajari peristiwa dilingkungan

5. Dapat mengenal diri sendiri

6. Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain

7. Dapat mengurangi atau menghilangkan peraan tegang

8. Dapat mengisi waktu luang

9. Dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku

kebiasaan
31

10. Dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat bersikap

atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan.

2.2.4.4. Jenis Komunikasi

Menurut Nasir (2009) komunikasi terbagi dua yaitu :

1. Komunikasi Verbal

Di rumah sakit, jenis komunikasi ini yang paling lazim digunakan dalam

pelayanan yaitu pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaan

dengan tatap muka yang menggunakan bahasa. Melalui bahasa

seseorang akan mengkomunikasikan dan menginterpretasikan kata

sehingga mengandung arti, melalui bahasa pula seseorang dapat

mengungkapkan perasaan, ide, kesan dan respon emosional dengan

tujuan agar tercipta hubungan yang baik serta mempelajari sekeliling kita

dalam memahami proses interaksi. Komunikasi verbal yang efektif harus

sesuai dengan hal-hal berikut :

a. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.

Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan

terjadi kerancuan.

b. Perbendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu

memterjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah kedokteran yang

jika digunakan oleh dokter atau perawat klien akan mengalami

kebingungan dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari

informasi penting.

c. Arti denotatif dan konotatif


32

Ketika berkomunikasi dengan klien, dokter atauperawat harus hati-

hati dalam memilih kata sehingga tidak mudah untuk disalah artikan

terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi klien. Oleh

karena itu ungkapan yang mempunyai makna konotasi tersebut

diucapkan untuk beberapa kondisi yaitu : Memperhalus ucapan,

mengendalikan emosional, peringatan secara sopan, pujian yang

indah, memberikan bumbu dalam ucapan.

d. Selaan dan kesempatan berbicara

Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok

pembicaraan menimbulkan kesan bahwa dokter atau perawat

menyembunyikan sesuatu terhadap klien, hal tersebut harus dihindari.

e. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan, oleh

karena itu dokter atau perawat harus peka terhadap ketepatan waktu

untuk berkomunikasi

f. Humor

Dugan (1989) dalam Nasir (2009) mengatakan bahwa tertawa

membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan

oleh stres serta meningkatkan keberhasilan dokter dan perawat dalam

memberikan dukungan emosional terhadap klien.

2. Komunikasi Non Verbal

Merupakan penyampaian kode non verbal yaitu suatu proses

pemindahan atau penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata.

Tujuan komunikasi nonverbal ini adalah untuk :

a. Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition)

b. Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan

kata-kata (subtitution).
33

c. Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)

d. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang belum sempurna.

Komunikasi merupakan cara yang efektif mengubah perilaku klien.

Sedemikian pentingnya bahwa dengan komunikasi yang baik mampu

menurunkan tingkat kecemasan klien dan penutupi kelemahan petugas

kesehatan. Pengetahuan dan keahlian yang kurang mamadai pada diri petugas

kesehatan mampu ditutupi dengan komunikasi yan baik. Hal ini merupakan

modal yang sangat berharga bagi pelayanan kesehatan (Nasir,2009)

Hubungan antara komunikasi dengan kepuasan pasien telah dibuktikan

oleh penelitian Resnani (2002), dimana hasil penelitian tersebut mengungkapkan

bahwa komunikasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien

di rumah sakit.

2.2.5 Empati (Empathy)

Menurut Dani K (2006) dalam Daryanto (2011) empati merupakan

keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya

dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok.

Sedangkan menurut Smith dalam Nurjannah I (2001) yang dikutip Daryanto

(2011) empati merupakan kemampuan menempatkan diri kita pada posisi orang

lain serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa yang

menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain.

Jadi, berempati merupakan sikap seseorang untuk memahami dan mengerti

perasasan orang lain tanpa ikut larut kedalam emosi orang tersebut. Seseorang

harus mampu membentengi emosinya agar tidak ikut terlarut oleh emosinya. Hal

inilah yang membedakan antara empati dengan simpati.

Kondisi emosi klien dan keluarga yang cenderung labil akibat berada di

rumah sakit atau dalam kondisi sakitnya memerlukan dukungan emosional dari
34

petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mempelajari teori berduka dan

kehilangan untuk mampu berempati kepada klien atau keluarga. Petugas

Kesehatan harus mengerti bahwa saat orang menghadapi masalah, reaksi

pertama yang ditampakkan adalah menolah (denial) dan marah (anger). Ketika

melihat klien atau keluarga pasien sedang marah atau menolak akibat

penyakitnya, petugas harus dapat menerima situasi ini tanpa ada sikap yang

reaksional.

