Anda di halaman 1dari 18

INSTRUMEN HUKUM KEPERDATAAN DALAM HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA

KELOMPOK : 5 (LIMA)

1. Yahyuddin Samsul

2. Muhammad Faizi

3. Ni Komang Sumiati
A. PENDAHULUAN

Pemerintahan merupakan organ untuk menjalankan wewenang yang memikul kewajiban

dan tanggung jawab terhadap rakyat. Meskipun jabatan pemerintahan memiliki hak dan

kewajiban/diberikan hak untuk melakukan kegiatan hukum, pemerintah tidak dapat

bertindak sendiri. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan sarana agar pemerintahan

bisa menjalankan hak dan

kewajibannya dengan baik. Dalam urusan usaha negara, pemerintahan merupakan tombak

utama dalam kegiatan tersebut, karena keputusan yang akan diambil atau dikeluarkan oleh

badan atau pejabat tata usaha negara harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Oleh sebab itu disini akan dijelaskan apa itu peraturan perundang-undangan dan

keputusan-keputusan tata usaha negara yang memuat pengaturan yang bersifat umum.

Kemudian di dalamnya diperlukan sarana-sarana lain untuk menjalankan pemerintahan

tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Peraturan Perudang-undangan dan Keputusan Tata Usaha Negara yang Memuat
Pengaturan Bersifat Umum. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) RI No.
XX/MPRS/1966 tentang momeradum DPRGR mengenai sumber tata tertib hukum Republik
Indonesia dan tata urutan perundang-undangan RI menggunakan istilah.
Tap MPRS RI No. XX/MPRS/1966 menggunakan berbagai bentuk peraturan perudang-
undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut :
a.UUD 1945

b.Ketetapan MPR

c.Undang-undang + Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang

d.Peraturan Pemerintah

e.Keputuan Presiden

- Peraturan menteri

- Instruksi menteri

- Dan Lain-lain
Penjelasan pasal I angka 2, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986
merumuskan bahwa peraturan perundang-undangan adalah “semua
peraturan yang bersifat mengikat pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah yang juga mengikat secara umum”. Pasal 53 ayat 2 sub a
dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 “menentukan bahwa
salah satu dasar pengujian (teoetsinggrond) yang dapat digunakan
oleh seorang atau badan hukum perdata untuk menggugat badan
atau pejabat tata usaha negara dihadapan hakim pengadilan tata
usaha negara adalah manakala keputusan (beschkking) yang
dikeluarkan itu bertentangan dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 10 tahun 2004, yang
dimaksud dengan peraturan
perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Peraturan perundangundangan yang dimaksud pada pasal 53
ayat 2 sub b Undang-Undang No. 5 tahun
1986 termasuk pula keputusan tata usaha negara merupakan
pengaturan yang bersifat
umum dan dapat dijadikan salah satu dasar hukum bagi
dikeluarkannya suatu
keputusan.
II. Peraturan-Peraturan Kebijaksanaan
a. Pengertian Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang
dikeluarkan oleh instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan
wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi
pemerintah lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki
dasar yang tegas dalam UUD dan undang-undang formal, baik langsung
ataupun tidak langsung.
b. Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan
Menurut J.H. van Kreveld menyebutkan ciri-ciri peraturan
kebijaksanaan adalah
sebagai berikut :
1. Peraturan itu langsung ataupun tidak langsung, tidak didasarkan kepada
ketentuan
undang-undang formal atau UUD yang memberikan kewenangan mengatur,
dengan
kata lain peraturan itu tidak ditemukan dasarnya dalam undang-undang.
2. Peraturan itu, tidak tertulis dan muncul melalui serangkaian keputusan-
keputusan
pemerintah dalam melaksanakan kewenangan pemerintah yang bebas terhadap
warga
negara atau ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintahan tersebut.
3. Peraturan itu memberikan petunjuk secara umum.
c. Fungsi Peraturan Kebijaksanaan
Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara
tepat
guna dan berdaya yang berarti :
1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan dan mengisi
kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan
2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan
3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi
secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan
4. Sebagai sarana peraturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan
yang sudah ketinggalan zaman
5. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan
pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
III. Rencana (Het Plan)
Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan
manajemen, karena tanpa adanya rencana,
maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian
tujuan. Pada negara hukum kemasyarakatan modern, rencana dijumpai pada berbagai bidang kegiatan
pemerintahan, misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan, dan pendidikan. Rencana juga
merupakan keseluruhan
tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan
tertentu yang tertib (teratur). Suatu rencana menunjukkan kebijaksanaan apa yang akan dijalankan oleh
tata usaha negara pada suatu lapangan tertentu.
Di Indonesia perencanaan sangat berperan dalam pelaksanaan pemerintahan, disadari bahwa berbagai upaya dan kebijaksanaan yang diambil oleh
badan-badan dan pejabat tata usaha negara adalah berkait satu sama lain, serta memiliki konsekuensi keuangan yang saling berpengaruh. Karenanya
perlu terlebih dahulu dibuatkan rencana-rencana yang berkaitan secara sinkron, serta tidak tumpang tindih, dan utamanya efisien
didalam hal pembiayaan.
Pada umumnya rencana-rencana pembangunan yang dibuat oleh badan-badan tata usaha negara didasarkan pada dasarnya pada besarnya
porsi belanja dan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi kegiatan tiap sektor/subsektor dari departemen/non
departemen dan jawaban yang bersangkutan.
Perencanaan dapat dikategorikan yaitu sebagai berikut :

