Bab 2 - Perbaikan
Bab 2 - Perbaikan
Kata Nekrofobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Nekros “nekro"” artinya “mayat”
dan bahasa Yunani “vvvfobo"” yang artinya “ketakutan’.1 Menurut Timothy J. Woods,
(misalnya mayat) seta hal-hal yang berhubungan dengan kematian (misalnya peti mati,
batu nisan, pemakaman, kuburan). Dengan segala jenis emosi, obsesi terhadap
Nekrofobia adalah ketakutan yang tidak rasional terhadap hal-hal yang mati (seperti
mayat) serta hal-hal yang berkenaan dengan kematian. Dalam artian budaya, istilah
nekrofobia juga dapat digunakan untuk menyebut ketakutan yang dimiliki oleh suatu
kelompok akan orang mati, seperti misalnya ketakutan bahwa roh orang mati akan
terhadap objek contohnya; peti mati, makam, pemakaman, batu nisan dan kuburan
kecemasan tinggi, nekrofobia sering mengalami ciri-ciri atau gejala lain seperti
penyebab dari fobia spesifik seperti nekrofobia hingga kini masih belum diketahui
dengan jelas, namun, beberapa teori mengungkapkan bahwa penyebab dari Nekrofobia
merupkan suatu pertemuan antara objek atau situasi tertentu dengan emosi dapat
menjadi sumber berkembangnya fobia spesifik seperti nekrofobia. Artinya, jika situasi
Kecemasan Amerika juga menjelaskan bahwa, penyebab dari fobia spesifik seperti
4
https://www.orami.co.id/magazine/necrophobia diakses pada 22 Agustus 2023 pukul 20.14. Wib
5
Timothy J. Woods, Jurnal Teologi Kematian Dalam Dunia Barat dan Kontemporer, hal 345-347
6
https://idnmedis.com/necrophobia - idnmedis_ref diakses pada tanggal 8 September 2023 pukul
19.45. Wib
2
necrophobia ini juga dapat dihasilkan oleh kombinasi empat faktor; genetik, biologis,
Kata Fobia berasal dari bahasa serta negeri yunani yaitu phobos, yang berarti
cemas itu hal yang berbeda. Seperti Rais dalam Kamus Ilmiah Populer, menyebutkan
takut adalah merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan
mendatangkan bencana, takwa, segan dan hormat, tidak berani (berbuat, menempuh,
menderita, dan sebagainya), rasa gelisah, khawatir, dan kacau-balau. Sedangkan cemas
adalah risau hati, tidak tenteram hati (karena khawatir, takut dan lain-lain), dan
kognitif saja, karena aspek dasar kecemasan tampak ketidakpastian. Sedangkan takut
atau ketakutan adalah adanya objek ketakutan yang nyata, eksternal, diketahui atau
bersifat objektif.9 Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan fobia sebagai ketakutan
yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat
kehidupan penderitanya.10
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat di simpulkan bahwa fobia adalah
sebuah masalah psikologis dan atau sebuah masalah kecemasan. Dengan demikian,
pengistilahan dan pengertian yang lengkap adalah bukan secara semantik (makna kata)
saja melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia ataupun literatur dan buku tertentu, tetapi
7
Gerald C. Davison, John M. Neale & Ann M. Kring, Abnormal Psychology, terj. Noermalasari Fajar,
Psikologi Abnormal, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), Ed. 9, hal184.
8
Happy El Rais, Kamus Ilmiah Populer: Memuat Berbagai Kata dan Istilah dalam Bidang Politik, Sosial,
Budaya, Sains dan Teknologi, Psikologi, Kedokteran, Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal 124.
9
K. T. Strongman, The Psychology of Emotion: From Everyday Life to Theory, (England: John Wiley &
Sons Ltd, 2003), Ed. 5, hal 135.
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Ed.
3, Cet. 2, hal 319.
