Kelompok 2 Psi Tasawuf
Kelompok 2 Psi Tasawuf
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Arifa Alfiyana Nor 19107010001
Annisa Lailatul Maghviroh 19107010013
Afidah Ilhama Fikri 19107010023
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Amali
Definisi tasawuf dirumuskan oleh para ulama dengan sangat bervariasi. Nicholson
mencatat sebanyak 78 (tujuah puluh delapan) definisi, sementara Suhrawardi berpendapat
bahwa definisi tasawuf jumlahnya lebih dari seribu. Banyaknya ragam definisi tersebut tidak
berarti menunjukkan adanya kontradiksi antara pengertian tasawuf. Hal ini disebabkan karena
tasawuf pada hakikatnya merupakan pengalaman pribadi seorang hamba dengan Tuhannya,
sehingga masing-masing individu memiliki kecenderungan dan pengalaman spiritual yang
berbeda-beda sesuai dengan level tasawufnya.
Eksistensi tasawuf di dunia Islam masih menjadi domain utama sebagai salah satu jalan
untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Keberadaannya tidak pernah punah seiring dengan
derasnya kritikan dan penolakan terhadap konsep-konsep dan ajarannya. Dunia pencarian
Tuhan ini terus berevolusi menawarkan kebenaran intuitif yang sering dicari manusia yang
berada dalam keputusasaan rasionalitas dan intelektual. Di saat pilihan rasionalitas tidak
menemukan jawaban, disaat jawaban tidak lagi memuaskan, di saat rasionalitas terjebak
dalam kegersangan rasa, maka pengetahuan intuitif sering kali menjadi alternatif pilihan.
Secara global, tasawuf bisa diklasifikasikan ke dalam tiga tipologi: tasawuf akhlaki,
tasawuf falsafi, dan tasawuf amali. Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas
tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental
dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal,
manusia harus lebih dulu dahulu mengidentifikasi eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang
bermoral paripurna, dan berakhlak mulia.
Sedangkan tasawuf amali dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan
kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di
dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui zikir
atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah swt. Tasawuf amali
merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang
tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya
kepada Allah SWT.
Adapun tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pengertian ini, tasawuf amali berkonotasikan
tarekatyang mempunyai aturan, prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya merupakan jalan
yang harus ditempuh seorang sufi dalam mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan
Tuhan, lama-kelamaan berkembang menjadi organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan
tasawuf. Praktik amaliahnya disistematisasi sedemikian rupa sehingga masing-masing tarekat
mempunyai metode sendiri-sendiri.
2. Imam Al-Ghazali
Beliau mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy Syafi’i Al-Ghazali. Julukan Al-Ghazali karena beliau
lahir di daerah Ghazalah, Khurasan, Iran tahun 450 H/1058 M. Beliau wafat pada tanggal 19
Desember 1111 M/14 Jumadil Akhir tahun 505 H.
Kemampuan beliau sudah terlihat dari kecil ditandai dengan kehidupan beliau yang tinggal
di kalangan sufi pada masa itu, beliau mempelajari berbagai disiplin ilmu. Belisu banyak
mengarang kitab sebagai bukti intelektual disiplin ilmu dan mendapat gelar “Hujjatul Islam”
akibat luas ilmu yang dimilikinya. Beliau membuat dasar ajaran pokok pada tasawufnya pada
bentuk maqamat dan ahwal. Bagi beliau latihan jiwa memerlukan beberapa tahapan dan
rohaniah tertentu agar sampai pada tingkatan “fana”, “tauhid”, “makrifat”, dan “sa’adah
(kebahagiaan abadi)”. Al-Ghazali memilih tasawuf sunni di dalam tasawufnya, berarti
tasawuf tersebut berdasarkan ajaran Qur’an dan sunnah Nabi ditambahkan doktrin
ahlussunnah wal jamaah. Corak tasawuf beliau mengutamakan pendidikan moral
(psikomoral).
5. Al – Muhasibi
Al-Harits al-Muhasibi adalah seorang sufi kenamaan yang namanya mulai mencuat
kembali setelah beberapa sarjana kontemporer meneliti keterpengaruhan al-Ghazali atas
karya-karya al-Muhasibi. Ia lahir pada pertengahan abad ke-2 Hijriyah. Sumber otoritatif
sepakat bahwa Ia wafat pada tahun 243 H.
Nama lengkapnya adalah Al-Harits bin asad al-Muhasibi. Ia lahir di Bashrah (salah satu
kota di Irak) dan tinggal di sana selama beberapa tahun. Kemudian ia pindah ke Baghdad
pada usianya yang masih sangat muda. Kezuhudan al-Harits mulai tercium sedari kecil.
Konon bapaknya adalah seorang kaya-raya yang menganut aliran muktazilah (sebuah
madzhab teologi dalam Islam). Ayahnya bukan hanya penganut aliran muktazilah yang pasif,
bahkan termasuk salah seorang yang gigih mengkampanyekan pemikiran yang
dikembangkan oleh muktazilah. Namun, al-Muhasibi ternyata tidak seperti ayahnya, baik
dalam masalah teologi maupun dalam sikapnya terhadap harta. Singkat kata, al-Muhasibi
boleh dibilang terpisah jauh dari kehidupan sang ayah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf amali ialah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan amalan
rohaniah dibandingkan teori. Tasawuf amali lebih menekankan pembinaan moral dalam
upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Dinamakan tasawuf amali karena sisi amal di
dalamnya lebih dominan dari sisi teori.
B. Saran
Setelah penjelasan dari makalah ini, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penjelasan serta jika ada penyimpangan-penyimpangan lainnya. Penulis sangat menerima jika
ada kritik maupun saran yang sifatnya membangan demi menyempurnakan penulisan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA