Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Konflik Mediator dalam Mediasi di Pengadilaan Agama

wahyu 1
1
Magister Hukum Keluargaa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang
Whwahyu2815@gmail.com

Abstract

Mediator memegang fungsi sebagai orang yang netral dalam menyelesaikan masalah perceraian,
salah satu cara yang dilakukan mediator dalam mediasi ialah dengan cara manajemen konflik.
Artikel ini mendeskripsikan tentang bagaimana manajemen konflik mediator dalam upaya
mediasi perceraian di pengadilan agama, pertanyaan apa yang diawali ketika duduk persama
klien dan metode apa yang dilakukan mediator dalam menghadapi klien yang tidak mau
berbicara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
dengan mengandalkan wawancara sebagai sumber data primer. Metode ini dipilih karena dalam
melakukan penelitian mengenai komunikasi untuk penyelesaian konflik dibutuhkan gambaran
yang cukup mendalam tentang proses, pendapat dan tindakan yang dilakukan oleh informan.
Artikel ini bertujuan memberikaan sumbangsih pemikiran dan wawasan kepada mediator,
Berdasarkan hasil wawancara 5 dari 19 mediator atau sekitar 25% dari 100%, sangat nampak
bagaimana cara penyelesaian proses mediasi para mediator dan tidak sedikit hasil dari mediasi
dapai terselesaikan dengan damai.

Keywords: Majanemen konflik, mediator, pengadilan agama

Abstrak

The mediator has the function of being a neutral person in resolving divorce issues. One of the
ways mediators use mediation is through conflict management. This article describes how
mediators manage conflicts in divorce mediation efforts in religious courts, what questions to
start when sitting down with clients and what methods mediators use to deal with clients who
don't want to talk. The research method used in this research is descriptive qualitative by relying
on interviews as the primary data source. This method was chosen because conducting research
on communication for conflict resolution requires a fairly in-depth description of the processes,
opinions and actions carried out by informants. This article aims to provide a contribution of
thought and insight to mediators. Based on the results of interviews with 5 out of 19 mediators or
around 25% out of 100%, it is very clear how the mediation process was resolved by the
mediators and quite a few of the results of the mediation were resolved peacefully.
Keywords: Conflict management, mediator, religious court

1. Pendahuluan

Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang sangat berpotensi terjadi konflik.
Perbedaanperbedaan antara individu-individu rawan terjadinya konflik misalnya perbedaan ciri
badaniyah, kepribadian, kebudayaan, kepentingan, atau pola prilaku individu atau kelompok
masyarakat 1. Dalam hal pemecahan masalah diperlukaan orang yang netral dalam hal ini di
pengadilan agama disebut sebagai mediator. Mediasi sangat berperan pada setiap konflik yang
terjadi kepada setiap keluarga yang mau berpisah, oleh karena itu manajemen konflik perlu
dilakukan sebagai salah satu metode dalam upaya mengentikan percerian di pengadilan agama.

Konflik seringkali diartikan sebagai keadaaan negatif dan dihindari, karena membuat seseorang
merasa tidak nyaman. Oleh karena itu konflik harus dicari solusi yang terbaik, didorong dan
diselesaikan agar tidak menimbulkan masalah baru. Konflik harus dimanej dengan baik dan
dikelola secara bijak. Untuk mengetahui cara mengelola konflik dengan bijak perlu diketahui
secara mendalam bentuk konflik yang terjadi dengan cara mecari solusi terbaik (Puspita 2018,
1). Salah satu penelitan di Amerika membahas tentang efek negatif konflik dan pertengkaran
yang terjadi di dalam rumah tangga, antara lain: 1) Adanya peningkatan resiko psikopatologi; 2)
Meningkatnya kecelakaan mobil yang berakibat fatal; 3) Meningkatnya kasus percobaan bunuh
diri; 4). Meningkatnya perlakuan kekerasan antara pasangan; dan 5). Menurunkan daya tahan
tubuh sehingga rentan terhadap penyakit. Selain kelima dampak negatif tersebut, anak juga
sangat rentan menjadi korban dari konflik keluarga.2

Karena begitu banyak perceraian di Pengadilan Agama, untuk itu yang berperan menyatukan
kembali perselihan, perdebatan yang berakibat perceraian adalah tugas seorang Mediator.
Dimana seorang mediator harus bersikap netral terhadap pihak suami ataupun pihak istri.
Sebagaimana dalam hal mempersatukan mereka yang berselisih telah di atur oleh PERMA NO.1
TAHUN 2016 yaitu Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dengan hal demikian Prof, Drs
Pagar Hasibuan, MA menyatakan bahwa ‚Konflik terdapat banyak sesuai dengan kewenangan
Pengadilan, yaitu ada terdapat konflik perkawinan, kewarisan, harta bersama, konflik hibah,
wakaf. Semua itu sesuai dengan kewenangan Pengadilan Agama. Jadi, inti dari kewenangan
Pengadilan Agama terdapat dalam 3 hal, yaitu perkawinan, kewarisan, perwakafan. Dalam
perkawinan itu sendiri bisa saja soal percekcokan rumah tangga, mengenai harta bersama,
1
Kun Maryati and Juju Suryawati, “Sosiologi,” Jakarta: Esis, 2006.
2
Weni Puspita, Manajemen Konflik: Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, Dan Pendidikan (Deepublish, 2018).
mengenai hak pengasuhan anak, nafkah dan masih banyak lagi sesuai dengan kewenangan
Pengadilan Agama. Akan tetapi, mayoritas yang terjadi di dalam Pengadilan Agama itu adalah
mengenai masalah perkawinan. Oleh sebab itu, perceraian tersebut akan timbul adanya turunan
dari suatu perceraian, yaitu mengenai harta bersama, penguasaan anak, nafkah dan lain
sebagainya. Karena itu disitulah yang menjadi pentingnya kemampuan mediator untuk mampu
dalam menyelesaikan perkara tersebut.

Keberhasilan berjalannya mediasi atau proses mediasi di Pengadilan Agama memerlukan peran
dan partisipasi dari para pihak dan mediatornya, akan tetapi tugas pertama yang mendorong
mediasi berjalan adalah mediator itu sendiri. Mediator juga harus membantu para pihak untuk
memberikan solusi-solusi yang terbaik dan dibutuhkan bagi kedua belah pihak.7 Dalam proses
mediasi di pengadilan ini, yang dapat bertindak sebagai mediator adalah mereka yang telah
memiliki sertifikat mediator yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung melalui beberapa
serangkaian proses pelatihan dan pendidikan mediator, bisa yang berasal dari hakim, advokat,
akademisi hukum atau pegawai pengadilan, yang terpenting adalah mereka yang telah memiliki
sertifikat mediator

2. Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan
mengandalkan wawancara sebagai sumber data primer. Metode ini dipilih karena dalam
melakukan penelitian mengenai komunikasi untuk penyelesaian konflik dibutuhkan gambaran
yang cukup mendalam tentang proses, pendapat dan tindakan yang dilakukan oleh informan.
Sehingga metode wawancara yang biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif menurut
peneliti merupakan metode yang sesuai untuk memperoleh temuan yang diharapkan. Dengan
metode ini peneliti berharap bahwa temuan yang diperoleh bukan sekedar gambaran yang
bersifat umum namun dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif mencakup penyebab,
proses dan hasil. Strategi penelitian yang digunakan yaitu phenomenology yang memberikan
penekanan pada persoalan pengalaman pribadi (personal experience) dari komunikasi orang tua
dan anak dalam penyelesaian konflik. Wawancara kepada beberapa informan dilakukan secara
terpisah, dengan beberapakali pertemuan. Umumnya informan telah mengenal tim peneliti
sebelumnya sehingga terbangun kedekatan dan rasa percaya ketika dilakukan wawancara.
Menurut peneliti hal ini penting agar informan saat diwawancarai dapat terbuka dan mampu
mengungkapkan apa yang dirasakan.

3. Hasil
3.1. Mediasi dalam pengadilan
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak yang tidak memihak
bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Pihak luar
tersebut disebut dengan mediator, yang tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya
membantu para pihak untuk menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.3
mediasi adalah sebuah intervensi terhadap sebuah negosiasi atau atas suatu konflik yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak. Oleh karena itu, mediasi sering dinilai sebagai
perluasan dari proses negosiasi. Hal itu disebabkan para pihak yang tidak mampu menyelesaikan
sengketanya sendiri menggunakan jasa pihak ketiga yang bersikap netral untuk membantu
mereka mencapai suatu kesepakatan. Sedangkan negosiasi sendiri merupakan komunikasi
langsung yang didesain untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak mempunyai
kepentingan yang sama atau berbeda.4

Pelaksanaan mediasi memiliki beberapa prinsip dasar atau kerangka kerja yang harus dipahami
oleh mediator, sehingga dalam pelaksanaannya tidak keluar dari hal yang melatarbelakangi
lahirnya institusi mediasi. Prinsip dasar mediasi ini dikenal dengan istilah lima dasar filsafat
mediasi. Adapun kelima prinsip tersebut ialah prinsip kerahasiaan (confidentiality), prinsip
pemberdayaan (empowerment), prinsip sukarela (volunteer), prinsip solusi yang unik (a unique
solution) serta prinsip netralitas (neutrality)5.

Berikut tiga aspek pemahaman dari mediasi secara komprehensif menurut Siddiki6:
a. Aspek Motivasi/Urgensi
Motivasi atau Urgensi dalam mediasi adalah agar para pihak berdamai, bukan melanjutkan
perkara ke pengadilan. Jika ada masalah yang menghalangi, mereka harus diselesaikan secara
damai melalui pertimbangan dan konsensus. Tujuan utama mediasi adalah untuk mencapai
kesepakatan antara para pihak yang berkonflik. Seringkali sulit bagi kedua belah pihak yang
berkonflik atau gugatan untuk mencapai mufakat ketika mereka bertemu sendirian. Pertemuan
yang telah dibekukan karena masalah yang kontroversial sering kali bisa salah jika ada sesuatu
yang menyatukannya. Dengan demikian, mediasi adalah suatu cara mempertemukan pihak-pihak
yang berkonflik oleh satu atau lebih Mediator untuk menyaring permasalahan sehingga menjadi
jelas dan para pihak yang berkonflik sadar akan pentingnya sengketa dan perdamaian di antara
mereka.

b. “Aspek Prinsip” “Secara hukum, mediasi diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 01 Tahun
2016, yang mewajibkan semua hakim, Mediator, dan para pihak untuk mengikuti tata cara
penyelesaian perkara melalui mediasi.” Kegagalan untuk mematuhi mediasi PERMA sama saja

3
Khotibul Umam and Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, “Pustaka Yustisia” (Yogyakarta, 2010).
4
Sumartono Gatot, “Undang-Undang Tentang Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia,” Gramedia, Jakarta, 2006.
5
D R Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional (Prenada Media, 2017).
6
Siddiki, Mediasi diPengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. Artikel diakses tanggal 30
september 2023 pada http://www.badilag.net/artikel/mediasi.pdf
pengingkaran terhadap HIR 130 dan atau 154 Rbg yang menyebabkan keputusan tidak sah. Ini
berarti bahwa semua kasus yang masuk ke persidangan tidak mungkin melewatkan acara
mediasi. Karena jika itu terjadi, resikonya akan fatal.

c. Aspek Substansi Secara khusus, mediasi adalah mekanisme yang harus ditempuh untuk setiap
kasus Perdata yang dibawa ke Pengadilan. Inti dari mediasi adalah mekanisme yang wajib
dilakukan secara serius demi tercapainya perdamaian. Sehingga mereka punya kondisi sendiri-
sendiri untuk melakukan mediasi sebelum kasusnya dipertimbangkan. Mediasi tidak hanya untuk
mengisi persyaratan hukum formal, tetapi juga merupakan upaya serius yang harus dilaksanakan
oleh para pihak yang terlibat untuk mencapai mufakat. Mediasi adalah ketika para pihak yang
terlibat berusaha melakukan konsiliasi untuk kepentingan kedua belah pihak itu sendiri. Tidak
untuk kepentingan Pengadilan atau Hakim, juga bukan untuk kebutuhan Mediator. Dengan
demikian, semua beban yang dikeluarkan untuk proses mediasi ini dibebani oleh para pihak.