a. Perencanaan informatif, yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan


masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu
b. Perencanaan indikatif, yaitu rencana-rencana yang memuat kebijakan-
kebijakan yang akan ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan
dilaksanakan
c. Perencanaan operasional atau normative, yaitu rencana-rencana yang
terdiri dari persiapan-persiapan, perjanjian-perjanjian dan ketetapan-ketetapan.
IV. Penggunaan Sarana Hukum Keperdataan
Pemerintahan dalam melakukan kegiatan sehari-hari tampil dengan dua kedudukan yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan wakil jabatan pemerintahan. Sebagai wakil dari badan hukum,
kedudukan hukum pemerintah tidak berbeda atau badan hukum perdata pada umumnya yaitu diatur dan tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum
keperdataan. Menurut F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek berpendapat, ketika badan hukum publik terlibat dalam pergaulan hukum keperdataan, ia bertindak tidak sebagai pemerintah sebagai
organisasi kekuasaan, tetapi ia terlibat bersama-sama dengan warga privat. Pada dasarnya harus tunduk pada kekuasaan hukum dan hakim (peradilan) biasa, sebagaimana halnya warga
negara.
Badan-badan atau para pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua
macam
peranan, yaitu :
a. Selaku pelaku hukum publik (public actor) yang
menjalankan kekuasan publik (public, openbaar gezang) yang
dijelmakan dalam kualitas penguasa (authorities)
seperti halnya badan-badan tata usaha negara dan berbagai jabatan yang
diserahi wewenang penggunaan kekuasaan publik.
b. Selaku hukum keperdataan (civil actor) yang melakukan
berbagai perbuatan hukum keperdataan, seperti halnya mengikat
perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan dan sebagainya.
Disini, badan atau pejabat tata usaha negara menjalankan peranan sebagai pelaku
hukum keperdataan (civil actor). Perbuatan hukum yang dilakukan badan/pejabat tata usaha negara itu
tidak diatur berdasarkan hukum publik, tetapi didasarkan pada
peraturan perundang-undangan hukum perdata, sebagaimana lazimnya peraturan
perundang-undangan yang mendasari perbuatan hukum keperdataan yang dilakukan seorang warga dan
badan hukum perdata. Terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tata cara/prosedur tertentu yang harus ditempuh berkenaan upaya perbuatan hukum
keperdataan yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Misalnya, badan atau pejabat
tata usaha negara tidaklah dapat dengan begitu saja melakukan pembelajaran (pengadaan) barang dan
jasa bagi kebutuhan departemen/lembaga tanpa melalui tata cara dan prosedur yang
telah ditetapkan, apalagi pembelajaran itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara.
V. Perbuatan Materiel

Perbuatan materiel dari badan tata usaha/negara dikenal dengan istilah


feitelijike handeling, menurut kuntjoro purbopranoto menterjemahkan bahwa perbuatan
materiel itu ialah tindak pemerintah yang berdasarkan fakta, sedangkan Djenal Hoesen
Koesoemahatmadja mengatakan bahwa, perbuatan materiel ialah tindakan yang bukan
tindakan hukum. Pada hukumnya perbuatan materiel selalu dikemukakan sebagai jenis
perbuatan pemerintah yang berdiri sendiri dan ditempatkan secara terpisah dari jenis
pengelompokkan perbuatan hukum pemerintah.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara
maka terdapat kesan bahwa tidak mungkin membawa suatu kasus perbuatan materiel
kehadapan pengadilan tata usaha negara, karena keputusan (beschkking) yang dimaksud
pada ketentuan undang-undang peradilan tata usaha negara itu memuat perbuatan hukum
tata usaha negara dan mensyaratkan timbulnya sifat hukum bagi seseorang/badan hukum
perdata.
A.M. Donner (1987) berpendapat, bahwa beberapa perbuatan materiel dari tata usaha
negara seperti halnya pemasangan papan nama jalanan, pengukuran tanah swasta guna
pembangunan gedung-gedung pemerintah merupakan perbuatan-perbuatan yang secara
langsung menimbulkan akibat-akibat hukum. Perbuatan materiel yang
dilakukan berkenaan dengan suatu upaya pembangunan tidak terlepas dari wewenang
publik yang melekat pada jabatan aparat pemerintahan/badan tata usaha negara. Wewenang
publik dimaksud diadakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
C. PENUTUP

Peraturan kebijaksanaan tidak memiliki dasar yang kuat dalam UUD 1945, baik
undang-undang formal, baik secara langsung/ tidak langsung, peraturan ini hanya
sebagai pelengkap, penyempurnaan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada
pada peraturan perundang-undangan. Dalam satu pemerintah diperlukan suatu
perencanaan karena tanpa adanya rencana suatu kegiatan dalam pemerintahan
tidak
akan berjalan dengan baik, dan tujuan yang dihasilkanpun baik. Rencana ini
berfungsiagar tidak terjadi kegiatan yang tumpang tindih dan utamanya biaya yang
dikeluarkan lebih efisien.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai