Anda di halaman 1dari 7

Nama : M.

Ariel Fazli

Nim : 20700121047

Kelas : Pendidikan Matematika B

TUGAS FILSAFAT PENDIDIKAN

Silahkan anda menganalisa tentang bagaimana problematika pendidikan di Indonesia, anda


menawarkan solusi seperti apa ?

Dimana seiring dengan era globalisasi, pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan
Indonesia dituntut untuk meningkatkan mutu sumber daya manusianya dalam menghadapi
persaingan global. Dunia pendidikan harus peka dan tanggap dalam mempersiapkan sistem
pendidikan sesuai dengan konteks dan tuntutan zaman. Tentang prospek pendidikan nasional
ke depan dalam menghadapi era perkembangan globalisasi, kesadaran global tentang
peningkatan sumber daya manusia adalah sebuah keharusan bagi dunia pendidikan. Hal ini
karena pendidikan sebagai bentuk investasi dalam mempersiapkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh sebab itu diharapkan kebijakan- kebijakan yang
diberikan pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia akan membawa pendidikan menjadi
lebih baik lagi. Saat ini problematika pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan,
dimana pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya memberikan harapan bagi masyarakat
melalui manfaat pendidikan. Padahal pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus di
penuhi oleh setiap orang dan tidak bisa lepas dari segala aktivitas manusia. Dibawah ini
beberapa faktor-faktor yang menjadi problematika pendidikan di Indonesia :

1. Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

Entah disadari atau tidak, masalah pendidikan di Indonesia adanya


keterbatasan jumlah guru yang terampil. Umumnya, guru-guru terampil dan
berkualitas tersebar di kawasan kota atau daerah yang notabenenya mudah di
akses. Sedangkan daerah-daerah terpinggir dan terpencil, sulit sekali mendapatkan
guru.
Memang ada banyak faktor hal ini terjadi. Dari banyak alasan, salah satunya
masalah minat dari guru itu sendiri. lebih banyak guru yang memilih lokasi yang
mudah diakses dari segi transformasi dan akses untuk mendapatkan kebutuhan
pokok mudah didapatkan. Sedangkan daerah terpencil, lagi-lagi tidak dilirik sama
sekali. Mungkin ada saja guru yang terpanggil hati untuk bertugas di daerah
pelosok yang minim akses, sayangnya hanya 1:10 saja. Jumlahnya pun sangat kecil
sekali. Sehingga wajar saja jika terjadi kesenjagan tenaga guru terampil di pelosok
dan di kota.
Sehingga terdapat pula kesenjangan kualitas lulusan peserta didik. Tidak
heran jika regenerasi yang tinggal di pelosok, nyari tidak terekspose atau muncul
ke permukaan. Itu sebabnya, ini menjadi PR bagi pemerintah dalam upaya
pemerataan tenaga pendidik terampil di pelosok, agar terjadi pemerataan.
2. Sarana dan Prasarana Tidak Memadai

Masalah pendidikan di Indonesia saya yakin sering dikeluhkan. Baik dikeluhkan


oleh wali murit, guru dan muridnya itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri dadri segi
sarana dan prasarana memang kurang memadai. Terutama sekolah-sekolah yang
ada di pedesaan, pinggiran dan sekolah yang ada di pelosok. Ini masalah yang
klasik dan sudah tidak asing lagi memang.
Namun, seburuk-buruknya sarana dan prasaran yang ada di pinggiran kota dan
desa, masih ada masalah pendidikan di Indonesia yang lebih parah. Kita tahu
bahwa Indonesia Negara kepaulauan yang memiliki banyak sekali pulau. Banyak
daerah bagian yang tidak terakses seperti halnya di tempat kita tinggal saat ini.
Banyak generasi penerus yang tinggal di kepualauan, mereka tidak hanya terbatas
pada sarana dan prasarana saja, tetapi terbatas dari banyak hal. Misalnya, harus
melintasi pulau seberang setiap hari agar bisa masuk sekolah.
Hidup dengan keterbatasan koleksi buku karena tidak terakses dan tidak terjamah.
Belum lagi masalah tidak ada jaringan listrik. Sehingga mereka harus
menggunakan penerang tradisional. Padahal, sekarang sudah era globalisasi,
bahkan dunia teknologi yang serba terhubung dengan dunia luar, tetapi masih ada
daerah yang belum terjamah di tanah Air kita.
Sebenarnya dari masalah sarana dan prasarana tidak memadai ini saya ceritakan
sebagai pembanding bagi pembaca. Sejelek-jeleknya prasarana yang sebagian
putra-putri rasakan, selama masih ada akses listrik dan melek bahkan bisa
mengangses internet dengan bebas, itu sudah lebih baik.
Memang ada kekurangan dari pihak pemerintah dalam melaksanakan peran
pendidikan, tetapi apakah kita selamannya akan menyalahkan dan menuding?
Alangkah baiknya tetap berjalan dan belajar dengan giat meski mengalami
keterbatasan. Karena keterbatasan sebenarnya bukan sebagai alasan.
3. Minim Bahan Pembelajaran

