Anda di halaman 1dari 103

i

GAMBARAN PENDERITA TUBERKULOSIS


PARU DI BEBERAPA LOKASI DI WILAYAH
INDONESIA PERIODE TAHUN 2012 SAMPAI
DENGAN TAHUN 2019

RESKI JAYANTI
4516111043

TEMA: PENYAKIT INFEKSI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2020
ii

GAMBARAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI


BEBERAPA LOKASI DI WILAYAH INDONESIA PERIODE
TAHUN 2012 SAMPAI DENGAN TAHUN 2019

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Program Studi

Pendidikan Dokter

Disusun dan diajukan oleh

RESKI JAYANTI

Kepada

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2020
iii

SKRIPSI

Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Beberapa


Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012
sampai dengan Tahun 2019

Disusun dan diajukan oleh


Reski Jayanti
Nomor induk: 4516111043

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Pada tanggal 16 Juni 2020

Menyetujui
Tim Pembimbing

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Dr. Baedah Madjid, Sp.MK(K) Dr. Fatmawati Annisa Syamsuddin, S.Ked


Tanggal: 14 Juni 2020 Tanggal: 14 Juni 2020

Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa


Mengetahui

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Ruth Norika Amin, Sp.PA, M.Kes DR.Dr Ilhamjaya Patellongi, M. Kes
Tanggal: 14 Juni 2020 Tanggal: 14 Juni 2020
iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Reski Jayanti

Nomor Induk : 4516111043

Program studi : Pendidikan Dokter

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan mengambil alih

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau

dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya

orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 12 Juni 2020

Yang menyatakan

Reski Jayanti
v

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Penderita Tuberkulosis

Paru di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2012 sampai

dengan tahun 2019”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Bosowa Makassar.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak DR. Dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Bosowa Makassar.

2. Dr. Baedah Madjid Sp.MK(K) selaku Wakil Dekan I serta Dosen

Pembimbing I penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan

pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Dr.Fatmawati Annisa Syamsuddin, S.Ked selaku Dosen Pembimbing

II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam

memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.


vi

4. Kepada DR. Dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes. dan Dr. Makmur

Selomo, MPH selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa

Makassar.

6. Orang tua saya tercinta. Ayah saya Ahmad dan ibu saya Hasni B.

S.Pd yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan yang sangat

luar biasa kepada penulis.

7. Kakak-kakak ku tersayang Eka Ari Saputra, Candra Irawan dan Selvi

Rahayu Safitri yang selalu mendoakan, memberikan motivasi serta

semangat, dan menghibur penulis saat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar saya yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan

semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku tercinta serta rekan-rekan di fakultas kedokteran

angkatan 2016, terima kasih atas kebersamaan dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis.

10. Adek angkatan 2017 dan 2018 tercinta yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

11. Orang-orang yang tidak bisa disebutkan namanya, terima kasih

karena telah menemani, memberikan semangat serta sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


vii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Makassar, 12 Juni 2020


Penulis

Reski Jayanti
viii

Reski Jayanti. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru di beberapa lokasi di wilayah


indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019 (Dibimbing oleh Dr Baedah
Madjid Sp.MK(K) dan Dr Fatmawati Annisa Syamsuddin, S.Ked.)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang


sifatnya kronik menyerang jaringan parenkim paru dan trakeobronkhial
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini,
tuberkulosis paru masih menjadi penyakit infeksi menular yang paling
berbahaya yang menyebabkan sepertiga populasi dunia terpapar bakteri
tuberculosis dan berpotensi terinfeksi. Tuberculosis digambarkan sebagai
pembunuh kedua diantara penyakit menular di seluruh dunia hingga saat
ini dan telah menjadi 10 penyebab kematian yang tertinggi di dunia.
Dilaporkan bahwa jutaan orang meninggal karena tuberculosis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Penderita
Tuberkulosis paru berdasarkan usia, Jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat
pendidikan.
Metode penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan cara
mensintesis hasil yang diperoleh dari lima belas artikel penelitian ilmiah
dengan kriteria objektif terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan dan
tingkat pendidikan penderita.
Hasil penelitian menunjukkan dari 15 penelitian didapatkan usia
terbanyak adalah usia produktif (<55 tahun) dengan nilai tertinggi
sebanyak 1.654 penderita (75,3%), laki- laki lebih banyak dilaporkan
menderita tuberkulosis paru yaitu sebesar 66,7%, penderita yang lebih
banyak mengenai pasien yang mempunyai pekerjaan 72.3% dan tingkat
pendidikan yang banyak terkena tuberkulosis paru tingkat menengah atas
yaitu (37.8%).
Kesimpulan prevalensi tuberculosis paru dengan gambaran distribusi
lebih banyak menyerang usia produktif , lebih banyak pada laki-laki, lebih
banyak dengan penderita yang mempunyai pekerjaan dan lebih banyak
pada tingkat pendidikan menengah atas.

Kata Kunci : Tuberculosis Paru, Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan,


Tingkat Pendidikan
ix

Reski Jayanti. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru di beberapa lokasi di wilayah


indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019 (Dibimbing oleh Dr Baedah
Madjid Sp.MK(K) dan Dr Fatmawati Annisa Syamsuddin, S.Ked.)

ABSTRACK

Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) is an infectious disease that


is chronic in attacking lung parenchymal and tracheobronchial tissue
caused by Mycobacterium tuberculosis. Until now, pulmonary tuberculosis
is still the most dangerous infectious disease that causes one-third of the
world's population to be exposed to tuberculosis bacteria and is potentially
infected. Tuberculosis is described as the second killer among infectious
diseases worldwide to date and has become the 10 the highest cause of
death in the world. It was reported that millions of people died from
tuberculosis.
The purpose of this study was to determine the description of
pulmonary tuberculosis patients based on age, sex, occupation and
education level.
The research method is a descriptive the study by synthesizing the
results obtained from fifteen scientific research articles with objective
criteria consisting of age, sex, occupation, and patient education level.
The results showed that of the 15 studies, the highest age was
productive age (<55 years) with the highest value of 1,654 patients
(75.3%), more men were reported to suffer from pulmonary tuberculosis,
amounting to 66.7%, more patients regarding patients who have a job
72.3% and the level of education that many affected by pulmonary
tuberculosis in the upper middle level is (37.8%).
Conclusion: Prevalence of pulmonary tuberculosis with distribution
depicting more productive age, more in men, more with sufferers who
have jobs and more at the level of secondary education.
x

Keywords: Lung Tuberculosis, Age, Gender, Occupation,


Educational Level
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iv
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR SINGKATAN xv
LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Pertanyaan Penelitian 3
D. Tujuan Penelitian 4
1. Tujuan Umum 4
2. Tujuan Khusus 4
E. Manfaat Penelitian 5
F. Ruang Lingkup penelitian 6
G. Sistematika dan Organisasi Penulisan 6
1. Sistematika Penulisan 6
2. Organisasi Penulisan 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8


A. Landasan Teori 8
1. Tuberculosis Paru 8
a. Definisi 8
b. Klasifikasi TB paru 8
c. Epidemiologi 12
d. Faktor Resiko 16
e. Penyebab 16
f. Penularan 18
g. Patomekanisme 19
h Gambaran Klinis 20
i. Diagnosis 22
xi

Lanjutan Daftar isi


Halaman
j. Penatalaksanaan 27
k. Komplikasi 30
l Prognosis 30
m. Pengendalian 31
2. Gambaran penderita TB paru 31
a. Klasifikasi Penyakit 31
b. Gambaran individu 32
c. Gambaran klinis 32
B. Kerangka Teori 33

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI 34


OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep 34
B. Definisi Operasional 35

BAB IV. METODE PNELITIAN 38


A. Jenis Penelitian 38
B. Tempat dan Waktu Penelitian 38
1. Tempat Penelitian 38
2. Waktu Penelitian 39
C. Populasi dan Sampel Penelitian 40
1. Populasi Penelitian 40
2. Sampel Penelitian 40
D. Kriteria Jurnal Penelitian 40
Kriteria Inklusi Jurnal Penelitian 40
E. Teknik Sampling 43
F. Teknik Pengumpulan data 43
G. Alur Penelitian 44
H. Prosedur Penelitian 45
I. Pengolahan dan Analisis Data 47
J. Aspek Etika Penelitian 48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49


A. Hasil 49
B Pembahasan 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 73


A. Kesimpulan 73
B Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 76
xii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1 Klasifikasi penderita tuberculosis paru 11
Tabel 2 Jumlah angka kejadian tuberculosis paru 13
Tabel 3 Dosis pengobatan penderita tuberculosis paru 29
Tabel 4 Jurnal Penelitian tentang Penderita Tuberculosis 41
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,
yang Digunakan Sebagai Sumber Data.
Tabel 5 Rangkuman Data Hasil Penelitian Gambaran 50
Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi
di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012
sampai dengan tahun 2019.
Tabel 6 Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di 54
Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode
Tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,
Berdasarkan Kelompok Usia Penderita.
Tabel 7 Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di 58
Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode
Tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,
Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita.
Tabel 8 Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di 62
Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode
Tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,
Berdasarkan Pekerjaan Penderita.
Tabel 9 Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di 66
Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode
Tahun 2012 sampai dengan tahun 2019,
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penderita.
xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Estimated TB incidence in 2016, for countries 13


with at least 100.000 incident cases
Gambar 2 Case detection rate (CDR) menurut provinsi 14
Gambar 3 Prevalensi kasus tuberculosis berdasarkan 15
umur dan jenis kelamin pada tahun 2017
Gambar 4 Mycobacterium tuberculosis dengan 17
pewarnaan Ziehl-Neelsen
Gambar 5 Penularan Mycobacterium tuberculosis 18
Gambar 6 Kerangka teori 33
Gambar 7 Keragka konsep 34
Gambar 8 Alur penelitian 44
Gambar 9 Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis 56
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Kelompok Usia Penderita
Gambar 10 Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis 57
di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Kelompok Usia Penderita
Gambar 11 Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis 60
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita
Gambar 12 Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis 61
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita
Gambar 13 Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis 64
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Pekerjaan Penderita
Gambar 14 Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis 65
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
xiv

Lanjutan Daftar Gambar

Halaman
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Pekerjaan Penderita
Gambar 15 Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis 68
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penderita
Gambar 16 Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis 69
Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia
periode Tahun 2012 sampai dengan tahun
2019, Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penderita
xv

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan
TB paru Tuberculosis paru
TBC Tuberculosis
TB-MDR Tuberkulosis-Multi drug Resistence
HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome
DM Diabetes mellitus
WHO World Health Organization
DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse
RSP Rumah Sakit Pendidikan
BTA Bakteri Tahan Asam
CDR Case Detection Rate
OAT Obat Anti Tuberculosis
ARV Antiretroviral
TST Tuberculin Skin Test
IGRA Interferon Gamma Release Assays
CT-Scan Computed Tomography Scanning
MRI Magnetic Resonance Imaging
PMO Pengawas Menelan Obat
H Izoniazid
R Rifampisin
Z Pirasinamid
E Etambutol
S Streptomisin
BCG Bacille Calmette-Guérin
xvi

LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1. Jadwal Penelitian 81
Lampiran 2. Daftar Tim Peneliti dan Biodata Peneliti 82
Utama
Lampiran 3. Biaya Penelitian dan Sumber Dana 85
Lampiran 4. Rekomendasi Persetujuan Etik 86
Lampiran 5. Sertifikat Bebas Plagiarism 87
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang

sifatnya kronik1 menyerang jaringan parenkim paru2,3 dan trakeobronkhial3

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis4,5,6,7.

Sampai saat ini, tuberkulosis paru masih menjadi penyakit infeksi

menular yang paling berbahaya4 yang menyebabkan sepertiga populasi

dunia terpapar bakteri tuberculosis dan berpotensi terinfeksi8.

Berdasarkan Irianti, (2015) saat ini terdapat 58% kasus baru tuberculosis

paru yang terjadi di Asia Tenggara dan juga terjadi pada wilayah Western

Pacific pada tahun 2014, Indonesia menempati peringkat kedua bersama

Tiongkok setelah India. Selain masalah kasus baru terdapat tantangan

yang menjadi perhatian yaitu terjadi peningkatan kasus tuberkulosis-multi

drug resistence (TB-MDR), tuberkulosis-human imunodifisiensi virus (TB-

HIV), tuberkulosis paru dengan diabetes mellitus (DM), tuberkulosis paru

pada anak dan masyarakat yang rentan lainnya7.

Pada tahun 2015, terdapat 330.910 kasus tuberculosis di Indonesia.

Jumlah diatas meningkat dibandingkan tahun 2014, yaitu sebanyak

324.539 kasus. Kasus terbanyak dilaporkan terjadi di provinsi dengan


2

jumlah penduduk terbanyak, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa

Tengah (38% dari keseluruhan kasus tuberculosis paru di Indonesia)4.

Indonesia merupakan negara yang lebih mudah terjangkit penyakit

menular karena faktor lingkungan yang memiliki kelembaban yang cukup

tinggi, akibatnya pertumbuhan dan ketahanan hidup patogen, vektor dan

hospes meningkat, hal tersebut diperparah dengan kurangnya tingkat

kesadaran masyarakat dan kurang optimalnya pengendalian penyakit

tropis7.

Hambatan dalam mencapai angka kesembuhan yang tinggi pada

penyakit tuberculosis ini adalah ketidakpatuhan berobat secara teratur

oleh penderitanya. Meningkatnya angka putus berobat dapat

mengakibatkan tigginya angka kasus resistensi bakteri terhadap obat anti

tuberculosis. Komplikasi dini penderita tuberculosis yaitu; pleuritis, efusi

pleura, empyema, laryngitis, tuberculosis usus, Poncet‟s arthrophy 1.

Tuberculosis digambarkan sebagai pembunuh kedua diantara penyakit

menular di seluruh dunia hingga saat ini dan telah menjadi 10 penyebab

kematian yang tertinggi di dunia7,9. Irianti melaporkan bahwa jutaan orang

meninggal karena tuberculosis4.

B. Rumusan masalah

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi kronik, yang

menyerang jaringan parenkim paru dan trakeobronkhial, sekitar sepertiga

populasi dunia diperkirakan telah terpapar bakteri tuberculosis dan


3

berpotensi terinfeksi, meskipun ditemukan kemoterapi yang efektif dan

terjangkau lebih dari 50 tahun yang lalu namun tuberculosis masih

meupakan penyebab utama kematian diseluruh dunia.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimanakah gambaran penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019?”.

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimanakah distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan kelompok usia penderita?

2. Bagaimanakah distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan jenis kelamin penderita?

3. Bagaimanakah distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan pekerjaan penderita?

4. Bagaimanakah distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan tingkat pendidikan penderita?


4

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui gambaran penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan

penderita.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan kelompok usia penderita.

b. Untuk mengetahui distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan jenis kelamin penderita

c. Untuk mengetahui distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan pekerjaan penderita

d. Untuk mengetahui distribusi penderita tuberculosis paru di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2019, berdasarkan tingkat pendidikan penderita.


5

E. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermamfaat untuk berbagai pihak,

antara lain:

1. Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk promosi

kesehatan yang bertujuan untuk pengendalian tuberculosis, sehingga

angka kematian bisa diturunkan.

2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan dan Kedokteran

a. Sebagai bahan rujukan penelitian selanjutnya oleh civitas akademika

di institusi pendidikan kesehatan dan kedokteran.

b. Diharapkan hasil penelitian dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

menambah informasi tentang penyakit tuberculosis paru

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian

yang lebih besar sebagai perbandingan data yang diperoleh dari

penelitian sebelumnya.

3. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan tentang penyakit tuberculosis paru.

b. Mengembangkan wawasan, minat dan kemampuan dalam bidang

penelitian.
6

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang penyakit infeksi

khususnya tuberculosis paru.

G. Sistematika dan Organisasi Penulisan

1. Sistematika Penulisan

a. Pertama penulis mencari dan mengumpulkan jurnal/artikel tentang

penderita tuberculosis paru yang diteliti di berbagai lokasi di

Indonesia.

b. Kemudian penulis memilah artikel yang memenuhi kriteria jurnal

penelitian

c. Setelah itu mengumpulkan data dengan memasukkan ke komputer

dengan menggunakan program microsoft excel.

d. Penulis kemudian membuat tabel rangkuman semua data yang

ditemukan pada jurnal terpilih.

e. Lalu penulis mencari jurnal rujukan untuk bahan teori tentang

penderita tuberculosis paru

f. Penulis lalu menulis tinjaua pustaka tentang tuberculosis paru

g. Setelah itu melakukan analisa sintesis masing-masing data

h. Lalu membuat hasil dan pembahasan

i. Dan ditutup dengan ringkasan dan saran


7

2. Organisasi Penulisan

a. Penulisan proposal

b. Revisi proposal sesuai masukan yang didapatkan pada seminar

proposal dan ujian proposal.

c. Pengumpulan dan analisa data

d. Penulisan hasil.

e. Seminar hasil

f. Revisi skripsi sesuai masukan saat seminar hasil.

g. Ujian skripsi

h. Revisi skripsi sesuai masukan saat ujian skripsi


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tuberculosis Paru

a. Definisi

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi kronik 1 yang

menyerang jaringan parenkim paru2,3 dan trakeobronkhial3 disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis4,5,6,7.

b. Klasifikasi tuberculosis paru

1) Klasifikasi berdasarkan patologi penyakit

a) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

Beberapa orang akan menjadi infeksi primer ketika terinfeksi kuman

tuberculosis. Pada infeksi primer pasien pada umumnya tidak mengeluh

munculnya gejala klinis. Pada beberapa kasus, system pertahanan tubuh

(makrofag) tidak dapat menghancurkan kuman tuberculosis dan kuman

yang tidak bisa dihancurkan akan memperbanyak diri di dalam makrofag.

Kuman tuberculosis yang berada dalam makrofag terus memperbanyak

diri dan pada akhirnya akan terbentuk kelompok yang dapat menginduksi
9

respon imun1. Kuman akan berkembang dan menyebar melalui saluran

limfe. Infeksi primer biasanya terjadi pada masa kanak-kanak10.

b) Tuberculosis sekunder/pasca primer (adult tuberculosis)

Pada tuberculosis primer kuman yang bersifat dorman akan bertahan

selama bertahun tahun pada tubuh, pada saat ini akan terjadi tuberculosis

sekunder. Tuberculosis sekunder akan menjadi infeksi endogen. Infeksi

endogen inilah yang akan menjadi tuberculosis dewasa (Tuberculosis

sekunder). Terjadinya tuberculosis sekunder akibat adanya penurunan

daya tahan tubuh misalnya pada penyakit malnutrisi, DM, HIV/AIDS dll1.

2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:

a) Kasus baru merupakan kasus yang pasiennya tidak pernah mendapat

Obat Anti Tuberculosis (OAT) sebelumnya ataupun mempunyai riwayat

mendapatkan OAT selama kurang dari 1 bulan1.

b) Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya merupakan kasus

yang pasiennya pernah mendapatkan OAT diatas 1 bulan. Kasus ini

akan digolongkan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir

sebagai berikut1:

(1) Kasus kambuh merupakan kasus yang pasiennya pernah

mendapatkan OAT. Pada pengobatan terakhir dinyatakan sembuh dan

saat ini ditegakkan diagnosis tuberculosis episode rekuren1.


10

(2) Kasus pengobatan gagal merupakan kasus yang pasiennya pernah

mendapatkan OAT dan dikatakann gagal pada akhir pengobatan1.

(3) Kasus setelah putus obat merupakan kasus yang pasiennya pernah

mendapatkan OAT diatas 1 bulan kemudian tidak meneruskan

pengobatan selama 2 bulan atau lebih secara berturut turut atau di

akhir pengobatan tidak dapat ditemukan riwayat pengobatan1.

(4) Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya merupakan kasus yang

pasiennya pernah mendapatkan OAT dan hasil pengobatan tersebut

tidak diketahui atau tidak didokumentasikan1.

(5) Pasien pindah merupakan kasus yang pasiennya dipindahkan dari

register tuberculosis untuk melanjutkan pengobatannya1.

(6) Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya yang tidak diketahui

merupakan pasien yang tidak termasuk ke dalam salah satu klasifikasi

diatas1.

3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis

a) Apusan dahak (sputum) dengan hasil BTA positif1.

b) Apusan dahak (sputum) dengan hasil BTA negatife1.

4) Klasifikasi berdasarkan status HIV/AIDS

a) Kasus tuberculosis disertai HIV/AIDS positif1 merupakan kasus

tuberculosis terkonfirmasi bakteriologis maupun klinis yang mempunyai

hasil positif dari tes infeksi HIV/AIDS. Hal diatas dilakukan saat
11

ditegakkannya diagnosis tuberculosis atau pasien mempunyai bukti

dokumentasi bahwa telah terdaftar pada register HIV/AIDS,

mendapatkan obat antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV11.

b) Kasus tuberculosis disertai HIV/AIDS negative1 merupakan kasus

tuberculosis terkonfirmasi bakteriologis maupun klinis yang mempunyai

hasil negatif untuk tes HIV/AIDS. Hal diatas dilakukan saat

ditegakkannya diagnosis tuberculosis. Jika pasien terkonfirmasi

HIV/AIDS positif pada hari selanjutnya maka harus disesuaikan

klasifikasinya11.

c) Kasus tuberculosis disertai HIV/AIDS tidak diketahui1 merupakan kasus

tuberculosis terkonfirmasi bakteriologis maupun klinis yang tidak

mempunyai hasil tes HIV/AIDS dan tidak mempunyai bukti

dokumentasi bahwa sudah terdaftar pada register HIV/AIDS. Jika

pasien terkonfirmasi HIV/AIDS positif pada hari selanjutnya maka

harus disesuaikan klasifikasinya11.

5) Klasifikasi tuberculosis berdasarkan pathogenesis penyakit:

Table 1. Klasifikasi Penderita Tuberculosis Paru

Tingkat Tipe Deskripsi


0 Tidak ada a. Tidak ada riwayat pajanan tuberculosis
paparan dan tidak ada bukti Infeksi atau
tuberculosis penyakit M. tuberculosis
Tidak terinfeksi b. Reaksi negatif terhadap TST
(Tuberculin Skin Test) atau IGRA
(Interferon Gamma Release Assays)
12

Lanjutan Tabel 1

1 Pajanan a. Riwayat pajanan M. tuberculosis


tuberculosis b. Reaksi negatif terhadap TST atau
Tidak ada bukti IGRA (diberikan setidaknya 8 hingga
infeksi 10 minggu setelah paparan)
2 Infeksi a. Reaksi positif terhadap TST atau IGRA
tuberculosis b. Studi bakteriologis negatif (noda dan
Tidak ada kultur)
penyakit c. Tidak ada bukti bakteriologis atau
tuberculosis radiografi dari penyakit tuberculosis
aktif.
3 Tuberculosis a. Kultur positif untuk M. tuberculosis
aktif secara b. Reaksi positif terhadap TST atau IGRA,
klinis plus klinis, bakteriologis,atau bukti
radiografi dari TB aktif saat ini

4 Penyakit a. Memiliki riwayat medis tuberculosis di


tuberculosis masa lalu
sebelumnya b. Temuan radiografi yang abnormal
tidak ada secara tetapi stabil
klinis c. Reaksi positif terhadap TST atau IGRA
5 Diduga Tanda dan gejala penyakit tuberculosis
tuberculosis aktif, tetapi medis evaluasi tidak lengkap

Sumber: CDC, 2016

c. Epidemiologi

Sekitar sepertiga populasi dunia diperkirakan telah terpapar bakteri

tuberculosis dan berpotensi terinfeksi. Tuberculosis merupakan penyebab

utama kematian diseluruh dunia meskipun ditemukan kemoterapi yang

efektif dan terjangkau lebih dari 50 tahun yang lalu8.


13

Gambar 1 menjelaskan bahwa menurut WHO (2017) pada tahun 2016

terdapat 5 negara yang menyumbang insiden Tuberculosis di dunia

diantaranya India, china, Indonesia, Filipina dan Pakistan12.

Gambar 1. Estimated TB Incidence In 2016, for Countries with At


Least 100 000 Incident Cases
(WHO, 2017)

Table 2. Angka Kejadian Tuberculosis Paru

Penulis Tahun terbit Angka kejadian Kematian


Glaizou P 2012 8,6 juta (kisaran, 1,3 juta
8,3 - 9,0 juta)
Irianti T 2015 9,6 juta 1,5 juta
Kemenkes 2017 2017 10 juta (kisaran, 1,3 juta
9,0-11,1 juta)
14

Table 2 menjelaskan bahwa menurut Glaizou P (2012) ditemukan 8,6

juta kasus (kisaran, 8,3 - 9,0 juta) di dunia yang mengakibatkan 1,3 juta

kematian, Irianti T (2015) menemukan 9,6 juta kasus di dunia dengan 1,5

juta kematian, dan Kemenkes (2017) menemukan 10 juta kasus dengan

kematian 1,3 juta penderita tuberculosis di dunia12.

