Anda di halaman 1dari 21

MENCIUM TANGAN AHLI KEUTAMAAN DAN ILMU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ASWAJA dan Ke-NU an


Dosen Pengampu: Ustadz Abdul Fattah, M. H.

Oleh:
Siti Faridatul Afifah
20170890203086

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH
SUCI MANYAR GRESIK
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami hanturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia, kasih sayang, serta ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
membuat makalah tentang Mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu. Makalah ini
kami buat sebagai tugas mata kuliah ASWAJA dan Ke-NU an. Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah memberikan syafaat kepada kita semua sehingga kita selalu berjalan di
jalan yang benar.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ust. Abdul Fattah, M. H


2. Tidak lupa kepada teman-teman HKI semester 7 yang kami sayangi
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini untuk menuju kesempurnaan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami,
teman-teman dan para pembaca. Amin.

Gresik, 09 Desember 2020

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................3

A. Ahli Keutamaan dan Ahli Ilmu.............................................................3


B. Hukum Mencium Tangan ....................................................................6
C. Landasan Hukum Mencium Tangan Ahli Keutamaan dan Ilmu...........9

BAB III : PENUTUP......................................................................................14

A. Kesimpulan...........................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu topik yang sangat perlu dijelaskan kepada umat hari ini adalah
bagaimana Hukum Mencium Tangan Ulama atau terhadap Orang yang
dihormati, karena Masih banyak orang yang keliru memahami kata ta’zhim
(penghormatan tinggi) dan kata ibadah. Kekeliruan ini mengakibatkan
pencampuradukan antara dua kata tersebut. Sehingga menarik kesimpulan
pengagungan (ketundukan) berarti penyembahan.
Berdasarkan pengertian yang salah ini, mereka berpendapat bahwa
bersikap khidmat dan bersikap rendah diri di depan pusara Rasulallah Saw,
pusara orang-orang saleh, mencium tangan orang-orang saleh atau para wali,
para penguasa maupun orang kaya yang saleh, dianggap juga sebagai sikap
berlebih-lebihan (ghuluw), yang dapat menyeret orang pada sesembahan
selain Allah Swt. (syirik).
Begitu pula adat istiadat dan tradisi yang berlaku di kalangan masyarakat
Jawa. Pada tiap hari Raya pada umumnya orang Jawa–juga yang beragama
Islam–berjongkok (bersungkem) didepan ayah ibunya masing-masing.
Sebenarnya, semua ini sama sekali tidak bisa diartikan penyembahan. Bahkan,
tidak terlintas sama sekali dalam hati serta pikiran untuk menyembah orang-
orang saleh atau wali, yang dicium tangannya, sebagaimana menyembah
Tuhan. Semua itu hanyalah bentuk ta’zhim atau tabaruk (mencari
keberkahan).
Telah kita ketahui bahwa orang berilmu itu memiliki keutamaan dalam
dirinya begitu juga orang yang taat kepada Allah ia pun juga memiliki
keutamaan dalam dirinya. Sebagaimana yang telah dibahas pada pertemuan
sebelumnya. Mencium tangan merupakan salah satu budaya umat muslim. Hal
ini menjadi tradisi sebagai wujud kasih sayang dan menghormati. Dalam hal
mengenai mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu menurut para ulama’
harus kita ketahui terutama ulama Nahdlatul Ulama’ yang berpegang pada
Ahlussunnah Wal Jama’ah.

1
Dari pemaparan paragraph sebelumnya, maka selanjutnya akan kami
tuangkan penjelasan detailnya mengenai hukum dan dalil landasan mencium
tangan ahli keutamaan dan ilmu pada bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ahli keutamaan dan ilmu?


2. Bagaimana hukum mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu?
3. Apa landasan hukum tentang mencium tangan ahli keutamaan dan
ilmu?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan ahli keutamaan dan ilmu


2. Untuk mengetahui hukum mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu
3. Untuk mengetahui landasan hukum tentang mencium tangan ahli
keutamaan dan ilmu.

2
4.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ahli Keutamaan Dan Ahli Ilmu


1. Pengertian

Yang dimaksudkan ahli keutamaan dan ahli ilmu disini adalah


sesesorang yang memiliki kualitas ilmu, pengetahuan, kearifan, sains
dalam pengertian yang lebih luas. Orang yang mempunyai keutamaan
yaitu sebagaimana para sahabat yang mulia selalu mengagungkan
Rasulullah Saw, karena kemuliaan dan tingginya derajat beliau dalam
diri mereka, bahkan kalian akan melihat mereka saling berebut
mengambil potongan rambut Rasulullah Saw, sewaktu bercukur
rambut.1 Yang termasuk ahli keutamaan dan ahli ilmu yang sering kita
jumpai adalah para ulama sebagai warotsatul anbiya’, para habaib
keturunan mulia Nabi Rasulullah Saw, para Kiyai, para ustadz, dsb.
Dan telah diketahui pula bahwasanya setiap muslim pasti
memiliki rasa takut kepada Allah, setiap mukmin juga pasti merasa
takut kepada Allah. Akan tetapi rasa takut yang sempurna hanya
dimiliki oleh para ahli ilmu, dan pemuka tertinggi mereka ialah para
Rasul ‘alaihimush shalatu was salam kemudian diikuti oleh orang-
orang sesudah mereka yaitu para ulama sesuai dengan tingkatan
mereka masing-masing.
Para ulama, mereka itulah pewaris para Nabi. Rasa takut kepada
Allah adalah benar adanya. Sedangkan rasa takut yang sempurna
hanya ada pada diri ahli ilmu yang mengenal Allah dan memiliki
bukti-bukti kuat tentang keesaan-Nya, mengetahui kesempurnaan
Nama-nama-Nya, Sifat-Sifat-Nya, dan menyadari betapa agung hak
1
H. Ahsan Ghozali, Dasar-Dasar Amaliyah Nahdliyah Terjemahan Kitab Al-Barohin Al-Wadhihah
Fi Dzikri Adillati Ma ‘Alaihi Ahlus Sunnah Minal A’malil Mardliyyah, cet. II (Tuban : Maktabah
Ash-Shofa), hal. 74

3
yang dimiliki-Nya yang Maha suci lagi Maha tinggi. Dan para Rasul
dan Nabi ‘alaihimush shalatu was salam adalah orang-orang terdepan
di antara mereka, kemudian diikuti sesudahnya oleh ahli ilmu dengan
berbagai macam tingkatan pemahaman mereka dalam ilmu tentang
Allah dan agama-Nya. Sudah sepantasnya bagi setiap alim dan
penuntut ilmu untuk senantiasa memperhatikan perkara ini dan
merasa takut kepada Allah di mana pun dia berada serta berusaha
untuk terus mendekatkan dirinya kepada Allah dalam semua
urusannya, baik ketika menuntut ilmu, ketika mengamalkan ilmu,
menyebarkan ilmu, dan dalam setiap aspek kewajiban terhadap Allah
dan kewajiban yang menjadi hak hamba yang harus ditunaikan
olehnya.

Keutamaan orang yang berilmu dengan seorang ahli ibadah seperti


kemuliaan Rasulullah dibanding kemuliaan orang yang terendah
dikalangan sahabat. Di antara manusia ada yang berilmu, beramal, dan
mengajarkan ilmunya. Kedudukan manusia tipe ini sama seperti tanah
subur yang dapat menyerap air, lalu air itu bermanfaat bagi tanah itu
sendiri dan mampu menumbuhkan tanaman-tanaman sehingga
bermanfaat bagi yang lainnya.

Selain itu, ada manusia yang mengumpulkan ilmu, menghabiskan


waktunya untuk itu, hanya saja tidak mengamalkan perkara-perkara
sunnahnya, atau tidak memahami ilmu yang dikumpulkannya, namun
orang tersebut menyampaikan ilmu itu keepada orang lain. Kedudukan
manusia tipe kedua ini seperti tanah yang bisa menampung air lalu
bermanfaat bagi manusia. Ada pula manusia yang mendengar ilmu
tetapi tidak menjaganya, tidak mengamalkannya, dan tidak pula
menyampaikan kepada orang lain. Kedudukan manusia tipe ketiga ini
seperti tanah tandus atau gersang, yang tidak mampu menyerap air,
bahkan merusak tanah lainnya.

Rasulullah SAW menggabungkan perumpamaan manusia tipe


pertama dan kedua sebagai tipe yang terpuji, karena kesamaan antara

4
keduanya dalam memberikan manfaat. Sementara beliau menyebutkan
secara terpisah manusia tipe ketiga sebagai tipe yang tercela, karena
mereka tidak mengambil manfaat dengan hidayah itu (baik untuk
dirinya maupun orang lain). 

Dapat diketahui bahwa pengertian ahli keutamaan dan ahli ilmu


adalah seseorang yang memiliki kualitas ilmu, pengetahuan, kearifan,
sains dalam pengertian yang lebih luas serta merasa takut kepada
Allah di mana pun dia berada serta berusaha untuk terus
mendekatkan dirinya kepada Allah dalam semua urusannya, baik
ketika menuntut ilmu, ketika mengamalkan ilmu, menyebarkan ilmu,
dan dalam setiap aspek kewajiban terhadap Allah dan kewajiban yang
menjadi hak hamba yang harus ditunaikan olehnya.

2. Dalil

Dalil-dalil yang menyinggung hal ini sangat banyak dan sudah


banyak diketahui orang. Cukuplah untuk menunjukkan kemuliaan
ilmu dan ahlinya yaitu Allah ‘azza wa jalla telah menjadikan mereka
sebagai salah satu saksi dalam hal keesaan-Nya, dan juga Allah
mengabarkan bahwa mereka itulah orang-orang yang benar-benar
memiliki rasa takut kepada Allah.

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Allah mempersaksikan


bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak selain Dia, begitu juga
para malaikat mempersaksikan yang demikian itu, begitu pula ahli
ilmu, demi menegakkan keadilan, tidak ada sesembahan yang hak
selain Dia Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Ali
Imran [3]: 18)

Di dalam ayat ini Allah menjadikan persaksian malaikat dan ahli


ilmu untuk turut mempersaksikan keesaan-Nya Yang Maha suci.
Yang dimaksud dengan ahli ilmu ialah orang-orang yang memiliki
ilmu tentang Allah, orang-orang yang memahami agama-Nya dan
mempunyai rasa takut kepada-Nya Yang Maha suci dan berusaha

5
untuk mendekatkan diri kepada-Nya, selalu mematuhi aturan dan
batasan yang digariskan-Nya.

Hal itu sebagaimana tercantum dalam firman Allah ‘azza wa


jalla yang artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang
berilmu.” (QS. Faathir [35] : 28).

Terdapat sebuah hadits dari beliau shallallahu ‘alaihi wa


sallam di dalam Shahihain dari hadits Mu’awiyah radhiyallahu
‘anhu bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka
Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya.”

Hadits yang agung ini memiliki banyak hadits pendukung dari


sejumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum. Ini menunjukkan
bahwasanya salah satu ciri kebaikan dan tanda kebahagiaan ialah
seorang hamba diberikan kepahaman dalam hal agama Allah.

Setiap penuntut ilmu yang ikhlas di perguruan tinggi manapun


atau di ma’had ‘Ilmi manapun, atau di tempat yang lainnya
hendaknya menjadikan pemahaman seperti inilah yang dicari dan
diinginkannya. Oleh sebab itu kita memohon kepada Allah agar
mereka mendapatkan taufik dan hidayah untuk menggapainya dan
tercapai tujuan yang dicita-citakannya. Dan barangsiapa yang justru
berpaling dari mempelajari ilmu agama maka itu merupakan salah
satu ciri bahwa Allah menghendaki buruk pada dirinya.

B. Hukum Mencium Tangan


Hukum mencium tangan secara spesifik adalah mubah, pendapat ijma’
ulama’. Akan tetapi terdapat macam-macam hukum mengenai mencium
tangan dilihat dalam segi tujuan dan maksudnya yaitu:
1. Tidak untuk tujuan duniawi, ”tidak mengapa mencium tangan
seorang imam, namun untuk tujuan keduniaan tidak

6
diperbolehkan”.2 Mencium tangan wajib dilakukan dengan berniat
melakukan kebaikan atau menghormati, bukan untuk tujuan
duniawi misalnya untuk mencari keuntungan atau dengan pamrih,
untuk mengharap imbalan, atau karena syahwat). Jika mencium
tangan dilakukan dengan niat tersebut maka hukumnya tidak
diperbolehkan sebab segala urusan yang diawali dengan niat yang
buruk akan mengarah kepada hal yang buruk pula. Mencium
tangan karena syahwat hanya diperbolehkan untuk pasangan suami
istri.Hal ini diperkuat dengan hadist berikut “Adapun mencium
tangan karena keshalihannya, keilmuan, kemuliaan, atau jasanya
yang berkaitan dengan keagamaan maka hukumnya mandub
(disukai). Namun jika untuk jabatan dan lainnya maka sangat
dibendi dan hukumnya haram”. (Raudhatu Thalibin).
2. Tidak Perlu Menundukkan Badan atau Berpelukan, Mencium
tangan cukup dilakukan dengan posisi tegap, tak perlu
membungkuk atau menunduk (dalam hal ini membungkuk hingga
menekuk lutut seperti menyembah), sebab yang pantas dihormati
dan diagungkan hingga menundukkan badan hanyalah kepada
Allah SWT saja, tidak kepada sesama manusia. Berikut hadist yang
menjelaskan perihal tersebut, Dari Anas bin Malik “Wahai
Rasulullah adakah sebagian kami boleh menundukkan badan
kepada sebagian yang lain yang ditemui? Rasulullah menjawab,
tidak boleh. Adalah kami boleh saling berpelukan jika bertemu?
Rasulullah menjawab, tidak boleh. Yang benar hendaklah kalian
saling bersalaman”.3 Imam Al Qurthubi “Tidak boleh bersalaman
diiringi dengan menundukkan badan dan mencium tangan.
Menundukkan badan dengan maksud kerendahan hati hanya boleh
ditujukan kepada Allah”.4 Berpelukan boleh jika dalam keadaan
pulang dari musafir atau setelah lama tidak berjumpa. Tetapi jika
dijadikan kebiasaan tidak dibolehkan (makruh).“Bahwasanya para
sahabat Rasulullah apabila bertemu mereka saling bersalaman dan
apabila pulang dari safar mereka saling berpelukan”.5
3. Tidak Menjadikan Kesombongan Mencium tangan tidak boleh
dijadikan kebiasaan, misalnya seorang guru menjadi sering
menjulurkan tangannya untuk dicium atau agar disalami oleh
muridnya sebab pada jaman Rasulullah, para sahabat juga jarang
mencium tangan beliau kecuali pada saat saat tertentu seperti
dalam majelis atau setelah mengaji dan mentafsirkan ayat Al
Qur’an. Kebiasan menjulurkan tangan untuk dicium dapat
2
Kitabul wara oleh Sufyan Ats-Tsauri
3
Ibnu Majah no. 3962
4
Tafsir Al Qurthubi hal 266
5
Majma’ Az Zwa’id hal 75

7
menyebabkan seseorang merasa dirinya hebat dan alim sehingga
mudah timbul penyakit hati berupa kesombongan dalam islam.
sedang kita ketahui bahwa di semesta alam yang berhak sombong
adalah Allah yang Maha Kuasa seperti dalam firman Nya berikut,
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang
sombong”.6
4. Dianjurkan Bagi Suami Istri Hukum mencium tangan oleh istri
kepada suami berbeda, selain wujud kasih sayang dan
penghormatan, istri yang mencium tangan suami juga mendapatkan
pahala besar dari Allah sebab termasuk wujud ibadah sebagai ciri
ciri istri shalehah. Pasangan suami istri yang mencium tangan satu
sama lain diijinkan apapun niat baiknya walaupun dilakukan
dengan niat merayu atau untuk menimbulkan syahwat, tidak ada
hukum yang melarang, sebab pasangan suami istri memiliki hak
sepenuhnya dalam diri satu sama lain. Simak hadist hadist berikut
yang menjelaskan hal tersebut : “Tidak mengapa seorang wanita
mencium tangan suaminya dan itu termasuk pergaulan yang baik.
Dan ia diberikan pahala atasnya baik faktor yang mendorong untuk
melakukannya karena faktor ketaatan maupun faktor syahwat, dan
hanya Allah saja yang mengetahui”.7 Kemudian “Seandainya
manusia diperbolehkan bersujud kepada manusia lainnya niscaya
aku akan memerintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya
dikarenakan besarnya hak suami pada istri” (HR Ahmad). Dari
hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri halal
hukumnya untuk mencium tangan satu sama lain sebab dapat
menguatkan ikatan cinta dan rasa saling mengasihi.
5. Tidak Boleh dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahram Mencium
tangan untuk orang yang dihormati memang diperbolehkan dalam
islam, tetapi tidak semuanya, ada batasan yang mengatur agar tidak
menjurus pada perbuatan maksiat atau zina. Lelaki dan wanita
yang belum memiliki hubungan yang halal tidak boleh
berpandangan, berdekatan, bersentuhan kulit, apalagi mencium
tangan. Hal ini penting untuk diperhatikan dan diterapkan sebab
betapa hampir semua umat muslim baik lelaki atau wanita
mengetahui hal ini tetapi masih saja bersentuhan dengan lawan
jenis padahal mengetahui bahwa hal itu adalah perbuatan dosa
yang tidak disukai Allah. Misalnya ialah kebiasaan bersalaman
pada teman atau rekan bisnis atau atasan yang lawan jenis, tidak
diperbolehkan! Cukup menguncupkan tangan dan tidak perlu
bersentuhan kulit, sudah cukup sebagai bentuk kesopanan terhadap
6
Terjemahan Al-Qur’an Surah An Nahl Ayat 23
7
Fatwa Islam no. 28906

8
orang lain. Rasulullah sepanjang hidup beliau tidak pernah sama
sekali bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram nya, simak
buktinya dari hadist berikut, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan
tangan dengan wanita”. (HR Malik, Tirmizi dan Nasa’i). Dari
Aisyah (Istri Rasulullah) “Demi Allah beliau (Rasulullah) sama
sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun yang
bukan mahram beliau”.8 Jika aturan ini dilanggar, mencium tangan
yang anda kira sebuah wujud kesopanan dan mendapat pahala
justru sebaliknya, yaitu menjadikan dosa bagi anda. Jangan
membiasakan atau menganggap sepele larangan dari Allah dan
Rasul nya.
Hikmah Mencium Tangan dalam Islam “Tidaklah dua orang muslim
yang bertemu kemudian saling bersalaman melainkan dosa keduanya akan
diampunkan oleh Allah sebelum ia berpisah”.9 Hadist ini menjelaskan
bahwa dua orang sahabat yang bertemu kemudian bersalaman akan
mendapat ampunan dari dosa hingga mereka berpisah. Hal itu tentu
berlaku sesuai syariat yang disebut pada poin sebelumnya, yaitu dengan
niat sesuai syariat islam, tidak dengan lawan jenis, dan lainnya seperti
yang telah dijelaskan. Hal ini juga berlaku untuk mencium tangan yang
dilakukan sesuai syariat islam, sebab mencium tangan secara langsung
juga melakukan salaman atau berjabat tangan.
Itulah penjelasan tentang hukum mencium tangan sesuai maksud dan
tujuanya. Dari hukum mubah dapat berubah menjadi wajib, haram, dan
Sunnah sesuai dengan maksud dan tujuan yang tepat.

C. Landasan Hukum Mencium Tangan Ahli Keutamaan dan Ahli


Ilmu
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa para ahli keutamaan dan ahli
memiliki keutamaan yaitu:
1. Orang Berilmu Diangkat Derajatnya, Allah SWT berfirman:
“....Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat...”10 Dan Allah SWT berfirman: "Dan mereka berkata: "Sekiranya
8
HR Muslim No. 1866
9
Musnad Ahmad No. 18547
10
Terjemahan Al-Qur’an Surah. Al-Mujadalah Ayat 11

9
kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala"11. Allah SWT
sudah memberikan banyak kenikmatan. Jika kita tidak gunakan dengan baik,
maka kita akan menjadi salah satu orang yang merugi.
2. Orang Berilmu Takut Kepada Allah SWT, dalam surat Fatir ayat 28, Allah
SWT berfirman: "Dan demikian pula diantara manusia, makhluk bergerak
yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam
warnanya dan jenisnya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-
Nya hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha
Pengampun".12 Ayat ini menjelaskan tentang, dengan ilmu, seseorang akan
lebih memahami bagaimana kehidupan ini diciptakan dan mendalami
pengetahuan tentang kuasa Allah SWT sebagai sang maha pencipta. Orang
berilmu akan takut melakukan hal-hal yang mengandung dosa karena ia
memiliki pengetahuan akan kekuasaan dan juga kebesaran Allah SWT.
3. Orang Berilmu akan Diberi Kebaikan Dunia dan Akhirat, dalam surat Al-
Baqarah [2]: 269, Allah SWT berfirman: "Allah menganugerahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-
orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah)".13
4. Orang Berilmu Dimudahkan Jalannya ke Surga, dalam sebuah hadist
tentang keutamaan ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah SAW
bersabda:
َّ‫سهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا إِلَى ا ْل َجن‬ ُ ‫سلَ َك طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِم‬
َ ‫س فِي ِه ِع ْل ًما‬ َ ْ‫َو َمن‬
Artinya: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga."14
5. Orang Berilmu Memiliki Pahala yang Kekal, Ilmu akan kekal dan
bermanfaat bagi pemiliknya walaupun ia telah meninggal. Disebutkan
dalam sebuah hadist tentang keutamaan ilmu dalam Islam, Dari Abu
Hurairah Ra, ia berkata kepada Rasullullah Saw:

11
Terjemahan Al-Qur’an Surah Al-Mulk Ayat 10
12
Terjemahan Al-Qur’an Surah Al-Fathir Ayat 28
13
Terjemahan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 269
14
HR. Muslim, No. 2699

10
‫ح يَ ْدعُو‬ َ ‫ص َدقَ ٍة َجا ِريَ ٍة َو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه َو َولَ ٍد‬
ٍ ِ‫صال‬ َ ‫إ َذا َماتَ اإْل ِ ْن‬
َ ْ‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِاَّل ِمنْ ثَاَل ثَ ٍة ِمن‬
ُ‫لَه‬

Artinya: "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah


amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau do'a anak yang sholeh"15

Landasan hukum mengenai mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu


sebagai berikut:
1. Rasulullah Saw dan Mencium Tangan
Rasulullah Saw. selalu mencium tangan putri tercintanya, Sayyidah
Fathimah az-Zahro' Ra. Sayyidah Aisyah Ra. meriwayatkan kepada kita
seraya mengutarakan:

‫ما رأيت احدا كان أشبه كالما وحديثا من فاطمة عليها السالم برسول هللا صلی هللا عليه واله‬
‫ وكانت إذا دخلت عليه رحب بها وقام إليها فأخذ بيدها فقبلها واجلسها في مجلسه وكان‬، ‫وسلم‬
‫إذا دخل عليها رحبت به وقامت فأخذت بيده فقبلته‬
"Aku tidak pernah melihat seorang pun yang memiliki keserupaan
dengan Rasulullah Saw dalam berbicara dan bertutur kata daripada
Fathimah. Ketika Fathimah masuk menghadap Rasulullah Saw,
Rasulullah Saw selalu memberikan penghormatan kepada Fathimah,
beliau juga berdiri dan mengambil tangan Fathimah serta menciumnya
dan mendudukkan Fathimah di tempat duduknya. Begitu juga ketika
Rasulullah Saw masuk bertemu Fathimah, dia akan memberikan
penghormatan dan berdiri serta mengambil tangan Nabi Saw lalu
menciumnya"16
2. Sahabat dan Mencium Tangan
Para sahabat yang mulia selalu mengagungkan Rasulullah Saw
karena kemuliaan dan tingginya derajat beliau dalam diri mereka.
Bahkan, kalian akan melihat mereka saling berebut mengambil potongan
rambut Rasulullah Saw sewaktu bercukur rambut. Mereka juga mencium
tangan dan kaki Rasulullah Saw. Diriwatkan dari Zari' Ra -pada waktu
itu dia berada dalam golongan utusan Bani Qois, dia berkata "Ketika
kami sampai di Kota Madinah, kami bergegas bersama para rombongan
lalu mencium tangan dan kami Rasulullah Saw”17

3. Tabi'in dan Mencium Tangan

15
HR. Muslim No. 1631
16
Sunan abu dawud No. 5219, jami’us shohih at tirmidzi No. 4246, sunan nasa’i al kubro No.
9237
17
Sunan Al Baihaqi Al Kubro No. 13365

11
Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari seorang tabi'i bernama
Tsabit, dia berkata kepada Anas bin Malik Ra.

‫ نعم قال أرني أقبلها‬: ‫ مسست يد رسول هللا صلى هللا عليه و اله و سلم بيدك ؟ قال‬، ‫يا أنس‬
“Wahai Anas, apakah engkau pernah memegang tangan Rasulullah Saw
dengan tanganmu?” Anas menjawab: “Ya.” Tsabit berkata: “Kalau
begitu, perlihatkan tanganmu, aku akan menciumnya”.18

4. Ulama Salaf dan Mencium Tangan


Telah sampai kepada kita, dari ulama salaf, bahwa mereka mencium
tangan-tangan ulama, orang-orang sholeh dan keluarga Rasulullah Saw.
Inilah contoh-contoh bagi kalian:
a. Diriwayatkan dari Ziyad bin Fayyad dari Tamim bin Salamah,
dia berkata: “Ketika Umar Ra sampai di Kota Syam, Abu
Ubaidah bin Jarrah Ra datang menyambut kedatangan beliau,
lalu mencium tangan Umar Ra. kemudian beliau menyepi berdua
seraya menangis bersama-sama." Ziyad berkata, Pada waktu itu
Tamim berkata: "Mencium tangan adalah sunnah”.19
b. Diriwayatkan dari Shuhaib Ra, dia berkata: "Aku melihat Ali
Karromallahu Wajhah mencium tangan dan kaki Al Abbas Ra”.20
c. Diriwayatkan dari Ammar bin Abi Ammar, sesungguhnya Zaid
bin Tsabit Ra mendekatkan tunggangan milikinya untuk dinaiki.
Kemudian Abdullah bin Abbas memegang kendali tunggangan
itu. Zaid Ra berkata: “Menyingkirlah wahai putra paman
Rasulullah Saw.” Abdullah bin Abbas Ra berkata: “Beginilah
kami diperintahkan untuk menghormati orang-orang tua dan
ulama kami." Zaid Ra berkata: “Perlihatkan tanganmu”. Ibnu
Abbas lalu memperlihatkan tangannya. Lalu Zaid Ra
menciumnya, kemudian berkata: “beginilah kami diperintahkan
untuk memberikan penghormatan kepada ahli bait nabi kami”.21

Al-Hafidz Ad-Dzahabi berkata, Sholeh bin Ahmad bin Hambal


berkata : “Suatu ketika, Mujahid bin Musa22 berkujung kepada
Ayahku, kemudian berkata : “Wahai Abu Abdillah, telah datang
kepadamu kabar gembira. para makhluk ini telah memberikan
kesaksiannya kepadamu, janganlah engkau perdulikan meskipun
18
Musnad Ahmad No. 12115
19
Sunan Al Baihaqi Al Kunro No. 13363
20
Al Bukhori dalam Al Adab Al mufrod (339) No. 976
21
Tarikh Dimasyqo Li Ibni Asakir 9 (326). Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wa An
Nihayah 8 (484) berkata: Sanad hadist ini Shohih
22
Al Imam Al Abid Mujahid bin Musa, beliau adalah seorang Al Hafidz Az Zahid Ats Tsiqqoh dan
Adil. Beliau enam tahun lebih tua daro Imam Ahmad bin Hambal

12
kabar baik itu dari Allah saat ini juga. Kemudian, Mujahid mencium
tangan ayahku dan menangis”.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan pada bab pembahasan sebelumnya dapat kami simpulkan
bahwa:

1. Ahli keutamaan dan ilmu adalah seseorang yang memiliki kualitas


ilmu, pengetahuan, kearifan, sains dalam pengertian yang lebih luas
serta merasa takut kepada Allah di mana pun dia berada serta
berusaha untuk terus mendekatkan dirinya kepada Allah dalam semua
urusannya, baik ketika menuntut ilmu, ketika mengamalkan ilmu,
menyebarkan ilmu, dan dalam setiap aspek kewajiban terhadap Allah
dan kewajiban yang menjadi hak hamba yang harus ditunaikan
olehnya.
2. Hukum mencium tangan ada beberapa pendapat sesuai dengan tujuan
dan maksudnya yaitu:
a. Mubah jika tujuannya tidak untuk duniawi
b. Sunnah jika untuk menghormati, memuliakan ahli keutamaan dan
ilmu
c. Haram jika hanya untuk mendapat kehormatan
3. Landasan hukum tentang mencium tangan ahli keutamaan dan ilmu
yaitu:
a. Beliau Rasulullah Saw, selal memberi penghormatan kepada
sayyidah Fatimah Az Zahra dengan mencium tangannya
sebagaimana hadist sunan Abu Dawud no. 5219
b. Para sahabat selalu mengagungkan kemuliaan Rasulullah Saw,
ketika sampai dikota Madinah mereka bergegas menyambut dan
mencium tangan Rasulullah Saw sebagaimana hadist sunan Al
Baihaqi Al Kubro no. 13365

14
c. Para Tabi’i yaitu salah satunya adalah Tsabit yang bertanya kepada
Anas bin Malik yang pernah mencium tangan Rasulullah Saw,
sehingga Tsabit ini mencium tangan Anas bin Malik sebagaimana
hadist Musnad Ahmad no. 12115
d. Telah sampai pada kita yaitu para ulama’ salaf, orang-orang sholeh
dan keluarga Rasulullah Saw, sebagaimana salah satu hadist yang
diriwayatkan dari Ammar bin Abi Ammar, sesungguhnya Zaid bin
Tsabit Ra mendekatkan tunggangan milikinya untuk dinaiki.
Kemudian Abdullah bin Abbas memegang kendali tunggangan itu.
Zaid Ra berkata: “Menyingkirlah wahai putra paman Rasulullah
Saw.” Abdullah bin Abbas Ra berkata: “Beginilah kami
diperintahkan untuk menghormati orang-orang tua dan ulama
kami." Zaid Ra berkata: “Perlihatkan tanganmu”. Ibnu Abbas lalu
memperlihatkan tangannya. Lalu Zaid Ra menciumnya, kemudian
berkata: “beginilah kami diperintahkan untuk memberikan
penghormatan kepada ahli bait nabi kami” (sanad hadist ini
shohih)

B. Saran
Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan referensi, waktu dan minimnya ilmu
yang penulis miliki. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana
ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi
para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al Bukhori dalam Al Adab Al mufrod


Ats-Tsauri, Sufyan. Kitabul wara
Ghozali, Ahsan. 2016. Dasar-Dasar Amaliyah Nahdliyah Terjemahan Kitab Al-
Barohin Al-Wadhihah Fi Dzikri Adillati Ma ‘Alaihi Ahlus Sunnah Minal
A’malil Mardliyyah, cet. II (Tuban : Maktabah Ash-Shofa)
Jami’us Shohih At Tirmidzi
Majma’ Az Zwa’id
Musnad Ahmad
Sunan Abu Dawud
Sunan Al Baihaqi Al Kubro
Sunan Nasa’i Al Kubro
Tafsir Al Qurthubi
Tarikh Dimasyqo Li Ibni Asakir Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wa An
Nihayah 8
Terjemahan Al-Qur’an

16

Anda mungkin juga menyukai