3.2. manajemen konflik dalam menyelesaikan perkara

Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang
terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Menurut
Gibson hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing– masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri–sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain. 7

Dalam kamus majmaul lughoh al-arabiyah yang dikutip oleh Muhammad Munir, istilah
manajemen diartikan sebagai an-nizam atau attanzim yang merupakan suatu tempat untuk
menyimpan segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya. Dapat diartikan dari
pengertian di atas sebagai aktivitas menerbitkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh
seseorang, sehingga ia mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada
di sekitarnya, mengetahui prinsip-prinsip serta menjadikan hidup selaras dan serasi dengan yang
lainnya8

Lewis Coser yang merupakan sosiolog Amerika dan penulis ‘Functions of Social Conflict’
memberikan definisi konflik adalah sebagai benturan nilai dan kepentingan, ketegangan antara
apa yang dirasakan dan apa yang seharusnya dirasakan oleh beberapa kelompok (...the clash of
values and interests, the tension between what is and what some groups feel ought to be).
Menurut Coser (1967) selanjutnya, konflik berfungsi untuk mendorong masyarakat mengarah ke

7
James L Gibson, “Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih Bahasa Oleh Adriani,” Jakarta: Binarupa Aksara,
1977.
8
Wahyu Ilahi and Muhammad Munir, “Manajemen Dakwah,” Jakarta: Kencana, 2006.
institusi, teknologi, dan sistem ekonomi baru. Sumbangan Coser yang esensial terhadap resolusi
konflik adalah penentuan peran fungsional dan disfungsional konflik.9

Stevenin (1994), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam
organisasi misalnya adanya: 1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada
penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama. 2.
Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak
selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak
pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas. 3. Tidak
sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap
menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek
yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok. 4.
Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada
tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya
akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan. 5.
Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di
dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila
amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orangorang saling berselisih. 6. Keras kepala.
Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”. Satu-satunya kasih karunia yang
menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran
yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian. 7.
Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada
komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa
diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.10

Menurut J. Goods dalam Fahruddin Hasbullah, berpendapat bahwa keberhasilan dan kesuksesan
dalam membina suatu keluarga dapat dilihat pada pelaksanaan fungsi keluarga dalam memanej
masalahmasalah dan konflik dalam sebuah rumah tangga, sebagai berikut: a) Mengatur Seksual,
maksudnya ialah adanya norma-norma keabsahan (Norma of Legitimacy) yang sudah berlaku,
setiap individu berkewajiban menjaga dan memlihara diri untuk tidak terjerumus pada hal-hal
yang dilarang. b) Mengatur Masalah reproduksi, maksudnya ialah kemampuan kedua belah
pihak dalam usaha menghasilkan reproduksi untuk meneruskan keturunan secara sah
berdasarkan negara dan agama. c) Mengatur masalah sosial, maksudnya ialah adanya kesadaran
orang tua dan masyarkat dalam mempersiapkan tumbuh kembang diri anak. d) Mengatur
masalah pemeliharaan, maksudnya ialah orang tua wajib menjaga, membina dan melatih fisik
dan mental anak minimal sampai batas tertentu (dalam Islam sampai usia 15 tahun) sebagai
tanggung jawabnya. e) Mampu mengatur masalah anak dalam strata sosila masyarakat f) Mampu

9
Ekawarna Ekawarna, “Manajemen Konflik Dan Stres” (Bumi Aksara, 2018).
10
Jefri Heridiansyah, “Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi,” Jurnal STIE Semarang (Edisi Elektronik) 6, no.
1 (2014): 28–41.
mengatur masalah kepuasan emosional, lahir dan batin kebutuhan suami istri. g) Mangatur
masalah control sosial11.

3.3. manajemen konflik mediator dalam upaya mediasi perceraian di pengadilan agama

Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa telah ditemukan berbagai macam konflik yang dianggap
pada kedua pihak berperkara harus menyelesaikan konflik mereka kepada Pengadilan Agama .
Oleh karena itu, terkait dengan hal ini setelah melalui proses sidang pertama para pihak
diwajibkan untuk melalui proses mediasi sebagaimana yang telah ditentukan pada PERMA NO.1
Tahun 2016 yaitu tentang prosedur mediasi di dalam Pengadilan. Dalam proses mediasi tersebut
para Mediator di tuntut untuk berupaya mendamaikan para pihak yang beperkara dengan
kemampuan masing-masing mediator. Hal ini membuat para Mediator berupaya bagaimana
menjalankan tugasnya sebaik mungkin, bagaimana cara memanagement agar suatu konflik tidak
terjadi lagi dan hal apa yang dapat meredamkan keegoan para pihak kemudian diambil jalan
tengahnya.

Berdasarkan hasil wawancara 5 dari 19 mediator atau sekitar 25% dari 100%, sangat nampak
bagaimana cara penyelesaian proses mediasi para mediator dan tidak sedikit hasil dari mediasi
dapai terselesaikan dengan damai.

Tahap awal proses management konflik keluarga Pada tahap awal proses mediasi dalam
management konflik keluarga serta penyelesaiannya akan melalui tahap-tahap berikut yang
diungkapkan oleh bapak Arso :

“Proses awal diberi arahan tentang hakikat perkawinan dan tujuan perkawinan sebagai mitsaqon
gholishon yang merupakan ibadah, bukan main-main, tapi ritual yang mempunyai konsekuensi
dunia dan akhirat. Perceraian merupakan hal yang dibenci dan dilaknat Allah walaupun mungkin
pada tingkat halal.”

Praktik management konflik keluarga dalam mempertahankan keluarga. Kemudian wawancara


dilanjutkan oleh peneliti sebagai berikut :
a. Peneliti : metode apa yang sering kali bapak gunakan pada saat proses mediasi berlangsung ?
b. Pak Arso : mencari indikator-indikator penyebab penyelesaian melalui metode kaukus,
berusaha untuk menemukan benang merah sehingga tahu penyebab utamanya, lalu diberikan
beberapa alternative jalan keluar mengatasi penyebab utamanya. Suatu hal ingin bersikukuh
melalui kaukus, maka mencari mashlahah dan mudharat pada. Pada upaya mencari mashlahah
tak ditemukan, dan mafsadah lebih berat maka tetap ada kendala.

11
Abdul Jalil, “Manajemen Konflik Dalam Keluarga Relevansinya Dalam Membentuk Keluarga Sakinah,” Al
Maqashidi: Jurnal Hukum Islam Nusantara 4, no. 1 (2021): 55–69.
a. Peneliti : apa tingkat kesulitan yang selalu dihadapi mediator saat proses mediasi dan cara
mengatasinya ?
b. Pak Arso : pada dasarnya tidak ada yang sulit, tatkala masingmasing masih sehat akalnya.
Hanya jika ada pihak luar (ketiga) campur tangan tidak sehat. Jika ada, maka mengatasinya di
beri arahan dan nasehat. Kesudahan itu selalu terjadi, tapi mediator harus bisa jadi seorang da’i,
maupun meluruskan yang bengkok, mengambil rambut dalam tepung, rambut tidak putus tepung
tidak berserak. Mediator bersifat ikhlas dan tidak memihak, menaruh simpati kepada kedua-
duanya sikap damai di angkat oleh Allah. Metode-metode management konflik bisa saja
berdamai berhasil atau gagal berdamai. Setelah tahu, ternyata faktor sebab tujuan konflik bisa
diredam, dan ini harus dilihat dari kualitas atau intensitas pertengkarannya. Istilahnya broken
marriage (pecahnya ikatan bathin). Management konflik keluarga perlu dilakukan pada calon
pengantin diberi kursus dan latihan dll. Sehingga memang penekanan pada pengantin memahami
agama, aqidah, dan wahyu mulia syari’at Islam. Karena iman sangat berpengaruh. Pada
umumnya konflik yang masuk ke Pengadilan Agama sudah sempat parah, sehingga ada yang
berhasil tapi juga banyak yang tidak berhasil yang menurut penilaian kami lebih banyak
mudharatnya jika diteruskan. Karena mafsadat nya sudah lebih berat dari pada mashlahahnya.

Kemudian pernyataan wawancara serupa yang diajukan peneliti dengan subjek ke-2 yaitu bapak
Drs. Abd. Mukhsin, M. Soc, Sc, sebagai berikut :
Tahap awal proses management konflik keluarga;
Biasanya mediator itu menanyakan dulu, mencari asal masalah. Pertanyaannya itu menjaring
informasi tentang asal permasalahan konflik, baru nanti sesudah itu, baru tahu kita asal
permasalahan itu. Ditanya dulu apakah orang itu masih mau di mediasi atau tidak. Maksudnya
begini apakah masih mau menyatu atau tidak. Tapi kadang-kadang macam-macam sih, tidak ada
patokan yang menjelaskan tentang itu, tapi sering kali di gunakan itu menjelaskan bagaimana
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, baru nanti sesudah tahu kita apa penyebab konflik
mereka baru kita giring-giring kesana. Dan setalah kita menceritakan panjang lebar mengenai
keluarga yang ideal itu bagaimana, lalu kita terangkan juga kemungkinan yang menyebabkan
munculnya konflik, baru kita kemukakan bagaimana sebaiknya. Kalau ada konflik sebaiknya
bagaimana apa yang seharusnya dilakukan para pihak. Baru nanti belakangan tergambar bagi
kita masih maukah mereka itu didamaikan atau tidak. Jadi kalau masih mau dia didamaikan,
barulah disitu kita bicarakan bersama strategi dari perdamaian itu bagaimana, jalan tengahnya itu
kira-kira kayak mana. Dan itu bukan mediator yang mengapakan itu, itu dibicarakan secara
bersama. Jadi mediator itu tugasnya semacam mengarahkan dan menggiring mereka kepada satu
titik. Kalau usulan-usulan itu tidak semua yang muncul dari mediator, tapi dari kedua belah
pihak juga. Jalan tengahnya itu yang diusulkan mediator. Kalau sudah masing-masing pihak
mengatakan masih tetap apa dan jalan terus, kadang-kadang kita kasih waktu lagi yaudahlah
pikirkan dulu seminggu lagi, minggu depan kita ketemu lagi, atau jika ada pendapat yang lain
silahkan berembuk kelian segera beritahu saya ya kalau misalnya keputusannya itu perlu
sebelum minggu depan. Jadi kita ulur-ulur waktunya. Tapi sesudah di ulur ditunggu minggu
depan, tapi tak ada perubahan, yasudahlah ngapai di tunggu-tunggu lagi. Yasudahlah, berarti
mediasi itu gagal.‛

Praktik management konflik keluarga dalam mempertahankan keluarga.


a. Peneliti : Apa tingkat kesulitan yang selalu dihadapi mediator saat proses mediasi dan cara
mengatasinya ?
b. Pak Mukhsin :‚kalau saya kesulitan saya itu kalau salah satu pihak tidak mau diajak bicara
secara baik-baik, atau diapun bungkam (tak mau bicara), tapi nanti begitu awak bilang di akhir
kalau begitu nampaknya bapak begini ajalah kalau begitu la ya pak, ‚bapak mengambil
keputusan sebelah pihak‛, kalau begitu baru marah saya. Walaupun sebenarnya secara teori
mediator itu tidak boleh marah.harus pandai dia mengambil hati orang itu, dia harus bias menjadi
orang yang sesabar mungkin. Cuma bagaimana cara berdamainya, itulah yang dibincangkan. Ini
saya sesudah beberapa tahun, 12 tahun saya sudah menjadi mediator disana, saya merasa
belakangan ini kayaknya tidak begitu besar menurut saya. Karena begini, memasukkan perkara
ke Pengadilan itu Jadi kalau sekarang kalau di dengar dari mereka itu, bolak balik kemari
katanya. Tapi karena ingkar janji mereka mengajukan lagi balik. Jadi dalam situasi itu, mau
awak sarankan dia untuk berdamai dengan usaha-usaha perbaikan dari kedua belah pihak, itu
agag susah saya rasa. Kecuali kalau dalam hal harta waris misalnya, jadi kalau ditanya
kemungkinan untuk bisa berdamai dalam beberapa kasus yang ada misalnya contoh mediasi
dalam hal konflik harta waris, mediasi dalam tentang hak hadhonah, mediasi dalam kasus
perceraian. Itu yang lebih besar kemungkinan untuk berdamai itu adalah menyangkut perkara
harta waris dari yang ada itu.

