Anda di halaman 1dari 16

KONSEP-KONSEP HUKUM

MASYARAKAT SEDERHANA MENURUT PENDAPAT POSPISIL

Dosen Pengampuh :
CITRA NASIR, SH., MH

Disusun Oleh :
Christofer Sutanto H21.09022
Muh. Risno H21.09017
Ansar H21.09019
Aisyah Pasindang H21.09021
Yutri Pradita H21.09009
Nuraeni Al-Hidayat H21.09023
Khusnul Atiqa H21.09012

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNIVERSITAS MEGABUANA
PALOPO
2022
Kata Pengantar

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul "Konsep Hukum masyarakat sederhana" dengan tepat waktu.Makalah

disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Antropologi hukum. Semoga dengan

tersusunnya makalah ini, di harapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami

materi terkait Konsep Hukum masyarakat sederhana

Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan seputar Antropolofi

hukum bagi para pembaca dan juga bagi kami selaku penulis. Tak lupa kami

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pross

pembuatan makalah ini.

Kami selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun diharapkan

demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 13 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................

B. Perumusan Masalah........................................................................................

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................

A. Pengertian Konsep Hukum dan masyarakat sederhana..................................

B. Pendapat Pospisil mengenai konsep hukum masyarakat sederhana...............

C. Ciri-ciri Hukum Masyarakat Sederhana..........................................................

BAB III PENUTUP...................................................................................................

A. Kesimpulan.....................................................................................................

B. Saran................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

hukum merupakan instrumen penting dalam masyarakat karena menjadi

pedoman umum dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Hukum yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya ialah

pengaruh dari kebudayaan dimana hukum itu lahir dan berlaku. Kebudayaan yang

dihasilkan oleh suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh bentuk atau corak dari

masyarakat tersebut, semakin pluralis suatu masyarakat, semakin komplek

kebudayaan yang dihasilkan, maka semakin kompleks juga hukum yang timbul dari

kebudayaan tersebut.

Begitu juga sebaliknya, masyarakat yang sederhana menghasilkan kebudayaan

yang sederhana pula. Hukum yang dihasilkan pun sederhana dalam artian tidak

selengkap atau sekomplek hukum pada masyarakat yang pluralis. Namun kita tidak

dapat memungkiri bahwa Masyarakat yang pluralis tidaklah langsung menjadi plural,

melainkan berawal dari masyarakat yang sederhana. Dan awal dari munculnya

konsep hukum ialah pada masyarakat sederhana.(Rijal, 2013)

Maka dari itu, kami mencoba memaparkan bagaimana konsep-konsep hukum

pada masyarakat sederhana sebagaimana dengan apa yang dihasilkan oleh para

sarjana hukum yang mencoba meneliti hal tersebut.


B. Rumusan Masalah

Dari paparan di atas, pemakalah dapat merumuskan beberapa masalah yang akan

di kaji dalam makalah ini, yaitu:

1) Pengertian dari Konsep Hukum Masyarakat Sederhana.

2) Pendapat Dari Ahli Hukum Mengenai Konsep Hukum Masyarakat Sederhana.

3) Ciri-ciri Hukum Masyarakat sederhana

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menjelaskan Pengertian dari konsep Hukum Masyarakat Sederhana.

2) Menjelaskan pendapat dari para ahli hukum mengenai konsep hukum

masyarakat sederhana

3) Menjabarkan ciri-ciri hukum masyarakat sederhana


BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Hukum dan Masyarakat sederhana

Di sini, kita akan mencoba membahas dua kelompok kata yang menjadi tema

besar kita yaitu konsep hukum dan masyarakat sederhana.Kata “Konsep” dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan rancangan, ide atau pengertian

yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Sedangkan hukum diartikan

dengan peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat

yang berlaku bagi semua orang dalam suatu masyarakat (negara).

Sehingga bila kita menggabungkan arti dari kedua kata tersebut menjadi

“rancangan atau ide tentang peraturan yang berlaku bagi suatu kelompok masyarakat

baik timbul dari penguasa atau adat istiadat.”Sedangkan kelompok kata yang kedua

yakni masyarakat sederhana, yang mana masyarakat ialah sekumpulan orang yg

hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dng ikatan aturan tertentu Sedangkan

kata sederhana memiliki arti bersahaja, tidak berlebih-lebihan, sedang (dalam arti

pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dsb), tidak banyak seluk-beluknya , tidak

banyak pernik.

Sehingga maksud dari kelompok kata masyarakat sederhana bila kita melihat arti

dari masing-masing katanya ialah “masyarakat yang sedang dan bersifat

homogen.”Bila kita melihat pengertian dari kata sederhana, maka penilaian sederhana
ini sangat mungkin bersifat relatif; tergantung siapa yang memandangnya. Sesuatu itu

mungkin sederhana bagi seseorang namun belum tentu dipandang sederhana oleh

orang yang lainnya. Maka dari itu, disini kita hanya akan membahas apa yang telah

dipaparkan oleh para ahli serta masyarakat yang mungkin bisa dimasukkan ke dalam

bentuk yang sederhana ini.

Namun sebelumnya kita akan membahas sedikit pandangan ahli mengenai bentuk

atau karakteristik dari masyarakat sederhana. Selo Soemardjan sebagaimana yang

dikutip Seorjono Soekanto menyebutkan ciri-ciri dari masyarakat sederhana yaitu:

1) Hubungan dalam keluarga dan masyarakat amat kuat.

2) Organi sosial pada pokoknya didasarkan atas adat istiadat yang terbentuk

menurut tradisi.

3) Kepercayaan yang kuat pada kekuatan-kekuatan gaib yang mempengaruhi

kehidupan manusia.tidak ada lembaga-lembaga khusus untuk memberi

pendidikan dalam bidang teknologi; keterampilan diwariskan sambil praktik

serta didasari pengalaman dan tindak dari hasil pemikiran atau eksperimen.

4) Tingkat buta huruf tinggi.

5) Hukum yang berlaku tidak tertulis, tidak kompleks dan pokok-pokoknya

sudah diketahui dan dimengerti secara umum oleh semua anggota dewasa dari

masyarakat.

6) Pemenuhan ekonomi terbatas untuk diri sendiri dan keluarga atau untuk

pasaran kecil setempat.


7) Kegiatan ekonomi dan sosial dilakukan orang banyak dengan gotong royong

tanpa hubungan majikan dan buruh.

B. Pendapat Leonard Pospisil mengenai konsep hukum masyarakat sederhana.

Dalam kajian Antropologi Hukum, khususnya mengenai penelitian tentang

konsep hukum yang ada pada masyarakat sederhana, Leopold Pospisil telah

melakukan penelitian lintas budaya secara intensif terhadap 32 kebudayaan dan

diperluas melalui survey 63 kebudayaan yang lain dan kemudian diuji dengan 3

masyarakat, yakni suku Eskimo Nunamiut di Alaska (suku-suku berburu), Suku

Kapauku di Irian (suku-suku berkebun) dan petani Tirol dari Austria. Dari

penelitiannya tersebut Pospisil mengkritik para ahli hukum yang yang menganggap

bahwa hukum tidak ditemukan pada masyarakat-masyarakat petani yang masih

terbelakang. Menurutnya, karena mereka hanya mendefinisikan hukum yang hanya

berorientasi pada hukum Eropa Barat dan negara-negara yang pernah dijajahnya.

Dalam penelitiannya tersebut, Pospisil menggunakan teori-teori antropologis dan

membedakan kategori-kategori dalam teori tersebut.

Dalam mendefinisikan hukum pertama-tama Pospisil membedakan tiga dikotomi

dalam istilah hukum. Pertama,

1. pembedaan di antara hukum substantif dan hukum prosedural. Hukum

substantif menentukan batas-batas dari perilaku yang diizinkan. Sementara

hukum prosedural mengatur tentang proses berjalannya hukum.

2. prinsip teritorial dan prinsip personal dari hukum. Dalam prinsip teritorial

hukum diterapkan pada umumnya di daerah tertentu tanpa memandang status


sosial orang yang berurusan dengan hukum. Sementara pada prinsip personal

justru berlaku bahwa yurisdiksi dan penerapan hukum tergantung pada

identitas dan status sosial orang yang berurusan dengan hukum. Ia

mencontohkan sistem hukum perdata Romawi yang didasarkan pada prinsip

personal. Misalnya seorang Romawi yang menikah dengan wanita asing

dianggap belum berstatus menikah menurut ius civile. Keluarganya bukan

familia dalam arti ius civile dan hukum waris tidak berlaku bagi

keturunannya. Lain halnya denga hukum orang Nunamiut (Eskimo). Mereka

tetap memperlakukan hukumnya pada orang asing.

3. Dikotomi yang ketiga adalah perbedaan antara ius dan lex. Ius adalah hukum

dalam arti prinsip-prinsip atau azas-azas yang secara tersirat termaktub dalam

preseden dan aturan-aturan (rules) sedangkan lex ialah suatu aturan abstrak

yang pada umumnya dinyatakan secara eksplisit dalam suatu undang-undang

(peraturan).

Selain ketiga dikotomi dalam istilah hukum, Pospisil juga merumuskan 4 kriteria

hukum.

1. Kriteria pertama adalah bahwa hukum berwujud dalam keputusan yang dibuat

oleh seseorang yang memiliki otoritas politik.

2. Kedua, di dalamnya terdapat suatu definisi mengenai hubungan di antara

kedua pihak yang berselisih (obligatio).

3. Ketiga, penerapannya dilakukan secara teratur (dimaksudkan bahwa hal itu

diterapkan secara universal),


4. padanya terpaut suatu sanksi. Dan menurutnya, hukum yang memiliki

keempat ciri itu terdapat dalam semua masyarakat manusia.

Selanjutnya Pospisil merumuskan bentuk dari hukum. Menurutnya ada 3 tradisi

utama dalam pemikiran antropologi hukum yang berhubungan dengan definisi

hukum.

I. Tradisi pertama mempersamakan hukum dengan kebiasaan-kebiasan yang

secara agak otomatis ditaati tanpa memerluka kepemimpinan, otoritas legal

dan peradilan. Tokoh dari tradisi ini antara lain Hartland dan rivers dalam

penelitiannya tentang masyarakat primitif. Selain itu, ada Meggitt yang

meneliti masyarakat Walbiri di Australia yang menurutnya tidak ada

pemimpin dalam masyarakat tersebut.

II. Tradisi kedua dalam usaha merumuskan hukum ia mengajukan kriteria yang

ketat, yang menjadikan prasyarat hukum adalah interpretasi dari aturan yang

abstrak dan adanya pengadilan formal. mereka tidak mendasarkan definisi

konsepnya tentang hukum pada penelitian yang komparatif di berbagai jenis

masyarakat, tetapi perumasan karena pengaruh dari tradisi hukum di dunia

barat. Tokoh dari tradisi ini antara lain; Radcliffe Brown, Van den Steenhoven

dan F James davis.

III. Tradisi ketiga mendefinisikan hukum yang hanya berlaku untuk setiap

masyarakat yang dipelajari atau bersifat relatif menurut suatu kebudayaan.

Tokoh dalam pemikiran ini adalah bohannan dan muridnya, S.J.L. Zake.
Selain itu Pospisil menyoroti masalah metodologi yang mendasar dalam

mendefinisikan hukum yaitu bentuk manifestasi dari hukum. Dalam hal ini, ia

mengutip identifikasi tiga “jalan utama” yang dirumuskan oleh Karl Liewellyn dan

Adamson Hoebel dalam bukunya “The Cheyenne Way”. Ketiga “jalan utama” itu

dapat dianggap sebagai sebagai cara untuk mengungkapkan tiga bentuk manifestasi

hukum yaitu :

1) Sebagai aturan abstrak yang mencakup isi dari kodifikasi hukum dalam

masyarakat yang sudah kompleks atau berbentuk perangkat cita-cita yang

terumus dalam ingatan orang-orang arif dalam masyarakat-masyarakat

primitive.

2) Berupa pola-pola kelakuan yang aktual dari para warga suatu masyarakat

3) Berbentuk prinsip-prinsip yang diabstraksikan dari keputusan para pemegang

otoritas hukum, ketika menyelesaikan sengketa dalam masyarakat.

Dengan pendekatan studi kasus, khususnya dalam penyelesaian sengketa atau

konflik yang terjadi di berbagai suku yang ditelitinya, Pospisil menyimpulkan bahwa

bentuk manifestasi ketigalah yang paling tepat, yakni bahwa konsep hukum adalah

yang tercermin dalam keputusan-keputusan hukum. Jadi bidang hukum terdiri dari

prinsip-prinsip yang diabstraksikan dari keputusan-keputusan para pemegang otoritas.

Misalnya adalah penyelesaian konflik atau mana koto dalam istilah suku Kapauku

dari lembah Kamu di Irian Jaya. Ketika Mana koto tidak terkendalikan dan

percekcokan ini berubah menjadi perkelahian dengan tongkat-tongkat, kemudian

tokoh-tokoh adat datang sebagai penengah dan memulainya denga boko petai yaitu
proses pencarian bukti-bukti untuk menunjukkan siapa yang salah dan mana yang

benar. Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan mendapatkan kepastian dari bukti-bukti

tersebut diketahui pihak mana yang salah dan yang benar, selanjutnya tokoh adat

tersebut melakaukan boko duwai yaitu proses membuat keputusan dan mendorong

kedua pihak untuk mengikuti atau melaksanakan keputusan itu. Dalam proses itu

tokoh adah tersebut menyampaikan pidato yang panjang di mana dia merangkum

bukti-bukti yang ditemukan, kemudian mengutip suatu aturan di masyarakat itu, dan

akhirnya menyatakan pada kedua belah pihak apa saja yang harus dilakukan untuk

mengaikhiri perselisihan itu. Kalau kedua pihak tidak mau menerima, pemimpinnya

menjadil emosionil, dan mulai menyalah-nyalahkan mereka. Dia mengucapkan pidato

yang panjang di mana dijalinkan bukti-bukti, aturan-aturan dan keputusan-keputusan

sebelumnya supaya kedua pihak terdorong menerima keputusannya. Malahan ada

pemimpin yang sampai menarikan wainai atau tari gila, atau yang tiba-tiba merubah

taktik dengan menangis menunjukkan kepahitan hatinya, karena kelakuan pihak yang

tidak mau menerima yang tidak pantas dan tidak mau menurut itu.(WordPress, 2015)

C. Ciri-ciri Hukum Masyarakat Sederhana

Selanjutnya Pospisil memberikan atribut atau ciri-ciri pada hukum. Sebelum

menentukan ciri-ciri hukum, Pospisil mengawalinya dengan merumuskan apa hukum

itu dengan menemukan ciri-ciri yang akan dapat memisahkan sebagian dari

keputusan pemegang otoritas sebagai keputusan hukum, sehingga dapat dibedakan

dari pernyataan dan keputusan lainnya yang tidak meliputi soal hukum. Sehubungan
dengan hal itu, Pospisil membedakan dua basis kategori yang luas dari definisi-

definisi yang dirumuskan oleh para sarjana hukum.

1) Kategori definisi yang pertama adalah bersifat filosofis dan tidak ilmiah,

definisi-definisinya menggunakan bahasa yang kabur.

2) Kategori kedua adalah definisi yang menggunakan bahasa yang jelas, dan

mencoba mengabstraksikan ciri-ciri yang berkaitan dengan hukum yang

bersifat hakiki untuk hukum itu sendiri.

Dari definisi-definisi inilah Pospisil merumuskan ciri-ciri dari hukum. Misalnya

adalah definisi hukum yang dirumuskan oleh Radcliffe Brown dan Malinowsky.

Menurut Radcliffe brown, Hukum adalah pengendalian sosial yang ditetapkan

berdasarkan pelaksanaan kekuasaan secara sistematis dari masyarakat yang

teroganisir secara politis. Disini, Radcliffe Brown menekankan sebagai ciri hakiki,

sanksi fisik, yang pelaksanaannya diatur oleh masyarakat yang diorganisir secara

politis. Meski Pospisil tidak sependapat bahwa hanya sanksi fisik dan

menambahkannya sanksi non fisik sebagai ciri dari hukum, namun demikian dia

menjadikan “sanksi” sebagai atribut atau ciri-ciri dari hukum yang pertama.

Ciri dari hukum yang kedua adalah obligatio. Pospisil membedakannya dengan

“obligation” dalam istilah bahasa Inggeris yang mengandung arti satu segi yaitu

kewajiban dari pelanggar. Istilah obligatio dalam bahasa latin menurutnya lebih tepat

karena mengandung iuris vanculum, yaitu suatu ikatan hukum diantara dua pihak,

suatu ikatan yang memanifestikan diri dalam bentuk kewajiban pada satu pihak dan

hak pada pihak yang lain.Selain kedua ciri-ciri hukum di atas, Pospisil kembali
menguti Karl Liewellyn dan Adam Hoebel dalam “Cheyenne Way” yang lebih dulu

mengemukakan 4 unsur hakiki dari hukum, yakni :

1. Unsur dapat dilakasanakannya suatu “imperatif” (yang memerintahkan bahwa

warga dari suatu masyarakat tertentu harus berperangai secara tertentu.

2. Unsur “supremasi” ( yang mengidentifikasi sesuatu gejala sebagai hukum

berdasarkan fakta, kalau dihimbau, maka dialah yang dimenangkan)

3. “Unsur sistem” (berarti bahwa yang bersifat hukum itu adalah bagian dari

tatanan yang berlangsung)

4. “Unsur pengetahuan resmi” (berarti bahwa hu kum memiliki kwalitas publik,

diakui sebagai hal publik, resmi).

Dari 4 unsur tersebut di atas Karl Liewellyn dan Adam Hoebel menyimpulkan

bahwa 4 unsur yang diperinci tersebut dikelompokkan menjadi gejala yang

dinamakan otoritas di dalam kelompok atau suatu kebudayaan. Dan menurut Popisil

“otoritas” ini adalah ciri ketiga dari hukum. Namun demikian Popisil tidak

sependapat dengan para ahli ilmu sosial yang mengharuskan adanya “formalitas”

dalam “otoritas” suatu masyarakat,sehingga mereka menyimpulkan bahwa dalam

masyarakat primitive tidak ditemukan hukum.

Atribut dari hukum yang terakhir menurut Popisil adalah “tujuan agar hukum

diperlakukan secara universal”. Pospisil melihat, keputusan-keputusan politik

maupun hukum dalam masyarakat-masyrakat kesukuan maupun masyrakat-

masyarakat modern ditentukan oleh tokoh yang sama yaitu kepala adat, kepala suku

atau suatu dewan. Karena itu perlu diidentifikasi suatu kriterium yang bisa
memisahkan bidang hukum dari bidang politik. Sehingga apabila ada masalah-

masalah di kemudian hari, maka hal itu akan diputuskan dengan prinsip-prinsip yang

sama, walaupun kemungkinan terjadinya variasi tentu ada.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia, di samping bersifat sebagai makhluk individu, juga berhakekat dasar

sebagai makhluk sosial, mengingat manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan yang

sama (baik fisik, psikologis, hingga lingkungan geografis, sosiologis, maupun

ekonomis) sehingga dari perbedaan itulah muncul interdependensi yang mendorong

manusia untuk berhubungan dengan sesamanya. Dari penelitian kebudayaan suku-

suku di berbagai negara yang dilakukan oleh Pospisil, ia membuat suatu analisa

perbandingan, sehingga menghasilkan 4 atribut sebagaimana disebutkan di atas.

Selain itu ia juga memaparkan hubungan hukum dengan masyarakat, di mana ia

menganalisis bahwa hukum hanyalah dianggap sebagai subsistem dari sistem

kemasyarakatan (societal system). Akan tetapi hukum sebenarnya merupakan suatu

jaringan inter sub sistem yang dapat mencakup sub-sistem lainnya

B. Saran

Antropologi sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan manusia

sehingga diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan wawasan dan
memperdalam pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan

antropologi.

DAFTAR PUSTAKA

Rijal, L.S. (2013) No Title, Blogspot. Available at:

https://lalurijal.blogspot.com/2013/11/makalah-konsep-hukum-dalam

masyarakat.html (Accessed: 20 November 2013).

WordPress (2015) No Title, WordPress. Available at:

https://lilicin.wordpress.com/2015/10/12/hukum-dalam-masyarakat/.

Anda mungkin juga menyukai