3
sebuah pengertian yang didapat dari diagnosa dan klasifikasi dari pihak yang
berkompeten yaitu psikolog atau psikiater, untuk menilai dan menyatakan seseorang
penderita psikologis sedang memiliki gejala ketakutan atau kecemasan yang berada di
tingkat apa fobianya, dan seberapa menganggu hidupnya terhadap fungsi-fungsi pada
Menurut Nevid, Rathus & Greene, yang sering muncul dari orang yang
a. Ciri-ciri fisik
pusing, pingsan, sulit berbicara, sesak nafas, jantung cepat, jantung melambat,
merinding, panas dingin, lemas, mual, mau buang air kecil, wajah merah, mudah marah,
atau sejenisnya.
b. Ciri-ciri behaviorial
c. Ciri-ciri kognitif
akan terjadi, waspada berlebihan, ketakutan akan kehilangan kontrol diri, berpikir
bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa
pikiran terganggu, berpikir akan segera mati, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit
11
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus & Beverly Greene. Abnormal Psychology in a Changing World,..
hal 64.
4
V. Durand & Barlow merangkum karakteristik fobia secara spesifik, sebagai
berikut:12
a. Ketakutan yang terlihat menyolok dan menetap, yang eksesif (ketentuan dan
sebagainya) dan tidak masuk akal, terhadap objek atau situasi tertentu (misalnya,
selama 6 bulan.
b. Respons cemas dan ketakutan ketika menghadapi objek atau situasi yang fobia.
c. Menyadari bahwa ketakutannya eksesif dan tidak masuk akal atau ada distress
d. Situasi atau objek yang fobia di hindari atau dihadapi dengan kecemasan atau
Hardiani dalam bukunya membagi beberapa gejala dari orang yang mengidap
dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui,
pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi.
sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya
dia akan menjadi lebih merasa cemas. Contoh simtom (gejala) kognitif ialah
12
V. Mark Durand & David H. Barlow, Essentials of Abnormal Psychology, .... , hal 186.
13
Carina Agita Hardiani, “Kecemasan Dalam Menghadapi Masa Bebas Pada Narapidana Anak Di
Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo”, (Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2012), 21-22.
5
tidak dapat memusatkan perhatian atau sulit berkonsentrasi, pikiran terasa
motorik atau fisik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki
mengetuk-ngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba
jari tangan dingin, detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing,
nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak. Simtom ini merupakan
gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha
A. Faktor Ekternal
eksternal, berikut:14
b. Tantangan Tempat Tinggal, yaitu seperti rumah yang tidak memadai, kesalahan
B. Faktor Internal
Menurut Mayo Clinic ada empat faktor internal yang dapat dipertimbangkan
Fobia dialami oleh seseorang secara spesifik pertama muncul biasanya saat
usia 10 tahun.
b. Temperamen
Fobia pada seseorang akan dapat beresiko jika seseorang itu temperamennya
terlalu sensitif, atau juga bisa dikatakan temperamen bisa menjadikan orang
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna
Mendampingi merupakan suatu kegiatan menolong orang lain yang suatu sebab perlu
pendamping. Antara yang didampingi dan pendamping terjadi suatu interaksi sejajar
yang lebih berperan aktif adalah pendeta sebagai pendamping. Tugas pendeta adalah
16
J.D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, (Jakarta: Yayasan Komunitas Bina Kasih,
1994), hal 223
7
mendidik, melatih, memberi inspirasi, dan mengawasi warga jemaat dalam pelayanan
pendampingan.17
Istilah Pastoral berasal dari “Pastor” yang dalam bahasa Yunani disebut
“Poinmen” artinya gembala. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus dan
karya-Nya sebagai “Pastor Sejati” atau Gembala Yang Baik (Yoh. 10) yang mengacu pada
pelayanan yang bersedia tanpa pamrih, serta bersedia menolong dan mengasuh
yakni sesama manusia. Istilah pastor dalam konotasi praktisnya berarti merawat atau
memelihara. Pastoral adalah kata sifat dari pastor. Seorang pastor adalah seseorang
yang bersifat seperti gembala yang bersedia merawat, memelihara, melindungi, dan
menolong sesamanya.18 Pastoral adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan
Dalam pendampingan terjadi komunikasi dua arah yang ternyata membawa positif bagi
paling sulit dicapai dalam periode sejarah masa kini, yaitu hubungan yang mendalam.
17
Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,(Yogyakarta: Kaninus,
2002), hal 67
18
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000), hal 10.
19
E.P. Ginting “Konseling Pastoral Penggembalaan Kontekstual”,(Bandung: IKAPI, 2009), hal 16
8
Memang sungguh sulit berhubungan dengan kedalaman orang lain. Untuk sampai ke
sana, orang patut berempati dengan sesama pada rasa sakit dan kemampuannya,
unik.
Sungguh sangat berat berhubungan dengan orang lain, karena hal ini menyibak
kegelapan dunia batin kita sendiri. Kemarahan dan rasa bersalah mereka menyebabkan
kemarahan dan rasa kita turut bergetar. Kendati demikian, hanya bila ada pertalian
yang mendalam satu dengan yang lain, maka orang dapat memampukan pertumbuhan
dalam hidup sesama. Hanya orang yang sudah menemukan hidup baru dalam
kedalaman dirinya dapat menjadi dokter yang ahli kebidanan rohani, yang membantu
lahirnya kehidupan baru dalam diri sesama dan gereja. Pendampingan pastoral juga
dapat membantu memperlancar dokter ahli kebidanan rohani dalam hal mempermudah
kelahiran baru yang terus menerus. Dia berhadapan dengan Yesus yang hidup-Nya
merupakan saluran yang dalam. Dari Dia mengalir dengan bebas dan berlimpah segala
Itu berarti pendampingan pastoral tidak hanya sekedar membawa orang keluar dari
dimiliki untuk memberdayakan dirinya dan orang lain. 21 Singgih berpendapat dari
20
Howard Clinebell, Tipe-tipe Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius,2002),
hal.18
21
J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016), hal.1
9
membantu seseorang membentuk makna dari perilakunya. Artinya bahwa
hubungan manusia dengan manusia dan Allah (spiritualitas). Dengan harapan proses
keluar dari persoalan-Nya dan berdamai dengan Allah dan diri sendiri.
dihadapi konseli. Menurut Dicks yakni bahwa “ Doa adalah sumber kerohanian” yang
terpenting dalam pelayanan terhadap orang sakit, tetapi ia mengatakan bahwa Alkitab
juga merupakan sumber yang berharga dalam mendukung doa. Bila penderita tidak
kematian, Alkitab memberi bimbingan dan arahan terhadap refleksi seperti itu, karena
Alkitab berperan sebagai dasar latihan spiritual. 23 Berkaitan hal tersebut, Douglas
alkitabiah adalah konseling yang berfokus kepada Tuhan, 24 sehingga dengan demikian
dasar pelayanan konseling pastoral adalah Alkitab dan bimbingan Roh Kudus. Di dalam
percakapan konselor menghadirkan Yesus Kristus dan terang Firman Tuhan agar dapat
membawa konseli keluar dari permasalahannya. Konseling Kristen adalah suatu proses
pembimbingan yang dinamis di bawah tuntunan Roh Kudus dan terang Firman Allah,
22
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan psikoterapi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hal.19
23
Donald Capps, Penggunaan Alkitab dalam Konseling Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999),
hal 19
24
Douglas Bookman, Konseling Alkitabiah yang berfokus kepada Tuhan (Malang: Gandum Mas, 2002),
hal 193
10
yang melibatkan seorang konselor Kristen dalam upayanya menolong seorang konseli
Alkitab adalah firman yang berfungsi untuk menyegarkan jiwa, menjadi pelita
hidup, menuntun ke jalan yang lurus dan benar, serta mampu untuk memimpin kepada
19:8, 119: 105, Yes. 45: 19, Mat. 4: 4, 2 Tim. 3: 15-17). 26 Alkitab juga menolong orang
sakit untuk mendapatkan kekudusan. Cerita Alkitab tentang berbagai pengalaman yang
sulit dari Yesus, Paulus, Yeremia, Amos, Hosea, dan Ayub memberikan contoh akan
pencapaian kekudusan ini melalui ketabahan dalam penderitaan. 27 Nas yang dianjurkan
Yohanes 15:1-7 (untuk kedamaian dan ketenangan), dan Matius 6:25-27 (untuk
Menurut Leory Aden dan J. Harold Ellens dalam buku The Church and Pastoral
dalam pendampingan pastoral diperlukan peran Firman Allah dalam memimpin serta
Alkitab dengan baik dan tepat akan menjadi sarana yang penuh kuasa untuk membina
25
Magdalena Tomatla, Konselor Kompeten, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003) hal 15
26
Tulus Tu’u, Dasar-Dasar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: ANDI, 2007), hal 49
27
Donald Capps, Penggunaan Alkitab dalam Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hal 19
28
Leory Aden & J. Harold Ellens, The Church and Pastoral Care, (Michigan: Baker Book House, 1988),
hal 40
29
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care and Counseling, (Nashville: Abingdon Press, 1984),
hal 122
11
Tuhan Allah adalah gembala umat-Nya, yang tersesat dibawa-Nya pulang, yang
hilang dicarinya, yang luka Ia sembuhkan, yang lemah dikuatkan dan yang sehat
dilindungi. Demikianlah peran Tuhan sebagai gembala Israel. Tuhan adalah gembala
yang baik bagi umat-Nya. Daud mengaku bahwa Tuhan gembalanya yang baik (Mzm.
membimbingnya ke tempat yang tenang dan aman. Tuhan Allah adalah pencipta alam
semesta. Itu berarti seluruh alam semesta adalah milik Tuhan, termasuk manusia.
Manusia bukan hanya milik Tuhan saja, tetapi amat dikasihi-Nya dengan kasih yang
kekal. Allah dalam Firman-Nya berkata “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang
kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer. 31:3).30
negerinya sendiri. Dimana orang-orang buangan harus dibawa kembali dari semua
negeri dan tinggal dibawah pemerintahan Yahwe. Perasaan Yehezkiel yang begitu
yang penuh berkat sebagai gembala bagi umat-Nya, “yang hilang akan Kucari, yang
tersesat akan Kubawa pulang, yang terluka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan,
serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka
sebagaimana seharusnya”. Dalam tugas Allah seperti inilah kita dipanggil menjadi
teman sekerja Allah. Semua yang disebutkan dalam konseling pastoral adalah pekerjaan
Dalam Alkitab Perjanjian Lama ada kasus dan pendekatan konseling yang dapat
ditemukan, salah satunya kasus Hizkia.32 Dalam Perjanjian Lama Yesaya 38:1-22
menguraikan bagaimana pengalaman Raja Hizkia ketika berada pada stadium akhir dari
30
Tulus Tu’u, Dasar-Dasar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: ANDI, 2007), hal 9-10
31
E.P.Ginting, Gembala dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal 34
32
Magdalena Tomatala, Konselor Kompeten, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), hal 23
12
penyakitnya. Hizkia menyaksikan pengalaman penderitaan dan kegentarannya
menghadapi maut. Dalam keadaan yang demikian Allah melibatkan nabi Yesaya secara
langsung dalam penyelesaian penyakitnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Yesaya
Dalam pelaksanaan pelayanan konseling pastoral, ada beberapa sikap yang perlu
“gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi
dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah.” (1 Ptr. 5:2b). Konselor memikirkan
cara terbaik untuk domba-domba-Nya. Biarlah konselor yakin seperti perkataan Paulus,
“Aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan
apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan,” (2 Tim. 1:12).
Konselor harus yakin bahwa Allah berkuasa menolong dan memelihara hidupnya.
Kedua, “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang
domba,” (1 Ptr. 5:3). Teladan artinya sesuatu sikap yang patut ditiru. Karena ia telah
Nas Alkitab lain misalnya dalam perjanjian baru yang memampukan panggilan
kepada pelayanan konseling pastoral, Lukas 4:18:19 Yesus berkata “Roh Tuhan ada
pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada
Agung, karena Ia diutus untuk menyembuhkan hati nurani yang menderita, memberi
kedamaian bagi orang-orang yang berada di bawah tekanan rasa bersalah dan untuk
membawa perhentian dan kelegaan bagi yang telah dan bertanggungan berat di bawah
tawanan, tetapi juga membebaskan mereka yang terluka. Ia melakukan itu dengan Roh-
Nya yang mencondongkan hati mereka dan menguatkan mereka. 35 Dalam refleksinya
bagi seorang pelayan Tuhan, konselor tentu harus memahami ini dengan baik. Ia harus
mengerti tugas dan tanggung jawabnya yaitu menyembuhkan hati nurani yang
menderita, memberi kedamaian bagi orang yang lemah dan tertekan oleh karna rasa
dicapai dalam memberikan pertolongan kepada orang lain. Menurut A. Van Beek fungsi
pendampingan pastoral ada enam yang perlu diperhatikan dan diketahui untuk
menunjukkan tanggung jawab yang benar, sebagai tujuan yang hendak dicapai yaitu;
mengambil keputusan tentang apa yang akan dicapai atau apa yang akan dipilih sambil
masa depan, mengubah dan memperbaiki tingkah laku tertentu atau kebiasaan tetap
orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan-pilihan yang pasti
35
Matthew Henry, Injil Lukas 1-12, (Surabaya: Momentum, 2009), hal 168
36
Singgih. D. Gunarsa,,, hal 22
14
diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif. Jika pilihan-pilihan tersebut
dipandang sebagai yang memengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan pada masa yang
akan datang.37 Dalam hal ini, konselor perlu menawarkan pilihan yang baru kepada
konseli dengan melihat harapan masa mendatang. Pengalaman buruk yang dialaminya
saat ini, biarlah memacu dia untuk memengaruhi hidup yang salah itu, dengan demikian
Firman Tuhan diharapkan agar konseli berharap pada Tuhan yang mampu mengubah
hidup kepada yang sepatutnya. Fungsi membimbing ini muncul dalam usaha membantu
keputusan yang dipilih, masa keputusan, apa yang harus dilakukan, dan mengenai
teman hidup, sehingga perlu membimbing, konseli agar tidak salah mengambil
Salah satu kebutuhan manusia untuk hidup dan merasa aman adalah hubungan
yang baik dengan sesama manusia dan dengan Allah. Apabila hubungan tersebut rusak
mendamaikan adalah suatu usaha membangun suatu hubungan yang rusak diantara
sesamanya manusia dan Allah.40 Hampir semua persoalan konseli sedikit banyak
menyangkut hubungan dengan orang lain, jika hubungan itu tidak diperhatikan oleh
37
Howard Clinnebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Jakarta: Kanaasius-BPK
Gunung Mulia, 2002), hal 154
38
William A. Mininger, Menjadi Pribadi Utuh, (Yogyakarta: Kanasius, 2003), hal 26
39
H.Norman Wright, Meredakan Konseling Emosi Jiwa, (Yogyakarta: ANDI,2000), hal 77
40
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, hal 13-14
15
konselor pelayanannya dapat menjadi tidak relevan. Oleh sebab itu, (khususnya di
Indonesia) kita membutuhkan fungsi konseling pastoral yang menjamin konselor ikut
atau temannya. Dalam menolong proses komunikasi, semua orang yang terlibat
menjadi konselor. Kita menjadi perantara yang netral, perantara yang berkewajiban
