Jawaban
Jawaban
1. Analisis lah unsur-unsur yang terdapat dalam pendekatan sistem politik menurut Easton
dengan menggunakan contoh kasus pemberlakuan Undang-Undang no. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law agar dapat memahami alur kerja sebuah sistem
politik!
Jawab :
Pendekatan sistem politik pada mulanya terbentuk dengan mengacu pada pendekatan yang
terdapat dalam ilmu eksakta. Adapun untuk membedakan sistem politik dengan sistem
yang lain maka dapat dilihat dari definisi politik itu sendiri. Sebagai suatu sistem, sistem
politik memiliki ciri-ciri tertentu. Perbedaan pendapat mulai muncul ketika harus
menentukan batas antara sistem politik dengan sistem lain yang terdapat dalam lingkungan
sistem politik. Namun demikian, batas akan dapat dilihat apabila kita dapat memahami
tindakan politik sebagai sebuah tindakan yang ingin berkaitan dengan pembuatan
keputusan yang menyangkut publik. Perbedaan sistem politik dengan sistem yang lain,
tidak menjadikan jurang pemisah antara sistem politik dengan sistem yang lain. Sebuah
sistem dapat menjadi input bagi sistem yang lain. Dalam sistem politik terdapat pembagian
kerja antaranggotanya. Pembagian kerja yang ada tidak akan menghancurkan sistem politik
karena ada fungsi integratif dalam sistem politik.
2. Dinamika Partai politik di Indonesia mengalami pasang surut. Setelah kuat di era
parlementer dan dilemahkan di era demokrasi terpimpin dan Orde Baru, partai politik
kembali menguat di era reformasi dan memiliki peranan signifikan dalam menentukan arah
demokrasi. Analisislah kekuatan partai politik di Indonesia era reformasi yang
menghadirkan fenomena supremasi partai ini!
Jawab:
3. Lembaga legislatif memiliki fungsi legislasi dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif.
Namun demikian, fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan maksimal karena kuatnya dominasi
lembaga eksekutif. Analisislah hal tersebut dengan disertai contoh yang relevan!
Jawab:
Jawab:
Meletusnya perang dunia ke-2 telah melahirkan bipolarisasi di dunia internasional sehingga
terbentulah kedua blok yaitu blok barat dan blok timur dimana blok barat merupakan kubu
dan blok timur merupakan kubu Uni Soviet ( sekarang sudah tidak ada lagi ). Kedua negara
adikuasa tersebut bersitegang dan melakukan perang dingin. Sebagai akibat dari perang
dingin tersebut muncullah dekonsolisasi di berbagai belahan dunia yaitu penghapusan
daerah jajahan sehingga beberapa negara menyatakan kemerdekaannya. Indonesia menjadi
salah satu negara yang segera mengurus kemerdekaannya setelah adanya perang dingin ini.
Pada saat itu Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, setelah Jepang menyerah
kepada sekutu yaitu Amerika, dengan segera Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia telah tercatat bahwa Mohammad Hatta menawarkan
konsep politik luar negeri bebas aktif dalam pidatonya yang berjudul “Mendayung diantara
Dua Karang” yang disampaikannya pada tanggal 2 September 1948 di depan KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat) bahwa Indonesia seharusnya menentukan sikap
tersendiri terhadap pertarungan internasional (dalam hal ini dimaknai pertarungan
internasional yang dimaksud adalah perang yang terjadi antara blok barat dan blok timur)
dan bukan menjadi objek politik internasional. Kenetralan bangsa Indonesia terhadap
kedua kubu didukung dengan disusunnya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD
(Undang-Undang Dasar) 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Pada tahun 1960
Soekarno menyampaikan kembali bahwa Indonesia menganut politik luar negeri bebas
aktif dalam pidatonya yang berjudul “Revolusi Kita” yang berbunyi “Pendirian kita yang
Bebas-Aktif itu, secara setapak demi setapak harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi
dengan luar negeri, agar supaya tidak berat sebelah ke Barat atau ke Timur”.
Pelaksaan politik luar negeri bebas aktif oleh negara Indonesia dilandasi oleh 3 (tiga) hal
yang meliputi:
1. Landasan idill
Landasan idill merupakan suatu prinsip yang di dasarkan pada dasar negara yang mana
Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negaranya. Pancasila memuat seluruh pedoman
dasar tentang pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara oleh dan untuk bangsa
Indonesia seperti yang tertuang dalam sila-silanya yang berbunyi:
Sila ke-1 yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”
Sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Sila ke-3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia”
Sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”
Sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2. Landasan Konstitusional
Landasan konstutisonal yang dimaksud disini adalah suatu dasar politik luar negeri bebas
aktif yang termuat di dalam konstitusi negara Indonesia yakni UUD 1945, adapun
diantaranya adalah:
Pembukaan UUD 1945 Alinea I, dalam alinea I yang berbunyi “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
prikemanusiaan dan prikeadilan” telah jelas bahwa negara Indonesia menentang
adanya penjajahan.
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV, dalam alinea IV tertuang tujuan nasional negara
Indonesia yang mencerminkan bahwa indonesia mendukung adanya politik luar
negeri bebas aktif yang berbunyi dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
UUD 1945 Pasal 11, pada pasal 11 yang telah diamandemen berbunyi “Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
UUD 1945 Pasal 13, pasal 13 memuat tentang duta dan konsul negara Indonesia
dan selama ini sempat mengalami perubahan/amandemen, dalam ayat (1) berbunyi
“Presiden mengangkat duta dan konsul”, ayat (2) berbunyi “Dalam mengangkat
duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”, ayat (3)
berbunyi “Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Landasan Operasional