Gambar 2. Case Detection Rate (CDR) Menurut Provinsi


(Kemenkes RI, 2017)

Gambar 2 menunjukkan angka kasus tuberculosis Case Detection

Rate (CDR) berdasarkan masing masing provinsi di tahun 2017

menunjukkan CDR tertinggi yaitu, DKI Jakarta 104,7, Papua 67,8,

Sulawesi Utara 56,6. Adapun provinsi yang menunjukkan angka CDR


15

rendah yaitu Jambi 24,2. Sulawesi Selatan (44,4) menduduki CDR ke-

9 setelah Jawa Tengah7.

Gambar 3. Prevalensi Kasus Tuberculosis Berdasarkan Umur dan


Jenis Kelamin pada Tahun 2017
(WHO, 2018. Kemenkes 2018)

Gambar 3 menjelaskan jumlah kasus tuberculosis berdasarkan usia

dan jenis kelamin. Usia 45 tahun keatas merupakan usia yang paling

beresiko terinfeksinya Mycobacterium tuberculosis, hal ini terjadi karena

semakin meningkat usia seseorang maka daya tahan tubuh akan semakin

menurun. Adapun berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru

tuberculosis tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan

pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi tuberculosis,

prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.


16

Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko

TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat 5.

d. Faktor Resiko

Faktor resiko terinfeksinya kuman Mycobacterium tuberculosis di

pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu;

1) Menurunnya system kekebalan tubuh; HIV/AIDS5, DM, insufisiensi

ginjal, gizi buruk, usia muda, penggunaan obat-obatan4,13.

2) Kontak dengan penderita tuberculosis4.

3) Faktor sosial ekonomi4.

4) Kebiasaan; merokok, alcohol4,13.

5) Masalah manajemen kesehatan4.

e. Penyebab

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit

tuberculosis2,4,14. Mycobacterium tuberculosis bersama tujuh spesies lain

yang dekat dengan mikobakteria (M. bovis, M. africanum, M. microti, M.

caprae, M. pinnipedii, M. canetti and M. mungi)5,6 bersama-sama

membentuk kompleks Mycobacterium tuberculosis yang dikenal sebagai

Bakteri Tahan Asam (BTA)6,7. Karena Mycobacterium tuberculosis kaya

akan lipid maka struktur dinding sel akan menjadi sangat kuat terhadap

komponen bahaya dan obat10.


17

Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, tidak bergerak

sendiri (bersifat non-motil)4, tipis dan lurus berukuran sekitar 0,4 × 3 μm

(gambar 2)10. Adapun pengklasifikasian mycobacteria tidak dapat disebut

sebagai gram positif atau gram negative10.

Gambar 4. Mycobacterium tuberculosis dengan pewarnaan Ziehl


Neelsen.
(Jena B. 2017)

Mycobacterium tuberculosis adalah organisme obligate aerobe yang

membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Oleh karena itu, kompleks

Mycobacterium tuberculosis lebih banyak ditemukan pada lobus paru-paru

bagian atas yang mempunyai aliran udara baik. Bakteri ini juga

merupakan parasit intraseluler fakultatif, yaitu suatu patogen yang hidup

dan berkembangbiak di dalam maupun diluar sel hospes (sel fagositik),


18

khususnya makrofag dan monosit. Kemampuan Mycobacterium

tuberculosis bertahan pada makrofag hospes dapat dikendalikan oleh

proses kompleks dan terkoordinir4. Sistem tersebut dikontrol dengan baik

oleh ESX-1 yaitu system yang berperan dalam sekresi protein bakteri4.

Mycobacterium tuberculosis juga mampu bertahan hidup di udara selama

beberapa jam4.

f. Penularan

Pasien dengan tuberculosis paru aktif menularkan droplet yang


mengandung Mycobacterium tuberculosis melalui bersin, batuk, bernanyi,
dan berbicara10,16.

Gambar 5. Penularan Mycobacterium tuberculosis


(CDC, 2013)

Mycobacterium tuberculosis dapat ditularkan lewat udara dan

bersentuhan langsung dengan penderita dan orang sehat melalui droplet,


19

bukan dengan kontak antara permukaan. Jika penderita tuberculosis aktif

batuk maka droplet yang terdapat bakteri mycobacterium tuberculosis

didalamnya akan beterbangan di udara selama beberapa jam dan ketika

seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri mycobacterium

tuberculosis didalamnya maka bakteri mycobacterium tuberculosis akan

masuk melalui hidung kemudian saluran pernafasan atas, bronkus hingga

mencapai alveoli paru-paru6,8.

g. Patomekanisme

Ketika penderita tuberculosis aktif batuk maka droplet yang

mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis akan beterbangan di

udara selama beberapa jam dan ketika seseorang menghirup udara yang

terdapat bakteri Mycobacterium tuberculosis didalamnya maka bakteri

Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui hidung kemudian saluran

pernafasan atas, bronkus hingga mencapai alveoli paru-paru6,8. Di dalam

alveoli, sistem kekebalan tubuh merespon dengan melepaskan sitokin dan

limfokin yang merangsang monosit dan makrofag. Mycobacteria mulai

berkembang biak di dalam makrofag. Sebagian besar makrofag akan

menghancurkan basil namun beberapa makrofag akan di hancurkan oleh

basil10. Setelah makrofag dikalahkan oleh kuman tuberculosis mereka

akan memperbanyak diri4,6 dan akan menyebar menuju kelenjar limfe13.

Proses ini disebut tuberculosis primer. Pada tahap ini penderita tidak

dapat menyebarkan droplet dan gejala klinis belum timbul4,6.


20

Pada tuberculosis primer kuman yang bersifat dorman akan bertahan

selama bertahun tahun pada tubuh, pada saat ini akan terjadi tuberculosis

sekunder. Tuberculosis sekunder akan menjadi infeksi endogen. Infeksi

endogen inilah yang akan menjadi tuberculosis dewasa (Tuberculosis

sekunder). Terjadinya tuberculosis sekunder akibat adanya penurunan

daya tahan tubuh misalnya pada penyakit malnutrisi, DM, HIV/AIDS dll 1.

h. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada penderita tuberculosis paru, yaitu:

a) Demam biasanya subfebril1,17.

b) Batuk (produksi dahak, dapat disertai darah)1,17.

c) Sesak napas1.

d) Nyeri dada1.

e) Malaise1,17.

f) Berat badan menurun1,17.

g) Keringat malam1,17.

Pada pemeriksaan dokter didapatkan TD; 100/70 mmHg, N: 80x/m,

frekuensi nafas 17x/m, suhu tubuh 37°C19. Pada tuberculosis paru lanjut

dapat disertai adanya fibrosis luas kemungkinan besar dapat ditemukan

adanya atrofi serta penarikan otot-otot sela iga, pada paru yang

mengalami kelainan akan terjadi pengecilan dan penarikan isi

mediastinum ataupun pada jaringan paru lainnya. Bagian paru yang yang
21

mengalami kelainan akan terlihat tertinggal dalam pernafasan1. Lesi pada

penderita tuberculosis paru paling banyak dicurigai berada di apeks paru.

Jika dicurigai adanya infiltrate luas biasanya akan ditemukan perkusi yang

redup (pekak). Jika kavitas cukup luas didapatkan maka perkusi akan

terdengar hipersonor. Jika efusi pleura terjadi maka perkusi akan

terdengar pekak1. Lesi pada penderita tuberculosis paru paling banyak

dicurigai berada di apeks paru. Jika curiga terdapat infiltrate yang cukup

luas maka ditemukan auskultasi suara nafas bronchial, mungkin

didapatkan juga ronkhi basah kasar dan nyaring. Jika infiltrate dikuti

penebalan pleura maka suara nafas terdengar vesikuler melemah. Jika

ditemukan kavitas yang luas maka auskultasi akan terdengar suara

amforik. Jika terjadi efusi pleura maka auskultasi akan terdengar suara

nafas lemah hingga tidak didengarkan suara apapun1.

Dari pemeriksaan laboratorim didapatkan jumlah leukosit akan sedikit

meningkat dan laju endap darah akan meningkat 1. Pemeriksaan sputum

sangat penting untuk menemukan kuman BTA. Kriteria sputum BTA positif

maka akan ditemukan paling sedikit 3 batang kuman BTA di seluruh

lapang pandang. Kesimpulannya, perlu 5.000 kuman di dalam 1 mL

sputum1.

Lokasi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru tapi dapat

mengenai lobus bawah bagian inferior atau daerah hilus seperti tumor

paru. Hasil pemeriksaan radiologi pada tuberculoma akan didapatkan lesi

seperti sarang sarang pneumonia dengan hasil radilogi berupa bercak


22

bercak menyerupai awan dengan batas tidak jelas. Jika kelainan telah

dikelilingi jaringan ikat, bayangannya akan menyerupai lingkaran diikuti

batas jelas1.

Bayangan yang terlihat pada kavitas yaitu menyerupai cincin pada

mulanya berdinding tipis, lama kelamaan dinding tersebut menjadi

sklerotik kemudian berubah menjadi tebal. Jika terdapat fibrosis maka

akan dilihat seperti bayangan yang menyerupai garis-garis. Jika terdapat

klasifikasi maka bayangan yang terlihat akan seperti bercak padat diikuti

densitas yang tinggi. Jika terdapat atelektasis maka akan terlihat seperti

fibrosis yang luas diikuti penyusutan yang terjadi pada sebagian, 1 lobus

ataupun 1 bagian paru. Bila terjadi tuberculosis milier maka akan terlihat

sepertia bercak halus yang pada dasarnya terlihat merata pada semua

lapangan pandang paru1.

Gambaran radiologi lain yang biasanya terdapat pada tuberculosis

paru merupakan penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan

dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen

dipinggir paru atau pleura (pneumotoraks)1. Selain foto thorax

pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu Computed Tomography

Scanning (CT-Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)1.

d. Diagnosis

1) Anamnesis

a) Demam biasanya subfebril1,17.


23

b) Batuk (produksi dahak, dapat disertai darah)1,17.

c) Sesak napas1.

d) Nyeri dada1,16.

e) Malaise1,17.

f) Berat badan menurun1,17.

g) Keringat malam1,17.

2) Pemeriksaan fisik

a) Tanda vital

Pada pemeriksaan dokter didapatkan TD; 100/70 mmHg, N: 80x/m,

frekuensi nafas 17x/m, suhu tubuh 37°C19.

b) Inspeksi

Pasien tuberculosis biasanya akan terlihat kurus akibat penurunan

nafsu makan akibatnya akan terjadi penurunan berat badan, selain kurus

pasien tuberculosis juga mengalami anemia yang ditandai dengan

konjungtiva mata atau kulit akan terlihat memucat. Pada tuberculosis paru

lanjut dapat disertai adanya fibrosis luas kemungkinan besar dapat

ditemukan adanya atrofi serta penarikan otot-otot sela iga, pada paru yang

mengalami kelainan akan terjadi pengecilan dan penarikan isi

mediastinum ataupun pada jaringan paru lainnya. Bagian paru yang yang

mengalami kelainan akan terlihat tertinggal dalam pernafasan1.


24

c) Perkusi

Lesi pada penderita tuberculosis paru paling banyak dicurigai berada di

apeks paru. Jika dicurigai adanya infiltrate luas biasanya akan ditemukan

perkusi yang redup (pekak). Jika kavitas cukup luas didapatkan maka

perkusi akan terdengar hipersonor. Jika efusi pleura terjadi maka perkusi

akan terdengar pekak1.

d) Auskultasi

Lesi pada penderita tuberculosis paru paling banyak dicurigai berada di

apeks paru. Jika curiga terdapat infiltrate yang cukup luas maka

ditemukan auskultasi suara nafas bronchial, mungkin didapatkan juga

ronkhi basah kasar dan nyaring. Jika infiltrate dikuti penebalan pleura

maka suara nafas terdengar vesikuler melemah. Jika ditemukan kavitas

yang luas maka auskultasi akan terdengar suara amforik. Jika terjadi efusi

pleura maka auskultasi akan terdengar suara nafas lemah hingga tidak

didengarkan suara apapun1.

3) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium

(1) Darah

Pada tuberculosis aktif leukosit akan sedikit meningkat dan hitung

jenisnya mengalami pergerakan kekiri. Limfosit penderita masih dalam

jumlah normal dan laju endap darah akan mulai mengalami peningkatan1.
25

(2) Sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting untuk menemukan kuman

Bakteri Tahan Asam (BTA) yang dapat dilihat dibawah mikroskop1. Tehnik

pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan Ziehl-Neelsen10. Kriteria

sputum BTA positif maka akan ditemukan paling sedikit 3 batang kuman

BTA di seluruh lapang pandang. Kesimpulannya, perlu 5.000 kuman di

dalam 1 mL sputum1.

b) Pemeriksaan radiologi

(1) Foto thorax

Lokasi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru tapi dapat

mengenai lobus bawah bagian inferior atau daerah hilus seperti tumor

paru. Hasil pemeriksaan radiologi pada tuberculoma akan didapatkan lesi

seperti sarang sarang pneumonia dengan hasil radilogi berupa bercak

bercak menyerupai awan dengan batas tidak jelas. Jika kelainan telah

dikelilingi jaringan ikat, bayangannya akan menyerupai lingkaran diikuti

batas jelas1.

Bayangan yang terlihat pada kavitas yaitu menyerupai cincin pada

mulanya berdinding tipis, lama kelamaan dinding tersebut menjadi

sklerotik kemudian berubah menjadi tebal. Jika terdapat fibrosis maka

akan dilihat seperti bayangan yang menyerupai garis-garis. Jika terdapat

klasifikasi maka bayangan yang terlihat akan seperti bercak padat diikuti

densitas yang tinggi. Jika terdapat atelektasis maka akan terlihat seperti
26

fibrosis yang luas diikuti penyusutan yang terjadi pada sebagian, 1 lobus

ataupun 1 bagian paru. Bila terjadi tuberculosis milier maka akan terlihat

sepertia bercak halus yang pada dasarnya terlihat merata pada semua

lapangan pandang paru1.

Gambaran radiologi lain yang biasanya terdapat pada tuberculosis

paru merupakan penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan

dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen

dipinggir paru atau pleura (pneumotoraks)1.

(2) Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan lebih baik daripada foto thorax. Pada

pemeriksaan ini akan ditemukanlebih jelas perbedaan densitas jaringan

dan sayatannya bisa dibuat secara transversal, sagittal, dll1.

(3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI berguna untuk mengidentifikasi proses-proses yang berada di

sekitar apeks paru, perbatasan dada-perut, tulang belakang maupun jalur

sarafnya namun pada pemeriksaan radiologi thorax MRI tidak sebagus

CT-Scan. Sayatan MRI bisa dibuat secara transversal, sagittal dan

koronal1.
27

e. Penatalaksanaan

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) bisa diartikan

sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari

oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)20.

Strategi DOTS mempunyai 5 komponen untuk meningkatkan angka

kesembuhan tuberculosis, yaitu1:

1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana1.

2) Diagnosis tuberculosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

langsung1.

3) Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)1.

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk pasien1.

5) Pencatatan dan pelaporan yang baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program tuberculosis1.

Pengobatan tuberculosis memerlukan waktu sekurang-kurangnya

setiap hari selama 6 bulan untuk mencegah perkembangan resistensi

obat. Panduan pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4

kategori berbeda menurut kasus tuberculosis yang diderita1. Obat-obat lini

pertama terdiri dari Isoniazid (H), Rimfampisin (R), Pirasinamid (Z),

Etambutol (E) dan Streptomisin (S)1.


28

1) Kategori 1

Kategori ini diberikan pada kasus baru dengan pemeriksaan sputum

BTA positif. Terapi fase awal paduannya yaiu 2 HRZE (S), diberikan setiap

hari selama 2 bulan. Diteruskan dengan terapi fase lanjutan 4 HR atau 4

H3R3 atau 6 HE1.

2) Kategori 2

Kategori ini diberikan pada kasus kambuh ataupun kasus gagal

dengan pemeriksaan sputum BTA positif. Terapi fase awal 2 HRZES atau

1 HRZE yaitu HRZE diberikan setiap hari selama 3 bulan sedangkan S

hanya diberikan selama 2 bulan pertama. Jika sputum BTA menjadi

negatif di akhir bulan ke-3, maka fase lanjutan bisa dimulai. Tapi jika

sputum BTA tetap positif maka HRZE diteruskan selama 1 bulan. Jika

pada akhir bulan ke 4 sputum BTA masih positif, lakukan kultur ulang

sputum BTA obat dilanjutkan dengan 5 HRE atau 5 H3RE1.

3) Kategori 3

TB paru sputum BTA negatife, tapi kelainan parunya tidak luas.

Paduannya sama dengan kategori 1 yakni 2 bulan fase awal dan

diteruskan dengan 4 bulan fase lanjutan1.


29

4) Kategori 4

Tuberculosis paru kronik dimana pemeriksaan sputum BTA tetap positif

walaupun sudah menjalani terapi lengkap selama 6 bulan 1.

Table 3. Dosis Pengobatan Tuberculosis Paru

Sumber: Kemenkes RI, 2013.

Evaluasi Pengobatan

Secara klinik pasien akan dikontrol pada 1 minggu pertama, kemudian

dilanjutkan setiap 2 minggu selam fase awal terapi. Kemudian sekali

sebulan dalam fase lanjuan. Pasien tuberculosis paru yang diterapi

dengan OAT hendaknya mendapatkan perbaikan keluhan-keluhan seperti

batuk berkurang, batuk darah menghilang, nafsu makan

meningkat,demam berkurang, berat badan meningkat dll. Selain evaluasi

secara klinis hendaknya juga dilakukan evaluasi bakteriologi dan

radiologi1.
30

f. Komplikasi

Tuberculosis adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan

penyebab utama dari satu agen infeksius (di atas HIV/AIDS).Tuberculosis

digambarkan sebagai yang kedua „pembunuh utama ‟ diantara penyakit

menular di seluruh dunia hingga saat ini. Adapun komplikasituberculosis

paru1:

1) komplikasi dini: pleuritis, Tuberculosis millier, efusi pleura2, empiema,

laringitis, tuberculosis usus, Poncet‟s arthrophy1.

2) komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (sindrom obstruksi pasca

tuberculosis), kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor pulmonal,

amiloidosis paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)2, tuberculosis

milier, jamur paru (aspergillosis) dan kavitas1.

g. Prognosis

Prognosis yang buruk dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap terapi

yang mengakibatkan durasi penyakit yang lebih lama, rujukan pasien yang

terlambat ke pusat perawatan, dan pengembangan komplikasi. Diagnosis

dini, rujukan tepat waktu, dan kepatuhan yang dipantau dapat membantu

mengurangi angka kematian. Diperlukan kepatuhan terhadap rejimen

pengobatan yang secara radikal lebih efektif untuk menghilangkan TB

sejak awal penyakit21.


31

h. Pengendalian

Pengendalian infeksi baru Mycobacterium tuberculis dan

perkembangannya menjadi tuberculosis aktif maka dilakukan pengobatan

tuberculosis laten dan vaksinasi BCG (bacille Calmette-Guérin)1,5,17.

Pencegahan dan pengendalian faktor risiko tuberculosis dilakukan

dengan cara:

1) Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat5.

2) Membudayakan perilaku etika berbatuk 5.

3) Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan

lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat5.

4) Peningkatan daya tahan tubuh5.

5) Penanganan penyakit penyerta tuberculosis 5.

6) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi tuberculosis di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan

Kesehatan5.

2. Gambaran penderita tuberculosis paru

a. Klasifikasi penyakit

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis1.

1) Apusan dahak (sputum) dengan hasil BTA positif1.

2) Apusan dahak (sputum) dengan hasil BTA negatife1.


32

b. Gambaran individu

1) Jenis kelamin1.

2) Kelompok usia1.

3) Status gizi1.

4) Riwayat kontak dengan penderita tuberculosis1.

c. Gambaran klinis

Gambaran klinis pada penderita tuberculosis paru, yaitu:

1) Demam1,17.

2) Batuk (produksi dahak, dapat disertai darah) 1,17.

3) Sesak napas1.

4) Nyeri dada1,17.

5) Malaise1,17.

6) Berat badan menurun1,17.

7) Keringat malam1,17.

Inspeksi didapatkan pasien kurus, anemia dan terdapat retraksi otot

intercostal. Perkusi didapatkan bunyi hipersonor jika terdapat kavitas yang

cukup besar. Bila dicurigai terdapat infiltrat pada bagian teratas paru maka

didapatkan auskultasi suara bronchial. Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan LED meningkat dan pada pemeriksaan dahak didapatkan BTA

+. Pemeriksaan radiologi didapatkan kavitas bayangannya berupa cincin

cincin halus, jika didapatkan fibrosis bayangannya dapat berupa garis-

garis atau bercak-bercak berupa awan1.


33

B. Kerangka Teori

Jenis Pendidikan
Usia
kelamin rendah

Pola hidup Asupan makanan Ekonomi


kurang rendah

Merokok/minum
alkohol

Penurunan daya Gizi


Penurunan daya tahan tahan tubuh kurang
epitel

Penularan

Penularan langsung Penularan tidak


melalui droplet langsung melalui udara

Infeksi MTB

Tuberculosis paru

Gambar 6. Kerangka Teori


34

BAB III

Kerangka Konsep dan Definisi Operasional

A. Kerangka Konsep

Produktif
Kelompok Usia

Tidak Produktif

Laki-laki
Jenis kelamin

Perempuan
Penderita
Tuberculosis
Paru Bekerja
Pekerjaan
Tidak Bekerja

Rendah
Tingkat
Menengah
Pendidikan
Tinggi

Gambar 7. Kerangka Konsep


35

B. Definisi Operasional

1. Penderita Tuberculosis Paru

Penderita tuberkulosis paru pada penelitian ini adalah penderita

tuberkulosis paru di beberapa tempat di Indonesia periode tahun 2012

sampai dengan tahun 2019, yang tercatat pada jurnal sumber data

penelitian.

2. Usia Penderita

Usia penderita pada penelitian ini adalah usia penderita tuberkulosis

paru di beberapa tempat di Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan

tahun 2019, yang tercatat pada jurnal sumber data penelitian dan

dinyatakan dalam kelompok usia.

Kriteria obyektif berdasarkan usia penderita tuberculosis paru:

a. Kelompok usia produktif: bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat penderita berusia antara 15 sampai dengan 65 tahun.

b. Kelompok usia tidak produktif: bila pada jurnal sumber data

penelitian tercatat penderita berusia >65 tahun

3. Jenis Kelamin Penderita

Jenis kelamin pada penelitian ini adalah jenis kelamin penderita

tuberkulosis paru di beberapa tempat di Indonesia periode tahun 2012


36

sampai dengan tahun 2019, yang tercatat pada jurnal sumber data

penelitian.

Kriteria obyektif jenis kelamin:

a. Laki-laki : bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita

adalah laki-laki.

b. Perempuan: bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita

adalah perempuan.

4. Pekerjaan Penderita

Pekerjaan pada penelitian ini adalah pekerjaan yang di miliki penderita

tuberkulosis paru di beberapa tempat di Indonesia periode tahun 2012

sampai dengan tahun 2019, yang tercatat pada jurnal sumber data

penelitian.

Kriteria obyektif pekerjaan:

a. Bekerja: bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita

bekerja.

b. Tidak bekerja: bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita

tidak bekerja
37

5. Tingkat pendidikan Penderita

Tingkat pendidikan pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan

terakhir penderita tuberkulosis paru di beberapa tempat di Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, yang tercatat pada jurnal

sumber data penelitian.

Kriteria Objektif tingkat pendidikan:

a. Tingkat Pendidikan Rendah: bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat penderita tidak sekolah atau hanya mempunyai ijazah sekolah

dasar.

b. Tingkat Pendidikan Menegah: bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat penderita hanya mempunyai ijazah sekolah menengah

pertama atau sekolah menegah atas.

c. Tingkat Pendidikan Tinggi: bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat penderita mempunyai ijazah diploma, starata satu, strata dua,

atau starata 3.
38

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional dari sintesis dari beberapa jurnal hasil penelitian tentang

tuberculosis paru di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2012 sampai dengan tahun 2019, untuk mengetahui gambaran penderita

tuberculosis paru.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Disesuaikan dengan tempat penelitian jurnal sumber data penelitian.

Dari dua belas jurnal sumber data penelitian ini, tempat penelitian adalah

di beberapa lokasi di wilayah Indonesia :

1. Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar

2. Balai Besar Kesehatan Paru Makassar

3. Enam Puskesmas di Pare-pare

4. RSUD Arifin Achmad Pekan Baru

5. Tiga Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie Prov. Aceh


39

6. Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang

7. Tiga Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten

8. Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung Bali

9. Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan

10. UP4 Pontianak

11. BP4 Lubuk Alung Sumatera Barat

12. PT Prima Medica Nusantara RS Laras Sumatera Utara

2. Waktu Penelitian

Disesuaikan dengan waktu penelitian jurnal sumber data penelitian.

Dari dua belas jurnal sumber data penelitian ini, waktu penelitian adalah

dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2019:

a. BP4 Lubuk Alung Sumatera Barat tahun 2012

b. Tiga Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie Prov. Aceh tahun 2013

c. UP4 Pontianak tahun 2014

d. RSUD Arifin Achmad Pekan Baru tahun 2016

e. Balai Besar Kesehatan Paru Makassar tahun 2017

f. Enam Puskesmas di Pare-pare tahun 2017

g. Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang tahun 2017

h. Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung Bali tahun 2017

i. PT Prima Medica Nusantara RS Laras Sumatera Utara tahun 2017

j. Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar tahun 2018


40

k. Tiga Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten tahun 2018

l. Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan tahun 2018-2019

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh jurnal tentang penderita

tuberkulosis paru di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode Tahun

2012 sampai dengan Tahun 2019.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah seluruh jurnal tentang penderita yang

didiagnosis menderita tuberkulosis paru di beberapa lokasi di wilayah

Indonesia periode Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2019, yang

memenuhi kriteria penelitian.

D. Kriteria Jurnal Penelitian

Kriteria inklusi Jurnal Penelitian

a. Jurnal penelitian tentang penderita tuberculosis paru di beberapa lokasi

di wilayah Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019

b. Jurnal penelitian memuat minimal dua variabel berupa usia, jenis

kelamin, pekerjaan atau tingkat pendidikan penderita

c. Jurnal penelitian menggunkan metode deskriptif.


41

Beradasarkan kriteria penelitian ditemukan 12 jurnal sumber data

penelitian, seperti pada table 4 dibawah ini.

Tabel 4. Jurnal Penelitian tentang Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012 sampai
dengan tahun 2019, yang Digunakan Sebagai Sumber Data.

No Peneliti Judul Penelitian Tempat Jumlah


Penelitian Sampel
1. Diniari N, dkk Gambaran Asupan dan RSUD 67
2018 Status Gizi pada Labuang Baji
Pasien Rawat Inap Makassar
Penyakit Tuberculosis
Paru di Rumah Sakit
Umum Daerah
Labuang Baji Makassar
Tahun 2018
2. Khaerunnisa Faktor-faktor yang Rumah Sakit 29
2017 Mempengaruhi Balai Paru
Kejadian Tb Paru di Kota
Rumah Sakit Balai Makassar
Paru kota Makassar
3. Widhiasnasir Karakteristik Penderita 6 Puskesmas 190
E.R Tuberkulosis Paru di di Pare-pare
2017 Kota Parepare Tahun
2016
4. Puspita E, Gambaran Status Gizi Di RSUD 71
dkk pada Pasien Arifin Achmad
2016 Tuberkulosis Paru (TB Pekanbaru
Paru) yang Menjalani
Rawat Jalan di RSUD
Arifin Achmad
Pekanbaru
5. Hadifah Z, Gambaran Penderita Tiga 20
dkk Tuberkulosis Paru Di Puskesmas
2013 Tiga Puskesmas Wilayah Kerja
Wilayah Kerja Kabupaten
Kabupaten Pidie Pidie Propinsi
Propinsi Aceh Aceh
42

Lanjutan Tabel 4

6. Novita E, Studi Karakteristik Puskesmas 40


Ismah Z Pasien Tuberkulosis di Seberang Ulu
2017 Puskesmas Seberang 1 Palembang
ulu 1 Palembang
7. Hutama H. I, Gambaran Perilaku 3 Wilayah 50
dkk 2018 Penderita TB Paru Kerja
dalam Pencegahan Puskesmas
Penularan TB Paru di Kabupaten
Kabupaten Klaten Klaten
8. Rumkabu Y Gambaran Aspek Puskesmas 19
L S, dkk Lingkungan dan Dawan I,
2017 Perilaku Pencegahan Kabupaten
PenularanTuberkulosis Klungkung
Paru pada Pasien
Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja
Puskesmas Dawan I,
Kabupaten Klungkung
tahun 2017
9. Izzati L Penyakit Tuberkulosis Kerja 92
2018-2019 Paru di Wilayah Kerja puskesmas
Puskesmas Medan medan
Labuhan labuhan
10. Pranada M, Evaluasi Penggunaan Unit 25
dkk 2014 Obat Anti Tuberkulosis pengobatan
Paru pada Pasien penyakit paru-
Dewasa Rawat Jalan di paru (UP4)
Unit Pengobatan
Penyakit Paru-Paru
(UP4) Pontianak
11. Susilayanti E Profil Penderita BP4 Lubuk 1109
Y, dkk Penyakit Tuberkulosis Alung
2012 Paru BTA Positif yang
Ditemukan di BP4
Lubuk Alung periode
Januari 2012 –
Desember 2012
12. Purba Y S D Karakteristik Penderita PT. Prima 116
2017 Tuberkulosis Paru yang Medica
Dirawat Inap di PT. Nusantara
Prima Rumah Sakit
Laras
43

Lanjutan Tabel 4

Medica Nusantara Kabupaten


Rumah Sakit Laras Simalungun
Kabupaten Simalungun
Tahun 2017

E. Tehnik Sampling

Dari dua belas jurnal sumber data penelitian ilmiah yang berhasil

dikumpulkan, pada umumnya menggunakan teknik pengambilan sampel

secara non-propability sampling.

F. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan

memasukkan semua data dari penelitian-penelitian yang digunakan

sebagai sumber data ke dalam komputer dengan menggunakan program

microsoft excel. Data yang dimaksud dalam penelitian penelitian ini adalah

hasil penelitian masing-masing jurnal menyangkut usia, jenis kelamin,

pekerjaan dan tingkat pendidikan.


44

G. Alur Penelitian

Penelusuran jurnal penelitian tentang penderita


tuberculosis paru

Terkumpul jurnal penelitian tentang penderita


tuberkulosis paru di beberapa lokasi di Indonesia
priode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019

Memenuhi Kriteria
Inklusi

Terpilih dua belas artikel penelitian ilmiah

Membuat tabel rangkuman data dari 12 jurnal sumber


data penelitian

Melakukan pengmbilan data dari jurnal penelitian


sumber data yang terdiri dari :
1. Judul Penelitian; 2. Nama Peneliti; 3. Tempat dan
Waktu Penelitian, 4. Usia; 5. Jenis Kelamin, 6.
Pekerjaan, 7. Tingkat Pendidikan

Mengolah Data dan Analisa Data :


Tabel hasil sintesis penelitian dengan variabel usia,
jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan

Penulisan Hasil Penelitian

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 8. Alur Penelitian


45

H. Prosedur Penelitian

1. Peneliti telah melakukan penelusuran jurnal di berbagai tempat

seperti: Google Schoolar, situs web Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia (PNRI) atau situs repository setiap universitas di Indonesia.

2. Telah dilakukan pengumpulan semua jurnal penelitian tentang

penderita tuberkulosis paru di berbagai lokasi di wilayah Indonesia

priode tahun 2012 sampai dengan tahun 2019.

3. Jurnal penelitian kemudian telah dipilah menyesuaikan kriteria

penelitian.

4. Telah dilakukan pengumpulan 12 jurnal penelitian tentang penderita

tuberkulosis paru di berbagai lokasi di wilayah Indonesia priode tahun

2012 sampai dengan tahun 2019, yang memenuhi kriteria penelitian.

5. Semua data telah dikumpulkan dengan meng-input ke dalam

komputer dengan menggunakan program microsoft excel.

6. Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil penelitian

masing-masing jurnal tentang usia, jenis kelamin, tingkat pedidikan ,

dan pekerjaan penderita

7. Data dari dua belas jurnal tersebut telah dituangkan dalam tabel

rangkuman hasil penelitian ktentang penderita tuberculosis paru

8. Telah dilakukan pengmbilan data dari jurnal sumber data penelitian

yang terdiri dari:

a. Judul Penelitian

b. Nama Peneliti
46

c. Tempat dan Waktu Penelitian

d. Kelompok usia penderita: telah diambil usia penderita dari jurnal

terkait kemudian dikelompokkan menjadi kelompok usia produktif bila

pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita berusia antara

15 sampai dengan 65 tahun, atau kelompok usia non produktif bila

pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita berusia >65

tahun.

e. Jenis kelamin penderita: telah diambil jenis kelamin dari jurnal terkait

kemudian dikelompokkan menjadi kelompok laki-laki bila pada jurnal

sumber data penelitian tercatat penderita adalah laki-laki atau

kelompok perempuan bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat

penderita adalah perempuan.

f. Pekerjaan penderita: telah diambil pekerjaan penderita dari jurnal

terkait kemudian dikelompokkan menjadi kelompok bekerja bila pada

jurnal sumber data penelitian tercatat penderita bekerja, atau

kelompok tidak bekerja bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat

penderita tidak bekerja.

g. Tingkat pendidikan penderita: telah diambil pendidikan penderita dari

jurnal terkait kemudian dikelompokkan menjadi kelompok tingkat

pendidikan rendah bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat

penderita tidak sekolah atau hanya mempunyai ijazah sekolah dasar,

kelompok tingkat pendidikan menengah bila pada jurnal sumber data

penelitian tercatat penderita hanya mempunyai ijazah sekolah


47

menengah pertama atau sekolah menegah atas atau yang sederajat,

atau kelompok tingkat pendidikan tinggi bila pada jurnal sumber data

penelitian tercatat penderita punya ijazah diploma, strata 1, strata 2,

atau strata 3.

9. Selanjutnya telah dilakukan pengolahan dan analisa data dari jurnal

sumber data penelitian tentang usia, jenis kelamin, pekerjaan dan

tingkat pendidikan yang disintesa secara manual kemudian dibuat

dalam bentuk tabel sintesis masing-masing variabel dengan

menggunakan program microsoft excel yang disajikan dalam tabel

sintesis, diagram bar, dan diagram pie serta dilakukan pembahasan

sesuai dengan pustaka yang ada.

10. Setelah analisis data selesai, peneliti telah melakukan penulisan hasil

penelitian sebagai penyusunan laporan tertulis dalam bentuk skripsi.

11. Hasil penelitian kemudian disajikan secara lisan dan tulisan.

I. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dari jurnal sumber data penelitian tentang

usia, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan penderita telah

diolah dan disintesa secara manual kemudian dibuat dalam bentuk tabel

sintesis masing-masing variabel lalu diolah menggunakan perangkat lunak

komputer program microsoft excel. Adapun analisis statistik yang akan

digunakan adalah analisa dekskriptif dengan melakukan perhitungan

statistik sederhana yang akan disajikan dalam bentuk table, grafik bar dan
48

grafik pie. Untuk skala nominal dapat dihitung jumlah penderita, proporsi,

persentase atau rate. Hasilnya berupa jumlah penderita dan persentasi

(proporsi) yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi serta akan

dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.

J. Aspek Etika Penelitian

Tidak ada masalah etik yang timbul pada penelitian ini, karena:

1. Peneliti telah mencantumkan nama peneliti dan tahun terbit penelitian

terkait pada semua data yang diambil dari jurnal yang bersangkutan.

2. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan

sebelumnya.
49

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil analisis univariat Tabel 5 menunjukkan rangkuman masing-

masing hasil penelitian gambaran penderita tuberculosis paru. Penelitian

yang dilakukan tersebar di beberapa rumah sakit di wilayah Indonesia.

Masing- masing dalam 12 penelitian terbagi atas Sulawesi Selatan

sebanyak 3 penelitian dan luar Sulawesi Selatan sebanyak 9 penelitian.

Hasil penelitian-penelitian di bawah ini dapat mewakili faktor etiologi

penyakit dari gambaran demografi pasien seperti usia, jenis kelamin,

pekerjaan dan tingkat pendidikan penderita tuberculosis paru.


50

Tabel 5 Rangkuman Data Hasil Penelitian tentang Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah
Indonesia periode Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2019.

Nama Jumlah Jenis Tingkat


Tahun Judul Tempat Usia Pekerjaan
peneliti Sampel Kelamin Pendidikan
Gambaran Asupan dan Status R: 28
P: 52 L: 39 B: 37
Gizi pada Pasien Rawat Inap M: 30
Diniari N, dkk Penyakit Tuberculosis Paru di
2018 RSUD LB 67
Rumah Sakit Umum Daerah
TP: 15 P: 28 TB: 30 T: 9
Labuang Baji Makassar Tahun
2018
Faktor-faktor yang R: 7
P: 29 L: 19 B: 13
Mempengaruhi Kejadian Tb M: 14
Khaerunnisa 2017 BBKPM 29
Paru di Rumah Sakit Balai
TP: 0 P: 10 TB: 16 T: 8
Paru kota Makassar

Karakteristik penderita P: 142 L: 129 B: 153


Widhiasnasir E.R 2017 tuberkulosis paru di kota PKMP 190
parepare tahun 2016 TP: 46 P: 61 TB: 37

Gambaran status gizi pada R: 16


P: 71 L: 48 B: 49
Februari - pasien tuberkulosis paru M: 49
Puspita E, dkk Maret (tb paru) yang menjalani RSUDAA 71
2016 rawat jalan Di RSUD Arifin TP: 0 P: 23 TB: 22 T: 6
Achmad Pekanbaru
R: 7
Oktober - Gambaran Penderita P: 14 L: 13 B: 16
M: 10
Hadifah Z, dkk November Tuberkulosis Paru Di Tiga PKM KP 20
2013 Puskesmas Wilayah Kerja TP: 6 P: 7 TB: 4 T: 3
51

Lanjutan Tabel 5

Kabupaten Pidie Propinsi


Aceh
R: 23
Studi Karakteristik Pasien P: - L: 28 B: 25
Novita E, Ismah Z PKM S M: 16
2017 Tuberkulosis di Puskesmas 40
U1
Seberang Ulu 1 Palembang TP: - P: 12 TB: 15 T: 1

Gambaran Perilaku Penderita R: 10


P: 47 L: 35 B: 41
TB Paru Dalam Pencegahan M: 40
2018 PKM KK 50
Hutama H. I, dkk Penularan TB Paru di
TP: 3 P: 15 TB: 9 T: 0
Kabupaten Klaten
Gambaran Aspek Lingkungan R: 10
dan Perilaku Pencegahan P: - L: 9 B: 19
Penularan Tuberkulosis Paru M: 8
pada Pasien Tuberkulosis
Rumkabu Y L S, dkk 2017 PKM D1 19
Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Dawan I, TP: - P: 10 TB: 0 T: 1
Kabupaten Klungkung Tahun
2017
R: 25
Penyakit Tuberkulosis Paru di P: - L: 49
November M: 65
Wilayah Kerja Puskesmas
2018-Juli PKM ML 92
Izzati L Medan Labuhan
2019 TP: - P: 43

Evaluasi Penggunaan Obat


Anti Tuberkulosis Paru pada P: 25 L: 19
Prananda M, dkk 2014 Pasien Dewasa Rawat Jalan di UP4P 25
Unit Pengobatan Penyakit TP: 0 P: 6
Paru-Paru (UP4) Pontianak
52

Lanjutan Tabel 5

Profil Penderita Penyakit


P:
Tuberkulosis Paru BTA Positif L: 784
1.023
Susilayanti E Y, dkk 2012 yang Ditemukan di BP4 Lubuk BP4LA 110
Alung periode Januari 2012 –
TP: 85 P: 324
Desember 2012
Karakteristik Penderita
Tuberkulosis Paru yang P: 83 L: 74 B: 79
Dirawat Inap di PT. Prima PT
Purba Y S D 2017 116
Medica Nusantara Rumah PMNRSL
Sakit Laras Kabupaten TP: 33 P: 42 TB: 37
Simalungun Tahun 2017

Ket:

RSUD LB : Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar

BBKPM : Balai Besar Kesehatan Paru Makassar

PKM P : 6 Puskesmas di Pare-pare

PKM TM : Puskesmas Tuminting Manado

RSUP HAM : RSUP Haji Adam Malik Medan

RSUDDS : RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam


53

RSUDAA : RSUD Arifin Achmad Pekan Baru


PKMKP : 3 Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie Prov. Aceh
PKMSU1 : Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang
PKMKK : 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten
PKMD1 : Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung Bali
PKMML : Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan
UP4P : UP4 Pontianak
BP4LA : BP4 Lubuk Alung Sumatera Barat
PTPMNRSL : PT Prima Medica Nusantara RS Laras Sumatera Utara
P : Produktif
TP : Tidak Produktif
L : Laki-laki
P : Perempuan
B : Bekerja
TB : Tidak Bekerja
R : Rendah
M : Menengah
T : Tinggi
54

Hasil Penelitian

1. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru Berdasarkan Kelompok


Usia Penderita.

Tabel 6. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi


di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012 sampai dengan
tahun 2019, Berdasarkan Kelompok Usia Penderita

Kelompok Usia
Sebaran Prodruktif Tidak Produktif Ket
Tempat Tahun
Tempat
N % N %
RSUD LB 2018 52 77.6 15 22.4
Sulawesi P= 75.5-100%
BBKPM 2017 29 100 0 0
Selatan TP= 0-24.5%
PKMP 2017 142 75.5 46 24.5
RSUDAA 2016 71 100 0 0
PKMKP 2013 14 70 6 30
PKMSU1 2017 - - - -
PKMKK 2018 47 94 3 6
Diluar
PKMD1 2017 - - - - P= 70-100%
Sulawesi
2018- TP= 0-30%
Selatan PKMML - - - -
2019
UP4P 2014 25 100 0 0
BP4LA 2012 1.023 92.3 85 7.7
PTPMNRSL 2017 83 71.5 33 28.5
P= 88.8%
Total 1.486 88.8 188 11.2
TP= 11.2%

Tabel 6 memperlihatkan distribusi penderita tuberculosis paru

berdasarkan usia pada berbagai lokasi di Sulawesi Selatan dominasi


55

kasus terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar

didapatkan kasus sebesar 52 (77.6%) usia produktif dan 15 (22.4%) usia

tidak produktif, disusul oleh Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Makassar sebanyak 29 kasus tuberculosis paru usia produktif dengan

persentase 100% dan tidak terdapat data pada usia tidak produktif.

Kemudian di 6 Puskesmas di Pare-pare didapatkan 142 (75.5%) kasus

pada usia produktif dan 46 (24.5%) orang usia tidak produktif. Untuk

kasus tuberculosis paru di luar Sulawesi Selatan yaitu RSUD Arifin

Achmad Pekan Baru sebesar 71 (100%) kasus usia produktif dan tidak

terdapat data kasus usia tidak produktif, Di Prov. Aceh tepatnya di 3

Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie terdapat 14 (70%) kasus usia

produktif dan 6 (30%) kasus usia tidak produktif. Di Palembang tepatnya

di Puskesmas Seberang Ulu 1 tidak didapatkan data kasus usia prodktif

dan kasus usia tidak produktif. Di 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten

Klaten memperlihatkan 47 (94%) orang usia produktif dan 3 (6%) orang

usia tidak produktif. Di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab.

Klungkung Bali dan Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan tidak

terdapat kasus usia produktif dan usia tidak produktif, di UP4 Pontianak

didapatkan kasus sebesar 25 (100%) usia produktif dan tidak terdapt

kasus usia tidak produktif. Bergeser ke BP4 Lubuk Alung Sumatera Barat

sebanyak 1.023 (92.3%) kasus pada usia produktif dan 85 (7.7%) kasus

usia tidak produktif, Terakhir di Sumatera Utara khususnya di PT Prima

Medica Nusantara RS Laras terdapat perbedaan angka kasus usia


56

produktif dan tidak produktif, pada rumah sakit ini angka kasus usia tidak

produktif lebih tinggi yaitu 83 (71.5%) dibandingkan angka kasus usia

yang produktif 33 (28.5%).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini

120

100

80
Proporsi(%)

60
Usia Produktif
40 Usia Tidak Produktif

20

Gambar 9. Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan
Kelompok Usia Penderita.

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa persentase kasus tuberculosis

paru berdasarkan usia produktif dengan proporsi tertinggi terdapat di luar

Sulawesi Selatan di 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten yaitu

sebesar 94% dan proporsi usia produktif terendah terdapat di 3

Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie sebesar 70%. Di Balai Besar

Kesehatan Paru Makassar, RSUD Arifin Achmad Pekan Baru dan UP4
57

Pontianak didapatkan usia produktif sebanyak 100% karena tidak terdapat

nya data usia >65 tahun (tidak produktif) pada jurnal.

Produktif
Tidak Produktif
88.8%

Gambar 10. Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan
Kelompok Usia Penderita.

Pada Gambar 10 didapatkan bahwa dari 1.674 kasus distribusi

gambaran penderita tuberculosis paru menunjukkan kelompok usia

terbanyak didominasi oleh golongan usia produktif sebanyak 1.486 kasus

dengan persentase 88.8% sedangkan golongan usia tidak produktif

sebanyak 188 kasus dengan persentase 11.2%.


58

2. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru Berdasarkan Jenis


Kelamin Penderita.

Tabel 7. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi di


Wilayah Indonesia periode Tahun 2012 sampai dengan
tahun 2019, Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita

Jenis Kelamin
Sebaran Tahu Laki-laki (L) Perempuan (P)
Tempat Ket
Tempat n
N % N %
RSUD LB 2018 39 58.2 28 41.8
Sulawesi L= 58.2-67.9%
BBKPM 2017 19 65.5 10 34.5
Selatan P= 32.1-41.8%
PKMP 2017 129 67.9 61 32.1
RSUDAA 2016 48 67.6 23 32.4
PKMKP 2013 13 65 7 35
PKMSU1 2017 28 70 12 30
PKMKK 2018 35 70 15 30
Diluar PKMD1 2017 9 47.4 10 52.6
L= 47.4-89.5%
Sulawesi 2018-
PKMML 49 53.5 43 46.7 P= 10.5-52.6%
Selatan 2019
UP4P 2014 19 76 6 24
BP4LA 2012 784 70.8 324 29.2
PTPMNRS
2017 74 63.8 42 36.2
L
L= 68.2%
Total 1.246 68.2 581 31.8
P= 31.8%

Tabel 7 memperlihatkan distribusi penderita tuberculosis paru

berdasarkan jenis kelamin pada berbagai lokasi, di Sulawesi Selatan

tepatnya di di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar


59

didapatkan 39 (58.2%) kasus pada jenis kelamin laki-laki dan 28 (42.8%)

orang berjenis kelamin perempuan, disusul oleh Balai Besar Kesehatan

Paru Makassar didapatkan kasus sebesar 19 (65.5%) laki-laki dan 10

(34.5%) perempuan. Kemudian 6 Puskesmas di Pare-pare sebanyak 129

kasus tuberculosis paru berjenis kelamin laki-laki dengan persentase

67.9% dan 61 (32.1%) orang berjenis kelamin perempuan. Untuk kasus

tuberculosis paru di luar Sulawesi Selatan yaitu RSUD Arifin Achmad

Pekan Baru sebanyak 48 (67.6%) kasus pada laki-laki dan 23 (32.4%)

kasus perempuan, di 3 Puskesmas Wilayah Kerja Kab. Pidie Prov. Aceh

terdapat 13 (65%) kasus pada laki-laki dan 7 orang perempuan (35%),

kemudian didapatkan data di Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang

sebesar 40 kasus yang terbagi dalam 28 kasus laki-laki dengan

persentase 70% dan 12 (30%) kasus untuk perempuan. Bergeser ke 3

Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten didapatkan kasus sebesar

35 (70%) laki-laki dan 15 (30%) perempuan. Di Bali tepatnya di Wilayah

Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung didapatkan data sebanyak 9

(47.4%) laki-laki dan 10 (52.6%) perempuan. Selanjutnya di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Labuhan didapatkan kasus sebesar 49 (53.5%) laki-

laki dan 43 (46.5%) perempuan. Di UP4 Pontianak didapatkan kasus

sebesar 19 (76%) laki-laki dan 6 (24%) perempuan. Di Sumatera Barat

tepatnya di BP4 Lubuk Alung didapatkan kasus sebesar 784 (70.8%) laki-

laki dan 324 (29.2%) perempuan. Terakhir Sumatera Utara tepatnya di PT


60

Prima Medica Nusantara RS Laras didapatkan kasus sebesar 74 (63.8%)

laki-laki dan 42 (36.2%) perempuan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

80

70

60

50
Proporsi (%)

40
Laki-laki
30 Perempuan

20

10

Gambar 11. Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan Jenis
Kelamin Penderita.

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa persentase kasus tuberculosis

paru berdasarkan jenis kelamin dengan proporsi tertinggi terdapat di luar

Sulawesi Selatan UP4 Pontianak yaitu sebesar 76% laki-laki dan proporsi

jenis kelamin terendah terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1

Kab. Klungkung Bali sebesar 47.4%.


61

Proporsi penderita tuberculosis paru berdasarkan jenis kelamin pada

sebaran tempat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

31.8%
Laki-laki
Perempuan
68.2%

Gambar 12. Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012 sampai
dengan tahun 2019, Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita

Pada Gambar 12 didapatkan bahwa dari 1.827 kasus distribusi

gambaran penderita tuberculosis paru menunjukkan jenis kelamin

terbanyak didominasi oleh laki-laki sebanyak 1.246 kasus dengan

persentase 68.2% sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 581

kasus dengan persentase 31.8%.


62

3. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru Berdasarkan Pekerjaan


Penderita

Tabel 8. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi


di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012 sampai dengan
tahun 2019, Berdasarkan Pekerjaan Penderita

Pekerjaan
Sebaran
Tempat Tahun Bekerja (B) Tidak Bekerja (TB) Ket
Tempat
N % N %
RSUD LB 2018 37 55.2 30 44.8
Sulawesi B= 44.8-80.5%
BBKPM 2017 13 44.8 16 55.2
Selatan TB= 19.5-44.8%
PKMP 2017 153 80.5 37 19.5
RSUDAA 2016 49 69 22 31
PKMKP 2013 16 80 4 20
PKMSU1 2017 25 62.5 15 37.5
PKMKK 2018 41 82 9 18
Diluar
PKMD1 2017 19 100 0 0 B= 62.5-100%
Sulawesi
2018- TB= 0-20%
Selatan PKMML - - - -
2019
UP4P 2014 - - - -
BP4LA 2012 - - - -
PTPMNRSL 2017 79 68.1 37 31.9
B= 71.8%
Total 432 71.8 170 28.2
TB= 28.2%

Tabel 8 memperlihatkan distribusi penderita tuberculosis paru

berdasarkan pekerjaan pada berbagai stratifikasi tempat, di Sulawesi

Selatan tepatnya di di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji


63

Makassar didapatkan 37 (55.2%) kasus penderita yang bekerja dan 30

(44.8%) kasus penderita yang tidak bekerja, disusul oleh Balai Besar

Kesehatan Paru Makassar didapatkan kasus sebesar 13 (44.8%) yang

bekerja dan 16 (55.2%) kasus yang tidak bekerja. Kemudian 6 Puskesmas

di Pare-pare sebanyak 153 kasus tuberculosis paru yang bekerja dengan

persentase 80.5% dan 37 (19.5%) kasus penderita yang tidak bekerja.

Untuk kasus tuberculosis paru di luar Sulawesi Selatan yaitu di RSUD

Arifin Achmad Pekan Baru sebanyak 49 (69%) kasus penderita yang

bekerja dan 22 (31%) kasus penderita yang tidak bekerja, di 3 Puskesmas

Wilayah Kerja Kab. Pidie Prov. Aceh terdapat 16 (80%) kasus penderita

yang bekerja dan 4 (20%) kasus penderita yang tidak bekerja, kemudian

didapatkan data di Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang sebesar 40

kasus yang terbagi dalam 25 kasus penderita yang bekerja dengan

persentase 62.5% dan 15 (37.5%) kasus penderita yang tidak bekerja.

Bergeser ke 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten didapatkan

kasus sebesar 41 (82%) yang bekerja dan 9 (18%) kasus penderita yang

tidak bekerja. Di Bali tepatnya di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab.

Klungkung didapatkan data sebanyak 19 (100%) kasus penderita yang

bekerja sedangkan tidak terdapat data pada penderita yang tidak bekerja.

Terakhir Sumatera Utara tepatnya di PT Prima Medica Nusantara RS

Laras didapatkan kasus sebesar 79 (68.1%) pada penderita yang bekerja

dan 37 (31.9%) kasus penderita yang tidak bekerja.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini


64

120

100

80
Proporsi (%)

60
Bekerja
40 Tidak Bekerja

20

Gambar 13. Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan Pekerjaan
Penderita.

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa persentase kasus tuberculosis

paru berdasarkan pekerjaan dengan proporsi tertinggi terdapat di luar

Sulawesi Selatan di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung

Bali yaitu sebesar 100% penderita yang bekerja dan proporsi pekerjaan

terendah terdapat di Balai Besar Kesehatan Paru Makassar didapatkan

kasus sebesar 44.8%.


65

28.2 %
Bekera
Tidak Bekerja
71.8%

Gambar 14. Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis Paru


Diagram Bar Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa
Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012
sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan Pekerjaan
Penderita.

Pada Gambar 14 didapatkan bahwa dari 602 kasus distribusi

gambaran penderita tuberculosis paru menunjukkan pekerjaan terbanyak

didominasi oleh penderita yang bekerja sebanyak 432 kasus dengan

persentase 71.8% sedangkan penderita yang tidak bekerja sebanyak 170

kasus dengan persentase 28.2%.


66

4. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penderita

Tabel 9. Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2012
sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penderita .

Tingkat Pendidikan
Sebaran
Tempat Tahun Rendah (R) Menengah (M) Tinggi (T) Ket
Tempat
N % N % N %
RSUD LB 2018 28 41.8 30 44.8 9 13.4 R = 24.1-41.8%
Sulawesi
BBKPM 2017 7 24.1 14 48.3 8 27.6 M = 44.4-48.3%
Selatan
PKMP 2017 - - - - - - T= 13.4-27.6%
RSUDAA 2016 16 22.5 49 69 6 8.5
PKMKP 2013 7 35 10 50 3 15
PKMSU1 2017 23 57.5 16 40 1 2.5
PKMKK 2018 10 20 40 80 0 0
Diluar R = 20-57.5%
PKMD1 2017 10 52.6 8 42.1 1 5.3
Sulawesi M = 40-80%
Selatan 2018- T= 0-15%
PKMML 25 27 65 70 2 3
2019
UP4P 2014 - - - - - -
BP4LA 2012 - - - - - -
PTPMNRSL 2017 - - - - - -
R= 32.5%
Total 126 32.5 232 59.8 30 7.7 M= 59.8%
T= 7.7%
67

Tabel 9 memperlihatkan distribusi penderita tuberculosis paru

berdasarkan tingkat pendidikan pada berbagai stratifikasi tempat, di

Sulawesi Selatan tepatnya di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji

Makassar didapatkan 28 (41.8%) kasus pada tingkat pendidikan rendah,

30 (44.8%) tingkat pendidikan menengah, dan 9 (13.4%) tingkat

pendidikan tinggi, disusul oleh Balai Besar Kesehatan Paru Makassar

didapatkan kasus sebesar 7 (24.1%) kasus pada tingkat pendidikan

rendah, 14 (48.3%) tingkat pendidikan menengah dan 8 (27.6%) tingkat

pendidikan tinggi. Untuk kasus tuberculosis paru di luar Sulawesi Selatan

yaitu RSUD Arifin Achmad Pekan Baru sebanyak 16 (22.5%) kasus pada

tingkat pendidikan rendah, 49 (69%) tingkat pendidikan menengah dan 6

(8.5%) tingkat pendidikan tinggi, di 3 Puskesmas Wilayah Kerja Kab.

Pidie Prov. Aceh terdapat 7 (35%) kasus pada tingkat pendidikan rendah,

10 (50%) tingkat pendidikan menengah dan 3 (15%) tingkat pendidikan

tinggi, kemudian didapatkan data di Puskesmas Seberang Ulu 1

Palembang sebesar 23 (57.5%) kasus pada tingkat pendidikan rendah, 16

(40%) tingkat pendidikan menengah dan 1 (2.5%) tingkat pendidikan

tinggi. Bergeser ke 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten 10

(20%) kasus pada tingkat pendidikan rendah, 40 (80%) tingkat pendidikan

menengah dan tidak terdapat data pada tingkat pendidikan tinggi. Di Bali

tepatnya di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan 1 Kab. Klungkung

didapatkan data sebanyak 10 (52.6%) kasus pada tingkat pendidikan

rendah, 8 (42.1%) tingkat pendidikan menengah dan 1 (5.3%) tingkat


68

pendidikan tinggi. Selanjutnya di Wilayah Kerja Puskesmas Medan

Labuhan didapatkan kasus sebesar 25 (27%) kasus pada tingkat

pendidikan rendah, 65 (70%) tingkat pendidikan menengah dan 2 (2.3%)

tingkat pendidikan tinggi.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini

90
80
70
Proporsi (%)

60
50
40 Rendah
30 Menengah
20 Tinggi
10
0

Gambar 15. Diagram Bar Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Penderita.

Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa persentase kasus tuberculosis

paru berdasarkan tingkat pendidikan dengan proporsi tertinggi terdapat di

luar Sulawesi Selatan 3 Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Klaten

dengan 40 (80%) pada tingkat pendidikan menengah. 3 Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Klaten juga menempati posisi terendah dengan

0% kasus pada tingkat pendidikan tinggi.


69

7.7
%

32.5 %
Rendah
Menengah
Tinggi

59.8 %

Gambar 16. Diagram Pie Distribusi Penderita Tuberculosis Paru di


Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
2012 sampai dengan tahun 2019, Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Penderita.

Pada Gambar 16, didapatkan bahwa dari 388 kasus distribusi

gambaran penderita tuberculosis paru menunjukkan tingkat pendidikan

tertinggi didominasi oleh penderita dengan tingkat pendidikan menengah

sebanyak 232 kasus dengan persentase 59.8% sedangkan tingkat

pendidikan terendah sebanyak 30 kasus dengan persentase 7.7% pada

tingkat pendidikan tinggi.


70

B. Pembahasan

1. Distribusi Penderita Tubrculosis Paru Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa interval usia yang memiliki

hasil tertinggi yaitu pada usia produktif yaitu <65 tahun dengan nilai

88.8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa kelompok usia pasien tuberculosis

paru berada pada kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan Dotulong

et al., (2015) yang mengatakan bahwa usia rentan terkena tuberkulosis

adalah usia produktif yaitu sekitar usia 15-50 tahun. Hal ini kemungkinan

karena pada pasien kelompok usia produktif akan lebih sering

menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi

dengan orang lain. Risiko terkena paparan menjadi lebih besar karena

kemungkinan kontak dengan orang yang menderita tuberkulosis paru

menjadi lebih sering22.

2. Distribusi Penderita Tubrculosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin

Hampir semua hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita

Tuberculosis paru pada laki-laiki (68.2%) lebih tinggi dibandingkan

perempuan (31.8%). Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat literature

diatas. Sebagian besar menunjukkan laki-laki mempunyai faktor resiko

yang lebih tinggi22.

Hal ini disebabkan karena pola hidup penderita salah satu contoh

adalah merokok. Merokok telah diidentifikasi sebagai salah satu dari


71

sejumlah variabel yang mungkin terkait dalam risiko angka kejadian

tuberkulosis menurut jenis kelamin di dunia. Di banyak negara yang

memiliki prevalensi tuberkulosis paru yang tinggi perokok didominasi oleh

laki-laki. Kebiasaan merokok inilah yang akan meningkatkan faktor resiko

terjadinya tuberculosis paru22.

3. Distribusi Penderita Tubrculosis Paru Berdasarkan Pekerjaan

Dalam Penelitian ini diperoleh bahwa penderita yang mempunyai

pekerjaan lebih beresiko terpapar tuberculosis paru daripada penderita

yang tidak bekerja. Dapat kita lihat pada beberapa jurnal diatas, penderita

yang mempunyai pekerjaan lebih rentan terkena tuberculosis paru dengan

didapatkan jumlah kasus 432 (71.8%) sedangkan penderita yang tidak

bekerja didapatkan jumlah kasus 170 (28.2%). Hal ini kemungkinan

karena faktor lingkungan pekerjaan, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya sering berinteraksi dengan orang lain dapat mempengaruhi

tingkat penularan. Sehingga risiko untuk terpapar kuman Mycobacterium

tuberculosis lebih besar 22.

4. Distribusi Penderita Tubrculosis Paru Berdasarkan Tingkat


Pendidikan

Dari bebarapa jurnal diatas tingkat pendidikan sekolah menengah

menduduki peringkat pertama sebagai yang terbanyak terpapar

tuberculosis paru yaitu 59.8%, adapun setelahnya terda[at tingkat


72

pendidikan rendah (32.5%), dan terakhir yaitu tingkat pendidikan tinggi

yaitu 7.7%22.

Menurut beberapa penelitian pendidikan dengan tingkat sekolah

menengah memiliki resiko yang lebih tinggi terpapar tuberculosis paru.

Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007, yang menemukan prevalensi tuberkulosis paru

empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan

tinggi. Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam penerimaan informasi

kesehatan. Melalui pendidikan seorang individu dapat memahami tentang

penyakit yang dideritanya. Jenjang pendidikan memegang peranan

penting dalam kesehatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan

maka semakin tinggi kemampuan untuk menerima informasi kesehatan22.


73

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari dua belas jurnal sumber data

penelitian tentang penderita tuberculosis paru di berbagai lokasi di

wilayah Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari 12 penelitian gambaran penderita tuberculosis paru yang

digunakan, terdapat 9 penelitian yang menjadikan usia sebagai

variabel yang diteliti. Diperoleh total sampel sebanyak 1.674 pasien.

Kelompok usia tersering menderita tuberculosis paru yaitu usia

produktif (<65 tahun) dengan nilai 88.8% dan usia tidak produktif

11.2%.

2. Dari 12 penelitian gambaran penderita tuberculosis paru yang

digunakan, semua penelitian tersebut menjadikan jenis kelamin

sebagai variabel yang diteliti. Diperoleh total sampel sebanyak 1.827

pasien. Jenis kelamin tersering menderita tuberculosis paru yaitu laki-

laki (68.2%) dan perempuan 31.8%.

3. Dari Dari 12 penelitian gambaran penderita tuberculosis paru yang

digunakan, terdapat 9 penelitian yang menjadikan pekerjaan sebagai

variabel yang diteliti. Diperoleh total sampel sebanyak 602 pasien.

Dengan kriteria objektif pekerjaan yaitu bekerja dan tidak bekerja,


74

maka didapatkan yang tersering yaitu penderita yang bekerja (71.8%)

dan penderita yang tidak bekerja 28.2%.

4. Dari 12 penelitian gambaran penderita tuberculosis paru yang

digunakan, terdapat 8 penelitian yang menjadikan pendidikan sebagai

variabel yang diteliti. Diperoleh total sampel sebanyak 388 pasien.

maka didapatkan yang tersering yaitu penderita yang tingkat

pendidikan menengah dengan nilai 59.8%.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat direkomendasikan penulis dari hasil penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya setiap pusat pelayanan kesehatan gencar dalam melakukan

promosi kesehatan terkait penyakit tuberculosis paru melalui

penyuluhan tentang faktor risiko, berkaitan dengan penularan yang

menyebabkan tingginya insiden tuberculosis paru pada usia produktif

khususnya yang berjenis kelamin laki-laki yang berhubungan dengan

pekerjaan dan tingkat pendidikan rendah.

2. Edukasi melalui penyuluhan kesehatan juga dapat berkaitan tentang

cara penularan dan mengenai tanda dan gejala tuberculosis paru

sehingga dapat meminimalisir komplikasi yang umumnya sampai

kepada kematian.
75

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan yang sama untuk

penelitian analitik tentang penderita tuberculosis paru dengan cakupan

data dapat ditambahkan gejala klinis ataupun faktor resiko tuberculosis

paru yang lain atau bahkan dapat ditinjau berdasarkan stratifikasi waktu

sehingga kepustakaan yang lebih banyak untuk tiap variabel dan

menghindari adanya bias terhadap hasil penelitian.


76

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A, Amin Z. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI Bab 12. Jakarta.

Internal Publishing. 2014.

2. Ibrahim A. Tuberculosis Paru. Makassar. 2017.

3. Loddenkemper R, Lipman M, Zumla A. Clinical Aspects of Adult

Tuberculosis. Cold Spring Harb Perspect Med. 2016. Diakses dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed tanggal 21 Maret 2019

4. Irianti T, Kuswandi, Yasin N M, Kusumaningtyas R A. Anti-tuberkulosis.

2016. Diakses dari https://repository.ugm.ac.id tanggal 4 April 2019

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Infodatin Pusat Data dan

Informasi Tuberkulosis. 2018. Diakses dari http://www.depkes.go.id

tanggal 19 Maret 2019

6. CDC C for disease control and prevention. Core Curriculum on

Tuberculosis, Chapter 2: Transmission and Pathogenesis of

Tuberculosis. 2013. Diakses dari https://www.cdc.gov/tb/education

tanggal 21 April 2019.

7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan. 2017.

Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources tanggal 25 April 2019

8. Glaziou P, Raviglione M, Falzon D, Floyd K. Global Epidemiology of

Tuberculosis. Semin Respir Crit Care Med. 2015. Diakses dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed tanggal 2 Maret 2019


77

9. Pstragowski M, Zbrzezna M, Bujalska-Zadrozny M. Advances in

Pharmacotherapy of Tuberculosis. Acta Pol Pharm - Drug Res. 2017.

Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed tanggal 7 Mei 2019

10. Carool KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner T. Medical Microbiology.

2016.

11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Pedoman Nasional

Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberculosis . 2013. Diakses dari

http://www.depkes.go.id/resource tanggal 9 April 2019

12. Word Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2017. Diakses

dari https://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr2017 tanggal

23 Februari 2020

13. Serafino RL, Mbbs W, Med T. TB_Manifestations_SSMJ_Vol_6_3.

2013. Diakses dari http://www.southsudanmedicaljournal.com/archive

tanggal 12 April 2019

14. Goering RV, Dockrell HM, Zuckerman M, Chiodini PL, Roitt IM. Mim‟s:

Medical Microbiology. 2013

15. Jena B, Ludam R, Chhotray P, Sahu MC. Detection of Mycobacterium

tuberculosis with Conventional Microscopic and Culture Methods.

2017. Diakses dari https://www.semanticscholar.org tanggal 12 Juni

2019.

16. Churchyard G, Kim P, Shah NS, Rustomjee R, Gandhi N, Mathema B,

et al. What We Know about Tuberculosis Transmission: An Overview.


78

J Infect Dis. 2017. Diakses dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles tanggal 5 Mei 2019

17. Carvalho ACC, Cardoso CAA, Martire TM, Migliori GB, Sant‟Anna CC.

Epidemiological Aspects, Clinical Manifestations, and Prevention of

Pediatric Tuberculosis from the Perspective of the End TB Strategy.

2018. Diakses dari https://pdfs.semanticscholar.org tanggal 2 April

2019

18. Domínguez FJ, Valle D, Fernández B, De Las Casas MP, Marín B,

Bermejo C. Clínica y Radiología De La Tuberculosis Torácica Clinical

Manifestations and Radiology of Thoracic Tuberculosis. 2007. Diakses

dari http://scielo.isciii.es tanggal 6 Mei 2019

19. Siregar RNI, Warganegara E. Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis

Paru. 2016. Diakses dari http://juke.kedokteran.unila.ac.id tanggal 4

Juli 2019

20. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi Dots.

2005. Diakses dari http://library.usu.ac.id tanggal 1 Juli 2019.

21. Haque G, Kumar A, Saifuddin F, Ismail S, Rizvi N, Ghazal S, Notani S.

Prognostic Factors in Tuberculosis Related Mortalities in Hospitalized

Patients. 2014. Diakses dari https://www.hindawi.com/journals tanggal

11 Mei 2020.

22. Puspita E, dkk. Gambaran Status Gizi pada Pasien Tuberkulosis Paru

(TB Paru) yang Menjalani Rawat Jalan di RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru. 2016.
79

23. Diniari N, dkk. Gambaran Asupan dan Status Gizi pada Pasien Rawat

Inap Penyakit Tuberculosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah

Labuang Baji Makassar. 2019.

24. Khaerunnisa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru di

Rumah Sakit Balai Paru kota Makassar. 2017.

25. Widhiasnasir E.R. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Kota

Parepare Tahun 2016. 2017.

26. Laily D.W, dkk. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Tuminting Manado. 2015.

27. Prawira, Singgih. Gambaran Penderita TB Paru yang Mendapat

Pengobatan Kategori II di RSUP Haji Adam Malik. 2017.

28. Inneke C, dkk. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa di

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016. 2018.

29. Hadifah Z, dkk. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru di Tiga

Puskesmas Wilayah Kerja Kabupaten Pidie Propinsi Aceh. 2017

30. Novita E, Ismah Z. Studi Karakteristik Pasien Tuberkulosis di

Puskesmas Seberang ulu 1 Palembang. 2017

31. Hutama H. I, dkk. Gambaran Perilaku Penderita TB Paru dalam

Pencegahan Penularan TB Paru di Kabupaten Klaten. 2019

32. Rumkabu Y L S, dkk. Gambaran Aspek Lingkungan dan Perilaku

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Pasien Tuberkulosis

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dawan I, Kabupaten Klungkung

Tahun 2017. 2019


80

33. Izzati L. Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Labuhan. 2019.

34. Pranada M, dkk. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Paru

pada Pasien Dewasa Rawat Jalan di Unit Pengobatan Penyakit Paru-

Paru (UP4) Pontianak. 2014.

35. Susilayanti E Y, dkk. Profil Penderita Penyakit Tuberkulosis Paru BTA

Positif yang Ditemukan di BP4 Lubuk Alung periode Januari 2012 –

Desember 2012. 2014.

36. Purba Y S D. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat

Inap di PT. Prima Medica Nusantara Rumah Sakit Laras Kabupaten

Simalungun Tahun 2017. 2018.


83

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

No Kegiatan 2019 2020


1-8 9 10 11 12 1-3 4 5 6 7 8
I Persiapan
1 Pembuatan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Ujian Proposal
4. Perbaikan Proposal
5 Pengurusan Rekomendasi Etik
II Pelaksanaan
1 Pengambilan data
2 Pemasukan Data
3 Analisa Data
4 Penulisan Laporan
III Pelaporan
1 Seminar Hasil
2 Peraikan Laporan
3 Ujian Skripsi
82

Lampiran 2. Daftar Tim Peneliti dan Biodata Peneliti Utama

1. Anggota tim peneliti

KEDUDUKAN
NO. NAMA DALAM KEAHLIAN
PENELITIAN

1. Reski Jayanti Peneliti utama Belum Ada

2. Dr. Baedah Madjid Rekan Peneliti 1 Dokter Spesialis


Sp.MK(K). Mikrobiologi klinik
(Konsultan)

3. Dr. Fatmawati Rekan Peneliti 2 Dokter


Annisa
Syamsuddin S.Ked

2. Biodata peneliti utama

a. Data Pribadi

1) Nama : Reski Jayanti


2) Tempat Tanggal Lahir : Soppeng 5 September 1997
3) Pekerjaan : Mahasiswi
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Kewarganegaraan : Indonesia
7) Alamat : Jalan KelapaTiga No. 19
8) No. hp : 085241258427
9) Alamat email : reskijayanti11@yahoo.com
10) Media sosial :
a) WA : 081355621685
83

b) Line : reskijayanti7
c) Ig : reskijayanti_
d) Facebook : Reski Jayanti

b. Riwayat Keluarga

Nama Pekerjaan
Ayah Ahmad Wiraswasta
Ibu Hasni B, S.pd PNS
Anak ke 1 Eka Ari Saputra TNI/POLRI
Anak ke 2 Candra Irawan TNI/POLRI
Anak ke 3 Selvi Rahayu Safitri Mahasiswi
Anak ke 4 Reski Jayanti Mahasiswi

c. Riwayat Pendidikan

NO. NAMA SEKOLAH TEMPAT TAHUN


1. SDN NO 7 KOMBA LUWU 2003 – 2009
2. SMPN 1 LAROMPONG LUWU 2009 – 2012
3. SMAN 1 LAROMPONG LUWU 2012 – 2015
4. STIKES BIGES POLEWALI Polewali 2015 – 2016
4. Universitas Bosowa Fakultas Makassar 2016 –
Kedokteran Sekarang
84

d. Pengalaman Berorganisasi

NO. NAMA ORGANISASI JABATAN TAHUN


1. BEM FK UNIBOS Kepala Dep. PSDM 2017 – 2018
2. BEM FK UNIBOS Menteri Dalam 2018 – 2019
Negri

e. Pengalaman Meneliti

Belum Ada
85

Lampiran 3. Rincian Biaya Penelitian dan Sumber Dana

No Anggaran Jumlah Sumber


Dana
1 Biaya Administrasi Rp. 250.000
Rekomendasi Etik
2 Biaya Penggandaan Proposal Rp. 500.000
dan Skripsi
Biaya Penjilidan Proposal dan Rp. 700.000
Skripsi
3 Biaya ATK Rp. 100.000 Mandiri
4 Biaya pulsa internet (meliputi Rp. 100.00
biaya pencarian jurnal yang
berkaitan dengan penelitian)
5 Lain-lain Rp. 100.000
Total biaya Rp. 1.750.000
86

Lampiran 4. Rekomendasi Persetujuan Etik


87

Lampiran 5. Sertifikat Bebas Plagiarisme

Anda mungkin juga menyukai