Tidak dapat dipungkiri masalah pendidikan di Indonesia juga terbentur pada


keterbatasan bahan ajar. Kurangnya keterbatasan bahan wajar menurut saya hal
yang wajar, karena memang dari kesadaran akan literasi di Indonesia termasuk di
urutan akhir.

Dari sudut perspektif lain, menurut saya bisa jadi bukan karena masalah minimnya
bahan pembelajaran, tetapi masalah kurangnya kesadaran untuk membuat inisiatif
mencari modul pembelajaran.
Lagi-lagi saya kurang setuju dengan masalah keterbatasan menjadi alasan.
Mungkin banyak yang menyebutkan bahwa keterbatasan bahan pembelajaran tidak
memadai. Padahal, sebenarnya kita bisa mencari sendiri. Tidak harus
mengandalkan huluran bahan aja dari pemerintah, tetapi inisiatif untuk mencari.
Jika memang tidak ada bahan pembelajaran tidak tersedia, bagi seorang pendidik
bisa saja belajar dari buku luar. Kemudian dari pesan buku tersebut di
transformasikan ke peserta didik. Atau bisa membuat atau menciptakan bahan
pembelajaran jika memang tidak ada.
Dengan cara-cara seperti ini lebih solutif daripada menyalahkan ataupun
menuding. Setidaknya dengan cara ini menjadi upaya memberikan jalan keluar
untuk kebutuhan diri sendiri dan memberikan ruang jalan bagi orang lain.
Bukan berarti saya pro dengan pemerintah. Hanya saja, sampai kapan kita
menunggu pemerintah pendidikan. Menunggu belum tentu bertemu, tetapi dengan
kita bergerak, meskipun hasilnya bukan gerakan besar, minimal memberi sedikit
perubahan.
4. Mahalnya Dana Pendidikan

Tidak dapat dipungkiri, masalah pendidikan di Indonesia yang paling mendasar


terletak pada masalah biaya pendidikan. Meskipun sudah digadang-gadang gratis,
tetap saja ada bagian yang membayar. Ironisnya, banyak masyarakat miskin yang
hanya membayar tidak seberapa bagi orang borju tetap menyulitkan.
Lagi-lagi di sini saya memiliki perspektif lain tentang masalah dana pendidikan.
Masyarakat umum di tempat kita sudah terstereotipkan dan terdewakan dengan
kata ‘lulusan dari mana?’ ‘lulus peringkat berapa?’ dan apapun itu yang
menjadikan pendidikan itu adalah raja.
Tidak dapat dipungkiri, memang lewat pintu pendidikan mampu mengantarkan
seseorang ke masa depan yang lebih baik. Bahkan cukup bermodal peringkat
terbaik dan dari sekolah terbaik bisa menentukan nasib seseorang. Secara lahir
memang pendidikan adalah modal dasar dan segala. Tetapi di liihat dari ilmu
hakikat atau urgensi atau sejatinya keberhasilan seseorang TIDAK SELALU di
tentukan dari tingkat pendidikan.
Stereotip masyarakat yang terlanjur beredar dan terlanjur terpatri memang sulit
diubah. Nyatannya, banyak orang-orang hebat yang justru putus sekolah. Orang-
orang yang awalnya dianggap bodoh dan nyleneh tidak berkesempatan kekolah,
nyatanya memiliki garis hidup yang berbeda. secara hakikat pula, nilai, lulusan
terbaik juga tidak akan menjadi jaminan bisa masuk. Malaikat pun tidak akan
menanyakan “berapa peringkatmu?” malaikat juga tidak akan menanyakan “lulus
di sekolah bergengsi atau tidak?”
Dari ulasan di atas seolah lembaga pendidikan menjadi tidak penting, hanya karena
label dan stigma masyarakat. Padahal menuntut ilmu adalah kewajiban bagi
seluruh umat manusia. Masalahnya lagi, banyak orang yang mengartikan menuntut
ilmu selalu dalam bentuk pendidikan, padahal ada jalur non pendidikan.
Kembali lagi fokus ke masalah pendidikan di Indonesia terkait mahalnya dana
pendidikan inilah yang menambah angka putus sekolah. Pertanyaannya adalah,
akankah kita akan selalu menyalahkan dan menuntut pemerintah untuk menjamin
masa depan generasi putus sekolah? Padahal ada banyak sekali jumlah.
Di sini, saya justru bukan menyorot dari kewajiban pemerintah, tetapi sikap
masyarakat yang berlebihan melabeli mereka yang putus sekolah. Bisa saja, berkat
putus sekolah, mereka tetap memiliki motivasi belajar. Seperti yang saya tekankan
sebelumnya, belajar bisa dilakukan secara non pendidikan. Bisa belajr dengan
alam, belajar dengan lingkungan sosial dan belajar dengan pengalaman yang justru
memiliki kualitas pendewasaan dan kemandirian lebih baik.
5. Mutu Pendidikan Rendah

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia juga terletak pada mutu pendidikan
yang rendah. Masih menyambung pembahasan di atas. Salah satu penyebab
rendahnya mutu pendidikan bisa saja disebabkan oleh perspektif masyarakat secara
umum. Dimana menuntut ilmu bukan sebagai kewajiban atau kesadaran diri yang
merupakan bentuk kewajiban terhadap diri sendiri.
Yap, saya menyebut belajar sebagai kewajiban setiap masing-masing individu
sebagai bekal hidup dan bekal untuk bertahan hidup dari rasa lapar. Sayangnya,
belajar sebagai kewajiban kini bergeser mencari pangkat, gengsi dan mendapatkan
gelar. Disinilah awal mula mutu pendidikan rendah.

Kok bisa? Karena tujuan yang dicapai menjadi berambigu. Banyak yang
berbondong-bondong mengejar statistic atau pengakuan. Tidak mengejar esensi
dari pembelajaran itu sendiri. Analagi versi saya, kita fokus mencari wadah ember
yang bagus, lupa fokus untuk mengisi ember tersebut. Mutu pendidikan bisa tinggi
jika fokusnya terletak pada isi ember, bukan pada bentuk ember. Bukankah
begitu?
6. Minoritas Bagi Kelompok Difabel
Masalah pendidikan di Indonesia tidak banyak dijadikan sorotan adalah masalah
pendidikan bagi kelompok difabel. Ternyata masih banyak kelompok difabel yang
kesulitan dalam mencari sekolah inklusi. Itu berarti masih sedikit sekolah-sekolah
inklusi bagi mereka. Satu sisi, sekolah inklusi secara tidak langsung juga
mengkotak-kotakan dan semakin tereksklusi dari realitas sosial.
Kendala yang sering dihadapi bagi difabel ketika memutuskan sekolah umum,
mereka terkendala dari pembangunan sekolah yang tidak ramah untuk di fable.
Misalnya tidak ada jalan khusus difabel yang menggunakan sepatu roda atau pintu
kurang representative bagi difabel. Belum lagi masalah buku-buku pelajaran yang
dikemas dalam huruf braille.
Ada satu pengalaman menarik bagi saya, suatu ketika pernah mengajar di salah
satu kelompok difabel yang memilih sekolah ditempat umum. Ternyata mereka
harus belajar lebih keras daripada orang pada umumnya.
Sepulang sekolah, anak-anak lain bisa saja hanya bermain dan bersenang-senang,
tetapi mereka tidak ada waktu bermain, karena mereka mengejar ketertinggalan.
Karena keterbatasan mereka, mengharuskan mereka belajar lebih giat. Dari sini,
sebenarnya dibutuhkan keseimbangan dalam proses belajar bagi kelompok
difabel.
Belum lagi masalah tentang akses jalan, sarana kamar mandi di sekolah yang juga
belum ramah dengan difabel. Padahal, segala sesuatunya harus dibangun sesuai
standar difabel. Bukan karena mereka minoritas, bukan berarti mengambil hak
mereka menikmati fasilitas umum. Setidaknya jika pembangunan dilakukan ramah
difabel, orang umum pun bisa juga mengaksesnya.
Jika standar pembangunan di standarkan orang pada umumnya, maka difabel akan
kesulitan mengakses. Sehingga mereka terkesan dikesampingkan. Padahal mereka
sama-sama generasi penerus yang memiliki hak yang sama, memiliki peluang
sukses yang sama dan memiliki hak bahagia.
Bukan karena minoritas, lantas semakin dipandang berbeda. Sebenarnya mereka
kuat bahkan bisa saya sebut mereka lebih kuat. Mereka memang special, bukan
special dalam konotasi negative, tetapi benar-benar special dalam arti sebenarnya,
karena sebenarnya memiliki kegigihan lebih besar.

Solusi-solusi yang dapat dilakukan dari untuk mengatasi beberapa problematika pendidikan
di Indonesia adalah :

1. Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran


Untuk membangun pendidikan yang optimal, proses belajar perlu dikaji lagi,
apakah sudah sesuai dengan kebutuhan siswa atau belum.Proses belajar sendiri adalah
suatu aktivitas yang meliputi membaca, mengobservasi, mendengarkan, meniru, dan
mengikuti instruksi. Banyak sekali yang bisa mempengaruhi proses belajar ini.
Misalnya seperti teknologi informasi, teknologi komunikasi, fasilitas sekolah, dan
masih banyak lagi. Karena itu, setiap lembaga pendidikan perlu mengutamakan
aspek-aspek yang dapat mendukung proses belajar.Bangunlah lingkungan yang
nyaman dan kondusif agar siswa dapat termotivasi dan bisa menangkap pelajaran
dengan maksimal.Dengan fasilitas dan teknologi yang baik pun, para pengajar dapat
menyampaikan pelajaran dengan lebih mudah dan efektif. Begitu pun para siswa,
mereka akan lebih mudah untuk membaca, menulis, menghafal, dan lain-lain jika
fasilitas dan teknologi yang digunakan oleh sekolah memadai.

2. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik


Tenaga pendidik tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam
mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia. Untuk itu, sangat diperlukan upaya
pengembangan kualitas tenaga pendidik Indonesia. Misalnya seperti melakukan
beberapa strategi berikut ini:
 Memfasilitasi guru untuk mengikuti berbagai macam pelatihan
demi meningkatkan skill.
 Mendukung guru untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk
belajar mengajar.
 Meningkatkan program beasiswa bagi guru yang ingin
memperdalam ilmu mengajarnya melalui kuliah.
 Meningkatkan kesejahteraan guru.

 Menerapkan mindset bahwa guru adalah siswa yang juga harus terus belajar.

3. Menambah penyediaan dana pendidikan


Penyediaan dana di sektor pendidikan masih terbilang kurang maksimal.
Bukan hanya biaya untuk lembaga pendidikan formal ataupun informal tapi biaya
untuk mendukung fasilitas dan properti seperti alat tulis, buku, seragam, dan juga
transportasi masih perlu ditingkatkan lagi. Meskipun demikian, pemerintah sudah
melakukan beberapa program untuk membantu dana pendidikan, seperti:

 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

 Kartu Indonesia Pintar


 Program Indonesia Pintar

 Bantuan Subsidi Upah

4. Pemerintah lebih memperhatikan lagi bahan mengajar yang masih minim serta
sarana dan prasarana yang masih kurang memadai
Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi masalah ini khususnya pada
daerah-daerah terpencil di Indonesia. Menurut saya pemerintah harus mendata daerah-
daerah yang sekolahnya belum tersentuh bantuan pemerintah agar pada saat
pembagian bahan ajar serta sarana dan prasarana dapat terbagi secara merata bahkan
daerah dipelosok juga mendapat bantuan fasilitas yang layak, maka kualitas
pendidikan di Indonesia secara bertahap akan semakin membaik. Bahan ajar serta
sarana dan prasarana pendidikan yang di rasakan dan di dapatkan di kota-kota besar
dapat dirasakan juga oleh masyarakat yang ada di daerah terpencil atau pelosok.

5. Kurikulum pembelajaran
Menurut saya solusi yang dapat dilakukan pada kurikulum pembelajaran
adalah sebaiknya cukup satu kurikulum saja yang diginakan sebagai patokan
kedepannya agar siswa dapat belajar dengan efektif dan menguasai pembelajaran dan
sebaiknya tidak mengganti-ganti kurikulum pada setiap pergantian menteri agar siswa
fokus dan mengerti pada satu kurikulum dan tidak harus mulai beradaptasi disetiap
kurikulumyang di ganti-ganti.

Anda mungkin juga menyukai