a. Peneliti : Apakah ada metode tertentu lain yang mediator gunakan jika salah satu pihak tetap
menolak perdamaian ?
b. Pak Mukhsin : Ketika metode management konflik tidak berhasil, kemungkinan ada metode
lainnya kalau salah satu pihak tetap bersikukuh, ya sudah tidak mau saya berlama-lama. Saya
memberi gambaran bahwa ya silahkan saja kalian berpisah nanti setelah seminggu dua minggu
kalian berpisah, akan terasa itu apakah ada kerinduan bapak terhadap istri bapak sesudah real
berpisah. Kalau mau cerai yaudah cerai saja. Toh kalau misalnya kalian ya pingin juga kembali,
masih ada waktu selama 3 bulan. Nah terus setelah itu, dengan cara beberapa minggu setelah
berpisah, nah baru tahu awak kalau keberadaan dia disamping seperti apa, mungkin begitu. Baru
si suami atau si istri pingin balik misalnya. Jadi kalau salah satu pihak tetap bersikukuh, biarkan
saja, silahkan saja, harapan saya mudah-mudahan setelah kalian berpisah kalian akan tahu
bagaimana dengan kalian mau menyatu kembali. Nah itu yang saya bilang. Menurut saya konflik
ini perlu diajari di bangku kuliah, lebih intensif dia. Supaya tahu point-point penting yang ada.
Jadi ini bisa di dalam perkuliahan tentang management konflik. Maksudnya suapaya calon-calon
yang menjadi pengantin itu tahu kalau menikah itu tidak hanya enaknya saja. Saya belakangan
ini jarang saya yang berhasil. 3 tahun terakhir ini hanya beberapa. Tapi di awal-awal dulu agak
banyak. dan dulu saya masih sabar kali membujuk-bujuknya dan menawarkan bagaimana
penyelesaiannya. Karena sekarang orang yang masuk ke Pengadilan itu orang yang sudah
memikirkan secara matang mengenai kondisi keluarganya dan itu akan susah untuk didamaikan.
Orang yang ke Pengadilan ini kan orang yang sudah berulang kali konflik.

Hasil wawancara penelitian dari subjek ke-5 yaitu bapak Prof. Dr. H. Pagar Hasibuan, MA,
sebagai berikut :
Tahap awal proses management konflik keluarga terdapat point-point penting yaitu :
1) Berbincang kepada para pihak. Dalam hal ini mediator bertanya seputar permasalahan yang
mereka hadapi. 2) Mendalami atau menelusuri masalah. Melihat bagaimana kondisi sikap mental
kedua belah pihak serta penampilan para pihak. 3) Menerapkan metode yang sesuai kepada para
pihak tergantung besar atau kecilnya permasalahan tersebut. 4) Ketika mediasi tidak berhasil
damai dalam satu waktu, maka mediator memilih untuk menganjurkan pertemuan tambahan.
Tujuannya untuk menerapkan metode-metode management konflik selanjutnya.

Metode-metode yang digunakan mediator dalam memanagement konflik keluarga di Pengadilan


Agama Medan : 1) Metode penempatan permasalahan. Didalam metode penempatan
permasalahan ini, seorang mediator mampu melihat kondisi, sikap, dan mental kedua belah
pihak. Kemudian mediator menempatkan metode apa yang pantas diterapkan kepada keduanya
sesuai dengan permasalahan yang terjadi. 2) Metode penyampaian pesan-pesan agama. 3)
Metode pengalaman realistis yang terjadi ditenga masyarakat atau sejarah-sejarah yang ada
dalam keagamaan atau dalam Islam. 4) Mediator meminta kepada para pihak untuk berbicara
secara bergantian atau salah satu pihak tidak diperkenankan untuk berbicara sebelum mediator
meminta untuk berbicara. 5) Mediator meminta kepada para pihak untuk berbicara secara empat
mata. Sementara pihak lain disuruh menunggu. Proses management konflik ini bisa dilakukan
didalam Pengadilan Agama ataupun diluar Pengadilan Agama. 6) Metode pencarian kepentingan
tersembunyi para pihak. Mediator bertanya kepada pihak, apa yang menyebabkan pihak tersebut
marah sekali, apa permasalahannya,ndan sebenarnya apa yang paling diperlukan pihak tersebut.
Metode ini dianggap sebagai metode terakhir yang mediator gunakan.

Kesulitan yang dihadapi mediator ketika proses management konflik keluarga sebagai berikut :
1) Ketika para pihak membawa prinsip tetap harus bercerai. 2) Kedua belah pihak sudah bercerai
dirumah berkali-kali. 3) Terdapat salah satu pihak baik itu suami atau istri sudah menikah lagi. 4)
Para pihak sangat marah dan meluapkan emosi yang tinggi. Management konflik keluarga
dilakukan atau diberi arahan sebelum terjadinya konflik. Ketika rumah tangga masih dalam
situasi rukun dan damai, maka sebaiknya diberi arahan. Tujuannya agar kedua belah pihak saling
menjaga dan ketika ada perselisihan harus bisa mengatasi perselisihan tersebut. Oleh karena itu,
management konflik keluarga harus dilakukan sejak dari awal, bisa juga disebut sejenis
pemberian kursus kepada calon pengantin. Menurut mediator, management konflik keluarga 3
tahun terakhir lebih banyak berhasil dibandingkan dengan awal-awal munculnya PERMA
(Peraturan Mahkamah Agung). Menurut penjelasan mediator, pada saat-saat awal PERMA
dalam mendamaikan 3 perkara dalam 1 tahun di anggap luar biasa oleh Pengadilan Agama.
Sedangkan dibandingkan dengan sekarang mediator bisa mendamaikan 25% dari 100% perkara.
Artinya mediator mampu mendamaikan 1 dari 4 perkara.

5. Kesimpulan

Hasil penelitian ini, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh mediator dalam upaya mediasi
perceraian di pengadilan agama. Salah satunya adalah ketika salah satu pihak menolak
perdamaian atau bersikeras untuk tetap bercerai. Dalam situasi seperti ini, mediator mencoba
berbagai pendekatan untuk menyelesaikan konflik, termasuk memberikan pemahaman kepada
pasangan yang berselisih tentang pentingnya damai dan memberi mereka waktu untuk
merenungkan keputusan mereka.Selain itu, mediator juga harus bersikap sabar dan tidak
memihak kepada salah satu pihak. Mereka harus bisa mengambil hati dan memahami perasaan
kedua belah pihak tanpa memihak pada salah satu pihak. Hal ini menunjukkan pentingnya
keterampilan interpersonal dan kebijaksanaan mediator dalam menangani konflik keluarga.

Dalam upaya mediasi, mediator juga menggunakan berbagai metode, termasuk kaukus, untuk
mencari solusi yang terbaik. Mereka mencari benang merah dari konflik tersebut dan mencoba
menemukan alternatif jalan keluar yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Namun, jika upaya
mediasi tidak berhasil dan salah satu pihak tetap bersikeras untuk bercerai, mediator memberikan
kebebasan kepada mereka untuk mengambil keputusan tersebut. Mereka memberi waktu bagi
pasangan tersebut untuk merasakan dampak dari keputusan mereka sebelum memutuskan apakah
mereka benar-benar ingin bercerai atau tidak. Dalam keseluruhan proses mediasi, mediator juga
mengacu pada prinsip-prinsip dasar mediasi, termasuk kerahasiaan, pemberdayaan, sukarela,
solusi unik, dan netralitas. Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman bagi mediator dalam
menjalankan tugas mereka dan mencapai hasil yang adil dan berkeadilan.

Dalam konteks pengadilan agama, manajemen konflik mediator memainkan peran yang sangat
penting dalam menyelesaikan masalah perceraian. Mediator berfungsi sebagai fasilitator yang
membantu pasangan yang berselisih untuk mencapai kesepakatan damai. Meskipun ada
tantangan dan hambatan yang dihadapi, mediator menggunakan keterampilan interpersonal dan
prinsip-prinsip mediasi untuk mengatasi konflik dan membimbing pasangan menuju solusi yang
terbaik bagi kedua belah pihak
Daftar Pustaka

Abbas, D R Syahrizal. Mediasi: Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional.
Prenada Media, 2017.
Ekawarna, Ekawarna. “Manajemen Konflik Dan Stres.” Bumi Aksara, 2018.
Gatot, Sumartono. “Undang-Undang Tentang Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia.” Gramedia,
Jakarta, 2006.
Gibson, James L. “Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih Bahasa Oleh Adriani.” Jakarta:
Binarupa Aksara, 1977.
Heridiansyah, Jefri. “Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi.” Jurnal STIE Semarang
(Edisi Elektronik) 6, no. 1 (2014): 28–41.
Ilahi, Wahyu, and Muhammad Munir. “Manajemen Dakwah.” Jakarta: Kencana, 2006.
Jalil, Abdul. “Manajemen Konflik Dalam Keluarga Relevansinya Dalam Membentuk Keluarga
Sakinah.” Al Maqashidi: Jurnal Hukum Islam Nusantara 4, no. 1 (2021): 55–69.
Maryati, Kun, and Juju Suryawati. “Sosiologi.” Jakarta: Esis, 2006.
Puspita, Weni. Manajemen Konflik: Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, Dan Pendidikan.
Deepublish, 2018.
Umam, Khotibul, and Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. “Pustaka Yustisia.”
Yogyakarta, 2010.

Anda mungkin juga menyukai