Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

TASAWUF AMALI DAN KEHIDUPAN SUFISTIK


PARA TOKOH AMALI / AKHLAKI
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Akhlak & Tasawuf

Dosen Pengampu: Ismatul Izzah, S. Th.i., MA,

Disusun Oleh:

Kelompok 2
Arifa Alfiyana Nor 19107010001
Annisa Lailatul Maghviroh 19107010013
Afidah Ilhama Fikri 19107010023

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Istilah tasawuf adalah suatu makna yang mangandung arti tentang segala sesuatu untuk
berupaya membersihkan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah dengan mahabbah yyang
sedekat-dekatnya. Tasawuf mempunyai banyak arti dan istilah yang kesemuanya itu
merupakan ajaran tentang kesehajaan, kezuhudan, kesederhanaan, jauh dari kemegahan dan
selalu merendahkan diri dihadapan Allah SWT. Intinya segala perilaku dan perbuatannya
semata-mata hanya untuk Allah SWT.

II. Rumusan Masalah


Apa Pengertian dari tasawuf amali?
Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf amali?
Bagaimana kehidupan para tokoh tasawuf?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Amali
Definisi tasawuf dirumuskan oleh para ulama dengan sangat bervariasi. Nicholson
mencatat sebanyak 78 (tujuah puluh delapan) definisi, sementara Suhrawardi berpendapat
bahwa definisi tasawuf jumlahnya lebih dari seribu. Banyaknya ragam definisi tersebut tidak
berarti menunjukkan adanya kontradiksi antara pengertian tasawuf. Hal ini disebabkan karena
tasawuf pada hakikatnya merupakan pengalaman pribadi seorang hamba dengan Tuhannya,
sehingga masing-masing individu memiliki kecenderungan dan pengalaman spiritual yang
berbeda-beda sesuai dengan level tasawufnya.
Eksistensi tasawuf di dunia Islam masih menjadi domain utama sebagai salah satu jalan
untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Keberadaannya tidak pernah punah seiring dengan
derasnya kritikan dan penolakan terhadap konsep-konsep dan ajarannya. Dunia pencarian
Tuhan ini terus berevolusi menawarkan kebenaran intuitif yang sering dicari manusia yang
berada dalam keputusasaan rasionalitas dan intelektual. Di saat pilihan rasionalitas tidak
menemukan jawaban, disaat jawaban tidak lagi memuaskan, di saat rasionalitas terjebak
dalam kegersangan rasa, maka pengetahuan intuitif sering kali menjadi alternatif pilihan.
Secara global, tasawuf bisa diklasifikasikan ke dalam tiga tipologi: tasawuf akhlaki,
tasawuf falsafi, dan tasawuf amali. Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas
tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental
dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal,
manusia harus lebih dulu dahulu mengidentifikasi eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang
bermoral paripurna, dan berakhlak mulia.
Sedangkan tasawuf amali dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan
kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di
dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui zikir
atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah swt. Tasawuf amali
merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang
tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya
kepada Allah SWT.
Adapun tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pengertian ini, tasawuf amali berkonotasikan
tarekatyang mempunyai aturan, prinsip, dan sistem khusus. Semua hanya merupakan jalan
yang harus ditempuh seorang sufi dalam mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan
Tuhan, lama-kelamaan berkembang menjadi organisasi sufi, yang melegalisir kegiatan
tasawuf. Praktik amaliahnya disistematisasi sedemikian rupa sehingga masing-masing tarekat
mempunyai metode sendiri-sendiri.

B. Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali


Sejarah dan perkembangan tasawuf amali mengalami beberapa fase, yaitu:
(Taufiqur Rahman 2019)

1. Abad Kesatu dan Kedua Hijriah


Benih-benih tasawuf sudah ada sejak zaman kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hal ini
dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad
SAW. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang
berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Setelah
periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabi’in (sekitar abad I dan II H). Pada masa itu
kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik sosial
politik yang bermula dari masa Utsman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa
sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan
beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syi’ah, Khawarij dan
Murji’ah. Pada abad ini tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang diasari rasa khauf dan
masih bersifat praktis ( belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu).

2. Abad Ketiga Hijriah


Pada abad ini kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah sebelumnya disebut abid
atau nasik, pada abad ini disebut sebagai sufi.Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai
menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku.
Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan
moral di tengah terjadinya dekadensi yang berkembang ketika itu, sehingga ditangan mereka
tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral kegamaan atau ilmu akhlak keagamaan.

