Anda di halaman 1dari 1

Wabaraktuh

Pertama-tama marilah kita memanjatkan rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat bertemu di
tempat yang berbahagia ini dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kelahirannya
sedang kita peringati saat ini. Dalam memperingati maulid Nabi, mari kita teladani sikap dan
sifat beliau yang mulia. Ada banyak kisah yang kita dengar tentang Rasulullah SAW, namun
kali ini kita akan membuat satu cerita yang sederhana tetapi sangat mendalam.
Suatu hari, Rasulullah SAW sedang mengadakan majelis ilmu di Masjid Nabi. Masjid yang juga
disebut Masjid Nabawi saat itu masih beralaskan pasir, tanpa ubin dan sajadah. Para manusia
terbaik itu berkumpul di dalam masjid tersebut untuk meraih ilmu dari teladan terbaik.
Di saat yang sama, seorang lelaki badui yang berasal dari desa masuk ke dalam masjid, bukan
untuk shalat ataupun mengikuti majelis ilmu. Orang tersebut berjalan ke pojok ruangan masjid,
menengok ke kanan dan kiri lalu jongkok untuk kencing. Ya, dia kencing di dalam masjid.
Apa reaksi Anda jika mengetahui hal itu terjadi? Marah? Ya, wajar. Bahkan para sahabat Nabi
SAW yang mulia saja bergejolak dan marah. Mereka mendatangi orang itu dan siap meledakkan
amarahnya.
Mengetahui atmosfer diliputi dengan amarah, Rasulullah SAW memanggil para sahabat dan
menenangkan mereka semua yang sudah siap melakukan ketegasan. Rasulullah memerintahkan
para sahabat untuk tidak mengganggu hajat orang tersebut dan menyelesaikan hajatnya.
Nabi Muhammad SAW memanggil orang itu dengan nada yang ramah. Orang badui yang
mengetahui bahwa di sekitarnya sudah dipenuhi dengan hawa amarah, berjalan menuju
Rasulullah SAW. Ia menilai hanya Nabi Muhammad SAW satu-satunya orang yang tidak
menampakkan wajah marah.
Beliau kemudian menasehati orang badui tersebut agar tidak melakukan hal yang sama untuk
kedua kalinya. Beliau menjelaskan bahwa masjid dibangun untuk shalat dan membaca Al Quran,
bukan untuk buang hajat. Orang itu paham lalu pergi meninggalkan masjid.
Tak lama berselang, tiba waktu shalat dan Nabi Muhammad SAW menjadi imam. Tanpa
disangka, lelaki badui tadi ikut bergabung shalat jamaah. Ia masuk ke tengah-tengah barisan
jamaah. Saat masuk ke gerakan i'tidal, lelaki badui ini kembali membuat geger.
Ia menambahkan doa i'tidal sesuai dengan versinya sendiri dan diteriakkan keras-keras. Padahal
harusnya doa tersebut dibaca di dalam hati. "Ya Tuhan kami, bagi-Mu lah segala puji.
Sayangilah aku dan Muhammad dan jangan Engkau sayangi orang-orang selain kami berdua,"
begitu doa yang ia ucapkan.
Lihatlah doa orang ini. Secara rukun shalat memang salah. Tapi jika kita lihat dari sudut
pandang lain, orang ini telah memasukkan Nabi Muhammad SAW ke dalam hatinya. Bahkan ia
telah menjadikan Rasulullah sebagai orang yang paling penting bagi hidupnya, di samping
dirinya sendiri. Bagaimana bisa?
Pertemuan beberapa menit tadi telah mengisi hatinya dengan Nabi Muhammad SAW. Apa yang
telah dilakukan oleh Rasulullah? Sederhana. Menahan amarah, berkata yang lembut, dan
memberikan nasehat dari yang tulus dan terdalam.
Mari kita berkaca pada hidup kita. Apakah tutur kata, sikap, dan sifat bisa meninggalkan kesan
yang positif dan mendalam untuk lingkungan sekitar kita? Jangan-jangan selama ini kita
memberikan kesan negatif di hati banyak orang.
Dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai tolok ukur kita dalam menjalani hidup, Insya
Allah kita akan mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Mari kita jadikan momen
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai titik perbaikan akhlak kita kepada Allah,
makhluk-Nya, dan lingkungan sekitar kita.
Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai