Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan di sajikan konsep yang mendasari penelitian antara lain 1) konsep

kesiapsiagaan bencana, 2) konsep banjir, 3) kerangka teori, 4) kerangka konsep.

2.1 Konsep Tingkat Kesiapsiagaan Bencana

2.1.1 Definisi Kesiapsiagaan Bencana

Bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas

atau masyarakat yang menyebabkan kerugian manusia, material, ekonomi atau lingkungan

yang meluas yang melebihi kemampuan masyarakat atau masyarakat yang terkena dampak

untuk mengatasi penggunaan sumbur dayanya sendiri.

Menurut (Kemenppa & Berlian, 2017), kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana banjir, melalui pengorganisasian langkah yang tepat

guna dan berdayaguna.Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi banjir adalah kegiatan

yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan yang

dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat dan efektif (Addiarto &

Yunita, 2019).

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana banjir dan

didalam konsep pengelolaan bencana banjir yang berkembang saat ini, peningkatan

kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko

bencana banjir yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana banjir. Konsep kesiapsiagaan

yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan

menghadapi kondisi darurat bencana banjir secara cepat dan tepat (Nurromansyah, 2014).
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana banjir

guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan

masyarakat.

2.1.2 Upaya Kesiapsiagaan

Upaya kesiapsiagaan banjir dapat dilakukan dalam tiga waktu secara

berkesinambungan, yaitu sebelum banjir, saat banjir dan sesudah banjir Ramli (2010)

diantaranya :

1. Sebelum banjir

1) Di tingkat warga

a. Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terkait bersihkan lingkungan

sekitar, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.

b. Tentukan lokasi Poskobanjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan

fasilitas dapur umum, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan

aparat terkait, bersama dengan pengurus RT/RW.

c. Bersama dengan tim RT/RW segera bentuk tim penanggulangaan banjir di

tingkat warga, seperti pengangkatan penanggung jawab posko banjir.

d. Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat dan LSM untuk

pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guana evakuasi.

e. Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna mempermudah

mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan informasi.

2) Di tingkat keluarga

1. Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan tim warga tentang

curah hujan dan posisi air pada pintu air

2. Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti : radio baterai, senter, korek

gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada
3. Siapkan bahan makanan siap saji seperti mie instan, ikan asin, beras, makanan

bayi, gula, kopi, teh, dan persediaan air bersih

4. Siapkan obat obatan darurat seperti : oralit, anti diare, anti influenza

5. Amankan dokumen penting seperti akte kelahiran, kartu keluarga, buku

tabungan, sertifikat dan benda benda berharga dari jangkauan air dan tangan

jahil.

2. Saat banjir

1) Matikan aliran listrrk di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran

listrik di wilayah yang terkena bencana

2) Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih

memungkinkan untuk di seberangi

3) Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir.

Segera mengamankan barang barang berharga ke tempat yang lebih tinggi.

4) Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan

bencana seperti kantor kepala desa, lurah atau camat.

3. Setelah banjir

1) Secepatnya membersihkan rumah, dimanalantai pada umumnya tertutup lumpur

dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit

2) Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang

sering berjangkit setelah kejadian banjir

3) Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau

binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk

4) Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.

2.1.3 Pengukuran Kesiapsiagaan


Pengukuran dilakukan dengan kuesioner yang kemudian dikatagorikan berdasarkan

aspek yang dinilai untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan dalam bencana banjir dan untuk

mengkategorikan secara keselurahan dan menganalisis kesiapsiagaan masyarakat berdasarkan

menggunakan perhitungan rata-rata yaitu dengan menggunakan nilai indeks kesiapsiagaan

setelah dilakukan perhitungan rata-rata maka diklasifikasikan tingkat kesipasiagaan

masyarakat berdasarkan nilai indeks kesipasiagaan, dengan nilai indeks sebagai berikut:

1. 80% – 100% : Sangat Siap

2. 60% – 79% : Siap

3. 40% – 59% : Cukup Siap

4. 20% – 39% : Kurang Siap

5. 0% – 19% : Tidak Siap

(Nugroho, 2014)

2.1.4 Kesiapsiagaan Untuk Mengantisipasi Bencana banjir

Menurut (Addiarto & Yunita, 2019) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk

mengantisipasi bencana banjir, khususnya banjir yaitu: (a) tingkat pengetahuan dan sikap

terhadap resiko bencana banjir; (b) rencana untuk keadaan darurat bencana banjir; (c) sistim

peringatan bencana banjir dan (d) kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. Penjelasan

di atas adalah sebagai berikut :

1. Tingkat pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana banjir

Tingkat pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk

kesiapsiagaan. Tingkat pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga

tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik

bangunan (bentuk dan fondasi). Tingkat pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat

mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam
mengantisipasi bencana banjir terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah

rawan bencana banjir seperti banjir.

2. Rencana Tanggap Darurat

Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :

1) Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana penyelamatan

keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.

2) Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat

berkumpulkan keluarga saat bencana banjir ; adanya kerabat/keluarga/teman yang

menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat.

3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.

(1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama

keluarga.

(2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga

(3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama

(4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan

2) Evakuasi.

(1) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat

3) Pemenuhan kebutuhan dasar

4) Peralatan dan perlengkapan

5) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana banjir

6) Latihan dan simulasi/gladi

4. Sistim Peringatan Bencana banjir

Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana banjir baik dari

sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan
bencana banjir. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan

efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan

rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau

mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang

efektif.

Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa,

harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana banjir dini untuk itu

diperlukan latihan/simulasi bencana banjir yang harus dilakukan apabila mendengar

peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai

dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.

5. Mobilisasi Sumber Daya

1) Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan

kesiapsiagaan bencana banjir

2) Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap

bencana banjir

3) Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana banjir

4) Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga

bencana banjir secara reguler.


2.1.5 Penyebab Bencana

Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua (Kolonel dan Syarif, 2010), yaitu:

1. Alam

Secara alami bencana selalu terjadi di muka bumi, misal tsunami, gempa

bumi, gunung meletus, tidak adanya hujan dalam waktu yang relatif lama sehingga

menimbulkan kekeringan atau sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di suatu

lokasi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.

2. Manusia

Bencana oleh aktifitas manusia terutama akibat eksploitasi alam yang

berlebihan. Eksploitasi ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat. Pertumbuhan ini mengakibatkan kebutuhan pokok dan non pokok terus

meningkat, kebutuhan insfratruktur meningkat, alih atau guna lahan meeningkat.

2.1.6 Jenis Bencana

BNPB (2014) mengklasifikasikan jenis jenis bencana menjadi :

1. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang

disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api

atau runtuhan batuan.

2. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan

istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran

material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

3. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu"

berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak).


4. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun

percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan

tanah atau batuan penyusun lereng.

5. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan

karena volume air yang meningkat.

6. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar

yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

7. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk

kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang

dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan

pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang

dibudidayakan .

8. Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti

rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan

korban dan/atau kerugian.

9. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api,

sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian

ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali

menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan

masyarakat sekitar.

10. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai

pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga

menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).

11. Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek

terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan
bencana alam.Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon

tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi

disertai hujan deras.

12. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang

bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai

akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut

sebagai penyebab utama abrasi.

2.1.7 Akibat Bencana

Beberapa akibat yang ditimbulkan dari bencana (Pan American HealthOrganization

(PAHO), 2007) antara lain :

1. Reaksi sosial

2. Penyakit menular

3. Perpindahan penduduk

4. Pajanan terhadap unsur unsur

5. Makanan dan gizi

6. Persediaan air bersih dan pembuangan air kotor

7. Kesehatan jiwa

8. Kerusakan infrastruktur

2.2 Konsep Dasar Banjir

2.2.1 Pengertian Banjir

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang

melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial

dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila
meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir

adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi

kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2013).

Depkes (2014) mendefinisikan banjir adalah peristiwa dimana air menggenangi suatu

wilayah yang biasanya tidak di genangi air dalam selang waktu tertentu, yang di sebabkan

hujan yang terus menerus, mengakibatkan meluapnya air sungai/danau/laut/drainase saat

aliran melebihi volume air yang dapat di tampung dalam,sungai,danau,rawa,maupun saluran

air lainnya.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bencana banjir

adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan akibat meluapnya air yang

melebihi kapasitas dan menggenangi wilayah sekitarnya.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Banjir

Menurut (Kemenpppa & Berlian, 2017), pengenangan air yang terjadi karena curah hujan

sepanjang hari, menjadi penyebab banjir. Banjir juga dapat disebabkan oleh gempa bumi di samudra

yang menghasilkan tsunami. Pembabatan hutan dapat juga menjadi penyebab banjir.

Penyebab timbulnya banjir pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3

(tiga) faktor (Yulaelawati & Usman , 2008) yaitu:

1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

1) Pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman dan

industri

2) Penggundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah

dan meningkatkan larian tanah permukaan

3) Permukiman di dataran banjir dan pembangunan di daerah dataran banjir

dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik


4) Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluransaluran air,

terutama di perumahan-perumahan

2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

1) Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau

siklon

2) Kondisi topografi yang cekung, yang merupakan dataran banjir

3) Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelok-

kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan

adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)

3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti:

1) Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai

atau pertemuan sungai besar

2) Penurunan muka tanah atau amblesan

3) Pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi

4) Curah hujan yang tinggi.

2.2.3 Jenis-Jenis Banjir

Ada 3 (tiga) jenis banjir yang umumnya terjadi. Ketiga jenis tersebut (Yulaelawati &

Usman , 2008) adalah:

1. Banjir bandang

Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung

hanya sesaat. Banjir bandang umumnya terjadi hasil dari curah hujan berintensitas tinggi

dengan durasi (jangka waktu) pendek yang menyebabkan debit sungai naik secara cepat.

2. Banjir sungai
Banjir sungai biasanya disebabkan oleh curah hujan yang terjadi di daerah aliran

sungai (DAS) secara luas dan berlangsung lama.Selanjutnya air sungai yang ada meluap

dan menimbulkan banjir dan menggenangi daerah di sekitarnya.

3. Banjir pantai

Banjir ini berkaitan dengan adanya badai siklon tropis dan pasang surut air laut.

Banjir besar yang terjadi dari hujan sering diperburuk oleh gelombang badai yang

diakibatkan oleh angin yang terjadi di sepanjang pantai.

2.2.4 Dampak Banjir

Dampak banjir menurut (Ulum, 2014) adalah sebagai berikut:

1. Kerusakan fisik

Bangunan-bangunan akan rusak atau hancur akibat daya terjang air banjir, terseret

arus, daya kikis genangan air, longsornya tanah di seputar / di bawah pondasi, tertabrak

terkikis oleh benturan dengan benda-benda berat yang terseret arus. Kerugian fisik

cenderung lebih besar bila letak bangunan di lembah-lembah pegunungan dibanding di

dataran rendah terbuka. Banjir kilat akan menghantam apa saja yang dilaluinya. Di

wilayah pesisir, kerusakan besar terjadi akibat badai yang mengangkat gelombang-

gelombang air laut – kerusakan akan terjadi tatkala gelombang datang dan pada saat

gelombang itu pergi atau kembali ke laut. Lumpur, minyak dan bahan-bahan lain yang

dapat mencemarkan tanah, udara dan air bersih akan terbawa oleh banjir dan diendapkan

di lahan yang sudah rusak atau di dalam bangunan. Tanah longsor kemungkinan terjadi

bila tanah itu tak kuat diterjang air dan terkikis / runtuh.

2. Korban manusia

Air yang menerjang atau mengalir deras bisa merobohkan dan menenggelamkan

manusia serta binatang meski bila air itu relatif tidak dalam. Banjir besar pemberi bantuan
mengangkut bantuan air dengan truk-truk tangki, masalah ini bisa diredam sampai

keadaan normal kembali. Banyak yang lebih besar timbul jika sumber-sumber air itu

tercemar oleh jasad manusia dan mayat binatang yang tewas saat banjir datang dan belum

sempat disingkirkan dari sana akibat belum cukup amannya daerah banjir itu. Arus air

mungkin juga akan menyebabkan saluran tersumbat oleh mayat-mayat. Bila ini terjadi,

sumber air akan menjadi areal pembiakan penyakit atau menjadi bersifat patogenis dan

barang siapa mengkonsumsi air itu akan jatuh sakit.

3. Tanaman dan pasokan pangan

Seluruh lahan bisa puso atau panen sepenuhnya gagal, sementara ternak banyak

yang mati sehingga pasokan pangan pasca-banjir akan terganggu. Saat banjir datang,

lumbung bisa ambruk, terbenam, tergenang atau hanyut terbawa air, semua isinya

membusuk. Biji-bijian seperti gabah/padi/beras, gandum, jagung, dan lain-lain cepat

busuk meski baru tergenang air sebentar saja. Maka terjadi krisis pangan. Dalam kasus-

kasus banjir selama ini, kebanyakan kerugian pangan terjadi akibat stok pangan rusak,

termasuk yang masih di lahan. Kerusakan tanaman pangan di sawah atau ladang

tergantung pada jenis tanamannya dan berapa lama penggenangan airnya. Ada tanaman

yang cepat mati hanya setelah digenangi air sebentar, ada yang mampu menahan

terjangan air tapi akhirnya mati jika air itu tak terserap oleh tanah dan terus menggenang.

Selain mengungsikan isi lumbung, ternak harus juga segera dibawa ke tempat yang aman.

Kalau tidak, mereka bisa tenggelam, terseret arus atau tersangkut di tempat lain tempat.

Sapi, kerbau, kambing dan lain-lain merupakan sumber pangan, karenanya perlu dijaga

keselamatannya saat banjir. Hilang atau rusaknya benih dan ternak akan menggagalkan

pemulihan kegiatan pertanian / peternakan sesudah banjir surut jika ada bantuan dari luar.

Untuk tanah pertanian, banjir memberi manfaat sekaligus masalah. Bila terjadi pengikisan

lapisan bunga tanah (humus), atau lahan dilanda air garam, selama bertahun-tahun petani
tidak bisa lagi mengolah tanah itu untuk budidaya pertanian. Namun pengendapan lumpur

banjir juga bisa sangat meningkat kesuburan tanah. Di pesisir di antara para nelayan,

kerugian besar mungkin terjadi akibat peralatan dan piranti hilang atau rusak. Maka

pasokkan pangan dari laut terhenti atau merosot.

2.2.5 Upaya Penanggulangan Banjir

Program untuk mengatasi banjir menurut BPBD DKI Jakarta ( 2014) dapat dibedakan

menjadi tiga yaitu :

1. Jangka Pendek

1) Membangun tanggul pengaman Rob

2) Melaksanakan pengerukan sungai, waduk dan saluran

3) Membangun sumur resapan

4) Melakukan relokasi penduduk yang bermukim di bantaran kali

5) Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat

2. Jangka Menengah

1) Normalisasi Kali

2) Membangun Sodetan Kali

3) Memperkuat tanggul Rob

4) Meningkatkan RTH dan penghutanan kembali di kawasan hulu

5) Menahan penurunan muka tanah dengan memasalkan pembangunan sumur

resapan

6) MembangunTerowongan Bawah Tanah Multifungsi

3. Jangka Panjang

1) Membangun Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) mengantisipasi banjir,

penampungan cadangan air baku dan pengolahan air limbah

2) Memantapkan kerjasama dengan Pemerintah


Adapun upaya yang harus di lakukan petugas kesehatan sebelum, saat dan

setelah terjadi banjir (Depkes, 2014) adalah :

1. Sebelum Banjir

1) Membuat peta rawan dan jalur evakuasi

2) Menyusun rencana kontijensi (perencanaan kegiatan penanggulangan bencana

yang di susun sebelum bencana terjadi)

3) Menigkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan

4) Membentuk tim kesehatan di setiap jejaring administrasi

5) Menyiapkan obat dan logistik kesehatan lain (PAC,Kaporit,kantong sampah,dll)

6) Meningkatkan kemampuan petugas dengan pelatihan

7) Menyiapkan sarana komunikasi dan transportasi

8) Menyiapkan perlengkapan lapangan (tenda velbet,genset,dll)

2. Saat Banjir

1) Mengaktifkan unit pelayanan kesehatan dan membuat pos kesehatan di lokasi

2) Memberikan pelayanan kesehatan dan rujukan

3) Melakukan penilaian cepat kesehatan (Rapid Healt Assessment

3. Setelah Banjir

1) Melakukan perbaikan kualitas air bersih

2) Melakukan surveilans penyakit potensi KLB

3) Membantu perbaikan kualitas jaman dan saluran pembuangan limbah.

2.3 Penelitian Yang Relevan

1. Ananto Aji, 2015

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ananto Aji pada tahun 2015 dengan

judul “Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Bandang Di


Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara” yang bertujuan untuk mengevaluasi

kesiapsiagaan masyarakat Kecamatan Welahan dalam menghadapi bencana banjir

baik pada saat pra bencana, ketika bencana dan setelah bencana terjadi. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif

persentase(Arkunto, 2010). Analisis deskriptif merupakan metode untuk

menggambarkan data yang dikumpulkan secara sederhana, salah satunya yaitu dengan

analisis frekuensi (tabel frekuensi). Berdasarkan hasil wawancara degan instrumen

yang telah disediakan, peneliti mengelompokkan data sesuasi dengan idikator. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kesiapsiagaan masyarakat desa Welahan pada tahap

pra bencana tergolong rendah, bahkan menurut narasumber (kepala desa) tergolong

sangat rendah. Pada tahap bencana (tanggap darurat) dan pasca bencana (rekontruksi

da rehabilitasi) tergolong sedang. Kesiapsiagaan terhadaap bencana banjir yang masih

pada kisaan rendah-sedang tersebut perlu ditingkatkan agar pada masa datang

masyarakat lebih siaga dan tangguh dalam menghadapi bencana.

2. Dewi Amaliyah Wahidah, Rondhianto, Mulia Hakam, 2016

Dalam penelitia yang dilakukan Dewi Amaliyah Wahidah, Rondhianto, Mulia

Hakam pada tahun 2016 “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat

Dalam Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember.

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Gumukmas

Kabupaten Jember. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di wilayah

kerja puskesmas Gumukmas berjumlah 16 orang. Data penelitian ini diambil dengan

cara mendatangi puskesmas didampingi peneliti memperhatikan etika penelitian,

meliputi prinsip manfaat, prisip menghargai hak asasi manusia dan prinsip keadilan.
Hasil dari analisis bivariat multivariat, terdapat (bivariat)hubungan antara umur, lama

kerja, pengalaman bencana sebelumnya, pengalaman di tempat pengungsian,

peraturan diri, suasana pelayanan kesehatan. Dari analisis multivariat, kita tahu baha

faktor lama kerja adalah yang paling mempengaruhi kesiapsiagaan perawat.

3. Yul Afni, 2018

Dalam penelitian yang dilakukan Yul Afni pada tahun 2018 dengan judul

“Analisa Kesiapsiagaan Masyarakat Pauh Dalam Menghadapi Permaalahan

Kesehatan Pasca Bencana Banjir Bandang : Perspektif Penerapan Manajemen

Bencana”. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kesiapsiagaan masyarakat Pauh

Kuranji dalam menghadapi permasalahan kesehatan pasca bencana banjir bandang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif

karena melibatkan penghitugan atau angka atau kuantitas. Dengan menggunakaan

mixed methods ini data yag diperoleh melalui instrumen pendekatan kuantitatif.

Dalam hal ini data primer berbentuk isian angket/kuesioner ang berhubungan dengan

pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap ancaman bencana. Kemudian

ditindaklanjuti dengan metode kualitatif, yaitu melihat kecenderungan hasil data serta

wawancara mendalam. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa

hampir semua ressponden peneltian tergolong umur produktif dan lebih aktif dalam

meningkatkan pengetahuan terhadap bencana.

4. Cut Husna, 2012

Dalam penelitian yang dilakukan Cut Husna pada tahun 2012 dengan judul

”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ksiapsiagaan Bencana Di RSUDZA Banda

Aceh”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kesiapsiagaan bencana di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerdahdr.

Zainoel Abidin Banda Aceh. Metode penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan bencana, dengan

desain cross sectional study, yang merupakan rancangan penelitian dengan melakukan

pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua perawat pelaksana yang berada di IGD Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh yang berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan total sampling. Sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ii

yaitu menggunakan kuesioner dalam bentuk multipel choices dalam bentuk

dichotomus. Hasil penelitian diperoleh tingkat pengetahuan terhadap resiko bencana

(63,3%), sikap terhadap resiko bencana (83,3%), kebijakan dan panduan (37,3%)

rencana untuk keadaan darurat (73,3%), sistem peringatan bencana (70%), dan

mobilisasi panduan (86,7%) denga semua subvariabelnya berada pada kategori baik.

5. Devia Erlia, Rosalina Kumalawati, evy Farista Aristin, 2017

Dalam penelitian yang dilakukan Devia Erlia, Rosalina Kumalawati, evy

Farista Aristin pada tahun 2017 dengan judul “Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat

Dan Pemerintah Menghadapi Bencana Banjir Di Kecamatan Martapura Barat

Kabupaten Banjar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesiapsiagaan

msyarakat dan pemerintah menghadapi bencana banjir di Kecamatan Martapura

Kabupaten Banjar. Metode yang digunakan dalam peelitian ini yaitu kuantitatif yang

bersifat deskriptif. Populasi masyarakat dalam penelitian ini adalah seluruh kepala

keluarga yang desanya pernah mengalami bencana banjir yaitu berjumlah 3127 kepala

keluarga. Sampel masyarakat dalam dalam penelitian ini adalah 317 kepala keluarga

dan sampel pemerintah yaitu seluruh kepala desa yang desanya pernah mengalami

banjir. Hasil penelitian menujukan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi bencana banjir berada pada tingkat sedang dan tingkat kesiapsiagaan

pemerintah menghadapi bencana banjir berada pada tingkat sedang.


6. Heti Aprilin, Setya Haksama, Makhfludi, 2018

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Heti Aprilin, Setya Haksama,

Makhfludi pada tahun 2018 dengan judul “Kesiapsiagaan Sekolah Terhadap Potensi

Bencana Banjir Di SDN Gebang Malang Kecamatan Mojoanyar Kabupaten

Mojokerto” . Dalam penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis kesiapsiagaan

sekolah terhadap kesiapsiagaan bencana banjir di SDN GebangMalang Kecamatan

Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.metode penelitia ini adalah penelitian yang bersifat

explanatory. Sampel pada penelitian ii adalah guru dan orangtua yang berjumlah

77orang. Pengambilan sampel diambil semua (Total Samplig). Instrumen

pengumpulan data diambil mengguakan kuesioner. Hasil penelitian ini tingkat

pegetahuan guru dan orangtua terhadap kesiapsiagaan bencana banjir baik. Sikap guru

terhadap kesiapsiagaan bencana banjir banyak yang bersikap negatif dengan

kesiapsiagaan bencana yang tidak siap sedagkan sikap orangtua trhadap keiapsiagaan

bencana banjir banyak yang bersikap poitif dengan kesiapsiagaan bencana yang siap.

Tindakan kesiapsiagaan guru terhadap kesiapsiagaan bencana banjir cukup dengan

kesiapsiagaan yang tidak siap sedangkan orangtua terhadap kesiapsiagaan terhadap

kesiapsiagaan yang siap.

7. Nur Mas’Ula, I Putu Siartha, I Putu Ananda Citra, 2019

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Mas’Ula, I Putu Siartha, I Putu

Ananda Citra pada tahun 2019 dengan judul “Kesiapsiagaan MayarakatTerhadap

Bencana Banjir Di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng”. Dalam

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan masyarakat terhadap banjir,

untuk menganalisis kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana banjir. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menunjukan bahwa gejala yang

diteliti dalam penelitian ini sudah ada tanpa dibuat oleh peneliti. Data dikumpulkan
menggunakan metode pencatatan dokumen dilengkapi dengan metode wawancara dan

dokumentasi yang selanjutny dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskripif

kuantitatif menggunakan analisis statistic product moment. Hasil penelitian ini

menunjukkanbahwa pengetahuan masyarakat tentang bencana banjir di Desa

Pancasari terkategori sedang, dengan skor rata-rata sebanyak 77,14%. Kedua

kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana banjir di Desa Pancasari berkategori

sedang, dengan skor rata-rata 92,86%. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan

yang signifikan antara pengetahuan masyarakat tentang bencana banjir dengan

kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana banjir di Desa Pancasari denga nilai

rxy=0,255 pada taraf signifikan 5%.

8. Saifudin, Indra, Hermansyah, 2015

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Saifudin, Indra, Hermansyah pada

tahun 2015 dengan judul “Analisis Tingkat Kesiapsiagaan Mayarakat Dalam

Menghadapi Bencana Banjir Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapsiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi bencana banjir di Kecamatan Mereubo Kabpubaten Aceh Barat.

Penelitian ini menggunakan desain regresi Linear Berganda yang menggunakan

pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 509 Kepala Keluarga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat dalam

menghadapi bencana banjir adalah kurang baik (65,9%) dan baik (34,1%), sikap

responden mayoritas negatif yaitu sebanyak 53 orang (62,3%), tingkat kesiapsiagaan

mayoritas kurang siap (39%). Hasil statistik diperolah ada pengaruh yang bermakna

antara pengetahuan (p=0,001) dan sikap (p=0,003), maka dapat disimpulkan bahwa

tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi benana banjir di Kecamatan


Meureubo masih kurang siap karena antara sikap dan pengetahuan ada pengaruh

terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

9. Aprilia Findayani, 2015

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia Findayai pada tahun 2015

dengan judul “Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Penanggulanga Banjir Di Kota

Semarang”. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis respon

masyarakat dengan pengetahuan mereka, kesiapan dan tingkat tindakan. Penelitian ini

merupakan studi kasus eksplorasi berdasarkan data primer dan sekunder. Data

didapatkan melalui studi observasi, kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan FGD.

Penelitian ini berjumlah 128 orang dipilih berdasarkan etode purposive sampling.

Hasil penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa oranag-orang didaerah memilki tingkat

pengetahuan (64%). Pengetahuan ini relatif tingi pada jumlah pengalaman lalu

mereka namun mereka kurang dalam kesiapan (43%) karena sebagian besar warga

adalah nelayan. Selain itu untuk orang-orang di pedalaman mereka memiliki

pengetahuan (18%) karena banjir relatf baru di mereka tetapi mereka memiliki

kesiapan yang baik (24%).


2.4 Kerangka Teori

Alam :
Faktor yang mempengaruhi
1. Curah hujan tinggi kesiapsiagaan :
2. Permukaan tanah lebih rendah
1. Pengetahuan dan sikap
dibandingkan muka air laut
terhadap bencana
3. Terletak pada suatu cekungan
2. Kebijakan dan panduan
yang dikelilingi perbukitan
3. Rencana untuk keadaan
dengan pengaliran air keluar
darurat bencana
sempit.
4. Sistem peringatan
Ulah Manusia : bencana
5. Kemampuan untuk
1. Penebangan hutan secara liar mobilisasi sumber daya
2. Pembuangan sampah yang
sembarangan
3. Pembuatan saluran air yang
tidak memenuhi syarat Kesiapsiagaan masyarakat
menghadapi bencana banjir

Bencana Banjir Tindakaan kesiapsiagaan :

1. Mencegah terjadinya dampak


Dampak banjir : bencana
2. Melakukan respon yang
Psikologi : efektif terhadap dampak
1. Stres bencana
2. Depresi 3. Mengurangi dampak bencana
3. Trauma
4. Kecemasan

Fisik :

1. Korban jiwa
2. Hilangnya harta benda
3. Kerusakan faisilitas
4. Kerusakan ekosistem

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir


Gambar 2.1 Kerangka Teori Kesiapsiagaan 1

2.5 Kerangka Konsep


Faktor yang
Masyarakat Desa Rawan Banjir
mempengaruhi
kesiapsiagaan :

1. Pengetahuan dan
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat sikap terhadap
menghadapi bencana banjir bencana
2. Kebijakan dan
panduan
3. Rencana untuk
keadaan darurat
Sangat Siap Cukup Kurang Tidak bencana
Siap Siap Siap Siap 4. Ssistem peringatan
bencana
5. Kemampuan untuk
mobilisasi sumber
daya

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir

Anda mungkin juga menyukai