Anda di halaman 1dari 25

Perkembangan Madrasah Di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Arif Fardhan, M.Hi

Oleh Kelompok 5 Angkatan 05:

1. Roslina Asis (PAI)


2. Fitrianti A (PAI)
3. Nur Fadhillah (PAI)
4. Siti Fauzia Tis Sakinah (SBA)
5. Putri Rahemah (SBA)

Kuliah Islam Al Ma’wa


Jalan Pasarean KP. Rawalele Pasirangin Cileungsi Bogor
Tahun Akedemik 2022/2023
KATA PENGANTAR

‫اْلَح ْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذْي َاْنَعَم َع َلْيَنا ِبِنْع َم ِة اِاْل ْيَم اِن َو اِاْل ْس اَل ِم َو َه َدىَنا َع َلى ال"ِّدْيِن اِاْل ْس اَل ِم َص اَل ُة ِهللا َو َس اَل ُم ُه َع َلى َخ ْي ِر اَأْلَن اِم‬
‫ أَّم ا َبْعُد‬، ‫َو َء اِلِه َو َصْح ِبَه َاْج َم ِع ْيَن‬

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah subhanahu wa ta’ala


atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula
kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
shallallahu alaihi wasallam. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya
yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam berjudul “Perkembangan Madrasah Di Indonesia” dan
bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.

Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan
pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Jakarta, Desember 2022

Penyusun Makalah

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................3

1.3 MANFAAT PENELITIAN.....................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN 4

2.1 Pengertian Madrasah 4


2.2 Sejarah Kemunculan Madrasah di Indonesia 5
2.3 Bagaimana Perkembangan Madrasah di Indonesia 7
2.4 Sistem Pendidikan dan Pengajaran Madrasah di Indonesia 16

BAB III PENUTUP 20

3.1 Kesimpulan 20

3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, menurut


para ahli pendidikan, khususnya dalam bidang sejarah pendidikan Islam, seperti
Azyumardi Azra, Maksum, Hasbullah, Steenbrink, Nakosteen, dan lainlain, sebenarnya
bukan merupakan satu mata rantai sejarah tumbuh dan berkembangnya madrasah di
masa Islam Klasik. Tetapi madrasah di Indonesia muncul sebagai kelanjutan logis
lembaga pendidikan Islam sebelumnya, khususnya Jawa, yaitu pesantren. Pandangan
ini, diperkuat oleh suatu kenyataan bahwa masuknya Islam ke Nusantara, baik
gelombang pertama (abad ke-7 M) maupun gelombang kedua (abad ke-13 M) tidak
diikuti oleh muncul atau berdirinya madrasah. Dengan alasan itu pula, maka secara
historis menurut Nurcholish Madjid, pesantren seringkali disebut tidak hanya identik
dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
(indigenous)1.

Kebangkitan di suatu kawasan akan sangat terkait dengan terjadinya proses


perubahan dalam segala aspek, termasuk dalam persoalan pendidikan. Hal ini bisa
dilihat dari banyaknya upaya pembaharuan yang coba dilakukan para tokoh
pembaharuan dalam persoalan pendidikan. Pendidikan telah dianggap oleh banyak
orang sebagai dasar perbaikan dan pembentukan watak, moral manusia. Bahkan dalam
sejarah peradaban umat manusia, kecemerlangan peradaban selalu dikaitkan dengan
sistem pendidikan yang menopangnya. Suatu peradaban yang agung selalu didukung
oleh suatu sistem pendidikan yang agung. Ini bisa dilihat dari sejarah peradaban yunani,
romawi dan islam. Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah dan
perguruan tinggi Islam) mempunyai misi penting yaitu mempersiapkan generasi muda
ummat Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan ummat dan bangsa di masa depan.

Madrasah yang merupakan telah menjadi bagian dari system pendidikan nasional
yang juga berperan strategis dalam pembangunan bangsa, saat ini menempati posisi

1
https://www.researchgate.net/publication/
328634116_Madrasah_Sebagai_Lembaga_Pendidikan_Islam

1
sebagai sekolah umum berdasarkan UU sisdiknas No. 20 tahun 2003, berarti madrasah
sebagai sub sistem pendidikan nasioanal. Meskipun madrasah berada di bawah
Departemen Agama/Kementerian Agama, namun karena merupakan sub sistem
pendidikan nasional dan sekaligus merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan
nasional, maka madrasah sebenarnya masuk dalam bidang pendidikan dengan
manajemen pemerintahan daerah baik pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota.
Karena posisinya tersebut, pemerintah daerah seharusnya memberikan perlakuan yang
sama tanpa ada dikotomi pemberdayaan baik dalam memberikan fasilitas, sarana
prasarana, pendanaan maupun perkembangan ketenangan, dengan tidak membedakan
antara sekolah umum maupun madrasah dan antara sekolah negeri maupun swasta.

Madrasah memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Saat ini


pendidikan madrasah masih dianggap pendidikan “kelas dua”. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan madrasah masih menghadapi sejumlah masalah besar mulai seperti
persoalan pengelolaan dan rendahnya mutu pendidikan madrasah. Tulisan ini
dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang kiprah madrasah dalam sistem
pendidikan di Indonesia, permasalahan madrasah, peluang, dan tantangan madrasah.
Madrasah telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Metode yang
digunakan dalam kajian ini adalah studi kepustakaan dengan mengumpulkan data
sekunder dari berbagai sumber yang kemudian melakukan analisis deskriptif data yang
dipaparkan secara detil. Berbagai persoalan dihadapi madrasah antara lain pengelolaam
pendidikan, kesenjangan antara negeri dan swasta, mutu madrasah, serta kurikulum.
Tetapi madrasah memiliki kekuatan dengan situasi masyarakat yang mulai peka
terhadap pendidikan Islam menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi madrasah.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan madrasah?


2. Bagaimana sejarah kemunculan madrasah di indonesia?
3. Bagaimana perkembangan madrasah di indonesia?
4. Seperti apakah sistem pendidikan dan pengajaran di indonesia?

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui pengertian madrasah.


2. Mengenal sejarah kemunculan madrasah di indonesia
3. Mampu menganalisis perkembangan madrasah di indonesia.
4. Mengatahui sistem pendidikan dan pengajaran madrasah di indosnesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Madrasah

Istilah madrasah telah dikenal oleh masyarakat muslim sejak masa kejayaan Islam
klasik. Dilihat dari segi bahasa, madrasah merupakan isim makãn (nama tempat) berasal
dari kata darasa yang berarti tempat orang belajar. Dengan demikian madrasah dipahami
sebagai tempat atau lembaga pendidikan Islam.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia madrasah adalah sekolah atau perguruan
yang biasanya berdasarkan agama Islam. Madrasah di Indonesia merupakan istilah bagi
sekolah agama Islam terutama sekolah dasar dan menengah, sedangkan di negara-
negara Timur Tengah madrasah merupakan sekolah secara umum atau lembaga
pendidikan pada umumnya.
Madrasah juga dinilai berasal dari istilah al-Madãris, suatu istilah yang digunakan
oleh para Fuqãha (Ulama ahli Fiqih), sehingga pada masa kekhalifahan Abbasiyyah,
madrasah dianggap sebagai tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh dan Hadits. Di
Indonesia, peraturan Menteri Agama RI No. 1/1946 dan No.7/1950 memformulasikan
madrasah sebagai tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan ilmu pengetahuan
agama Islam menjadi pokok pengajaran. Sedangkan menurut SKB (Surat Keputusan
Bersama) Tiga Menteri 1975, Madrasah diartikan sebagai lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Kemudian
dalam UU No. 2 tahun 1989 atau Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN), kedudukan madrasah posisinya sama dengan sekolah. Hal itu dapat dilihat
dalam peraturan perundangan yang membahas mengenai madrasah yang diterbitkan
sebagai pelengkap UU tersebut. Di antaranya adalah: PP No. 28 tahun 1990, SK
Mendikbud No. 0487/U/1992 dan SK No. 054/U/1993 dalam perundangan tersebut
disebutkan bahwa MI sama dengan SD dan MTS sama dengan SLTP yang bercirikhas
agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. MI dan MTs wajib
memberi bahan kajian sekurang-kurangnya sama dengan SD dan SLTP selain ciri Khas
agama Islam. Sedangkan dalam SK Mendikbud No. 0489/U/1992 disebutkan bahwa

4
MA sama dengan SMU bercirikhas agama Islam yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama.
Lebih lanjut dalam UU SISDIKNAS atau UU NO. 20 tahun 2003, di sana sama
sekali tidak membedakan antara madrasah dan sekolah, dengan kata lain madrasah
adalah sekolah tanpa ada embel-embel berciri khas agama Islam. Dari penjelasan di atas
madrasah dapat diartikan sebagai tempat belajar.2
Madrasah dari kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar, dan dapat
berubah menjadi mudarrisun isim fail dari kata darrasa (mazid tasdid) yang berarti
pengajar. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka ada saja beranggapan bahwa
sejak awal pelaksanaan dakwah islam di mulai, sejak itu pula sudah ada madrasah-
madrasah yang merupakan tempat menerima dan memberikan pelajaran dalam bentuk
khalaqah baik itu di laksanakan di Kuttabkuttab maupun di Masjid-masjid dan bahkan
di tempat lain.

2.2 Sejarah Kemunculan Madrasah Di Indonesia3

Di Indonesia, madrasah merupakan fenomena moderen yang dimulai sekitar awal


abad ke-20. Tidak ada kejelasan hubungan madrasah abad ke 11-12 di timur tengah
dengan munculnya madrasah di Indonesia pada awal abad ke-20. Sejarah pertumbuhan
madrasah di Indonesia, jika dikembalikan pada situasi awal abad ke-20, dianggap
sebagai memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, walaupun sangat dimungkinkan ia
merupakan konsekuensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan Islam di timur
tengah masa moderen.
Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator penting bagi
perkembangan positif kemajuan prestasi budaya umat Islam, mengingat realitas
pendidikan, sebagaimana terlihat pada fenomena madrasah yang sedemikian maju saat
itu, adalah cerminan dari keunggulan capaian keilmuan, intelektual dan kultural.
Dipicu oleh semangat Pan Islamisme dan gerakan pembaharuan Islam di Timur
Tengah dan Mesir yang imbasnya merambah ke tanah air melalui pelajar-pelajar yang
kembali setelah menyelesaikan studinya, baik dari Mesir maupun yang telah bermukim
2
https://mtscipulus.sch.id/2022/04/03/pengertian-madrasah-menurut-para-ahli/ di akses 21 feb 23
04.20
3
Maksum, Sejarah dan Perkembangannya, Logos Wacana Ilmu, 1999. Jakarta

5
di Makkah dan Madinah dengan tujuan belajar agama selama dua, empat sampai enam
tahun. Mereka membangkitkan gerakan pembaruan di bidang pendidikan Islam. Di
Sumatera muncul antara lain Madrasah Adabiyah yang didirikan di Padang oleh Syaikh
Abdullah Ahmad pada tahun 1908. Pada tahun 1915 madrasah ini berubah menjadi HIS
Adabiyah. Sementara itu pada tahun 1910 Syaikh M. Taib Umar juga mendirikan
Madrasah Shcoel di Batusangkar, sedangkah H. Mahmud Yunus pada tahun 1918
mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan pada Madrasah Schoel.
Di Aceh didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930 bernama Saadah
Adabiyah oleh Tengku Daud Beureuh. Madrasah Al-Muslim oleh Tengku Abdul
Rahman Munasah Mencap, Madrasah Sarul Huda dan banyak madrasah lainnya. Hal
serupa terjadi juga di Sumatera Timur, Tapanuli, Sumetera Selatan, Kalimantan,
Sulawesi, Jawa dan lain-lain.

Organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan banyak mendirikan


madrasah dan juga sekolah umum dengan nama, jenis dan tingkatan yang bermacam-
macam diantaranya:
 Muhammadiyyah (1912) mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Muallimin/Mu'allimat, Muballighin/Muballighat dan Madrasah Diniyah
 Al-Irsyad (1913), mendirikan Madrasah Awaliyah, Madrasah Ibdtidaiyah,
Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassis.
 Matlaul Anwar di Menes Banten mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Aliyah dan Diniyah.
 Pesatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) (1928) mendirikan madrasah dengan
berbagai nama, diantaranya Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Madrasah Awaliyah,
Tsanawiyah, Kuliyah Syariah.
 Nahdhatul Ulama (1926) mendirikan Madrasah Awaliyah, Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Muallimin Wustha dan Muallimin Ulya.4

Ada dua faktor yang melatar belakangi lahir dan tumbuhnya madrasah di
Indonesia, yakni faktor adanya respon terhadap politik kolonial Belanda dan faktor
munculnya pembaharuan pemikiran keagamaan, yakni dengan munculnya gerakan

4
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1995. Jakarta

6
pembaruan yang dimotori oleh tokoh intelektual muslim diberbagai daerah dan
organisasi sosial keagamaan. Berkat dukungan politik pemerintah Indonesia dan dengan
dikeluarkannya keputusan bersama menteri serta UU Sistem Pendidikan Nasional, maka
semakin memperkuat posisi madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional5.

Secara rinci,faktor yang melatarbelakangi tumbuhnya Madrasah:


 Sebagai manifestasi dari realisasi pembahuruan sistem pendidikan Islam.
 Usaha penyempurnaan terhadap sstem pesantren ke arah suatu sistem pedidikan
yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama
dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan
perolehan ijazah.
 Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri
yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.
 Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang
dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan dari hasil akulturasi.

2.3 Perkembangan Madrasah Di Indonesia

Reaksi progresif dilakukan dengan pertimbangan bahwa dominasi Hindia Belanda


dengan pola pendidikan modern yang sekuler harus dilawan dengan pendirian lembaga-
lembaga modern ala mereka tapi berbasis Islam. Dengan demikian, cara progresif ini
dilakukan umat Islam dengan cara “menolak sambil meniru”. Reaksi progresif ini
terutama dipelopori sejumlah ulama pembaharu, yaitu mereka yang mulai bersentuhan
dengan gerakan pembaharuan yang telah menggema di Timur Tengah sejak awal abad
ke 19.
Maka, melalui pola moderat Ini, berdirilah sejumlah madrasah dan sekolah umum
berciri khas Islam dengan beberapa corak6.
 Pertama, pendirian madrasah dengan dominan mata pelajaran agama ditambah
mata pelajaran umum (madrasah Plus), sebagaimana dilakukan Madrasah
Adabiyah Padang Panjang (1909).

5
https://rizaalfarid.blogspot.com/2017/05/sejarah-dan-perkembangan.html( diakses Selasa,21 feb
2023)
6
Maksum, Madrasah, hlm. 106 ; Azra, Pendidikan Islam, hlm. 36-38.

7
 Kedua, pendirian sekolah umum model Belanda ditambah mata Pelajaran agama
(sekolah plus), seperti yang ditawarkan Sekolah Adabiyah Padang (1915).
 Ketiga, pendirian madrasah dengan bidang Kajian sepenuhnya agama (madrasah
diniyah) yang dikelola secara Modern, sebagaimana ditawarkan Madrasah
Sumatera Thawalib (1919). Dalam perkembangan berikutnya, pendirian
llembaga-lembaga Pendidikan Islam modern dilakukan secara massif oleh umat
Islam di berbagai penjuru tanah air.

Madrasah di Awal Kemerdekaan


Setelah Indonesia merdeka, segera dilakukan upaya-upaya pembaharuan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran. BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat)7 dalam sidangnya tanggal 29 Desember 1945 membuat sejumlah rekomendasi
kepada Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, yang intinya agar selekas
mungkin mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran yang dijalankan
sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan dan Pengajaran baru. Dalam
rekomendasi itu juga disinggung tentang keberadaan madrasah dan pesantren, yakni:
“… Madrasah dan Pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan
sumber Pendidikan dan Pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dan berakar dalam
masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang
nyata dengan berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah 8. Sebagai respon
atas rekomendasi BP KNIP tersebut, tanggal 1 Maret 1946 Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan (Dr. Mr. T.S.G Mulia) melalui Surat Keputusan Nomor
104/Bhg.O membentuk sebuah komisi khusus dengan nama Panitia Penyelidik
Pengajaran yang Dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dan Soegarda Poerbakawatja,
dengan tugas;
 Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah.
7
9BP KNIP dibentuk tanggal 22 Agustus 1945 oleh PPKI [Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ]
dan dilantik tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta dengan ketua Kasman
Singodimedjo. Berdasar maklumat Wakil Presiden Nomor X [16 Oktober 1945] KNIP, sebelum terbentuk
MPR dan DPR, Diserahi tugas legislatif. Dalam melaksanakan tugas KNIP sehari-hari, dibentuk Badan
Pekerja KNIP yang keanggotaannya dipilih dari anggota KNIP yang ada. BP KNIP bertanggungjawab
kepada KNIP. Ketua Harian KNIP adalah St. Sjahrir. Baca dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia 3
(Jakarta : Delta Pamungkas, 1997), hlm. 28-30.
8
Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Jakarta : Bina Aksara, 1986), hlm. 32-
33.

8
 Menetapkan bahan pengajaran dengan mempertimbangkan Keperluan yang
praktis dan jangan terlalu berat
 Menyiapkan rencana pelajaran untuk tiap jenis sekolah termasuk fakultas9.

Dalam laporan yang disusun tanggal 2 Juli 1946, Panitia Penyelidik berhasil
merumuskan sejumlah hal penting. Rumusan tujuan pendidikan nasional diarahkan
kepada upaya menanamkan semangat dan jiwa Patriotisme 10. Tentang pendidikan
agama, Panitia Penyelidik merekomendasikan Hal-hal berikut;
a) Pelajaran agama dalam semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah,
b) Para guru dibayar oleh pemerintah,
c) Pada Sekolah Dasar, pendidikan agama diberikan mulai kelas IV,
d) Pendidikan tersebut diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu,
e) Para guru agama diangkat oleh Departemen Agama,
f) Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum,
g) Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama,
h) Diadakan Latihan bagi para guru agama,
i) Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki, dan
j) Pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan.11

Dari sekian rekomendasi di atas, perhatian khusus terhadap madrasah hanya pada
bagian (i), selebihnya diarahkan pada pendidikan agama di Sekolah umum.

Madrasah di Bawah Departemen Agama


Langkah pertama Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan terhadap
keberadaan madrasah adalah memberikan bantuan berupa pengadaan sarana dan
prasarana serta biaya operasional, Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Agama Nomor 1/1946, Tanggal 19 Desember 1946. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan agar Madrasah juga mengajarkan pengetahuan umum sekurang-kurangnya
1/3 dari jumlah jam pelajaran yang digelar. Pengetahuan umum dimaksud meliputi;
bahasa Indonesia, membaca dan menulis huruf Latin, berhitung (untuk tingkat dasar).
9
Ibid., hlm. 34.
10
Ibid., hlm. 35.
11
13Steenbrink, Pesantren Sekolah dan Madrasah, hlm. 90-91 ; Husni Rahim, Arah baru Pendidikan
Islam di Indonesia (Jakarta : Logos, 2001), hlm. 52-53.

9
Ditambah dengan ilmu bumi, Sejarah, kesehatan tumbuh-tumbuhan dan alam (untuk
tingkat lanjutan). Ketentuan tersebut juga mengatur penjenjangan madrasah yang
meliputi:
 Madrasah Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang- kurangnya 4 tahun,
dan siswa dibatasi pada usia 6 sampai 15 tahun; Dan
 Madrasah Lanjutan, dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3 Tahun setelah
tamat Madrasah Tingkat Rendah, siswa berumur 11 tahun Ke atas12.

Tahun 1952, ketentuan di atas disempurnakan melalui Peraturan Menteri Agama Nomor
7/1952. Dalam peraturan ini jenjang pendidikan Madrasah meliputi,:
 Madrasah Rendah, dengan masa belajar 6 Tahun
 Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama, dengan lama belajar 3 Tahun setelah tamat
Madrasah Rendah
 Madrasah Lanjutan Tingkat Atas, dengan lama belajar 3 tahun setelah tamat
Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama13.

Madrasah dalam UU Nomor 4/1950


Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah dalam undangundang
ini, tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk “Membentuk manusia susila yang
cakap dan warga negara yang Demokratis serta bersusila serta bertanggungjawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air” (pasal 3). Dari rumusan di atas belum
nampak adanya perhatian serius Pemerintah dalam membina mental spiritual dan
keagamaan melalui Proses pendidikan. Oleh sebab itu, keberadaan madrasah dalam
Undang-undang tersebut tidak disinggung secara khusus, kecuali pada Pasal 10 (ayat 2)
tentang Kewajiban Belajar, yang berbunyi : “Belajar di sekolah agama yang telah
mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban
belajar”14.
Madrasah Wajib Belajar (MWB)
Untuk melaksanakan amanat UU Nomor 4/1950, khususnya tentang wajib belajar,
pada tahun 1958 Departemen Agama mempelopori berdirinya Madrasah Wajib Belajar
12
Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam, hlm. 53-54
13
Ibid., hlm. 54-55
14
Wasty Soemanto dan F.X. Soeyarno, Landasan Historis Pendidikan Indonesia (Surabaya : Usaha
Nasional, 1983), hlm. 172.

10
(MWB) dengan lama belajar 8 Tahun. MWB diarahkan pada pembangunan jiwa bangsa
untuk kemajuan di lapangan ekonomi, industrialisasi, dan transmigrasi.
Materi pelajaran meliputi : pendidikan agama, umum, dan keterampilan untuk
mendukung kesiapan anak untuk berproduksi atau bertransmigrasi dengan swadaya.
Kurikulum MWB merupakan gabungan dari tiga perkembangan; akal, hati nurani, dan
keterampilan. Dengan Komposisi mata pelajaran; 25% mata pelajaran agama dan 75%
mata Pelajaran umum dan keterampilan15.
Lama belajar MWB 8 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia 6 tahun anak
sudah wajib sekolah dan setelah umur 15 tahun diizinkan mencari nafkah. Sayang,
rintisan gemilang ini hanya bertahan sampai Tahun 1970 karena tak didukung dana
memadai.

Madrasah Negeri
Diantara upaya Departemen Agama dalam menata dan membina Madrasah adalah
melalui penataan organisasi dan membuat “pilot Proyek” madrasah percontohan dengan
cara penegerian sejumlah Madrasah swasta. Melalui cara ini, keberadaan madrasah yang
beranekaragam diharapkan bisa memiliki model yang sama dalam Pengembangannya.
Penegerian pertama dilakukan pada madrasah tingkat pemula (ibtidaiyah) melalui
sejumlah keputusan/ketetapan Menteri Agama Berikut ;
 ketetapan Menteri Agama Nomor 1/1959; sebanyak 205 Sekolah Rendah Islam
(SRI) di Aceh yang sejak 1946 dikelola Pemerintah daerah setempat diserahkan
pemeliharaannya kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi
Sekolah Rakyat Islam (SRI).
 Keputusan Menteri Agama Nomor 2/1959; Sebanyak 19 SRI di Lampung yang
semula dikelola Pemerintah Daerah setempat diserahkan pemeliharaannya
kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi Sekolah Rakyat
Islam (SRI).
 Keputusan Menteri Agama Nomor 12/1959; sebanyak 19 SRI di Karesidenan
Surakarta yang semula dikelola Pemerintah Daerah Setempat diserahkan
pemeliharaannya kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi
Sekolah Rakyat Islam (SRI).

15
Daulay, Historisitas dan Eksistensi, hlm. 76

11
 Keputusan Menteri Agama Nomor 104/1962; nama Sekolah Rakyat Islam (SRI)
diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Yang berlaku hingga
sekarang.
 Keputusan Menteri Agama Nomor 813/1970; penegerian MI dihentikan, ketika
jumlah MIN telah mencapai 358 buah.

Penegerian Madrasah Tsanawiyah dimulai tahun 1967. Namanya Setelah


dinegerikan menjadi Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTs.A.I.N). Sampai
tahun 1970, MTs.A.I.N telah berjumlah 182 buah yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.Di tahun 1967, penegerian sejumlah madrasah Aliyah juga dilakukan
berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 80/1967. Madrasah Aliyah yang pertama
kali dinegerikan adalah MA alIslam Surakarta, MA di Magetan, dan MA Palangki di
Sumatera Barat. Setelah Dinegerikan, namanya menjadi Madrasah Aliyah Agama Islam
Negeri. (M.A.A.I.N). Selanjutnya proses penegerian terus berlangsung sampai
dikeluarkannya KMA Nomor 213/1970 tentang penghentian penegerian madrasah
swasta atau pendirian madrasah negeri. Sampai tahun 1970 jumlah M.A.A.I.N stelah
mencapai 43 buah.
Restrukturisasi madrasah dilanjutkan pada tahun 1978 (berdasar Keputusan
Menteri Agama Nomor 15, 16, 17 tahun 1978) dengan Mengubah kembali nama-nama
madrasah negeri tersebut (MIN, MTs.AIN, MA.AIN) menjadi MIN, MTsN, dan MAN,
yang berlaku Hingga kini.

Madrasah dalam SKB 3 Menteri 1975 Tahun 1975,


Tepatnya tanggal 24 Maret 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Nomor 6/1975 dan Nomor 037/U/1975 Antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada
Madrasah. Latar belakang lahirnya SKB 3 Menteri bermula dari keluarnya Keputusan
Presiden Nomor 34/1972, tanggal 18 April 1972, tentang tanggungjawab Fungsional
Pendidikan dan Latihan, yang sebagian Isinya menyatakan bahwa semua lembaga
pendidikan di Indonesia berada di bawah tanggungjawab Departemen P & K, termasuk
lembaga Pendidikan agama16.

16
akiyah Daradjat, “Pengantar”, dalam Maksum, Madrasah, hlm. Vii-xiii.

12
Dibentuk tim kerjasama tiga departemen yang akhirnya menghasilkan SKB Tiga
Menteri Tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. Bunyi SKB tersebut
antara lain, :
 Madrasah meliputi tiga tingkatan : Madrasah Ibtidaiyah, setingkat Dengan
Sekolah Dasar; Madrasah Tsanawiyah, setingkat dengan sekolah Menengah
Pertama; dan Madrasah Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (Bab I
pasal 1 ayat 2).
 Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah Sekolah umum
yang setingkat; Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang
setingkat lebih atas; Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang
setingkat (Bab II pasal 2).
 Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama; Pembinaan Mata
pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama; Pembinaan dan
pengawasan mutu mata pelajaran umum Pada madrasah dilakukan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Bersamasama dengan Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri (Bab IV pasal 4)17.

Menindaklanjuti SKB tiga menteri, tahun 1976 Menteri Agama mengeluarkan


keputusan tentang pemberlakuan Kurikulum Madrasah 1976 18. Berdasarkan kurikulum
ini, mata pelajaran di madrasah memuat 30% pendidikan agama (meliputi; Qur’an-
Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh, Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab) dan
70% pendidikan umum (sebagaimana terdapat pada sekolah umum dengan sedikit
pengurangan). Kurikulum di atas tidak berlaku Madrasah Aliyah Program Pilihan A1
(Ilmu-Ilmu Agama). Untuk yang terakhir ini, prosentase pendidikan agama dan umum
agak berimbang, Yaitu : 47% umum dan 53% agama (semester I dan II) ; 55% umum
dan 45% agama (semester III dan IV ) ; 65% umum dan 35% agama (semester V) ; 60%
umum dan 40% agama (semester VI)19.

17
Ibid., hlm. 150-151.
18
Kurikulum madrasah 1976 secara bertahap dilaksanakan mulai tahun 1978. Dalam Perkembangan
selanjutnya, kurikulum 1976 disempunakan menjadi Kurikulum 1984. Kurikulum terakhir ini, untuk
tingkat MI dan MTs, disempurnakan melalui SK Menteri Agama Nomor 45/1987. Penyempurnaan ini
sejalan dengan perubahan kurikulum sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca lebih Lanjut dalam; Daulay, Historisitas dan Eksistensi, hlm. 84
19
Ibid., hlm. 88-89.

13
Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)
Berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 73/1987,20 pemerintah membuka
program khusus keagamaan di Madrasah Aliyah, yang dikenal dengan Madrasah Aliyah
Program Khusus (MAPK). Program ini sebagai upaya untuk “menyempurnakan”
kurikulum hasil SKB tiga Menteri 1975, utamanya pada Madrasah Aliyah Program
Pilihan Ilmu Ilmu Agama. Muatan kurikulum program MAPK didominasi materi Agama
dengan perimbangan ; 70% agama dan 30% umum, berbanding terbalik dengan muatan
kurikulum MA. Program MAPK dimaksudkan, antara lain, untuk “memberi bekal
Pengetahuan dasar dalam ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab kepada Siswa yang akan
melanjutkan pendidikan ke IAIN atau perguruan tinggi Islam lainnya. Serta memberi
bekal kemampuan kepada siswa yang akan bekerja di masyarakat dalam bidang
pelayanan keagamaan”21. Untuk mencapai tujuan dimaksud, seleksi penerimaan siswa
baru cukup ketat,22 penyelenggaraan pendidikan bersifat boarding school, semua Siswa
diasramakan selama mengikuti program, dengan titik tekan pada penguasaan literatur
Arab.

Madrasah dalam UU Nomor 2/1989


Keluarnya UU Sisdiknas Nomor 2/1989 mengubah secara signifikan posisi
madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Madrasah tidak lagi sebagai lembaga
pendidikan keagamaan, melainkan menjadi Sekolah umum berciri khas agama Islam.
Melalui UU tersebut, yang kemudian diikuti lahirnya sejumlah PP dan keputusan di
bawahnya, Posisi madrasah dijelaskan sebagai berikut;
 PP Nomor 28/1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 4 ayat 3 menyebutkan :
Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama
Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut
Madrasah Ibtidaiyah Dan Madrasah Tsanawiyah.

20
Ketika Menteri Agama dijabat Munawir Syadzali
21
Ibid ., hlm. 99.
22
Calon siswa yang bisa diterima pada program MAPK adalah; lulusan MTsN, menduduki peringkat 1-10
Danem MTs pada tingkat panitia penyelenggara Ebtanas dengan nilai Bahasa Arab sekurang-kurangnya
7, berumur maksimal 18 tahun, Bersedia tinggal di asrama, berbadan sehat, mendapat persetujuan
orang tua, berkelaukan baik. Baca dalam ; Enung K. Rukiati dan Fenti Hikmawati, sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia (Bandung ; Pustaka Setia, 2006), hlm.126.

14
 K Mendikbud Nomor 489/U/1992 tentang Sekolah Menengah Umum23,
menyatakan bahwa Madrasah Aliyah adalah Sekolah Menengah Umum yang
berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (pasal
1 ayat 6)24.

Menurut A. Malik Fadjar, pengakuan madrasah sebagai sekolah umum berciri


khas Islam merupakan wujud budaya simpatik jati diri budaya bangsa yang berakar
pada peradaban “Bhinneka Tunggal Ika”25. Azyumardi Azra mengatakan, pengakuan
tersebut menunjukkan bahwa secara perlahan namun pasti, dikotomi antarmadrasah dan
Sekolah umum mulai pudar26. Sedangkan menurut Maksum, pengakuan tersebut dapat
ditafsirkan sebagai upaya melakukan “integrasi” pendidikan Islam ke dalam sistem
pendidikan nasional. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi berikut ;
 pertama, pendidikan agama menjadi salah Satu mata pelajaran wajib dalam
setiap jenis, jenjang, jalur pendidikan.
 Kedua, dalam sistem pendidikan nasional, madrasah dimasukkan ke Dalam
katagori pendidikan jalur sekolah. Jika sebelumnya terdapat Dualisme antara
sekolah dan madrasah, maka melalui kebijakan tersebut dapat dikatakan bahwa
madrasah adalah sekolah umum berciri Khas agama Islam.
 Ketiga, kendati madrasah termasuk ke dalam jalur Pendidikan sekolah,
pemerintah masih memberikan peluang untuk mengembangkan madrasah
dengan jurusan khas keagamaan27.

Perluasan makna madrasah, dari sekedar lembaga pendidikan keagamaan ke


sekolah umum berciri khas Islam, berimplikasi pada Muatan kurikulum yang harus
diterima siswa madrasah. Karena itu, Sebagai implementasi dari UU Sisdiknas Nomor
2/1989 dan sejumlah peraturan terkait di bawahnya, pada tahun 1993 Menteri Agama

23
SK Mendikbud ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 29/1990 tentang Pendidikan
Menengah
24
sK Mendikbud Nomor 489/U/1992 selanjutnya ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama
Nomor 370/1993 tentang Madrasah Aliyah
25
A. Malik Fadjar, Madarsah dan Tantangan Modernitas (Bandung : Mizan, 1999), Hlm. 15
26
Azyumardi Azra,Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi (Jakarta :
Kompas, 2002), hlm. 71
27
Maksum, Madrasah, hlm. 159-160.

15
(melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 371, 372, 373/1993) Menetapkan
kurikulum madrasah MI, MTs, dan MA.
Isinya, muatan kurikulum madrasah cukup berat yaitu minimal sama dengan
kurikulum sekolah (SD, SLTP, dan SMU sesuai jenjangnya), ditambah materi
keagamaan yang meliputi; Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan
Islam, dan Bahasa Arab. Dengan demikian, pengakuan madrasah sebagai sekolah umum
berciri khas Islam membawa implikasi tidak ringan bagi keberadaan madrasah ke
depan.

Madrasah dalam UU Nomor 20/2003


Kehadiran UU Sisdiknas Nomor 20/2003 semakin memperkuat posisi madrasah
sebagaimana telah dirintas dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989. Di antara indikatornya
adalah penyebutan secara Eksplisit madrasah yang selalu bersanding dengan
penyebutan sekolah, yang hal ini tak ditemukan dalam undang-undang sebelumnya.
Beberapa pasal berikut akan menunjukkan hal dimaksud: 1. Pasal 17 ayat 2 : Pendidikan
dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Atau bentuk lain yang sederajat. 2. Pasal 18 ayat 3 : Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang Sederajat
Di samping itu, undang-undang pendidikan yang baru juga mengakomodasi pendirian
madrasah “baru” yang dalam undang-undang sebelumnya tidak dikenal, yaitu Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK). Keberadaan MAK ini menunjukkan kesungguhan pemerintah
untuk “benar-benar” menyetarakan madrasah dan sekolah. Dengan demikian, jika di
sekolah menengah ada SMK, maka di madrasah pun sama, ada MAK. Kesungguhan
tersebut masih harus diuji dalam realisasi di lapangan karena sampai saat ini setelah 4
tahun undang-undangnya disahkan Madrasah Aliyah Kejuruan masih Belum kelihatan.

2.4 Sistem Pendidikan dan Pengajaran Madrasah Di Indonesia

Sistem Pendidikan dan pengajaran yang diterapkan di Indonesia.

16
Sistem pengajaran yang ada di Indonesia terbagi menjadi beberapa kategori.
Salah satunya yang banyak diterapkan yaitu sistem yang berorientasi pada nilai. Para
pelajar akan ditekankan bagaimana bersikap jujur, disiplin terhadap waktu, tanggung
jawab, dan juga diberikan motivasi yang tinggi untuk mencapai cita-cita. Untuk itu,
siswa akan diajarkan PkN pada tingkat Pendidikan Menengah sampai ke Pendidikan
Tinggi. Begitupun dengan Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada
madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren denagn sistem yang
berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara
berangsur-angsur, mulai dari mengikuti sistem klasikal. 28
Selain itu, ada juga sistem yang menganut konsep pendidikan terbuka. Peserta
didik pada sistem yang satu ini dituntut untuk bersaing dengan teman agar berpikiran
inovatif serta kreatif. Tak berhenti sampai disitu saja, ada juga sistem pendidikan di
Indonesia yang cukup beragam yang diterapkan di tanah air. Sistem pendidikan di
tanah air juga digolongkan menjadi beberapa bagian, mulai dari non formal, informal,
dan juga formal. Biasanya, waktu belajar yang ada sudah ditetapkan agar bisa
memaksimalkan proses belajar anak sekolah. Terlebih pada materi pelajaran yang
disampaikan karena waktunya kurang sesuai, terlalu singkat maupun lama. Maka dari
itu, sistem pendidikan ini didesain secara khusus agar KBM lebih efektif. Dalam
sistem pendidikan, maka perlu adanya penyesuaian kurikulum sesuai perubahan
zaman.29Sistem pendidikan di Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003,
Pendidikan di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di Indonesia saat ini menerapkan
sistem pendidikan nasional. Semua jenjang dan jenis pendidikan harus
mengimplementasikan sistem tersebut. Salah satunya yakni program pendidikan “Wajib
Belajar 12 Tahun”, yakni 6 tahun Sekolah Dasar (SD), 3 tahun Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada tiga instansi pemerintah yang
membawahi sekolah-sekolah. Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
28
https://www.mtsmahaduttholabah.sch.id/blog/10-sistem-pendidikan-dan-pembelajaran-di-madrasah
29
https://www.gardaoto.com/blog/mengenal-lebih-dalam-sistem-pendidikan-di-indonesia/ (akses pada
tanggal 21/02/2023, 21:09)

17
(Kemendikbud) untuk pendidikan menengah dan dasar. Kedua, terdapat Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk jenjang pendidikan tinggi. Ketiga adalah
Kementerian Agama untuk semua jenjang yang berbasis agama. Melalui proses
pembelajaran tersebut, banyak manfaat dapat diperoleh oleh peserta didik. Manfaat-
manfaat tersebut meliputi pengembangan kemampuan dan potensi, serta pembentukan
watak peserta didik. Pembentukan watak yang dimaksud adalah kreatif, cakap, mandiri
dan bertanggung jawab.

Sistem Pendidikan dan pengajaran di indoensia


a. Sistem pendidikan terbuka
Sistem pendidikan ini mendorong peserta didik untuk meningkatkan
kreativitas, inovasi, serta kemampuan kerja sana dengan teman sekelas. Pada
sistem terbuka, murid menjadi inti dari program belajar mengajar. Peserta didik
dilatih untuk mandiri dalam bertanggung jawab dan mengambil inisiatif untuk
mengelola proses pembelajaran. Murid dituntut untuk mengukur sendiri
performa yang dikehendaki dan dibutuhkan. Kemudian, peserta didik bisa
memilih materi, tempat, waktu, dan cara belajar secara aktif dan mandiri.
b. Sistem Pendidikan edukasi beragam
Negeri ini memiliki keanekaragaman bahasa dan budaya. Oleh karena
itu, dibuat sistem pendidikan yang dapat menyesuaikan dengan kekayaan
bangsa. Adapun jenis jenjang yang dapat dipilih, yakni formal, nonformal, dan
informal.
c. Sistem pendidikan dengan orientasi nilai
Sistem pendidikan yang satu ini diberlakukan sejak tingkat dasar. Para
murid diberikan pendidikan karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, tenggang
rasa, dan jujur. Pelajaran terkait nilai-nilai karakter dapat ditemukan dalam
pelajaran PKn, bahkan pada jenjang pendidikan tinggi dan menengah.
d. Sistem Pendidikan edukasi efisien
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), pengelolaan waktu sudah
diperhatikan dengan cermat sehingga murid tak merasa terbebani dengan materi
pelajaran yang disampaikan. Selain itu, penyerapan materi lebih efektif dan

18
efisien karena waktu yang diberikan tak terlalu singkat ataupun terlalu lama.
Peserta didik pun akan lebih bersemangat dalam menuntut ilmu.
e. Sistem pendidikan Fleksibel
Indonesia selalu dinamis alias berubah dari masa ke masa. Butuh
kurikulum yang tepat untuk menyesuaikan setiap situasi dan kondisi. Salah satu
kurikulum yang merupakan hasil dari perubahan zaman adalah kurikulum 2013.
Kurikulum ini menyempurnakan dan merevisi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006. Selain menyeimbangkan pendidikan dengan zaman,
perubahan kurikulum juga bertujuan untuk mengevaluasi tenaga pengajar dan
memperbaiki sarana prasarana30.

30
https://wartaguru.id/sistem-pendidikan-di-indonesia/ (akses pada tanggal 22/02/2023, 01:36)

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan Islam di kalangan umat Islam sebagai agama mayoritas penduduk


Indonesia untuk mencetak generasi penerus bangsa tidak bisa diabaikan lagi.
Perkembangannya begitu pesat mulai dari pendidikan informal hingga menjadi
pendidikan formal yang sejajar dengan pendidikan umum. Kedudukannya kuat sebagai
bagian dari Sisdiknas, dengan payung hukum UU Sisdiknas yang secara tegas
menyiratkan kedudukan madrasah yang sama dengan sekolah umum. Kurikulum yang
termuat dalam pendidikan di madrasah adalah umum ditambah ilmu agama. Sepanjang
perjalanan, madrasah memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan pendidikan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Jumlah madrasah yang tersebar ke seluruh pelosok
negeri telah membantu pemerataan pendidikan dan menuntaskan wajib belajar 9 tahun.

Namun, meski berkembang dengan begitu pesat madrasah kerap menghadapi


berbagai permasalahan. Permasalahan di madrasah menjadi masalah klasik yang sampai
saat ini masih belum ada titik temunya, seperti: dualisme pendidikan di mana
penyelenggaraan madrasah di bawah pembinaan dua kementerian yaitu Kemenag dan
Kemendikbud yang masing-masing masih memiliki ego sektoral dalam
penyelenggaraan pendidikan; kesenjangan antara madrasah swasta dan negeri di mana
madrasah swasta seringkali tidak mendapat perhatian dari pemerintah, seringkali
madrasah swasta mendapat perlakuan diskriminatif baik dari segi pengelolaan, bantuan,
dan lainnya; persoalan mutu madrasah yang masih rendah yang dipicu oleh banyak
faktor seperti manajemen, kurikulum, kualitas tenaga kependidikan, serta faktor lainnya.
Hal lain adalah beban kurikulum madrasah yang mengharuskan kurikulum pendidikan
umum ditambah dengan pendidikan agama. Kurikulum ini menjadikan kurang
optimalnya pendidikan di madrasah karena beban belajar siswa menjadi lebih berat
sehingga belum dapat menjadikan penyelenggaraan pendidikan madrasah yang lebih
baik. Meski begitu, madrasah terus berjalan dan memiliki peluang dan tantangan
tersendiri. Peluangnya antara lain: semakin maraknya kehidupan umat beragama,
semakin kuatnya Kemenag dalam mengelola pendidikan madrasah, animo masyarakat

20
yang semakin baik terhadap penyelenggaraan pendidikan madrasah, serta dukungan
masyarakat yang semakin luas. Sementara tantangan pendidikan madrasah adalah:
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, birokrasi, teknologi, kemitraan,
tuntutan kurikulum, serta pendanaan. Walau bagaimanapun madrasah telah memiliki
peran dan kedudukan penting bagi penyelenggaraan pendidikan dalam upaya mencetak
generasi bangsa di masa yang akan datang

3.2. Saran

Mahasiswa sebagai calon guru hendaknya menguasai dan memperdalam


mengenai Sejarah Pendidikan Islam menurut beberapa aliran agar dapat memahami
secara keseluruhan dan dapat menerapkan semua ilmu pengetahuan sejarah Pendidikan
islam dalam melakukan proses pengajaran, pembahasan, penyelidikan, pengembangan,
penerapan, , dan penilaian yang sesuai.

Dengan penyusunan makalah ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya para
mahasiswa berikutnya dapat mengembangkan makalah ini supaya lebih sederhana dan
lebih mudah dimengerti.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna,
maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun,
agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Maksum, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1999)

Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bina Aksara,


1986)

Wasty Soemanto dan F.X. Soeyarno, Landasan Historis Pendidikan Indonesia


(Surabaya:Usaha Nasional, 1983)

Depag RI, Sejarah Madrasah: Pertumbuhan, Dinamika dan Perkembangannya di


Indonesia, Jakarta: DirektoratJenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2004

A. Malik Fadjar, Madarsah dan Tantangan Modernitas (Bandung : Mizan, 1999)

Azyumardi Azra,Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan


Demokratisasi (Jakarta : Kompas, 2002)

http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/view/2009

22

Anda mungkin juga menyukai