Anda di halaman 1dari 2

Ciri ciri hukum acara PTUN

A. Putusan PTUN
Jenis-jenis putusan pengadilan yang dikenal dalam Hukum Acara PTUN meliputi Putusan Sela
atau Putusan Antara, yang belum merupakan putusan akhir, serta Putusan Akhir yang merupakan hasil
akhir dari pemeriksaan suatu sengketa di pengadilan.

A.Putusan Sela atau Putusan Antara (Interlocutoir Vonis)

merupakan putusan yang mendahului dikeluarkannya putusan akhir. Putusan Sela ini berguna dalam hal
memperlancar pemeriksaan perkara. Putusan Sela meliputi :

Putusan Provisi

putusan yang diambil segera mendahului putusan akhir tentang pokok perkara, karena adanya alasan-
alasan yang mendesak untuk itu. Misalnya putusan untuk menunda pelaksanaan Putusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan atau untuk mengijinkan Penggugat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo).

Putusan Insidentil

putusan sela yang diambil secara insidentil, karena adanya alasan-alasan tertentu. Misalnya karena
kematian Kuasa Penggugat atau Tergugat.

B. Putusan Akhir

merupakan putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan
tertentu. Putuisan Akhir ini terdiri dari : Putusan akhir yang bersifat menghukum (condemnatoir).
Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menkum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi
prestasi, meliputmemberi, berbuat dan tidak berbuat.Putusan akhir yang bersifat menciptakan
(constitutif). Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan keadaan hukum.
Putusan Declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah.

B. Azas Dominus Litis


Prinsip dominus litis (Jaksa penguasa perkara) dalam sistem peradilan Indonesia. Untuk itu
perlu ada revisi hukum acara peradilan di indonesia dengan menerapkan prinsip dimunus litis agar terjdi
hubungan yang sinergi, khususnya antara penyidik dan penuntut umum.Dalam Sistem Peradilan Terpadu
(integrared justice system) yang diatur dalam KUHAP telah memberikan batasan tentang kewenangan
dan hubungan kerja antar Aparat Penegak Hukum. Dalam KUHAP kewenangan untuk melakukan
penuntutan dipegang oleh Kejaksaan yang dalam hal ini dilakukan oleh Jaksa selaku ‘Penuntut Umum’
yaitu dalam hal menerima dan memeriksa berkas perkara hasil penyidikan dari Penyidik dan selanjutnya
dilimpahkan kepada Hakim untuk diperiksa di muka persidangan. Kewenangan melakukan penuntutan
hanya dipegang dan menjadi monopoli ‘Penuntut Umum’ ini yang lazim disebut asas “Dominus Litis”
yang berasal dari bahasa Latin yaitu Dominus artinya pemilik dan Litis artinya perkara atau gugatan. Asas
Dominus Litis ini berarti Kejaksaan sebagai satu-satunya institusi yang melaksanakan kekuasan Negara di
bidang “Penuntutan”, yang mana pengendalian kebijakan penuntutan berada di satu tangan yaitu Jaksa
Agung. Asas dominus litis, ini menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan
penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolute dan monopoli, karena Penuntut Umum-lah
satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana,
Hakim sekalipun tidak bisa meminta supaya perkara pidana yang terjadi diajukan kepadanya, Hakim
dalam penyelesaian perkara hanya bersifat pasif dan menunggu tuntutan dari penuntut umum” (Hari
Sasongko, Penuntutan dan Tehnik Membuat Surat Dakwaan, 1996). Penuntutan sendiri diartikan sebagai
tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh Hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 7 KUHAP). Asas ini mendudukkan Penuntut
Umum selaku pengendali perkara, dalam arti dapat atau tidaknya dilakukan penuntutan terhadap suatu
perkara tindak pidana hasil penyidikan (oleh Penyidik) adalah mutlak wewenang Penuntut Umum, yang
dalam hal ini Penuntut Umum dapat menghentikan penuntutan dengan alasan yaitu tidak cukup bukti,
peristiwanya bukan tindak pidana dan perkaranya ditutup demi hukum. Kejaksaan dalam menjalankan
kekuasaan Negara dibidang penuntutan ini haruslah dilaksanakan secara merdeka bebas dan terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan lainnya dalam rangka mewujudkan kepastian
hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran (penjelasan umum UU 16 Tahunj 2004 tentang
Kejaksaan RI).

C. Hakim Aktif
Hakim aktif adalah salah satu prinsip penting dalam pemeriksaan di Peradilan Tata Usaha
Negara. Hakim secara aktif, menasehati Penggugat untuk melengkapi surat gugatan, serta dalam proses
pembuktian. Dalam perkembangan di masyarakat, prinsip hakim aktif perlu untuk dipahami secara luas,
untuk dapat memberi keadilan substansial proporsional. Hakim harus mempertimbangkan faktor moral,
etika, kebiasaan dan faktor-faktor non hukum lainnya untuk mewujudkannya.Antara prinsip hakim aktif
dan keadilan substansial proporsional ada keterkaitan yang penting, serta harus dipahami sebagai cara
berpikir yang bersifat progresif.

Anda mungkin juga menyukai