Berempati merupakan sikap menerima dan memahami emosi klien tanpa

terlibat ke dalam emosinya. Saat klien atau keluarga sedang marah-marah,

akibat penyakit yang diderita tidak kunjung sembuh dan cenderung memburuk,

sikap yang di tunjukan petugas kesehatan hendaknya jangan memarahi klien

atau keluarga. Petugas harus mengerti tentang konsep tersebut, harus mengerti

marahnya klien/keluarga tersebut tanpa adanya sikap yang reaksional dari

petugas kesehatan. Selain itu, petugas kesehatan tidak boleh ikut larut kedalam

emosi klien (Daryanto, 2011).

Perilaku empati merupakan salah satu sikap dalam hubungan therapeutik

yang merupakan unsur yang sangat penting dalam proses yang berlangsung

secara interpersonal. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat

menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima

pesan menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing)

memahami perilaku konsumen (consumer’s behavior) merupakan keharusan.

Dengan memahami perilaku konsumen maka kita dapat empati dengan apa yang

menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen.

Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa

respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama teamwork

dengan klien. Hal inilah yang mendasari diperlukannya rasa empati petugas

kesehatan terhadap klien/pasien.


35

Menurut Parasuraman,dkk (2008), empati mempunyai dimensi-dimensi

yang mana dimensi tersebut memberikan peluang besar untuk menciptakan

pelayanan yang “surprise” yaitu sesuatu yang tidak diharapkan oleh pengguna

jasa tetapi diberikan oleh penyedia jasa. Dimensi empati merupakan

penggabungan aspek :

1. Akses (acces) meliputi kemudahan jasa yang ditawarkan oleh penyedia

jasa

2. Komunikasi (communication), yaitu merupakan kemampuan melakukan

komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau

memperoleh masukan dari konsumen.

3. Pemahaman pada konsumen (understanding the customer), meliputi

usaha penyedia jasa untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan

keinginan konsumen.

Adapun hubungan antara empati dengan kepuasan pasien telah

dibuktikan dengan penelitian oleh Galih (2008) dengan hasil penelitian adalah

perilaku empati memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap kepuasan

pasien di ruang rawat inap kelas I RSUD Wirosaban Yogyakarta.

2.2.6. Kepuasan Konsumen

2.2.6.1 Konsep Dasar Kepuasan Konsumen

Kotler (2005) dalam Setiawan (2011) mengemukanan bahwa kepuasan

konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara kinerja/hasil produk yang dipikirkan terhadap

kinerja/hasil yang diharapkan. Jika kinerja dibawah harapan, maka pelanggan

merasa tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja

melebihi harapan harapan, pelanggan amat puas atau senang.


36

Sedangkan Buttle (2007) dalam Setiawan (2011) berpendapat bahwa

kepuasan pelanggan adalah respon berupa perasaan puas yang timbul karena

pengalaman menggunakan suatu produk, atau sebagian kecil dari pengalaman

itu. Kepuasan pelanggan akan meningkat bila perusahaan mampu memahami

tuntutan, memenuhi harapan, dan mewujudkan nilai pelanggan. Nilai yang

dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua

manfaaat serta semua biaya yang ditawarkan dan alternatif-alternatif yang

dipikirkannya.

Menurut Zeithamal (2006) dalam Setiawan (2011) faktor utama penentu

kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Persepsi

didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, serta

mengartikan stimulus yang diterima melalui alat indranya menjadi suatu makna.

Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap :

 Tinggan kepentingan pelanggan

 Kepuasan

 Nilai

Ketika pelanggan menilai suatu kualitas jasa, mereka akan

membandingkannya dengan suatu standar internal yang ada sebelum

mengalami jasa tersebut. Standar internal untuk menilai kualitas tersebut adalah

dasar harapan pelanggan. Harapan pelanggan terdiri atas beberapa elemen,

termasuk jasa yang diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami dan

zona toleransi yang berkisar antara tingkat jasa yang diinginkan dan yang

memadai (Setiawan, 2011).

Setelah membeli dan menggunakan jasa, pelanggan membandingkan

kualitas yang diharapkan dengan apa yang benar-benar mereka terima. Ketidak

puasan seorang pelanggan terjadi karena adanya kesenjangan (gap) antara


37

harapan dan kenyataan. Menurut Lovelock et al.(2005) dalam Setiawan (2011)

ada 7 (tujuh) kesenjangan dalam kualitas jasa yang dapat menyebabkan ketidak

puasan pelanggan yaitu :

1. Kesenjangan pengetahuan

Adalah perbedaan antara apa yang diyakini penyedia jasa akan harapan

dan kebutuhan pelanggan dibandingkan dengan harapan pelanggan yang

sesungguhnya. Yang muncul biasanya adalah under estimate atau over

estimate.

2. Kesenjangan standar

Adalah perbedaan antara persepsi manajemen dengan pelanggan

mengenai harapan pelanggan, sehingga standar kualitas yang ditepankan

tidak sesuai.

3. Kesenjangan penyerahan.

Yaitu perbedaan antara standar penyerahan yang ditentukan dengan

kinerja sesungguhnya.

4. Kesenjangan komunikasi internal

Yaitu perbedaan antara apa yang dijanjikan / diucapkan dengan realisasi

yang sesungguhnya.

5. Kesenjangan persepsi

Yaitu perbedaan antara apa yang benar-benar diserahkan dengan apa

yang dianggap oleh pelanggan telah mereka terima (karena mereka tidak

dapat menilai kualitas jasa secara akurat).

6. Kesenjangan interpretasi

Yaitu perbedaan antara apa yang sesungguhnya dijanjikan penyedia jasa

dalam upaya-upaya komunikasinya dengan apa yang pelanggan pikir

telah dijanjikan dalam komunikasi tersebut.

7. Kesenjangan jasa
38

Yaitu perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan akan mereka

terima dengan persepsi mereka terhadap jasa yang benar-benar

diserahkan.

Pada layanan rumah sakit, kesenjangan bisa terjadi sejak pasien

mendaftar hingga selama dilakukan tindakan medis, dimana sering muncul

kesenjangan pada : penjelasan tentang diagnosis penyakit, tindakan

medis/operatif yang harus dilakukan, tarif tindakan, cara dan waktu pemberian

obat, dan lain-lain (Setiawan, 2011).

Namun pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan

para konsumen yang merasa puas. Setiap orang atau organisasi harus bekerja

dengan konsumen internal dan eksternal untuk memenuhi kebutuhan mereka

bekerjasama dengan pemasok internal dan eksternal demi terciptanya kepuasan

konsumen. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa

manfaat diantaranya (Tjiptono et al, 2008) :

a. Hubungan perusahaan dan konsumen menjadi harmonis

b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang

c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen

d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth)yang

menguntungkan perusahaan.

e. Laba yang diperoleh meningkat.

2.2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen

Dalam menentukan kepuasan konsumen ada lima faktor yang harus

diperhatikan oleh perusahaan (Lupyoadi, 2001 dalam Aji, 2011) antara lain :

1. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualiata.


39

2. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila

mereka mendapatka pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang

diharapkan.

3. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan

keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan

produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat

kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan diperoleh bukan karena kualitas

dari produk tetapi sosial atau self esteem yang membuat pelanggan

merasa puas terhadap merek tertentu.

4. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi

menetapkan harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih

tinggi kepada pelanggan.

5. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan

atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau

jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

2.2.6.3 Mengukur Kepuasan Konsumen

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk

mengukur kepuasan konsumennya dan konsumen pesaing. Kotler (2003)

mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan konsumen :

1. Sistem keluh saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (custumer oriented)

perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi

para konsumennya guna menyampaikan kritik, sran, pendapat dan

keluhan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang

ditempatkan di lokasi-lokasi strategis ( yang mudah dijangkau dan sering


40

diminati oleh pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung atau

dikirimlewat pos), saluran telepon bebas pulsa, website dan lain-lain.

2. Ghost Shopping (Mystery shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran kepuasan konsumen adalah

dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppersuntuk berperan

atau berpura-pura sebagai konsumen potensial produk perusahaan dan

pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan

menggunakan produk/jasa perusahaan

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan menghubungi para konsumen yang telah berhenti membeli

atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu

terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/

penyempurnaan selanjutnya.

4. Survei Kepuasan Konsumen

Sebagian besar riset kepuasan konsumen dilakukan dengan

menggunakan metode survei, baik survei melalui pos, telepon, e-

mail,website maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan

akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari

konsumen dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan

menaruh perhatian terhadap pelanggannya.

Sedangkan Hartono (2010) mengatakan ada empat cara yang dilakukan

rumah sakit dalam mengukur kepuasan klien/ pasiennya yaitu :

1. Melihat indikator hasil pelayanan.

Banyak rumah sakit mengukur kepuasan klien/pasien dengan menghitung

BOR, LOS dan TOI. Ukuran ini merupakan ukuran yang tidak langsung
41

(indirect), dan sebenarnya tidak cukup. Dalam situasi ini tidak ada

pesaing, ukuran ini tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena

klien/pasien tidak memiliki pilihan lain.

2. Menampung keluhan dan saran.

Banyak cara dapat dilakukan dengan hal ini, misalnya dengan

menyediakan kotak saran, membagikan formulir tanggapan/komentar

kepada klien/pasien tertentu, membentuk tim/unit pengaduan

(ombudsmen), membentuk komite pengawas perawat, dan lain-lain.

3. Menyelenggarakan panel pasien / klien.

Membentuk kelompok kecil klien / pasien untuk membahas hal-hal yang

sudah baik dan kekurangan-kekurangan dari rumah sakit untuk

disampaikan kepada rumah sakit. Kelompok ini berganti-ganti dari waktu

ke waktu.

4. Menyelenggarakan survei kepuasan pasien.

Cara ini merupakan pelengkap bagi cara-cara lain tersebut diatas, dan

dapat dilakukan sendiri oleh rumah sakit atau diborongkan kepada

organisasi lain.

Anda mungkin juga menyukai