3. Abad Keempat Hijriah


Pada abad keempat ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawu yang lebih pesat dibanding
pada abad ketiga karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran
tasawufnya masing-masing.Pekembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya istilah
syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir dan ilmu batin.
4. Abad Kelima Hijriah
Pada abad ini adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah oleh Imam al-Ghazali. Dimana al-Ghazali sepenuhnya hanya
menerima tasawuf yang berdasar al-Qur’an dan al-Sunnah serta bertujuan asketisme,
kehidupan sederhana, penelusuran jiwa, dan pembinaan moral. Tasawuf pada abad kelima
hijriah cenderung mengadakan pembaharuan yang sesuai dengan al-Quran dan hadist.

5. Abad Keenam Hijriah


Pada awal ini mulai muncul para sufi yang mengembangkan tasawuf dalam bentuk
institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang.Sebagai akibat pengaruh
kepribadian al-Ghazalu yang begitu besar sehingga pengaruh tasawuf amali semakin meluas
ke seluruh pelosok dunia islam yang memberi peluang bagi para tokoh sufi mengembangkan
tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya, seperti Sayyid Ahmad al-Rifa’i dan
Sayyi Abd al-Qadir al-Jailani. Sesudah abad ini tidak ada lagi tokoh-tokoh besar yang
membawa ide tersendiri dalam hal pengetahuan tasawuf, kalau memang ada hal itu hanyalah
sebagai seorang pengembang ide para tokoh pendahulunya.

C. Tokoh Tokoh Ahli Tasawuf


Menurut para peneliti tasawuf sendiri,ada beberapa tokoh tasawuf yang dikelompokkan
kedalam tokoh tasawuf akhlaqiatau tokoh tasawuf amali, seperti berikut:
1. Hasan Al-Basri
Beliau memiliki nama lengkap Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Di kalangan tabi’in, beliau
dikenal seorang yang mashur. Beliau lahir pada tahun 21 H/632 M di Madinah serta wafat di
hari kamis tanggal 10 Rajab tahun 110 H/728 M. Beliau mengajarkan kerohanian atas dasar
sunnah nabi dan memperoleh puncak keilmuan ketika di Basrah. Ajaran beliau salah satunya
adalah anjuran kepada setiap orang untuk bersedih hati serta takut jikalau tidak mampu
melaksanakan perintah dari Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Dari ajaran ini memunculkan konsep beliau bahwa perasaan takut yang menyebabkan
hatimu tentram lebih baik daripada rasa tentram yang menimbulkan rasa takut. Bagi beliau
dunia dijadikan sebagai ladang beramal. Banyak duka cita di dunia yang dapat memperteguh
amal shaleh.

2. Imam Al-Ghazali
Beliau mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy Syafi’i Al-Ghazali. Julukan Al-Ghazali karena beliau
lahir di daerah Ghazalah, Khurasan, Iran tahun 450 H/1058 M. Beliau wafat pada tanggal 19
Desember 1111 M/14 Jumadil Akhir tahun 505 H.
Kemampuan beliau sudah terlihat dari kecil ditandai dengan kehidupan beliau yang tinggal
di kalangan sufi pada masa itu, beliau mempelajari berbagai disiplin ilmu. Belisu banyak
mengarang kitab sebagai bukti intelektual disiplin ilmu dan mendapat gelar “Hujjatul Islam”
akibat luas ilmu yang dimilikinya. Beliau membuat dasar ajaran pokok pada tasawufnya pada
bentuk maqamat dan ahwal. Bagi beliau latihan jiwa memerlukan beberapa tahapan dan
rohaniah tertentu agar sampai pada tingkatan “fana”, “tauhid”, “makrifat”, dan “sa’adah
(kebahagiaan abadi)”. Al-Ghazali memilih tasawuf sunni di dalam tasawufnya, berarti
tasawuf tersebut berdasarkan ajaran Qur’an dan sunnah Nabi ditambahkan doktrin
ahlussunnah wal jamaah. Corak tasawuf beliau mengutamakan pendidikan moral
(psikomoral).

3. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani


Beliau bernama lengkap Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat al-Jaelani ini.
Lahir diJilan/Kelalan, Baghdad pada malam 1 ramadhan pada tahun 371 H dan wafat pada
usia 91 tahun di malam Sabtu, 10 Rabiul Awwal tahun 561 H karena sakit. Sebutan beliau
pada umumnya adalah Sultan Al-Auliya. Beliau terkenal sebagai pendiri tarekat pertama
yaitu Qadiriyah.
Tarekat Qadiriah ini dikenal luwes yaitu apabila murid sudah mencapai derajat syekh ,
maka murid tidak memiliki keharusan untuk terus mengikuti tarekat dari guru. Hal ini tampak
selaras dengan salah satu perkataan beliau “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat
gurunya, maka ia jadi mandiri sebagai syekh dannAllah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya.

4. Abdul Khosim al – Qusyairi


Imam al-Qusyairi adalah salah satu ulama besar dunia tasawuf yang pemikiran dan karya-
karyanya menjadi rujukan dalam kajian tasawuf di dunia. Ia bernama lengkap Abul Qasim
‘Abdul Karim bin Hawazin bin ‘Abdul Malik bin Talhah bin Muhammad al-Qusyairi an-
Naisaburi asy-Syaf’i, lahir di kota Ustuwa, Naisabur pada 376 H/986 M.
Al-Qusyairi adalah ulama besar tasawuf, yang mengembalikan tasawuf kepada landasan
doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hal ini sebagaimana pernyataannya yang ada dalam kitab
Risalatul Qusyairih fi Ilmit Tasawuf. Beliau mengatakan; “Ketahuilah! Para tokoh aliran ini
(para sufi) membina prinsip-prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga
doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan”.
Al-Qusyairi mengkritik para sufi yang mengamalkan zuhud secara totalitas, seperti
perbuatan puasa terus menerus dan tidak berbuka. Memakai pakaian yang kotor, dan tidak
memperhatikan kebersihan. Al-Qusyairi mengkritik para sufi yang mengamalkan tasawuf,
tetapi meninggalkan aspek-aspek yang ada di lain tasawuf, seperti fikih dan lain sebagainya.
Al-Qusyairi juga mengecam para sufi yang menggunakan pakaian selayaknya orang miskin,
tetapi tindakan mereka bertentangan dengan pakaian mereka. Karena hal-hal tersebut akan
membawa pada riya’ dalam diri manusia.

5. Al – Muhasibi
Al-Harits al-Muhasibi adalah seorang sufi kenamaan yang namanya mulai mencuat
kembali setelah beberapa sarjana kontemporer meneliti keterpengaruhan al-Ghazali atas
karya-karya al-Muhasibi. Ia lahir pada pertengahan abad ke-2 Hijriyah. Sumber otoritatif
sepakat bahwa Ia wafat pada tahun 243 H.
Nama lengkapnya adalah Al-Harits bin asad al-Muhasibi. Ia lahir di Bashrah (salah satu
kota di Irak) dan tinggal di sana selama beberapa tahun. Kemudian ia pindah ke Baghdad
pada usianya yang masih sangat muda. Kezuhudan al-Harits mulai tercium sedari kecil.
Konon bapaknya adalah seorang kaya-raya yang menganut aliran muktazilah (sebuah
madzhab teologi dalam Islam). Ayahnya bukan hanya penganut aliran muktazilah yang pasif,
bahkan termasuk salah seorang yang gigih mengkampanyekan pemikiran yang
dikembangkan oleh muktazilah. Namun, al-Muhasibi ternyata tidak seperti ayahnya, baik
dalam masalah teologi maupun dalam sikapnya terhadap harta. Singkat kata, al-Muhasibi
boleh dibilang terpisah jauh dari kehidupan sang ayah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf amali ialah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan amalan
rohaniah dibandingkan teori. Tasawuf amali lebih menekankan pembinaan moral dalam
upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Dinamakan tasawuf amali karena sisi amal di
dalamnya lebih dominan dari sisi teori.

B. Saran
Setelah penjelasan dari makalah ini, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penjelasan serta jika ada penyimpangan-penyimpangan lainnya. Penulis sangat menerima jika
ada kritik maupun saran yang sifatnya membangan demi menyempurnakan penulisan
makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Purnamasari, Nia Indah. 2018. “TASAWUF ‘AMALI SEBAGAI MODEL TASAWUF


SOSIAL.” Mukamil: JurnalKajian Keislaman 1 (2): 26.
Taufiqur Rahman. 2019. “Sejarah Perkembangan Tasawuf‘Amali.” Asy-
Syari’ah : Jurnal Hukum Islam 5 (1): 59–73.
https://doi.org/10.36835/assyariah.v5i1.114.
Tualenka, Hamzah, Abdul Syakur, Muzayyanah, dan Yazid M. 2011. Akhlak Tasawuf.
Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Zaprulkhan, Zaprulkhan. 2016. Ilmu Tasawuf: Sebuah KajianTematik. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai