Anda di halaman 1dari 7

Soal 1 (Hukum Administrasi)

Kewenangan absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, mengadili, dan memutuskan
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 ayat 4 UU 09/2004 PTUN) dan tidak dikeluarkannya suatu
keputusan yang dimohonkan yang dimohonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam
suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau
pejabat tata usaha negara yang bersangkutan (Pasal 3 UU 09/2004 PTUN).

kewenangan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat
diperiksa oleh badan pengadilan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku .

Dalam hal ini kompetensi absolute dari PTUN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU No. 5/1986 adalah
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Keputusan tata usaha Negara yang dapat digugatkan di PTUN adalah sebagaimana yang tersebut dalam :
( Pasal 1 angka 3 + Pasal 3 ) – ( Pasal 2 + Pasal 49 )

Dengan dengan terhadap keputusan tata usaha Negara yang masuk dalam Pasal 2 UU 5/1986 termasuk
perubahannya tidak dapat digugat di PTUN, demikian pula terhadap keputusan yang dikeluarkan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 49 pengadilan tidak berwenang untuk mengadili.

Pasal 2 UU 5/1986 dan perubahannya disebutkan bahwa tidak termasuk pengertian keputusan tata
usaha Negara dalam undang-undang adalah :

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.

Contoh : Pemerintah melakukan jual beli , wanprestasi , gadai dll perbuatan yang didasarkan pada kaidah
hukum perdata kalau ada sengketa PTUN tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.

Contoh : PERDA tentang MIRAS , maka apabila ada pihak yang merasa dirugikan gugatannya tidak ke
PTUN, terus kemana untuk menguji terhadap peraturan perundang-undangan :

· Dibawah Undang- Undang, yang berwenang menguji adalah Mahkamah Agung.

· Undang- Undang keatas, yang berwenang menguji adalah Mahkamah Konstitusi.

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan. Jenis keputusan ini adalah
keputusan yang belum final sehingga belum memiliki akibat hukum.

Contoh : Keputusan Walikota Semarang tentang Pemberhentian SEKDA yang klausulnya bahwa “
keputusan ini akan berlaku sejak mendapat persetujuan dari Gubernur “, maka ketika keputusan tersebut
belum mendapat persetujuan Gubernur maka keputusan itu belum mengikat, sehingga belum memiliki
kekuatan hukum.

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan KUHAP ; KUHP dan peraturan lain yang
bersifat hukum pidana.

Contoh : Keputusan KAPOLRESTABES Semarang untuk menangkap si A karena diduga melakukan tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 284 KUHP, maka apabila si A merasa dirugikan upaya pencarian
keadilannya bukan ke PTUN namun melalui lembaga pra peradilan di Peradilan Umum ;

e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Negara Tentara Nasional Indonesia.

g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik dipusat maupun di daerah , mengenai hasil pemilihan
umum.

Sekali lagi PTUN tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa terhadap
keputusan- keputusan sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 diatas.

Dalam Pasal 49 disebutkan bahwa pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu
dikeluarkan :

a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang
membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan Negara dan/atau kepentingan
masyarakat bersama dan/atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Soal 2 (Hukum Administrasi)

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UGM,
Prof. Muchsan adalah penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan
diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final. Jika kita
melihat definisi tersebut, maka terdapat 4 (empat) unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Penetapan tertulis;

2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;

3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;

4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).

Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986, didefinisikan sebagai berikut:

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut memiliki elemen-elemen utama
sebagai berikut:

1. Penetapan tertulis;

Pengertian penetapan tertulis adalah cukup ada hitam diatas putih karena menurut penjelasan atas
pasal tersebut dikatakan bahwa “form” tidak penting bahkan nota atau memo saja sudah memenuhi
syarat sebagai penetapan tertulis.

2. (oleh) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;

Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau
Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penjelasan atas Pasal 1 angka 1 menyatakan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan
adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.

Jika kita mendasarkan pada definisi Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diatas, maka aparat
pemerintah dari tertinggi sampai dengan terendah mengemban 2 (dua) fungsi, yaitu:

a. Fungsi memerintah (bestuurs functie)

Kalau fungsi memerintah (bestuurs functie) tidak dilaksanakan, maka roda pemerintahan akan macet.

b. Fungsi pelayanan (vervolgens functie)

Fungsi pelayanan adalah fungsi penunjang, kalau tidak dilaksanakan maka akan sulit mensejahterakan
masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah selain melaksanakan undang-undang juga dapat
melaksanakan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diatur dalam undang-undang. Mengenai hal ini
Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-
undang tetapi atas dasar fries ermessen dapat melakukan perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum
diatur secara tegas dalam undang-undang. Selanjutnya Philipus M. Hadjon menambahkan bahwa di
Belanda untuk keputusan terikat (gebonden beschikking) diukur dengan peraturan perundang-undangan
(hukum tertulis), namun untuk keputusan bebas (vrije beschikking) dapat diukur dengan hukum tak
tertulis yang dirumuskan sebagai “algemene beginselen van behoorlijk bestuur” (abbb). Pengertian
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara janganlah diartikan semata-mata secara struktural tetapi lebih
ditekankan pada aspek fungsional.

3. Tindakan hukum Tata Usaha Negara;

Dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang
berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi,
delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan (bevogdheit, legal power, competence). Dasar untuk
melakukan perbuatan hukum privat ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subyek
hukum (orang atau badan hukum). Pada uraian diatas yang dimaksud dengan atribusi adalah wewenag
yang melekat pada suatu jabatan (Pasal 1 angka 6 Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang
ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang dilimpahkan).
Delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada, yang menurut Prof. Muchsan
adalah pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi delegasi) kepada
delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh pertanggungjawabannya. Mengenai mandat Philipus
M. Hadjon berpendapat bahwa dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau
pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan Prof. Muchsan mendefinisikan mandat adalah
pemindahan/pengalihan sebagian wewenang dari mandans (pemberi mandat) kepada mandataris
(penerima mandat) sedangkan pertanggungjawaban masih berada ditangan mandans.

4. Konkret, individual dan Final;

Elemen konkrit, individual dan final barangkali tidak menjadi masalah (cukup jelas). Unsur final
hendaknya dikaitkan dengan akibat hukum. Kriteria ini dapat digunakan untuk menelaah pakah tahap
dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara berantai sudah mempunyai kwalitas Keputusan Tata Usaha
Negara. Kwalitas itu ditentukan oleh ada-tidaknya akibat hukum.

5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Elemen terakhir yaitu menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata membawa
konsekuensi bahwa penggugat haruslah seseorang atau badan hukum perdata. Badan atau pejabat
tertentu tidak mungkin menjadi penggugat terhadap badan atau pejabat lainnya.
Soal 3 (Hukum Administrasi)

Pengertian penetapan tertulis adalah cukup ada hitam diatas putih karena menurut penjelasan atas
pasal tersebut dikatakan bahwa “form” tidak penting bahkan nota atau memo saja sudah memenuhi
syarat sebagai penetapan tertulis.

Undang-Undang PTUN memberikan pengertian tentang keputusan Tata Usaha Negara sebagai berikut:

“Keputusan TUN adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara, berdasarkan Undang-Undang, bersifat konkrit, individuil, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang No 5 Tahun 1986)”

Keputusan TUN yang dapat menimbulkan sengketa TUN hanyalah keputusan yang tertulis: hal ini penting
untuk pembuktian. Pengertian tertulis, lebih menitik beratkan pada isinya, bukan pada bentuknya.
(Keputusan (beschiking) harus penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi (materi) dan bukan pada
bentuk form dari keputusan itu).

Memorandum, nota dinas, disposisi, katabelece, sudah dapat memenuhi pengertian / syarat tertulis, asal
isinya jelas mencantumkan Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkannya, maksud dan apa yang
ditetapkan dalam memo, nota itu, serta kepada siapa itu ditujukan. Jadi tidak perlu berbentuk resmi
seperti Surat Keputusan.

Keputusan Tata Usaha Negara yang berbentuk lisan bukan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha
Negara, melainkan kewenangan Pengadilan Umum.

Soal 4 (Hukum Administrasi)

Bersifat konkret diartikan bahwa obyek yang diputuskan dalam keputusan itu tidak abstrak, tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.Bersifat konkret diartikan bahwa obyek yang diputuskan
dalam keputusan itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
Soal 5 (Hukum Administrasi)

Anda mungkin juga menyukai