Anda di halaman 1dari 109

Accelerat ing t he world's research.

HUBUNGAN PERILAKU,
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DENGAN
TERJADINYA KECELAKAAN KERJA
novina pahlefi

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Salawat i
Heri Yusuf

Analisis T indakan Keselamat an dan Kesehat an Kerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomia…
Legidya Safit ri

HUBUNGAN KARAKT ERIST IK INDIVIDU DAN PENGAWASAN K3 DENGAN UNSAFE ACT ION T ENAGA KERJ…
T he Indonesian Journal of Public Healt h
HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN
KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH TAHUN 2009

TESIS

Oleh

LIZA SALAWATI
077010005/IKM

K O L A
E
H
S
PA

A
N

C
ASARJA
S

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN
KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH TAHUN 2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Kesehatan Kerja pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIZA SALAWATI
077010005/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Judul Tesis : HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA
DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Liza Salawati
Nomor Pokok : 077010005
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Kesehatan Kerja

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) (dr. Halinda Sari Lubis, MKKK)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal lulus: 25 Mei 2009


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Telah diuji pada
Tanggal: 25 Mei 2009
____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
2. Ir. Kalsum, M.Kes
3. drg. Iis Faizah Hanum, M.Kes

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
PERNYATAAN

HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA
DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM
DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banda Aceh, Maret 2009


Penulis

Liza Salawati

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
ABSTRAK

Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik di rumah sakit merupakan pelayanan


yang perlu memperhatikan secara khusus mengenai K3RS oleh karena mempunyai
risiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Pekerja di Laboratorium Patologi
Klinik harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap kemungkinan timbul risiko
kecelakaan kerja, harus senantiasa meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam
menta′ati peraturan dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku (pengetahuan,
sikap, tindakan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik
RSUZA Banda Aceh tahun 2009, dan menganalisis hubungan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi,
pelaporan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik
RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitik yang menggunakan desain cross sectional survey, sampel pada penelitian ini
adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun
2009 yang berjumlah 23 orang. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat,
dan analisis bivariat dengan uji chi square.
Berdasarkan hasil penelitian variabel pengetahuan, sikap, tindakan, promosi
K3, dan pelatihan memiliki nilai p < 0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) kejadian kecelakaan kerja
di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yaitu sebesar
69,6%, (2) perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) berhubungan dengan terjadinya
kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009,
(3) manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3 dan pelatihan)
berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik
RSUZA Banda Aceh tahun 2009, (4) pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak
dapat dilakukan uji statistik oleh karena belum pernah dilakukan pengawasan,
investigasi, dan pelaporan kecelakaan akibat kerja.

Kata Kunci: Perilaku, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kecelakaan


Kerja, Laboratorium Patologi Klinik.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
ABSTRACT

The services of Clinical Pathology Laboratory in hospitals are services that


need to pay attention especially on the occupational health and safety due to the high
risk that it could lead. Clinical Pathology Laboratory workers must always analyze
and detect any potential risk of accident working at Clinical Pathology Laboratory,
ones should raise awareness and discipline in following the laboratory manuals to
reduce any potential risks.
This study is aimed to analyze the relationship of behavior (knowledge,
attitude, practice) and the management (supervision, promotion of occupational
health and safety, training, investigation, report) related to the accident in Clinical
Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital of Banda Aceh in 2009.
This study was a descriptive analysis study using cross sectional survey, whereas the
samples of the survey are all of the 23 laboratory workers. The chosen analysis are
univariate analysis and bivariate analysis with chi-square test.
The result of study showed that variables of knowledge, attitude, practice,
promotion of occupational health and safety, training p value < 0,05.
The conclution of study are; (1) the accident in Clinical Pathology Laboratory
of dr. Zainoel Abidin Public Hospital of Banda Aceh in 2009 is 69,6%, (2) the
behavior (knowledge, attitude, practice) related to the accident in Clinical Pathology
Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital Banda Aceh in 2009, (3) the
management (promotion of occupational health and safety, training) related to the
accident in Clinical Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital
Banda Aceh in 2009, (4) the supervision, investigation, and report were not carried
out through a statistical test because did not perform supervision, investigation, and
report accident at work.

Keywords: Behavior, Management of Occupational Health and Safety, Accident At


Work, Clinical Pathology Laboratory.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T. karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaian tesis ini, yang berjudul Hubungan Perilaku,
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja
di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2009.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Jurusan Program Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
3. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE sebagai Ketua Komisi Pembimbing
yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan
masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran ditengah-tengah
kesibukannya.
4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai Anggota Komisi Pembimbing dengan
tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
5. dr. Taufik Mahdi, SpOG, selaku Direktur Rumah Sakit Umum dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh beserta staf yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam melakukan penelitian.
6. Suami tercinta Ir. Ibnu Abbas Majid, MSc dan ananda tercinta M. Zhafran, M.
Naufal, serta Siti Sarah Safira yang senantiasa memberikan dorongan,
semangat, dan mendoakan selama penulis mengikuti perkuliahan hingga
selesai pendidikan.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7. Ayahanda tercinta Drs. Hasbullah Tjoetgam dan ibunda tercinta Sakinah Ishaq
yang telah mendoakan dan memberikan dorongan serta perhatian kepada
penulis.
8. Pekerja Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh yang menjadi responden penelitian yang telah meluangkan waktu
dalam mengisi kuesioner penelitian.
9. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Konsentrasi Kesehatan Kerja di Sekolah Pascasarjana Sumatera
Utara Angkatan 2007 yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
berbagai pihak guna perbaikan serta penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih banyak semoga tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua dan mendapatkan berkah serta rahmat dari Allah SWT. Amin ya
robbal’alamin.

Banda Aceh, Maret 2009


Penulis

Liza Salawati

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh tanggal 13 Oktober 1966, beragama Islam,


anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Hasbullah Tjoetgam
dan Ibunda Sakinah Ishaq. Menikah dengan Ir. Ibnu Abbas Majid, MSc mempunyai 3
orang anak, dua orang putra M. Zhafran, M. Naufal dan satu putri Siti Sarah Safira,
sekarang menetap di Jl. Tgk. Chik Dipineung Raya No. 15 Kampung Pineung Banda
Aceh.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 24 Banda Aceh lulus tahun
1979, melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Banda Aceh
lulus tahun 1982, meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Banda
Aceh lulus tahun 1985, melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh lulus tahun 1994, selanjutnya meneruskan
pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara tahun 2007.
Riwayat pekerjaan, pertama kali ditempatkan di Rumah Sakit Umum dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh dari tahun 1994 sampai tahun 1997 sebagai Dokter PTT
(Pegawai Tidak Tetap). Tahun 1999 sampai dengan sekarang sebagai staf pengajar
di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Tahun
2007 sampai dengan sekarang menjalani tugas belajar di Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Permasalahan ...................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 9
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................ 10
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 11


2.1 Definisi Kecelakaan Kerja .................................................. 11
2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja .............................................. 12
2.3 Sebab Kecelakaan Kerja ..................................................... 16
2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit ....................................................................... 19
2.5 Perilaku .............................................................................. 32
2.6 Landasan Teori ................................................................... 43
2.7 Kerangka Konsep Penelitian ............................................... 46

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 48


3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 48
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 48
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian........................................... 48
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................. 49
3.5 Variabel dan Definisi Operasional....................................... 52
3.6 Metode Pengukuran ............................................................ 54
3.7 Metode Analisa Data........................................................... 58

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 60
4.1 Deskripsi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh .................................................................................. 60
4.2 Analisa Univariat ................................................................ 62
4.3 Analisa Bivariat .................................................................. 67

BAB V PEMBAHASAN ......................................................................... 72


5.1 Kecelakaan Kerja ................................................................ 72
5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja .................................................................................. 74
5.3 Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja ...... 76
5.4 Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja .. 78
5.5 Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja ................................................................................... 80
5.6 Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja ................................................................................... 82
5.7 Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan ............................... 84
5.8 Keterbatasan Penelitian ......................................................... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 86


6.1 Kesimpulan......................................................................... 86
6.2 Saran .................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen.......... 58

4.1. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh......................................... 63

4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kecelakaan Kerja di Laboratorium


Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh.......................................... 63

4.3. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Bagian


Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.................. 64

4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh......................................... 65

4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh......................................... 65

4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh......................................... 65

4.7. Distribusi Frekuensi Promosi K3 di Laboratorium Patologi


Klinik RSUZA Banda Aceh....................................................... 66

4.8. Distribusi Frekuensi Pelatihan K3 di Laboratorium Patologi


Klinik RSUZA Banda Aceh....................................................... 66

4.9. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.............. 67

4.10. Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.............. 68

4.11. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.............. 69

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.12. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja
di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.............. 70

4.13. Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.............. 71

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja........................................... 44

2.2. Kerangka Konsep Penelitian...................................................... 47

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Waktu Pelaksanaan Penelitian.................................................... 92

2. Kuesioner.................................................................................... 93

3. Pernyataan Menjadi Sampel....................................................... 99

4. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner...... 100

5. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian............................................. 104

6. Master Data................................................................................. 110

7. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik................................................... 111

8. Surat Keterangan Izin Penelitian................................................ 121

9. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian................... 122

10. Struktur Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


RSUZA Banda Aceh................................................................... 123

11. Struktur Organisasi RSUZA....................................................... 124

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun

2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat

yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antara negara

yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Untuk

mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja

Indonesia, maka telah ditetapkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu gambaran

masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan

perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002).

Garis-garis Besar Haluan Negara (1993), menegaskan bahwa perlindungan

tenaga kerja meliputi hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan

sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan

kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, jaminan kematian, serta syarat-syarat kerja

lainnya. Hal tersebut perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan

mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneter-nya, kesiapan sektor terkait,

kondisi pemberi kerja, lapangan kerja, dan kemampuan tenaga kerja. Amanat GBHN

ini menuntut dukungan dan komitmen untuk perwujudannya melalui penerapan K3.

Upaya K3 sendiri sudah diperkenalkan dengan mengacu pada peraturan perundangan


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
yang diterbitkan sebagai landasannya, di samping UU No. 1/1970 tentang

Keselamatan Kerja upaya K3 telah dimantapkan dengan UU No. 23/1992 tentang

Kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja. Dalam peraturan

perundangan tersebut ditegaskan bahwa setiap tempat kerja wajib diselenggarakan

upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Hal itu mengatur pula sanksi hukum bila

terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (Komite K3, 1994).

Undang-Undang No. 23/1992 Pasal 23 menyatakan bahwa tempat kerja wajib

menyelengarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko

bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit atau mempunyai paling sedikit

10 (sepuluh) orang karyawan. Rumah sakit sebagai industri jasa termasuk dalam

kategori tersebut, sehingga wajib menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Rumah Sakit (K3RS).

Upaya pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya

beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain dengan makin

meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan tertentu

untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana kesehatan, terpaparnya

tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana kesehatan pada

lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang berobat atau

dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan. Hal tersebut

diikuti dengan masuknya IPTEK canggih yang menuntut tenaga kerja ahli dan

terampil. Hal ini yang tidak selalu dapat dipenuhi dengan adanya risiko terjadinya

kecelakaan kerja, untuk itu diperlukan adanya peningkatan sumber daya manusia
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
di sarana kesehatan, tidak saja untuk mengoperasikan peralatan yang semakin

canggih namun juga penting untuk menerapkan upaya K3RS (Pusat Kesehatan Kerja,

2003).

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk

upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja serta

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktifitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun

kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses

produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2002).

Menurut National Institute of Occupational Health and Safety (NIOSH 1974-

1976) dalam Pusat Kesehatan Kerja (2003), survey nasional yang dilakukan di 2.600

rumah sakit di USA, menginformasikan rata-rata tiap rumah sakit terdapat 68

karyawan cedera dan 6 orang sakit. Cedera tersering adalah strain dan sprain, luka

tusuk, abrasi, contusio, lacerasi, cedera punggung, luka bakar dan fraktur. Penyakit

tersering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis dan hepatitis. Laporan

NIOSH (1985), terdapat 159 zat yang bersifat iritan untuk kulit dan mata, serta 135

bahan kimia carcinogenic, teratogenic, mutagenic yang dipergunakan di rumah sakit.

California State Departement of Industrial Relations menuliskan rata-rata kecelakaan

di rumah sakit adalah 16,8 hari kerja yang hilang per 100 karyawan karena

kecelakaan.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut laporan Global Estimates Fatalities (2000) dalam Kompas (2003),

sebanyak 6.000 pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka setiap hari, akibat

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Standar Keselamatan Kerja di Indonesia

adalah paling buruk dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Selama tujuh bulan pertama tahun 2003 di Indonesia tercatat 51.528 kecelakaan kerja.

Selain itu ILO (2007) melaporkan terdapat 65.475 kasus kecelakaan kerja, di mana

1.457 orang meninggal, 5.326 orang cacat dan 58.697 orang sembuh tanpa cacat.

Badan Pusat Statistik (1998/1999) dalam Buku Sumatera Dalam Angka

melaporkan bahwa jumlah kasus kecelakaan akibat kerja pada masing-masing tahun

adalah 4.162 dan 3.846 kasus. Pada tahun 1999/2000 jumlah kasus kecelakaan akibat

kerja yang dilaporkan PT. Jamsostek Sumatera adalah 4.562 kasus. Menurut Badan

Pusat Statistik (1999/2000), jumlah kasus kecelakan kerja dalam bidang industri

meningkat dari 6.580 kasus menjadi 7.786 kasus. Pada tahun 2000/2001 PT.

Jamsostek menerima laporan kecelakaan kerja sebanyak 8.661 kasus di mana 5.940

kasus memerlukan perawatan, 2.400 kasus mengalami cacat dan 271 kasus

mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2002).

Menurut Pulungsih (2005) selama tahun 2000 di RSUPN Cipto

Mangunkusumo tercatat 9 kecelakaan kerja beresiko terpajan HIV di kalangan

petugas kesehatan yang dilaporkan. Kejadian tersebut menimpa 7 perawat, 1 dokter,

dan 1 petugas laboratorium. Sementara di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun

2001 terjadi 1 kali kecelakaan kerja terpajan HIV pada petugas laboratorium.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Program Occupational Safety Health and Environment (OSHE) bertujuan

melindungi karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), menjaga agar alat dan bahan yang

dipergunakan dalam proses kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan

secara benar, efisien, serta produktif. Upaya OSHE sangat besar peranannya dalam

meningkatkan produktivitas terutama mencegah segala bentuk kerugian akibat

accident. Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor manusia

karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kurangnya kesadaran dari direksi

dan karyawan sendiri untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta masih

banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,

demikian juga di kalangan karyawan banyak yang menganggap remeh atau acuh tak

acuh dalam memenuhi SOP kerja. Penyebab lain adalah kondisi lingkungan seperti

dari mesin, peralatan, pesawat, dan lain sebagainya (Pusat Kesehatan Kerja, 2003).

Sarana laboratorium kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah

petugas kesehatan yang cukup besar. Kegiatan di laboratorium kesehatan mempunyai

risiko untuk terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berasal dari faktor

fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Seiring dengan kemajuan IPTEK maka risiko

yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Pelayanan laboratorium

di rumah sakit merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus segi

K3RS ini karena mempunyai risiko yang lebih tinggi dan memerlukan penataan

ruangan yang khusus, peralatan yang khusus dan pengelolaan bahan berbahaya secara

khusus pula. Oleh karena itu pengelola rumah sakit perlu mengetahui secara rinci
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
berbagai hal yang berkaitan dengan K3RS agar dapat menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang sebaik-baiknya (PMK Perdhaki, 2000).

Laboratorium umumnya digunakan untuk berbagai kegiatan, misalnya

praktikum, penelitian, dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi. Oleh karena dalam

laboratorium melibatkan banyak orang, maka risiko bahaya kerja di laboratorium juga

dapat melibatkan banyak orang, sehingga semua yang terlibat di laboratorium harus

memiliki pengetahuan yang cukup tentang keselamatan dan kesehatan kerja

di laboratorium. Masalah keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium diberikan

perhatian dan penekanan yang cukup sejalan dengan pelaksanaan kegitan pendidikan,

penelitian dan analisis. Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang

jelas, terperinci dan menyeluruh tentang bahaya di laboratorium serta berupaya

menciptakan keselamatan kerja di laboratorium (Hartati, 2006).

Pekerja di laboratorium harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap

kemungkinan timbul risiko kecelakaan di laboratorium, harus senantiasa

meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam mentaati peraturan. Dengan

demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Hendaklah disadari bahwa

kecelakaan dapat berakibat kepada dirinya maupun orang lain serta lingkungannya.

Para pekerja laboratorium juga diharapkan terus meningkatkan pengetahuannya

tentang sifat-sifat bahan dan teknik percobaan serta pengoperasian peralatan

sebagaimana seharusnya. Kemampuan untuk mengendalikan bahaya kecelakaan

di laboratorium memungkinkan para pekerja dapat menciptakan sendiri suasana yang

aman dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat bekerja dan berkarya secara
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
maksimal. Beberapa penyebab kecelakaan di laboratorium dapat bersumber dari sikap

dan tingkah laku para pekerja, keadaan yang tidak aman, dan kurangnya pengawasan

dari pengawas (Hartati, 2006).

Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh merupakan

Rumah Sakit Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dengan adanya Fakultas

Kedokteran Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) maka menjadi rumah sakit kelas B

Pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Provinsi NAD, sebagai rumah sakit

pendidikan bagi siswa, mahasiswa kesehatan, sarjana kedokteran, pembinaan

program dokter spesialis (Laporan Tahunan Balai Pelayanan Kesehatan RSUZA,

2006).

Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh mempunyai 12

pelayanan yaitu: 1) Administrasi/Manajemen Umum; 2) Pelayanan Keperawatan;

3) Pelayanan Medis; 4) Pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; 5) Pelayanan

Bedah Sentral; 6) Pelayanan Gawat Darurat; 7) Pelayanan Laboratorium;

8) Pelayanan Farmasi; 9) Pelayanan Infeksi Nosokomial; 10) Pelayanan Resiko

Tinggi (Ibu dan Anak); 11) Pelayanan Radiologi; 12) Pelayanan Rekam Medik

(Laporan Tahunan Balai Pelayanan Kesehatan RSUZA, 2006).

Hasil survey pendahuluan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh diperoleh informasi dari salah seorang pekerja yang telah bekerja 15 tahun

di laboratorium tersebut menginformasikan bahwa sebelum peristiwa Tsunami tahun

2004 mereka bekerja tanpa menggunakan sarung tangan karet (hand scund) karena

tidak disediakan oleh RSUZA sehingga mereka yang bekerja di laboratorium tersebut
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
sering tertusuk oleh jarum suntik saat mengambil sampel darah pasien ataupun saat

menutup kembali jarum suntik selesai mengambil sampel darah pasien. Merekapun

sering terkena pecahan tabung reaksi, pecahan objek gelas saat bekerja, menurut

mereka kejadian tersebut merupakan hal yang biasa saja dan tidak pernah dilaporkan

kepada kepala laboratorium. Setelah peristiwa Tsunami tahun 2004 mereka bekerja

memakai hand scund karena saat itu ada bantuan dari salah satu rumah sakit dari

Jerman, walaupun sudah disediakan hand scund sampai dengan sekarang ini masih

ada pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang bekerja tidak

menggunakan hand scund dengan alasan Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUZA

Banda Aceh tidak cukup memberikan hand scund (tidak sesuai dengan jumlah

amprahan) ke Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dan alasan lain

adalah repot dan malas menggunakannya.

Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel

Abidin (RSUZA) Banda Aceh merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan

secara khusus segi K3RS karena mempunyai risiko terjadinya kecelakaan kerja yang

tinggi sehingga memerlukan penataan ruangan yang khusus, peralatan yang khusus,

dan pengelolaan bahan yang berbahaya secara khusus pula, oleh karena itu pengelola

RSUZA perlu mengetahui secara rinci berbagai hubungan dengan K3RS sehingga

dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan

kesehatan tidak dapat dikatakan bermutu apabila tidak memperhatikan K3RS.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian tentang Hubungan

Perilaku, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan terjadinya


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel

Abidin (RSUZA) Banda Aceh.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti ingin mengetahui:

1. Apakah ada hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit

Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh?

2. Apakah ada hubungan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit

Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh.

2. Untuk menganalisis hubungan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh.

2. Terdapat hubungan antara manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi instansi terkait dalam

meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja terutama bagi pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dari risiko kecelakaan

akibat kerja.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap kemajuan

ilmu pengetahuan dan bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti

masalah ini di masa yang akan datang.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.

Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang

paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).

Menurut (OHSAS 18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja

adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian,

luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.

Definisi Kecelakaan akibat kerja menurut Suma`mur (1987) adalah

kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja

disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada

waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat

langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik.

Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan,

kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi

lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin

terbuka, dan sebagainya (Notoadmodjo, 1997).

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional

(ILO, 1962) dalam Suma`mur (1987) adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab

a. Mesin.

1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

2) Mesin penyalur.

3) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.

4) Mesin-mesin pengolah kayu.

5) Mesin-mesin pertanian.

6) Mesin-mesin pertambangan.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7) Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b. Alat angkat dan angkut

1) Mesin angkat dan peralatannya.

2) Alat angkutan di atas rel.

3) Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api.

4) Alat angkutan udara.

5) Alat angkutan air.

6) Alat-alat angkutan lain.

c. Peralatan lain

1) Bejana bertekanan.

2) Dapur pembakar dan pemanas.

3) Instalasi pendingin.

4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik

(tangan).

5) Alat-alat listrik (tangan).

6) Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik.

7) Tangga.

8) Perancah.

9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

5) Bahan peledak.

6) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7) Benda-benda melayang.

8) Radiasi.

9) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

e. Lingkungan kerja

1) Di luar bangunan.

2) Di bangunan.

3) Di bawah tanah.

f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut

1) Hewan.

2) Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tidak

memadai.

3. Kasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi.

c. Renggang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Gegar dan remuk.

h. Luka baker.

i. Luka dipermukaan.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
j. Keracunan akut.

k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh

a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota gerak atas.

e. Anggota gerak bawah.

f. Banyak tempat.

g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam klasifikasi tersebut.

Jenis pekerjaan mempunyai peranan besar dalam menentukan jumlah dan

macam kecelakaan, demikian pula jumlah dan macam kecelakaan diberbagai

kesatuan operasi dalam suatu proses, seterusnya pada berbagai pekerjaan yang

tergolong kepada suatu kesatuan operasi (Suma`mur, 1996).

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.3 Sebab Kecelakaan Kerja

Menurut Matondang (2007) penyebab kecelakaan kerja di berbagai negara

tidak sama, namun ada kesamaan umum yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh:

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition)

a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.

b. Lingkungan kerja.

c. Proses kerja.

d. Sifat pekerjaan.

e. Cara Kerja.

2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia

a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik.

b. Kurang pengetahuan dan ketrampilan.

c. Cacat tubuh yang tidak terlihat.

d. Keletihan dan kelesuan.

Tresnaningsih (2007) mengemukakan beberapa contoh kecelakaan yang

banyak terjadi di laboratorium:

1. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi

di laboratorium. Terpeleset biasanya karena lantai licin, akibat: ringan (memar),

berat (fraktura, dislokasi, memar otak, dll).

Pencegahan:

a. Pakai sepatu anti slip.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
b. Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar.

c. Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau

tidak rata konstruksinya.

d. Pemeliharaan lantai dan tangga.

2. Cedera pada punggung oleh karena mengangkat beban yang cukup berat,

terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Pencegahan:

a. Beban jangan terlalu berat.

b. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban.

c. Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah

tungkai bawah sambil berjongkok.

d. Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

3. Tertusuk jarum suntik saat mengambil sampel darah/cairan tubuh lainnya.

Akibatnya tertular virus HIV, Hepatitis B.

Pencegahan:

a. Gunakan alat suntik sekali pakai.

b. Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi

langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan

destruction clip).

c. Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup.

4. Terjadi kebakaran yang bersumber dari bahan kimia, kompor, bahan desinfektan

yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang

mudah terbakar dan panas. Akibat: luka bakar dari ringan sampai berat bahkan

kematian dan timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan:

a. Konstruksi bangunan yang tahan api.

b. Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar.

c. Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran.

d. Sistem tanda kebakaran:

1) Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan

segera.

2) Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara

otomatis.

3) Jalan untuk menyelamatkan diri.

4) Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.

5) Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi

secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada

masyarakat luas (Depkes RI, 2008).

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.3. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah suatu

proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di RS (Rumah Sakit). Upaya K3RS

menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan

lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan

pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan

lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23

dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja,

khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah

terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika

memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk

ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat

menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang

bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah

sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan

upaya-upaya K3RS (Kepmenkes RI, 2007).

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Kepmenkes RI (2007) agar penyelenggaraan K3RS lebih efektif,

efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi

pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja,

lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan karyawan rumah sakit. Adapun manfaat K3RS adalah sebagai

berikut:

1. Bagi rumah sakit

a. Meningkatkan mutu pelayanan.

b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit.

c. Meningkatkan citra rumah sakit.

2. Bagi karyawan rumah sakit

a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).

b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).

3. Bagi pasien dan pengunjung

a. Mutu layanan yang baik.

b. Kepuasan pasien dan pengunjung.

2.4.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 tidak dapat

diselesaikan dengan pengawasan saja. Rumah sakit perlu berpartisipasi aktif

dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan perencanaan yang baik,

yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
(SMK3). SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang

dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam

pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk

melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif (Kepmenkes

RI, 2007).

UU Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 1996 Pasal 3 mewajibkan setiap

perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja

tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3

dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian

dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup

hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,

prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan

kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif

(Kepmenkes RI, 2007).

Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga

inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan

aturan mengenai SMK3. Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak

satu kali dalam tiga tahun (Wirahadikesumah, 2007).

2.4.2. Komitmen dan Kebijakan


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Kepmenkes RI (2007) komitmen diwujudkan dalam bentuk

kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh

karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan

semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk

terlaksananya program K3RS. Kebijakan K3RS diwujudkan dalam bentuk wadah

K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit. Untuk melaksanakan komitmen dan

kebijakan K3RS, perlu disusun strategi antara lain:

a. Advokasi sosialisasi program K3RS.

b. Menetapkan tujuan yang jelas.

c. Organisasi dan penugasan yang jelas.

d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3RS pada setiap unit kerja

di lingkungan rumah sakit.

e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak.

f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif.

g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan

pencegahan.

h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2.4.3. Perencanaan

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai

keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat

diukur. Perencanaan K3RS dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3RS

diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3 (Kepmenkes RI, 2007).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Perencanaan meliputi:

a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko

Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:

1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.

2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi.

Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk

menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya

kecelakaan dan PAK.

Penilaian faktor risiko adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko

dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko

kesehatan dan keselamatan. Pengendalian faktor risiko dilaksanakan melalui 4

tingkatan pengendalian risiko yakni: 1) menghilangkan bahaya, 2) menggantikan

sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak

ada (engineering/rekayasa), 3) administrasi, 4) alat pelindung diri (APD).

b. Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar

operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan

mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus

dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

c. Tujuan dan sasaran

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan,

bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran,

sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.

d. Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah

sakit.

e. Program K3

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk

mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

2.4.4. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen

dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam

pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang

jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana

K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3

di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab

timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya

dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan

dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk

menilai sejauhmana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya

(Kepmenkes RI, 2007).

Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3RS menurut Kepmenkes RI

(2007) adalah sebagai berikut:

1. Tugas pokok

a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai

masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.

b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan

prosedur.

c. Membuat program K3RS.

2. Fungsi

a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan

yang berhubungan dengan K3.

b. Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi

K3, pelatihan dan penelitian K3.

c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.

d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya,

mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.

g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan

gedung dan proses.

Menurut Kepmenkes RI (2007) Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah

direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. Model organisasi K3RS adalah sebagai

berikut:

a. Model 1

Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur

rumah sakit, bentuk organisasi K3RS merupakan organisasi struktural yang

terintegrasi ke dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/

kelas masing masing RS, misalnya Komite Medis/Nosokomial.

b. Model 2

Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab

langsung ke direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3

RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah

sakit.

Keanggotaan:

1. Organisasi/unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan

jajaran direksi RS.

2. Organisasi/unit pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua,

Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3RS dipimpin oleh ketua.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.

4. Ketua organisasi/unit pelaksana K3RS sebaiknya adalah salah satu

manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen

di bawah langsung direktur rumah sakit.

5. Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga

profesional K3RS, yaitu manajer K3RS atau ahli K3.

Ketua organisasi/unit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan

kegiatan organisasi/unit pelaksana K3RS. Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3RS

memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan

keputusan organisasi/unit pelaksana K3RS. Anggota organisasi/unit pelaksana K3

RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3RS dan melakukan pembahasan atas

persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan

organisasi/unit pelaksana K3RS (Kepmenkes RI, 2007).

Organisasi/unit pelaksana K3RS agar dapat melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3RS. Sumber

data antara lain: 1) dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa

keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit

khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan; 2) dari tempat pengobatan

rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena

kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama

perawatan dan lama berobat; 3) dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat

kecelakaan dan biaya perbaikan; 4) dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kerja rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik

yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya; 5) dari bagian K3

berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya (Kepmenkes RI, 2007).

Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3RS, untuk

menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan

preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur RS.

Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/satuan pelaksana K3RS serta

alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan

(Kepmenkes RI, 2007).

Organisasi/unit pelaksana K3RS membantu melakukan upaya promosi

di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu

mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa

diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan

kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya

mendapat reward dari direktur rumah sakit (Kepmenkes RI, 2007).

2.4.5. Langkah-langkah Penyelenggaraan

Menurut Kepmenkes RI (2007) untuk memudahkan penyelenggaraan K3RS,

maka perlu langkah-langkah penerapannya, yaitu:

a. Tahap persiapan

1) Menyatakan komitmen

Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur rumah sakit (manajemen

puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kata-
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari,

dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas rumah sakit.

2) Menetapkan cara penerapan K3RS

Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa konsultan jika

rumah sakit memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan

mengarahkan orang.

3) Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3RS

4) Membentuk kelompok kerja penerapan K3

Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit

kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota

kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah

anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit.

5) Menetapkan sumber daya yang diperlukan

Sumber daya di sini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan

dana.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Penyuluhan K3 ke semua petugas rumah sakit

2) Pelatihan K3

Pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam

organisasi rumah sakit. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu

agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk

akhir dari pelatihan.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya

a). Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus).

b). Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja.

c). Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat.

d). Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan.

e). Pengobatan pekerja yang menderita sakit.

f). Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui

monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada.

g). Melaksanakan biological monitoring.

h). Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja.

c. Tahap pemantauan dan Evaluasi

Menurut UU Ketenagakerjaan dalam Wirahadikesumah (2007) aspek

pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3 dilakukan oleh pegawai

pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan independensi.

Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyusun pedoman

dan petunjuk teknis penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan dan

perlindungan tenaga kerja, melaksanakan pembinaan dan pengawasan norma

kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja, norma

keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja dan jaminan sosial tenaga

kerja. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdinas

Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai fungsi:

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga

kesejahteraan pekerja serta norma jaminan sosial tenaga kerja.

b. Pembinaan dan pengawasan norma keselamatan kerja.

c. Pembinaan dan pengawasan norma kesehatan dan lingkungan kerja.

Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan terdiri dari:

a. Seksi Pengawasan Norma Kerja.

b. Seksi Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

c. Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja.

Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak

dalam mengambil keputusan, di samping itu unit kerja pengawasan

ketenagakerjaan baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah

kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada

Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam

melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya

patut dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya

(Wirahadikesumah, 2007).

Menurut Kepmenkes RI (2007) pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah

satu fungsi manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk

mengetahui dan menilai sampai sejauhmana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan

mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi:

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan rumah sakit

1) Pencatatan dan pelaporan K3.

2) Pencatatan semua kegiatan K3.

3) Pencatatan dan pelaporan KAK.

4) Pencatatan dan pelaporan PAK.

b. Inspeksi dan pengujian

Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum

dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3RS dilakukan secara berkala, terutama

oleh petugas K3RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini

mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun

pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan

secara biologis).

c. Melaksanakan audit K3

Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,

karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,

pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.

Tujuan audit K3:

1) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.

2) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan.

3) Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan

dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara

berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam

pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

2.5. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai

dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

2.5.1. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku

kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.:

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana

sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek:

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu

orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara

dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman

dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat

mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap

makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan

Kesehatan

Perilaku ini sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking

behavior) yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati

sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar negeri.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang

perilaku kesehatan, yaitu:

a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya

atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behavior).

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala

penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup

hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).

Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang

lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang

sakit (the sick role).

2.5.2. Domain Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respon atau

reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam

memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari

orang yang bersangkutan. Meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun

respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang besifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

b Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah

merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil

bersama atau resultance antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.

Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai

bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007)

membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni:

a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang

disebut tahapan putusan inovasi (Rogers dan Everett, 1983) yaitu:

1) Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya

inovasi.

2) Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang

membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya.

3) Tahap putusan, dalam tahap ini seseorang membuat putusan menerima atau

menolak inovasi tersebut.

4) Tahap implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang

telah dibuatnya.

5) Tahap pemastian, yaitu di mana seseorang memastikan atau

mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu.

Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut

akan berlangsung lama (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari

oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

b. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kognitif, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.

2). Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3). Aplikasi (Aplicatiori)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan seabgai aplikasi atau penggunaan hukutn-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4). Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5). Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6). Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap

secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka

atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2003).

a. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap mempunyai 3

komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting.

b. Berbagai Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan:

1). Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2). Merespon (responding)


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3). Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4). Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Praktek atau Tindakan (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2003) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara

lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan

(support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat petama.

2. Respon terpimpin (guided response)


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek

tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan.

Tresnaningsih (2007) menyatakan bahwa tidak mungkin

menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak

aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat

menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan

yang tidak aman. Tindakan-tindakan tersebut seperti:

1. Melempar atau membuang material.

2. Mengoperasikan dan bekerja pada kecepatan yang tidak aman, apakah itu terlalu

cepat ataupun terlalu lambat.

3. Membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara

memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali.

4. Memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5. Menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan,

mencampur, dan mengkombinasikan material.

6. Pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung. Menaikkan lift dengan

cara yang tidak benar.

7. Pikiran kacau, gangguan penyalahgunaan, kaget, dan tisar lain.

Tindakan-tindakan seperti ini dapat menyebabkan usaha perusahaan atau

tempat kerja meminimalkan kondisi kerja yang tidak aman menjadi sia-sia. Oleh

karena itu kita harus mengidentifikasi penyebab tindakan-tindakan di atas. Hal-

hal berikut ini dapat dipakai sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tindakan-

tindakan di atas: karakteristik pribadi karyawan, karyawan yang mudah

mengalami kecelakaan (accident prone), daya penglihatan karyawan, usia

karyawan, persepsi dan ketrampilan gerak karyawan, minat karyawan

(Tresnsihaningsih, 2007).

2.6. Landasan Teori

Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan

sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari permulaan hingga

saat ini. Secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang

hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkan, tapi kemudian pada titik tertentu

berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti kita ketahui trend yang

saat ini dominan, banyak diterapkan terutama di perusahaan-perusahaan besar

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
di samping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh

para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan-perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir

terjadinya kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah

manajemen sebagai sebuah sistem. Namun, pada bahasan/titik tertentu akan kembali

pada konsep awal seperti yang dikemukakan oleh H.W. Heinrich dengan dominasi

human error/unsafe action atau kembali ke perilaku manusia. Hal lain yang menonjol

adalah terdapatnya fenomen gunung es (ice berg) pada accident cost, angka kejadian

incident serta sebab-sebab yang menyertai munculnya incident (Riyadi, 2007).

International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 yang dipelopori

oleh Frank E. Bird mengemukakan teori Loss Caution Model yang menyatakan

bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab terjadinya kecelakaan.

Teori yang dikemukakan Frank E. Bird pada dasarnya merupakan penyempurnaan

dari yang ditemukan H.W. Heinrich. Frank E. Bird menggambarkan cara berfikir

modern terjadinya kecelakaan/banyak dipergunakan sebagai landasan berfikir untuk

pencegahan terjadinya kecelakaan (Riyadi, 2007).

Model yang dikemukakan Frank E. Bird dan George L. Germain dalam

Riyadi (2007) adalah seperti gambar di bawah ini:

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Sumber: The "Practical Loss Control Leadership" by Frank E. Bird, Jr. and George L.
Germain. ©Copyright International Loss Control Institute, Inc. 1985. Revised
edition, 1990. Now part of DNV Training, USA.

Gambar 2.1. Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja

Menurut Frank E. Bird (pakar ilmu keselamatan) dalam Riyadi (2007)

mengemukakan teori penyebab kecelakaan sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Organisasi.

b. Pimpinan.

c. Pengawasan/Controlling.

2. Sebab-sebab utama

a. Human factor (Faktor manusia):

1) Pengetahuan kurang.

2) Motivasi kurang.

3) Keterampilan kurang.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4) Problem/stress fisik atau mental.

5) Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental.

b. Job factor (Faktor pekerjaan)

1) Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai.

2) Desaign dan maintenance yang tidak baik.

3) Pemakaian yang tidak normal dan lain-lain.

3. Penyebab langsung

a. Tindakan yang tidak aman.

b. Keadaan kerja yang tidak aman.

4. Incident (peristiwa)

Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik,

panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan

badan atau struktur, misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.

5. Loss (kerugian)

Kehilangan manusia, harta benda, proses produksi dan image pada

perusahaan. Biaya yang ditanggung dari kejadian kecelakaan seperti fenomena

gunung es. Dalam Loss Caution Model terlihat bahwa kehilangan (loss) apa saja

terjadi karena akibat dari ketidakseimbangan yang dialami oleh sesuatu.

Ketidakseimbangan terjadi karena ada sesuatu kejadian yang tidak normal karena

adanya sebab-sebab langsung, kemudian kalau ditelusuri ada sebab-sebab dasarnya

yang datang dari kontrol yang lemah.

Setiap kecelakaan mempunyai tipe dan tingkatan yang sangat bervariasi


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
tergantung dari bagaimana dan di mana kejadian itu terjadi. Besar kecilnya kerugian

yang dialami akibat dari suatu kecelakaan akan sangat tergantung dari sebab-sebab

yang ada. Kalau dikategorikan tentang variasi kecelakaan mulai dari seseorang

tergores jari tangan sampai musnahnya suatu kilang serta korban manusia dalam

jumlah besar. Banyak sudah contoh kecelakaan yang dialami industri besar di dunia

ini sehingga menderita kerugian yang cukup besar pula meliputi material, mesin,

manusia dan lingkungan sekitarnya (Riyadi, 2007).

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.

Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, peneliti dapat merumuskan

kerangka konsep penelitian seperti pada gambar di bawah ini. Variabel dependen

pada penelitian ini adalah kecelakaan kerja sedangkan Variabel independen adalah

perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi dan pelaporan).

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Variabel Independen

Perilaku:
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan

Variabel Dependen

Kecelakaan Kerja

Manajemen K3:
- Pengawasan
- Promosi K3
- Pelatihan
- Investigasi
- Pelaporan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan

desain cross sectional survey yaitu pengumpulan data pada suatu saat (point time

approach) untuk menganalisis hubungan antara perilaku, manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUZA

Banda Aceh.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 7 (tujuh) bulan yaitu pada bulan Oktober

2008 sampai dengan Mei 2009.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yaitu berjumlah 23 orang.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3.3.1. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yang dibatasi dengan kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pekerja yang bekerja di bagian Hematologi, Mikrobiologi Klinik, Serologi,

Urinalisa, Ruang Sampel, dan Kimia Klinik Laboratorium Patologi Klinik

RSUZA Banda Aceh.

b. Bersedia menjadi sampel penelitian.

2. Kriteria Eksklusi

Pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang cuti.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah secara total populasi,

setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 23 sampel pada

penelitian ini.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Sumber Data

a. Data primer (kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap, promosi K3, dan

pelatihan) diperoleh langsung dari pekerja Laboratorium Patologi Klinik

RSUZA Banda Aceh yang telah terpilih dan ditetapkan sebagai sampel

penelitian melalui penyebaran kuesioner.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
b. Data sekunder (pengawasan, investigasi, dan pelaporan) diperoleh dari

bagian K3 RSUZA Banda Aceh.

c. Observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap tindakan pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk variabel kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap,

promosi K3, dan pelatihan dilakukan dengan menggunakan angket (kuesioner) yang

diberikan kepada pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang

telah terpilih dan ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data untuk

variabel tindakan dilakukan dengan observasi terstruktur yang berpedoman pada

angket (kuesioner). Pengumpulan data untuk variabel pengawasan, investigasi, dan

pelaporan, data diambil dari bagian K3 RSUZA Banda Aceh.

3.4.3. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh

peneliti untuk mengetahui kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap, tindakan, promosi

K3, dan pelatihan.

3.4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum data dikumpulkan terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen yang

bertujuan untuk memastikan bahwa alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian

ini memiliki validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada bulan Januari 2009

terhadap 10 orang pekerja Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Kesdam Banda

Aceh.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Sugiyono (2007) untuk melihat apakah instrumen tersebut valid atau

tidak valid dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment (r), dengan

ketentuan:

a. Jika nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan valid.

b. Jika nilai r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid.

Untuk melihat reliabilitas instrumen digunakan rumus koefisien Cronbach´s

Alpha (Sugiyono, 2007) dengan kriteria keputusan:

a. Jika nilai r alpha > r tabel maka reliabel.

b. Jika nilai r alpha < r tabel maka tidak reliabel.

a. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah pertanyaan pada suatu

angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut

(Sugiyono, 2007).

Hasil uji validitas kuesioner terhadap 8 item pertanyaan kecelakaan kerja, 28

item pertanyaan perilaku, 8 item pertanyaan promosi K3, dan 2 item pertanyaan

pelatihan semuanya mempunyai nilai r hitung berada di atas nilai r tabel (0,632) pada

tingkat kemaknaan 5%, maka semua item pertanyaan (46 butir) adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu kewaktu (Sugiyono, 2007).

Hasil uji reliabilitas kuesioner terhadap 8 item pertanyaan kecelakaan kerja,

nilai r alpha (0,973) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel (0,632), 28 item
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
pertanyaan perilaku, nilai r alpha (0,976) lebih besar dibandingkan dengan nilai r

tabel (0,632), 8 item pertanyaan promosi K3 dan 2 item pertanyaan pelatihan

mempunyai nilai r alpha (0,958) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel

(0,632). Semua pertanyaan mempunyai nilai r alpha > r tabel maka 46 item

pertanyaan adalah reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat variabel dependen yaitu kecelakaan kerja dan

variabel independen yaitu perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi,

pelaporan).

3.5.2. Definisi Operasional

1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang pernah dialami oleh pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh sewaktu melaksanakan

pekerjaan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam 1

tahun terakhir.

2. Perilaku adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam memelihara dan

meningkatkan keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami oleh

pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tentang

kecelakaan kerja.

b. Sikap adalah reaksi atau respon pekerja Laboratorium Patologi Klinik

RSUZA Banda Aceh yang masih tertutup terhadap K3. Dengan kata lain

sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan, dengan suatu

cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

menyenangi K3.

c. Tindakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan

pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam

memelihara dan meningkatkan keselamatan dan kesehatannya dalam

bekerja.

3. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja RSUZA adalah suatu proses

kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3

di RSUZA.

a. Pengawasan adalah pengawasan yang dilakukan oleh supervisor terhadap

dita′atinya Peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di Laboratorium

Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.

b. Promosi K3 adalah program kegiatan yang dilakukan oleh bagian K3

untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
c. Pelatihan adalah pengalaman belajar terstruktur mengenai K3RS yang

pernah diikuti oleh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh.

d. Pelaporan adalah pencatatan secara terperinci mengenai identitas pekerja

yang mengalami kecelakaan dan gambaran kejadian kecelakaan kerja

di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.

e. Investigasi kecelakaan adalah pengumpulan data kecelakaan kerja

di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh sebagai informasi

dalam penentuan pencegahan kecelakaan kerja.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen yaitu kecelakaan kerja didasarkan pada skala

ordinal berdasarkan 8 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban:

1 bila Pernah

0 bila Tidak Pernah

Selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut:

Pernah, apabila responden pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium

Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh selama 1 tahun terakhir.

Tidak Pernah, apabila responden tidak pernah mengalami kecelakaan kerja

di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh selama 1 tahun terakhir.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Independen

Aspek pengukuran variabel independen adalah: perilaku (pengetahuan, sikap,

dan tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi

K3, pelatihan, investigasi, dan pelaporan). Nilai mean sebagai cut of point digunakan

oleh karena data berdistribusi normal yang ditunjukkan oleh nilai skewness pada

variabel pengetahuan, sikap, tindakan, dan promosi K3 berada diantara 1 dan -1 yang

bermakna data berdistribusi normal.

a. Variabel Pengetahuan

Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala ordinal yang diukur

dengan 10 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai

berikut:

Skor 1 bila Ya

Skor 0 bila Tidak

Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian

dikatagorikan sebagai berikut:

Baik, apabila responden mendapat skor ≥ mean (5,39)

Kurang, apabila responden mendapat skor < mean (5,39)

b. Variabel Sikap

Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan

10 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai berikut:

Skor 1 bila Setuju

Skor 0 bila Tidak setuju


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian

dikatagorikan sebagai berikut:

Setuju, apabila responden mendapat skor ≥ mean (6, 65)

Tidak setuju, apabila responden mendapat skor < mean (6,65)

c. Variabel Tindakan

Pengukuran variabel tindakan didasarkan pada skala ordinal yang diukur

dengan 8 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai

berikut:

Skor 1 bila Ya

Skor 0 bila Tidak

Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian

dikatagorikan sebagai berikut:

Benar, apabila responden mendapat skor ≥ mean (4,74)

Salah, apabila responden mendapat skor < mean (4,74)

d. Variabel Pengawasan

Pengukuran variabel pengawasan didasarkan pada skala ordinal yang

dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada.

e. Variabel Promosi K3

Pengukuran variabel promosi K3 didasarkan pada skala ordinal yang diukur

dengan 8 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai

berikut:

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Skor 1 bila Ada

Skor 0 bila Tidak Ada

Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian

dikatagorikan sebagai berikut:

Baik, apabila responden mendapat skor ≥ mean (1,35)

Tidak Baik, apabila responden mendapat skor < mean (1,35)

f. Variabel Pelatihan

Pengukuran variabel pelatihan didasarkan pada skala ordinal yang diukur

dengan 2 pertanyaan selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut:

Ada, apabila responden pernah mengikuti pelatihan K3RS

Tidak Ada, apabila responden tidak pernah mengikuti pelatihan K3RS

g. Variabel Investigasi

Pengukuran variabel investigasi didasarkan pada skala ordinal yang

dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada.

h. Variabel Pelaporan

Pengukuran variabel pelaporan didasarkan pada skala ordinal yang

dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen

Alat Skala
No. Variabel Sub Variabel Kategori
Ukur Ukur
A. Variabel

• Pernah
Dependen

• Tidak Pernah
1 Kecelakaan Kuesioner Ordinal
Kerja
B. Variabel


Independen


1. Perilaku Pengetahuan Baik Kuesioner Ordinal


Kurang


Sikap Setuju Kuesioner Ordinal


Tidak Setuju


Tindakan Benar Observasi Ordinal


Salah


2. Manajemen Pengawasan Ada Dokumen Ordinal
K3

Tidak Ada


Promosi K3 Baik Kuesioner Ordinal


Tidak Baik


Pelatihan Ada Kuesioner Ordinal


Tidak Ada


Investigasi Ada Dokumen Ordinal


Tidak Ada


Pelaporan Ada Dokumen Ordinal
Tidak Ada

3.7. Metode Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan menggunakan metode

analisa:

4. Analisis univariat

Untuk menjelaskan distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing

variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan),

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3,

pelatihan, investigasi, pelaporan), dan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5. Analisis bivariat

Untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara variabel independen yang

meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan)

dengan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja.

Analisa data dan pengujian hipotesis penelitian yang digunakan adalah uji Chi-

Square (Budiarto, 2002).

(O - E) 2
Χ2 = ∑
E

Keterangan:

O (Observed) = Nilai hasil pengamatan

E (Expected) = Nilai ekspektasi

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beralamat di Jl. Tgk.H.

M. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m² dengan luas

bangunan 174.728 m². Tanggal 22 Februari 1979 sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 51/Menkes/SK/II/1979 ditetapkan

sebagai rumah sakit kelas C. Hadirnya Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Darussalam Banda Aceh maka terjadilah perubahan, perkembangan dan peningkatan

RSUZA Banda Aceh menjadi rumah sakit kelas B pendidikan sesuai dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 233/Menkes/SK/IV/1983

tanggal 11 Juni 1983, dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 153/Menkes/SK/II/1998 tentang persetujuan rumah sakit umum daerah

yang digunakan sebagai tempat pendidikan calon dokter dan dokter spesialis.

Tanggal 1 Januari 2004 sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan

Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUZA Banda Aceh No. 445/BPK-RSUZA/2004

ditetapkan Kebijakan Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana

di RSUZA Banda Aceh. Kegiatan yang ditetapkan adalah memberikan pelayanan

keselamatan kerja, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, pengembangan staf,

pencatatan, pelaporan, evaluasi K3, dan penyuluhan K3 di lingkungan RSUZA Banda

Aceh.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tujuan K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Meningkatkan kemampuan

hidup sehat masyarakat pekerja RSUZA Banda Aceh untuk mencapai derjat

kesehatan yang optimal, 2) Menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja

dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja serta meningkatkan

produktivitas kerja.

Visi K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Terciptanya tempat kerja dan

lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi semua karyawan dan pelanggan

yang akan menunjang RSUZA Banda Aceh sebagai rumah sakit rujukan pelayanan

kesehatan yang prima di wilayah NAD, 2) Mempertinggi mutu pekerjaan dan

meningkatkan produktivitas kerja karyawan RSUZA Banda Aceh.

Misi K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Mengamankan dan melindungi

pasien, pengunjung, serta karyawan RSUZA Banda Aceh dari bahaya dan kecelakaan

kerja yang berkaitan dengan pekerjaan, alat kerja, dan bahan-bahan yang digunakan

dalam pekerjaan, proses kerja, dan lingkungan kerja, serta meningkatkan

produktivitas kerja bagi karyawan rumah sakit secara paripurna dan bermutu,

2) Mengamankan, menyelamatkan jiwa dan harta benda serta kelangsungan fungsi

rumah sakit dari bahaya kebakaran dan bencana yang terjadi di dalam maupun di luar

lingkungan RSUZA Banda Aceh.

Falsafah K3RS RSUZA Banda Aceh adalah dengan optimalisasi aktivitas

keselamatan kerja, kebakaran, dan kewaspadaan bencana di RSUZA Banda Aceh

maka akan tercapai pelayanan paripurna RSUZA Banda Aceh.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Laboratorium Patologi Klinik merupakan salah satu bidang pelayanan

kesehatan di RSUZA Banda Aceh yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan

di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, serologi, urinalisa, dan ruang

sampel. Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh merupakan

pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus mengenai K3RS karena

mempunyai resiko terjadinya kecelakaan kerja yang tinggi. Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh didukung oleh berbagai jenis ketenagaan yang terdiri

dari tenaga medis (dokter spesialis patologi klinik) berjumlah 2 orang, tenaga

paramedis non perawat (analis) berjumlah 23 orang yaitu: 4 orang di bagian

hematologi; 4 orang di bagian kimia klinik; 4 orang di bagian mikrobiologi klinik; 3

orang di bagian serologi; 4 orang di bagian urinalisa; dan 4 orang di ruang sampel,

serta tenaga non medis (administrasi) berjumlah 2 orang, yang berstatus Pegawai

Negeri Sipil, dan honorer.

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat untuk menjelaskan distribusi frekuensi dan persentase dari

masing-masing variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap,

tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, pelatihan K3)

dan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.2.1. Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 23 responden pada umumnya

pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh yaitu sebanyak 16 orang (69,6%) dan 7 orang (30,4%) tidak pernah mengalami

kecelakaan kerja.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi


Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Kecelakaan Kerja Frekuensi Persentase


1. Tidak Pernah 7 30,4
2. Pernah 16 69,6
Jumlah 23 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 16 orang

(69,6%) yang pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik

RSUZA Banda Aceh ternyata jenis kecelakaan kerja yang terbanyak adalah luka

terkena objek gelas yaitu sebesar 29,2%, kemudian disusul oleh tertusuk jarum suntik

sebesar 27,1%, luka terkena tabung reaksi sebesar 22,9%, tertumpah bahan kimia

yang berbahaya sebesar 10,4%, terjatuh sebesar 8,3%, dan terpeleset sebesar 2,1%.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kecelakaan Kerja di Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Jenis Kecelakaan Kerja Frekuensi Persentase


1. Tertusuk jarum suntik 13 27,1
2. Tertumpah bahan kimia berbahaya 5 10,4
3. Terpeleset 1 2,1
4. Luka terkena tabung reaksi 11 22,9
5. Luka terkena objek gelas 14 29,2
6. Terjatuh 4 8,3
Jumlah 48 100,0

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Berdasarkan Tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 16 orang

(69,6%) yang mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA

Banda Aceh ternyata yang bekerja di bagian kimia klinik (4 orang) dan urinalisa (4

orang) semuanya pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu masing-masing sebesar

25,0%, selanjutnya yang bekerja di bagian serologi sebanyak 3 orang pernah

mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 18,75%, yang bekerja di bagian

hematologi dan ruang sampel masing-masing sebanyak 2 orang pernah mengalami

kecelakaan kerja yaitu sebesar 12,5%, dan di bagian mikrobiologi klinik paling

sedikit pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 1 orang (6,25%).

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Bagian Laboratorium


Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Bagian Frekuensi Persentase


1. Hematologi 2 12,50
2. Kimia Klinik 4 25,00
3. Mikrobiologi Klinik 1 6,25
4. Serologi 3 18,75
5. Urinalisa 4 25,00
6. Ruang Sampel 2 12,50
Jumlah 16 100,00

4.2.2. Perilaku

A. Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 23 responden, yang

berpengetahuan kurang sebanyak 12 orang (52,2%) dan 11 orang (47,8%)

berpengetahuan baik.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Laboratorium
Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 11 47,8
2. Kurang 12 52,2
Jumlah 23 100,0

C. Sikap

Berdasarkan Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan bahwa lebih banyak

responden yang bersikap tidak setuju yaitu berjumlah 13 orang (56,5%) dari pada

bersikap setuju yaitu sebanyak 10 orang (43,5%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Laboratorium Patologi


Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Sikap Frekuensi Persentase


1. Setuju 10 43,5
2. Tidak Setuju 13 56,5
Jumlah 23 100,0

D. Tindakan

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang

bertindakan salah dalam bekerja di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda

Aceh yaitu berjumlah 12 orang (52,2%) dari pada bertindakan benar yaitu sebanyak

11 orang (47,8%).

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Laboratorium Patologi


Klinik RSUZA Banda Aceh

No. Tindakan Frekwensi Persentase


1. Benar 11 47,8
2. Salah 12 52,2
Jumlah 23 100,0

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.2.3. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

A. Promosi K3

Berdasarkan Tabel 4.7 di bawah ini menunjukkan bahwa promosi K3

di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh termasuk dalam katagori tidak

baik yaitu 65,2%, sedangkan katagori baik sebesar 34,8%.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Promosi K3 di Laboratorium Patologi Klinik


RSUZA Banda Aceh

No. Promosi K3 Frekuensi Persentase


1. Baik 8 34,8
2. Tidak Baik 15 65,2
Jumlah 23 100,0

B. Pelatihan K3

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang

tidak ada mengikuti pelatihan K3 yaitu berjumlah 14 orang (60,9%) dari pada yang

ada mengikuti pelatihan K3 yaitu sebanyak 9 orang (39,1%).

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pelatihan K3 di Laboratorium Patologi Klinik


RSUZA Banda Aceh

No. Pelatihan K3 Frekuensi Persentase


1. Ada 9 39,1
2. Tidak Ada 14 60,9
Jumlah 23 100,0

C. Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan

Data sekunder mengenai pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak

diperoleh di bagian K3RS RSUZA Banda Aceh oleh karena bagian K3RS tidak

pernah melakukan pengawasan, tidak pernah melakukan investigasi bila terjadi

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kecelakaan kerja, dan tidak pernah membuat laporan mengenai kecelakaan kerja

di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, sehingga variabel

pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak dapat dilakukan uji statistik pada

penelitian ini.

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara

variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan),

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, pelatihan) dengan variabel

dependen yaitu kecelakaan kerja. Analisa data yang digunakan adalah uji Chi-Square.

4.3.1. Perilaku

B. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang

berpengetahuan kurang yaitu berjumlah 12 responden di mana 11 orang (91,7%)

pernah mengalami kecelakaan kerja sedangkan 11 responden yang berpengetahuan

baik sebanyak 6 orang (54,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Tabel 4.9. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Kecelakaan Kerja
No Pengetahuan Tidak Pernah Jumlah p-Value
n % n % n %
1 Baik 6 54,5 5 45,5 11 100,0 0,027
2 Kurang 1 8,3 11 91,7 12 100,0
Jumlah 7 30,4 16 69,6 23 100,0

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada Confidence Interval (CI) 95%

menunjukkan probabilitas (p) < 0,05 (p = 0,027) hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium

Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan

ada hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya kecelakaan kerja

di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti.

C. Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang

bersikap tidak setuju yaitu berjumlah 13 responden di mana 12 orang (92,3%)

pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 10 responden yang bersikap setuju

sebanyak 6 orang (60,0%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Tabel 4.10. Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Kecelakaan Kerja
No Sikap Tidak Pernah Jumlah p-Value
n % n % n %
1 Setuju 6 60,0 4 40,0 10 100,0 0,019
2 Tidak Setuju 1 7,7 12 92,3 13 100,0
Jumlah 7 30,4 16 69,6 23 100,0

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p =

0,019) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan sikap pekerja dengan terjadinya

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya

hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara sikap dengan terjadinya

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
D. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang

bertindakan salah yaitu berjumlah 12 responden di mana 11 orang (91,7%) pernah

mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 11 responden yang bertindakan benar

sebanyak 6 orang (54,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Tabel 4.11. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Kecelakaan Kerja
No Tindakan Tidak Pernah Jumlah p-Value
n % n % n %
1 Benar 6 54,5 5 45,5 11 100,0 0,027
2 Salah 1 8,3 11 91,7 12 100,0
Jumlah 7 30,4 16 69,6 23 100,0

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p =

0,027) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan tindakan pekerja dengan terjadinya

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya

hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara tindakan dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

terbukti.

4.3.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

A. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa dari 15 responden yang

mendapat promosi K3 yang tidak baik 13 orang (86,7%) pernah mengalami

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kecelakaan kerja dan dari 8 responden yang mendapat promosi K3 yang baik 5 orang

(62,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Tabel 4.12. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja


di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Kecelakaan Kerja
No Promosi K3 Tidak Pernah Jumlah p-Value
n % n % n %
1 Baik 5 62,5 3 37,5 8 100,0 0,026
2 Tidak Baik 2 13,3 13 86,7 15 100,0
Jumlah 7 30,4 16 69,6 23 100,0

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p =

0,026) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan promosi K3 dengan terjadinya

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya

hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara promosi K3 dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

terbukti.

B. Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang

tidak mengikuti pelatihan K3RS yaitu berjumlah 14 orang di mana 13 orang (92,9%)

pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 9 responden yang ada mengikuti

pelatihan K3RS sebanyak 6 orang (66,7%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 4.13. Hubungan Pelatihan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja
di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Kecelakaan Kerja
No Pelatihan Tidak Pernah Jumlah p-Value
n % n % n %
1 Ada 6 66,7 3 33,3 9 100,0 0,005
2 Tidak Ada 1 7,1 13 92,9 14 100,0
Jumlah 7 30,4 16 69,6 23 100,0

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p =

0,005) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan pelatihan K3 dengan terjadinya

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya

hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara pelatihan K3 dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

terbukti.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 23 responden di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 menunjukkan bahwa 69,6% pekerja pernah

mengalami kecelakaan kerja dan 30,4% pekerja tidak pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendria dan fitri (2006) bahwa

pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA

Banda Aceh tahun 2006 sebesar 52,2%. Hal ini menunjukkan peningkatan kejadian

kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh pada tahun

2008.

Menurut Pulungsih (2005) selama tahun 2000 di RSUPN Cipto

Mangunkusumo tercatat 9 kecelakaan kerja beresiko terpajan HIV di kalangan

petugas kesehatan yang dilaporkan. Kejadian tersebut menimpa 7 perawat, 1 dokter,

dan 1 petugas laboratorium. Sementara di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun

2001 terjadi 1 kali kecelakaan kerja terpajan HIV pada petugas laboratorium.

Jenis kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh

Tahun 2008 yang terbanyak adalah luka terkena objek gelas sebesar 29,2% kemudian

disusul oleh tertusuk jarum suntik sebesar 27,1% dan luka terkena tabung reaksi

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
sebesar 22,9%. Mayoritas pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah di bagian

kimia klinik dan urinalisa masing-masing yaitu 25,0%, selanjutnya 18,75% pekerja

yang mengalami kecelakaan kerja di bagian serologi, dan masing-masing 12,5%

pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di bagian hematologi dan ruang sampel,

serta yang paling sedikit pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah di bagian

mikrobiologi klinik yaitu sebesar 6,25%.

Secara teoritis menurut Perdhaki (2000) kegiatan di laboratorium kesehatan

mempunyai risiko untuk terjadinya kecelakaan yang berasal dari faktor fisik, kimia,

ergonomi dan psikososial. Seiring dengan kemajuan IPTEK maka risiko yang

dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Pelayanan laboratorium di rumah

sakit merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus segi K3RS ini

karena mempunyai risiko yang lebih tinggi dan memerlukan penataan ruangan yang

khusus, peralatan yang khusus dan pengelolaan bahan berbahaya secara khusus pula.

Oleh karena itu pengelola rumah sakit perlu mengetahui secara rinci berbagai hal

yang berkaitan dengan K3RS agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan

yang sebaik-baiknya.

Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor manusia karena

kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, kurangnya kesadaran dari direksi

dan karyawan sendiri untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta masih

banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,

demikian juga di kalangan karyawan banyak yang menganggap remeh atau acuh tak

acuh dalam memenuhi SOP kerja (Pusat Kesehatan Kerja, 2003).


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada

hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium

Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009, dari 12 pekerja yang

berpengetahuan kurang 11 pekerja (91,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja

sedangkan 11 responden yang berpengetahuan baik sebanyak 6 pekerja (54,5%)

tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Pekerja yang tingkat pengetahuannya

masih kurang mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang

berpengetahuan baik oleh karena pekerja yang berpengetahuan kurang pada

umumnya tidak mengetahui resiko kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik

serta perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hendria dan Fitri (2006) yang

menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan

kerja. Hasil tersebut menunjukkan semakin baik tingkat pengetahuan maka angka

kecelakaan kerja semakin rendah. Suma´mur (1996) juga menyatakan bahwa

kecelakaan kerja dapat dicegah dan pencegahan didasarkan atas pengetahuan tentang

sebab-sebab kecelakaan kerja itu terjadi.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi

seseorang untuk berperilaku sehingga pengetahuan yang lebih baik akan

memantapkan seseorang untuk mengambil keputusan lebih mantap. Pengetahuan

merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Hartati (2006) laboratorium umumnya digunakan untuk berbagai

kegiatan, misalnya praktikum, penelitian, dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi.

Oleh karena dalam laboratorium melibatkan banyak orang maka risiko bahaya kerja

di laboratorium juga dapat melibatkan banyak orang, sehingga semua yang terlibat

di laboratorium harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang keselamatan dan

kesehatan kerja di laboratorium. Para pekerja laboratorium diharapkan terus

meningkatkan pengetahuannya tentang sifat-sifat bahan dan teknik percobaan serta

pengoperasian peralatan sebagaimana seharusnya. Kemampuan untuk mengendalikan

bahaya kecelakaan di laboratorium memungkinkan para pekerja dapat menciptakan

sendiri suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat bekerja dan

berkarya secara maksimal.

Diketahui pula bahwa dari 11 pekerja yang berpengetahuan baik 5 pekerja

(45,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja

yang berpengetahuan baik juga mengalami kecelakaan kerja oleh karena pekerja

tersebut tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti

pelatihan, ada yang bersikap tidak setuju, dan ada yang bertindakan salah saat

bekerja, pada survey pendahuluan diketahui pula bahwa hand scund tidak cukup

diberikan ke Laboratorium Patologi Klinik oleh Badan Pelayanan Kesehatan (BPK)

RSUZA Banda Aceh yang dapat mengakibatkan sebagian pekerja tidak menggunakan

hand scund saat bekerja walaupun pekerja tersebut mengetahui akan resiko bekerja

bila tidak menggunakan hand scund.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Hartati (2006) pekerja tahu akan peraturan tetapi tidak

melaksanakannya karena menganggap kurang leluasa, misalnya ketika menggunakan

sarung tangan karet dan baju pelindung. Ginting (2006) menyatakan bahwa Budaya

K3 di laboratorium berhasil dengan baik jika pekerja mengetahui, memahami, dan

melaksanakan prinsip bekerja aman, selamat, dan sehat, untuk mencapai tujuan

tersebut diperlukan persiapan seluruh pekerja, mulai top manajemen hingga ke

pekerja pelaksana, maupun mitra kerja. Hartati (2006) menyatakan bahwa masalah

keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium diberikan perhatian dan penekanan

yang cukup sejalan dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian dan analisis.

Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang jelas, terperinci dan

menyeluruh tentang bahaya di laboratorium serta berupaya menciptakan keselamatan

kerja di labortorium. Pekerja di laboratorium harus selalu mempelajari dan

mendeteksi setiap kemungkinan timbul risiko kecelakaan di laboratorium, harus

senantiasa meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam menta′ati peraturan,

dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Hendaklah disadari

bahwa kecelakaan dapat berakibat kepada dirinya maupun orang lain serta

lingkungannya.

5.3. Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan ada

hubungan sikap pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 13 pekerja yang
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
bersikap tidak setuju 12 orang (92,3%) pernah mengalami kecelakaan kerja

sedangkan 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 6 orang (60,0%) tidak

pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang

bersikap tidak setuju mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan

pekerja yang bersikap setuju.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

suatu tindakan untuk mewujud sikap menjadi suatu tindakan nyata diperlukan faktor

pendukung. Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan

bagaimana individu bertindak akan tetapi sikap dan tindakan nyata sering kali jauh

berbeda (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Hartati (2006) para pekerja ada yang lalai dan sengaja tidak

mematuhi peraturan selama bekerja di laboratorium. Sering dijumpai pekerja enggan

menggunakan APD, selain itu pekerja enggan dalam mempelajari segala sesuatu yang

berhubungan dengan peralatan, sifat bahan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

pekerjaan di laboratorium sebelum bekerja. Hal tersebut akan sangat berbahaya dan

berisiko besar bagi keamanan di laboratorium.

Sarwono (1993) menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk

merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu.

Sikap positif atau negatif tergantung pada segi positif atau negatif dari komponen

pengetahuan. Makin banyak segi positif dari komponen pengetahuan maka makin

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
penting komponen itu, akan makin positif sikap yang terbentuk. Sebaliknya makin

banyak segi negatif dari komponen pengetahuan makin negatif sikapnya.

Menurut Annanto (1993) proses pembentukan sikap berlangsung melalui

proses belajar sosial. Proses pembentukan sikap yang positif karena adanya interaksi

sosial yang dialami individu.

Diketahui pula bahwa 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 4 pekerja

(40,0%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja

yang bersikap setuju mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut

ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti

pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bertindakan salah saat

bekerja.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang akan menentukan sikap

yang terwujud dalam tindakan nyata akan tetapi tidak selamanya demikian bahkan

bisa terjadi sebaliknya, perilaku negatif tetapi sikap dan pengetahuan positif karena

sikap juga dipengaruhi oleh situasi, pengalaman, dan nilai. Pembentukan sikap juga

dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,

media masa, institusi atau lembaga tertentu, dan faktor emosi dalam diri individu

yang bersangkutan.

5.4. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada

hubungan tindakan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 12 pekerja

yang bertindakan salah 11 pekerja pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar

91,7%, sedangkan dari 11 pekerja yang bertindakan benar 6 pekerja tidak pernah

mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 54,5%, hal ini menunjukkan bahwa pekerja

yang bertindakan salah saat bekerja di Laboratorium Patologi Klinik mengalami

kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada yang bertindakan benar oleh karena masih ada

pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tidak

menggunakan jas lab, memakai hand scund bekas, tidak menggunakan hand scund,

jarum suntik yang telah digunakan tidak dibuang pada tempat yang telah disediakan,

dan tidak menyimpan bahan kimia dengan benar.

Penelitian Hendria dan Fitri (2006) yang menyatakan bahwa dari 18 pekerja

Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang tidak menggunakan APD

saat bekerja sebesar 55,6% mengalami kecelakaan kerja. Menurut Hartati (2006)

pekerja tahu akan peraturan tetapi tidak melaksanakannya karena menganggap kurang

leluasa, misalnya ketika menggunakan sarung tangan karet dan baju pelindung.

Diketahui pula bahwa 11 responden yang bertindakan benar sebanyak 5

pekerja (45,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa

pekerja yang bertindakan benar mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena

pekerja tersebut ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak

pernah mengikuti pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bersikap

tidak setuju.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Pusat Kesehatan Kerja (2003) yang

menyatakan bahwa kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan non

kesehatan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, sebagai faktor

penyebab sering terjadi kecelakaan kerja oleh karena kurang kesadaran pekerja dan

kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

Tresnaningsih (2007) menyatakan bahwa tidak mungkin menghilangkan

kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman, karena pelaku

kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar-

benar jitu untuk menghilangkan tindakan karyawan yang tidak aman.

5.5. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan ada

hubungan promosi K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009.

Jumlah pekerja Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh yang

memperoleh promosi K3 yang tidak baik adalah 15 orang, sebanyak 13 orang

(86,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja, pada penelitian ini pekerja yang

memperoleh promosi K3 yang tidak baik mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi

dari pada pekerja yang memperoleh promosi K3 yang baik. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak semua pekerja memperoleh program promosi K3 yang berjalan

di RSUZA.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Sebaiknya promosi K3 di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh

harus diberikan ke semua pekerja sehingga dapat meningkatkan pengetahuan pekerja

dengan harapan dapat merubah sikap dan tindakan sehingga pekerja dapat bekerja

dengan memperhatikan kaedah keselamatan dan kesehatan kerja saat bekerja

di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Marpaung (2006) yang

menunjukkan bahwa promosi kesehatan dengan ceramah dan brosur sangat

berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pekerja, penelitian Bakar

(2004) menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan setelah diberikan penyuluhan.

Rusyiati (1995) mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan dapat dilakukan

dengan memberikan informasi yang benar dan komunikatif dengan menggunakan

media yang tepat.

Diketahui pula bahwa 8 responden yang memperoleh promosi K3 yang baik

sebanyak 3 pekerja (37,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini

menunjukkan bahwa pekerja yang memperoleh promosi K3 yang baik mengalami

juga kecelakaan kerja oleh karena masih ada pekerja yang berpengetahuan kurang,

ada yang bersikap tidak setuju, ada yang bertindakan salah saat bekerja, dan ada yang

tidak pernah mengikuti pelatihan, serta bisa juga oleh karena media promosinya

kurang tepat.

Menurut Marpaung (2006) usaha untuk meningkatkan pengetahuan pekerja

yang lebih baik tidak mudah karena membutuhkan waktu dan cara tersendiri dalam

mewujudkannya. Promosi kesehatan harus didukung oleh media yang tepat, agar
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
efektif dapat meningkatkan pengetahuan pekerja. Metode ceramah merupakan cara

yang efektif dalam menyampaikan informasi oleh karena terjadi dialog antara

narasumber dengan pekerja. Begitu juga dengan media brosur adalah salah satu

media yang memuat secara lengkap tentang materi disertai gambar dengan kata-kata

yang mudah dipahami serta mudah dibawa kemana-mana sehingga memberikan

banyak kesempatan bagi pekerja untuk membaca dan mengingatnya.

Astuti (2002) mengemukakan bahwa dengan metode pendidikan kesehatan

dengan ceramah, tanya jawab, dan pemberian brosur dapat meningkatkan

pengetahuan. Penelitian Supardi (2002) yang menemukan adanya peningkatan

pengetahuan yang bermakna setelah dilakukan penyuluhan dibandingkan dengan

sebelum penyuluhan. Menurut Subarniati (1996) peningkatan pengetahuan melalui

media brosur dapat terjadi sepanjang media tersebut sampai kesasaran, akibat proses

pengindraan pada suatu objek melalui indera penglihatan dapat mempengaruhi

sebesar 83% pengetahuan subjek.

5.6. Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada

hubungan pelatihan K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 14 pekerja yang tidak

pernah mengikuti pelatihan K3 sebanyak 13 pekerja (92,9%) pernah mengalami

kecelakaan kerja, dari 9 pekerja yang mengikuti pelatihan K3 sebanyak 6 pekerja

(66,7%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan K3 mengalami kecelakaan kerja lebih

tinggi dibandingkan dengan pekerja yang pernah mengikuti pelatihan K3.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lopez (2003) dan Sugiharto

(2002) yang menyatakan adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan seseorang

setelah mendapat pelatihan. Pierewan (1999) menyatakan pelatihan efektif

meningkatkan kemampuan peserta pelatihan, karena proses belajar, teori Green

(1980) menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan. Menurut Notoatmodjo (1993) pelatihan adalah salah satu proses

pendidikan, melalui pelatihan sasaran belajar akan memperoleh pengalaman yang

akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku.

Diketahui pula bahwa 9 responden yang pernah mengikuti pelatihan K3

sebanyak 3 pekerja (33,3%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini

menunjukkan bahwa pekerja yang pernah mengikuti pelatihan K3 mengalami juga

kecelakaan kerja oleh karena masih ada pekerja yang berpengetahuan kurang

mengenai K3 walaupun sudah mendapatkan pelatihan K3, ada yang bersikap tidak

setuju, ada yang bertindakan salah saat bekerja, dan ada yang tidak memperoleh

promosi yang baik, serta bisa juga oleh karena pekerja kurang terampil walaupun

sudang mengikuti pelatihan K3.

Tujuan pelaksanaan pelatihan K3 pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan pekerja dalam melakukan pekerjaannya

di Laboratorium Patologi Klinik. Stoner (1982) menyatakan bahwa pelatihan dapat

menambah keterampilan kerja. Menurut Pusat Kesehatan Kerja (2003) yang


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
menyatakan bahwa kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan non

kesehatan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, sebagai faktor

penyebab sering terjadi kecelakaan kerja oleh karena kurang kesadaran pekerja dan

kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

5.7. Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan

Peneliti tidak memperoleh data mengenai pengawasan, investigasi, dan

pelaporan oleh karena bagian K3RS tidak pernah melakukan pengawasan, tidak

pernah melakukan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja, dan tidak pernah

membuat laporan kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh oleh karena belum ada supervisor untuk melakukan pengawasan keselamatan

dan kesehatan kerja, investigasi kecelakaan kerja, dan membuat laporan kecelakaan

kerja. Diketahui pula bahwa sekretaris bagian K3 bukan seorang tenaga profesional

K3RS (manajer K3 atau ahli K3).

Menurut Kepmenkes RI (2007) organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah

direktur dan bukan merupakan kerja rangkap dan sekretaris organisasi/unit

pelaksanaan K3 adalah seorang tenaga profesional K3RS, yaitu manajer K3 atau ahli

K3. Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan

petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam

pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang

jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana


Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3

di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab

timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya

dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan

dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk

menilai sejauhmana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat

kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

5.8. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup desain penelitian, di mana

penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan desain

cross sectional survey dengan pendekatan kuantitatif, sehingga cenderung belum

sepenuhnya dapat menjelaskan secara keseluruhan mengenai determinan kecelakaan

kerja, mengingat variabel yang diteliti hanya didasarkan pada perilaku dan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, namun peneliti membandingkan hasil

penelitian ini dengan teori dan hasil penelitian lain yang relevan guna menambah

khazanah pembahasan determinan kecelakaan kerja.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pekerja berhubungan dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda

Aceh tahun 2009.

2. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, dan pelatihan)

berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi

Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009.

3. Pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak dapat dilakukan uji statistik oleh

karena belum pernah dilakukan pengawasan, investigasi, dan pelaporan

kecelakaan akibat kerja.

6.2. Saran

1. Bagian K3 RSUZA Banda Aceh hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan

pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan

pelatihan dan promosi K3 kepada seluruh pekerja dengan harapan dapat

merubah sikap dan tindakan sehingga pekerja dapat bekerja dengan

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
memperhatikan kaedah keselamatan dan kesehatan kerja di Laboratorium

Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh.

2. Supervisor hendaknya dapat menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan,

investigasi kecelakaan dan membuat laporan kecelakaan kerja, serta menindak

lanjuti keadaan atau tindakan yang tidak aman agar kecelakaan kerja tersebut

tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel penelitian dari

determinan kecelakaan kerja secara komprehensif sehingga dapat

diidentifikasi kejadian kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik

RSUZA Banda Aceh secara keseluruhan, dan dapat dibandingkan dengan

beberapa rumah sakit guna memperoleh khazanah penelitian dengan

perbedaan karakteristik organisasi rumah sakit.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR PUSTAKA

Annanto; Ghufron, A.; Tjokrosanto, S., 1993, Government Official Knowledge and
Attitude on Handling of AIDS in Yogyakarta, The Journal of Indonesian
Epidemiologi, 2: 31-48.

Astuti, D.; Supardi, S.; Sumarni, 2002, Peranan Pendidikan Kesehatan pada Ibu
terhadap Reinfeksi Penyakit Cacing pada Anak Usia Sekolah Dasar, Sains
Kesehatan. Vol. 15, No. 2: 145-153.

Azwar, S., 2003, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Cetakan VII, Pustaka
Pelajar Offset, Yogyakarta.

Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 2003, Buku
Standart Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pemerintah Provinsi Nanggroe
Aceh Darusssalam.

Budiarto, E., 2002, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC,
Jakarta.

Bakar, A., 2003, Efektifitas Penyuluhan Gizi oleh Kader dengan Media Pood Model
di Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Coggon, D.; Rose, G.; Barker, D.J.P., 1996, Epidemiologi Bagi Pemula, EGC,
Jakarta.

Depkes, R.I., 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan,


Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI, 2006, Subdinas Pengawasan


Ketenagakerjaan, Jakarta.

Hartati, 2006, Keselamatan Kerja, Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan


di Laboratorium, FMIPA, Unair, Surabaya.

Hasyim, H., 2005, Manajemen Hiperkes dalam Keselamatan Kerja di Rumah Sakit,
Fakultas Kedokteran Unsri, Sumatera Selatan.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hendria & Fitri, L., 2006, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja pada
Pekerja Laboratorium di Bagian Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Ginting, R., 2006, Analisis Perilaku Petugas Laboratorium Patologi Klinik terhadap
Pengendalian Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RSU dr.
Pirngadi Medan, Program Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Green, L.; Kreuter, W.M.; Deeds, G.S.; Partridge, B.K., 1980, Health Education
Planing, A Diagnostic Approach, Mayfield Publishing Company, California.

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman


Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta.

Komite K3, 1994, Seminar K3 di Rumah Sakit, Jakarta.

Kompas, 2003, Standar Keselamatan Kerja di Indonesia Paling Buruk di Asia


Tenggara.

Lopez, P.Y., 2003, Promosi Kesehatan pada Kader Posyandu dalam Meningkatkan
Pengetahuan dan Ketrampilan tentang Penanggulangan Malaria
di Kabupaten Timor Tengah Utara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Laporan Tahunan, 2006, Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.

Marpaung, L.T., 2006, Pengaruh Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan


Pengetahuan dan Sikap Pekerja untuk Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
di Perusahaan Meubel PT. Yunesia Tanjung Morawa, Program Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Murti, B., 1996, Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik dalam Ilmu-Ilmu


Kesehatan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_______, 2006, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan.

Matondang, A.R; Nazlina; Wahyuni, D.; Lubis, H.S., 2007, Modul Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Notoadmodjo, S., 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

_______, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

_______, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

_______, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Tesis, 2007, Program Magister


Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Pierewan, A.D.; Fitria, M.; Cahyani,P.; Kautsyar, R.; Dzakiah, L., 1999, Efektifitas
Pelatihan Pengelolaan Emosi untuk Meningkatkan Kemampuan Negosiasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

PMK Perdhaki, 2000, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3RS)


di Laboratorium, Radiologi, dan Farmasi, Jakarta.

Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Pulungsih, S.P.; Murniati, D.; Soeroso, S., 2005, Kewaspadaan Universal di Rumah
Sakit dengan Perhatian Khusus pada Keselamatan Kerja Petugas Kesehatan,
Medicinal Jurnal Kedokteran, Volume 4 No. 2.

Pusat Kesehatan Kerja, 2003, Keselamatan Kerja di Sarana Kesehatan, Jakarta.

_______, 2008, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan,


Depkes, R.I., Jakarta.

Ratni, N., 2006, Materi Kuliah K4, http://www.elearning.upnjatim.ac.id/courses


/LKK31115/document /k_3.ppt?cidReq=LKK31115-

Riyadi, S., 2007, Konsep Penyebab Incident, Bina Kesehatan Kerja, Jakarta.

Rogers, Everett, 1983, Diffusion of Innovation, Third Edition, The Free Press, United
States of America.

Rusyiati, Y., 1995, Pengaruh Komunikasi terhadap Perilaku Kepala Keluarga dalam
Pencegahan Malaria, Jurnal Epidemiologi Nasional, Vol. 3: 19-22.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Santosa, S., 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.

Sarwono, S., 1993, Sosiologi Kesehatan Konsep Beserta Aplikasinya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Shariff, S.M., 2007, Occupational Safety and Health Management, University


Publication Centre (UPENA), Universiti Teknologi MARA, Malaysia.

Stoner, J.A.F., 1982, Management, Prectice Hall Inc, New Jersey.

Subarniati, R.; Saenun; Qomaruddin, M.B.; Rahayuwati, L.; Hargono, R., 1996,
Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Ilmu Perilaku, Universitas Airlangga,
Surabaya.

Sugiharto, D.; Doejachman; Wahyuni, B., 2003, Pendidikan Kesehatan Melalui


Metode Kombinasi Ceramah dan Diskusi tentang HIV/AIDS pada Kader
di Kecamatan Grinsing, Jawa Tengah.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, Alfabeta,


Bandung.

Suma`mur, P.K., 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung
Agung, Jakarta.

_______, 1987, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV. Haji


Masagung, Jakarta.

Supardi, S.; Sampurno, O.D.; Notosiswoyo, M., 2002, Pengaruh Ceramah dan Media
Leaflet terhadap Perilaku Pengobatan Sendiri Sesuai dengan Aturan, Buletin
Penelitian Kesehatan, Vol. 30 No. 3 Hal. 128-138.

Tresnaningsih, E., 2007, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan,


Pusat Kesehatan Kerja, Jakarta, http://www.depkes.go.id/index.php
?option=articles&task=viewarticle&artid=127&ltemid=3-51k-

Wirahadikesumah, R.D., 2007, Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan


Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Yanri, Z., 2005, Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja, Lembaga


ASEAN OSHNET, Indonesia.

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan
Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.

Anda mungkin juga menyukai