Kelompok 10 - Tugas Analisis Lingkungan Elektro Status Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan
Kelompok 10 - Tugas Analisis Lingkungan Elektro Status Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan
Dosen Pengampu:
Syamsyarief Baqaruzi, S.T., M.T
Tak lupa ungkapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman
sekelompok yang telah bekerja sama, berkontribusi dan mencurahkan segala ide dan
pemikirannya dalam menyelesaikan tugas ini. Kerjasama dan dukungan kita telah membantu
menghadirkan makalah ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Pembuatan makalah ini bertujuan guna memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak
Syamsyarief Baqaruzi, S.T., M.T selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Lingkungan
Elektro. Selain itu, pembuatan makalah ini bertujuan bagi mahasiswa/i untuk lebih
memahami, menambah wawasan, serta memperdalam ilmu terkait dampak lingkungan yang
ditinjau dari Status Lingkungan Sumatera Selatan Berdasarkan Aspek Driving Forces,
Pressure, State, Impact dan Response (DPSIR). Semoga makalah ini tidak hanya menjadi
bahan pembelajaran bagi kami sendiri, tetapi juga dapat memberikan wawasan yang berguna
bagi pembaca yang mungkin tertarik untuk lebih memahami dinamika lingkungan di Provinsi
Sumatera Selatan. Kami menyadari bahwa masih banyak ruang untuk peningkatan, dan kami
sangat menghargai masukan dan saran yang dapat memperkaya makalah ini.
Kelompok 10
DAFTAR ISI
Dalam hal Analisis (DPSIR) Driving Force, Pressure, State, Impact, Response dapat menjadi
solusi untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan tersebut. DPSIR merupakan suatu
pendekatan analisis lingkungan yang digunakan untuk memahami interaksi antara berbagai faktor
dalam lingkungan. merupakan suatu konsep yang pertama kali dikembangkan oleh badan
lingkungan eropa (European Environmental Agency/EEA) pada tahun 1999 [2]. Penggunaan
pendekatan ini digunakan untuk memahami kompleksitas isu-isu lingkungan, dan ini membantu
dalam merumuskan kebijakan dan tindakan yang lebih baik dikarenakan pendekatan ini
menggunakan konsep sebab akibat yang saling terhubung antara aspek lingkungan,sosial,ekonomi
bisnis,kebijakan dari pemerintahan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan kerangka
DPSIR (Driving Forces, Pressure, State, Impact, dan Response) sebagai berikut :
1. Apa faktor-faktor utama yang mendorong perubahan lingkungan di Provinsi Sumatera
Selatan ?
2. Apa tekanan-tekanan utama yang dihasilkan dari aktivitas makhluk hidup di provinsi
Sumatera Selatan ?
3. Bagaimana kondisi aktual lingkungan di Provinsi Sumatera Selatan ?
4. Apa dampak dari tekanan dan perubahan lingkungan yang telah terjadi di Provinsi Sumatera
Selatan ?
5. Apa tindakan dan kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
untuk mengatasi masalah lingkungan yang ada?
Gambar 3. Grafik Jumlah penduduk provinsi Sumatera Selatan menurut Badan Pusat
Statistik
Dari data-data tersebut menunjukan bahwa daerah Ogan Komering Ulu Selatan memiliki
laju pertumbuhan yang tinggi dan tidak sebanding dengan luas wilayah pada daerah tersebut,
yang akan menyebabkan terjadinya migrasi untuk menghindari kepadatan penduduk di suatu
wilayah tersebut dan meningkatkan persentase peluang kehidupan yang layak di daerah
tersebut.
Dengan meningkatnya demand dari kebutuhan masyarakat di daerah padat penduduk akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut seperti pada data diatas di tahun
2014 menunjukan tingginya kebutuhan produksi perkebunan dari wilayah sumatera selatan,
hal tersebut bertolak belakang dengan diiringi dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi
hal ini lah yang harus menjadi perhatian dikarenakan hal ini yang akan menjadi penyebab
menurunnya angka harapan hidup di wilayah sumatera Selatan.
2.2 Pressure
Pressure pada DPSIR adalah tekanan yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia
terhadap lingkungan.berikut ini adalah beberapa pressure yang terjadi di provinsi sumatera selatan
:
1. Perubahan iklim
Dampak perubahan iklim pada sektor sumber daya air pada dasarnya bergantung pada
curah hujan. Dampak perubahan iklim dalam bentuk banjir,tanah longsor dan
berkurangnya air yang tersedia akan berdampak signifikan terhadap pasokan air di
Sumatera Selatan.
3. penurunan ekonomi
meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, sektor-sektor tertentu, seperti perdagangan besar
dan eceran, mengalami penurunan.Hal ini dapat memberikan tekanan pada lapangan kerja
dan stabilitas ekonomi di wilayah tersebut.
5. Bencana alam
menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2022, sumatera
selatan mengalami 103 bencana alam. bencana tersebut meliputi banjir ,gempa bumi,
karhutla,tanah longsor, cuaca ekstrem dan masih banyak lagi. hal ini bisa terjadi karena
beberapa faktor, diantaranya iklim yang berubah secara ekstrem, efek rumah kaca,
penambangan liar, dll.
2.3 State
States (Kondisi): Tekanan tersebut kemudian dapat mengakibatkan perubahan dalam kondisi
lingkungan, seperti penurunan kualitas air, deforestasi, atau perubahan suhu global.
1. Luas kawasan hutan
Dari data dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu bahwa luas hutan yang
paling luas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu di Kabupaten Bangka Selatan 136.626,08
hektar yang terdiri dari Hutan Lindung 27.557,67 hektar, hutan produksi 106.153,57 hektar dan
hutan konservasi 2.914,85 hektar. Pada hutan produksi difokuskan untuk menghasilkan beberapa
jenis komoditi kehutanan, yaitu berupa kayu dan produk turunannya. Hutan produksi yang ada di
Pulau Bangka dan Pulau Belitung menghasilkan beberapa jenis produk yang meliputi kayu persegi
(wood block), moulding, kayu glondongan (logs), kayu tiang poles, (wood production), kayu
junjung (climbing pole), kayu bakar (fire wood) serta arang (charcoal). Terdapat peluang
pemanfaatan Investasi Sektor Kehutanan seperti madu,gaharu dan industri minyak atsiri.
Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan
lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada
menunjukkan jumlah semua emisi dan serapan GRK m CO2-e setiap tahunnya. Area
menunjukkan total areal hutan dan lahan gambut tahunan yang mengalami perubahan, untuk
keperluan penghitungan GRK dalam kerangka kerja INCAS. Hasil ini termasuk emisi gas rumah
kaca yang sedang berlangsung dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan yang terdeteksi
selama tahun-tahun sebelumnya, termasuk tahun 1990-2000. Berikut data yang diambil dari
indonesia national carbon accounting system atau inces total emisi tahunan gas rumah kaca dari
hutan dan lahan gambut di Kepulauan Bangka Belitung.
Pada fasilitas sanitasi di Bangka Belitung mencakup berbagai infrastruktur dan layanan
yang dirancang untuk memastikan penyediaan air bersih, pengelolaan limbah, dan sanitasi umum
yang baik bagi penduduk setempat. Berikut data jumlah sanitasi dari badan pusat statistik provinsi
kepulauan bangka belitung:
4. Kualitas Air Permukaan
Pada tahun 2017, sebagian besar rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
sudah menggunakan air minum layak. Tetapi masih terdapat sekitar 10% rumah tangga yang
belum menggunakan air minum layak untuk kebutuhan hariannya. Dilihat dari jenis sumber air
minumnya, rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung paling banyak menggunakan
air kemasan bermerk/air isi ulang untuk memenuhi kebutuhan minumnya sehari-hari, yakni
sebesar 57,96%. Selain itu sumber air minum yang juga banyak digunakan oleh rumah tangga di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sumur terlindung yakni sebesar 22,51%. Berikut data
dari bps tahun 2018 pada kualitas air permukaan.
5. Timbulan Sampah
Masalah timbulan sampah di Pulau Bangka Belitung merupakan masalah lingkungan yang
kompleks sehingga mempengaruhi kualitas hidup penduduk setempat dan ekosistem pulau
tersebut. Adapaun faktor yang terhadap masalah timbulan sampah di Pulau Bangka Belitung yaitu
peningkatan populasi dan pariwisata telah menyebabkan peningkatan dalam timbulan
sampah,kurangnya Infrastruktur pengelolaan limbah, dan kurangnya kesadaran lingkungan.
Berikut data dari sitem informasi pengelolaan sampah nasional (SIPSN) pada provinsi bangka
belitung:
6. Indeks Kualtitas Tutupan Lahan (IKTL)
Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) merupakan parameter penting dalam analisis
lingkungan dan perencanaan wilayah. IKTL mengukur sejauh mana tutupan lahan di suatu daerah
mencerminkan keadaan lingkungan dan keberlanjutan. Untuk menganalisis IKTL di daerah
Bangka Belitung, berikut adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yang diambil
datanya dari dinas lingkungan hidup dan kehutanan;
2.4 Impacts
Impacts (Dampak) : Perubahan yang terjadi di dalam kondisi lingkungan tersebut yang
menimbulkan beberapa dampak langsung seperti pada manusia, ekosistem, dan masyarakat, dan
berikut adalah dampak dari tekanan dan perubahan lingkungan yang telah terjadi di Provinsi
Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut :
1. Deforestasi: Deforestasi di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, dapat terjadi sebagai
akibat dari ekspansi pertanian, perambahan hutan, dan kegiatan penebangan liar. Dampak
deforestasi di daerah ini mencakup sejumlah aspek lingkungan yang penting, seperti
keanekaragaman hayati, siklus air, dan penyerapan karbon. Berikut penjelasan lebih rinci:
a. Keanekaragaman Hayati:
○ Hilangnya Habitat: Sumatera Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
dengan spesies-spesies unik baik di darat maupun di perairan. Deforestasi dapat
mengakibatkan hilangnya habitat alami, yang mempengaruhi flora dan fauna khas
daerah tersebut.
○ Ancaman pada Spesies Endemik: Beberapa spesies yang mungkin hanya
ditemukan di hutan Sumatera Selatan dapat terancam punah akibat kehilangan
habitat. Ini dapat berdampak pada rantai makanan dan ekosistem lokal.
b. Siklus Air:
○ Pengaruh pada Tata Air: Hutan memiliki peran penting dalam mengontrol tata air.
Deforestasi dapat mengubah pola hujan, mempengaruhi debit sungai, dan
meningkatkan risiko banjir dan kekeringan.
○ Erosi Tanah dan Sedimentasi: Tanpa hutan untuk melindungi tanah, Sumatera
Selatan dapat mengalami erosi tanah yang meningkat dan peningkatan sedimen di
sungai. Ini dapat merugikan kualitas air dan mengancam kesuburan tanah.
c. Penyerapan Karbon:
○ Pelepasan Gas Rumah Kaca: Hutan di Sumatera Selatan berfungsi sebagai
penyerap karbon yang besar. Penebangan hutan dan pembakaran lahan untuk
pertanian dapat menyebabkan pelepasan besar-besaran karbon dioksida ke
atmosfer, meningkatkan dampak pemanasan global.
○ Kehilangan Potensi Penyimpanan Karbon: Hutan-hutan di daerah tersebut
menyimpan sejumlah besar karbon dalam biomassa dan tanahnya. Deforestasi
mengurangi kapasitas hutan untuk menyimpan karbon, mengubahnya dari sumur
karbon menjadi sumber karbon.
d. Pertumbuhan Ekonomi dan Sosial:
○ Pendapatan dari Pertanian: Ekspansi pertanian seringkali menjadi penyebab utama
deforestasi di Sumatera Selatan. Meskipun memberikan pendapatan bagi beberapa
kelompok, ini juga dapat mengakibatkan kehilangan jangka panjang karena
degradasi lingkungan.
○ Dampak Sosial pada Masyarakat Adat: Masyarakat adat yang bergantung pada
hutan untuk kehidupan dan budaya mereka dapat terkena dampak secara sosial dan
ekonomi akibat deforestasi.
2. Kerugian Ekosistem: Perubahan lingkungan dapat merusak ekosistem alami, termasuk hutan,
sungai, dan danau. Ini dapat memiliki dampak besar pada spesies-spesies lokal dan ekosistem yang
bergantung pada kondisi lingkungan tertentu.
○ Hutan Tropis: Deforestasi, yang sering terkait dengan ekspansi pertanian dan
penebangan liar, menyebabkan hilangnya habitat di hutan tropis Sumatera Selatan.
Ini dapat merugikan berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang menggantungkan
hidupnya pada keanekaragaman hutan.
○ Spesies Endemik: Provinsi ini mungkin menjadi rumah bagi spesies-spesies
endemik yang hanya dapat ditemukan di lingkungan tertentu. Hilangnya habitat
dapat membawa ancaman serius terhadap kelangsungan hidup spesies-spesies ini.
○ Pencemaran Air: Aktivitas manusia, seperti industri atau pertanian intensif, dapat
menyebabkan pencemaran air. Hal ini dapat merugikan ekosistem sungai dan
danau, menyebabkan penurunan kualitas air dan berpotensi membahayakan
organisme air, termasuk ikan dan makhluk air lainnya.
○ Keseimbangan Ekosistem Aquatik: Ekosistem air tawar seperti sungai dan danau
memiliki keseimbangan ekologis yang rapuh. Perubahan signifikan dalam kualitas
air atau kondisi fisik habitat dapat mengganggu rantai makanan dan mengakibatkan
penurunan populasi spesies tertentu.
3. Bencana Alam: Provinsi Sumatera Selatan, seperti banyak wilayah di Indonesia, rentan
terhadap bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Perubahan lingkungan dapat
memperburuk risiko bencana ini.
Provinsi Sumatera Selatan, seperti yang telah disebutkan, memiliki rentan terhadap berbagai
bencana alam, dan perubahan lingkungan dapat memperburuk risiko-risiko ini. Berikut adalah
penjelasan lebih rinci dan jelas mengenai bencana alam yang rentan terjadi di Provinsi Sumatera
Selatan serta bagaimana perubahan lingkungan dapat memengaruhi risiko bencana tersebut:
Banjir:
○ Faktor Penyebab Banjir: Banjir di Sumatera Selatan dapat dipicu oleh curah hujan
yang tinggi, pembukaan lahan pertanian di dataran rendah, dan sistem drainase
yang kurang baik.
○ Perubahan Lingkungan: Deforestasi dan perubahan penggunaan lahan, seperti
konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkotaan, dapat mengurangi
kemampuan hutan dan tanah untuk menyerap air hujan. Hal ini dapat meningkatkan
risiko banjir.
Tanah Longsor:
Gempa Bumi:
○ Peningkatan Suhu dan Perubahan Pola Hujan: Perubahan iklim dapat mempercepat
pemanasan global dan perubahan pola hujan, yang dapat meningkatkan risiko
kejadian cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan.
○ Kondisi Lahan yang Buruk: Perubahan iklim juga dapat memperburuk kondisi
lahan, misalnya, membuat tanah lebih rentan terhadap erosi, yang dapat
meningkatkan risiko bencana alam.
Pencemaran Lingkungan:
○ Pencemaran Air dan Tanah: Aktivitas industri, pertanian, dan limbah domestik
dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah di Sumsel. Zat-zat kimia berbahaya
dapat meracuni organisme air dan tanah, merusak rantai makanan, dan
mengakibatkan penurunan populasi spesies tertentu.
Perubahan Iklim:
2.5 Response
Respons merupakan hal apa saja yang perlu kita lakukan dalam menanggapi impact. Dari poin 2.4,
dibahas beberapa impact yang telah dianalisis di wilayah Sumatera Selatan. Dari impact tersebut
ada respon yang harus diberikan, antara lain:
2. Pencemaran: Permasalahan pencemaran dapat diatasi dengan manajemen limbah yang baik
dan benar. Aktivitas industri, pertanian, dan perkotaan dapat menyebabkan pencemaran udara
karena langsung dibuang ke alam. Perlunya penetralan limbah agar tidak mencemari
lingkungan. Dalam beberapa kasus pun diterapkan 3R pada limbah. Dengan adanya
manajemen limbah yang baik, pastinya efek yang ditimbulkan pun tidak begitu besar.
4. Bencana Alam: Bencana alam ada yang alami ataupun nonalamiah (disebabkan manusia).
Provinsi Sumatera Selatan, seperti banyak wilayah di Indonesia, rentan terhadap bencana
alam seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Perubahan lingkungan dapat
memperburuk risiko bencana ini. Dalam beberapa case bencana yang alami, kita tidak bisa
mengatur bencana tersebut. Tetapi buat bencana yang asalnya disebabkan oleh ulah manusia,
kita bisa mengatur. Seperti banjir, kita harus menangani permasalahan irigasi yang benar
dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian tanah longsor, kita harus
menangani masalah deforestasi.
5. Kerugian Sumber Daya Alam: Perlunya pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tepat guna
menjadi jawaban atas permasalahan ini. Diharapkan manajemen sumber daya yang baik yang
dapat diatur dalam regulasi pemerintah Sumatera Selatan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari berbagai analisis DPSIR yang telah dilakukan. Ada banyak hal yang terhighlight dari
wilayah Sumatera Selatan dari sisi DPSIR (Driving Forces, Pressure, State, Impact, dan
Response). Analisis yang telah kami lakukan ini diharapkan menjadi dokumen proper yang
nantinya akan membantu perancangan regulasi dan kebijakan lingkungan yang ada di wilayah
Sumatera Selatan. Kami pun berharap tulisan ini bermanfaat keberbagai pihak. Kami juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dokumen ini semakin tajam dan matang lagi
dalam menganalisis DPSIR di Wilayah Sumatera Selatan.
DAFTAR PUSTAKA