secara terus menerus membuka jalur komunikasi timbal balik. Hendaknya konselor
minta kepada konseli-konseli yang terlibat dalam permasalahan dalam satu persatu
konselor. Kemudian konseli yang kedua diminta oleh konselor untuk mengulang yang
dikatakan oleh konseli yang pertama. Berikutnya konseli pertama memberi tahu apakah
maksudnya telah ditangkap dengan baik oleh konseli kedua (andaikan konseli kedua
belum mengerti) prosedur ini perlu diteruskan sampai konseli pertama sudah puas,
sebaiknya konselor tidak memberikan adanya tanggapan langsung dari salah satu
konseli terhadap yang dikatakan oleh konseli yang lain sebelum tugas mengulang
suatu keadaan yang dialaminya untuk pemulihan kepada kondisi semula, atau
peyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinan. Jika seseorang
agar dapat bertahan dalam situasi krisis yang dialamiyan. Topangan dan sokongan
16
penderitaan yang dipikulnya.41 Konseli yang menghadapi krisis psikis atau penderita
yang diserang oleh rasa sakit yang dalam sekali sulit diajak berbicara melalui
percakapan yang mendalam. Pada umumnya konselor dan konseli hanya dapat
berfokus pada masalah ini. tanggapan-tanggapan dari konselor adalah singkat, tepat
dan menekankan perasaan konseli. Kehadiran yang baik dan komunikasi non-lisan dari
konseli dengan penuh kasih sayang, rela mendengar segala keluhan batin dan peduli
terhadap penderitaan orang yang didampingi, serta mampu memberi rasa aman dan
kelegaan. Tujuan penyembuhan adalah membawa konseli untuk dapat keluar dari
perasaan yang melukai hatinyan dan menuju kedalam kenyataan hidup dan bertumbuh
dapat menolong konseli untuk menyembuhkan hatinya. Tidak jarang tekanan batin
punya tujuan meringankan penderitaan konseli untuk sementara saja dan resiko besok
masalahnya kembali lagi, tetapi konselor perlu memperkuat konseli. Fungsi ini
sebenarnya hampir selalu dapat keluar dalam konseling, itu alasannya untuk tidak perlu
41
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, hal 14
42
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, hal 14-15
17
banyak menasehati konseli dan untuk menegaskan tanggung jawab konseli dan
menolong diri sendiri. Apabila konseli tidak membutuhkan kita lagi, kita sudah berhasil.
Jangan konselor menciptakan ketergantungan konseli pada diri konselor, sebab itu
Menurut Van Beek mengenai fungsi mengutuhkan. Fungsi ini merupakan fungsi
berupa: fisik, sosial, mental dan spiritualitas. Dalam proses pendampingan pastoral
holistik, yang dicirikan oleh keinginan melayani secara utuh sesuai dengan teladan
Yesus Kristus. Ia sebagai “gembala yang baik” memerhatikan setiap aspek dari
jawab. Dengan begitu, setiap orang dapat sebagai konselor pastoral, asalkan dia
digunakan oleh seorang konselor dalam hubungan konseling untuk membantu kllien
agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan
43
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, Hal 15
44
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, hal 15-17
18
agama. Dalam hal ini ada beberapa teknik pendampingan pastoral yang perlu dikuasai
komponen kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Perilaku (attending) yang baik
untuk membuat konseli terlibat dalam pembicaraan dan terbuka. Attending yang baik
Dalam langkah ini, konselor tidak banyak berbicara, namun konselor hendaknya
dengan sungguh-sungguh apa yang diceritakan oleh konseli. Dengan sikap tersebut,
konseli akan merasakan bahwa dia dihargai dan didengar, sehingga konseli merasa
tenang, dan rileks dalam menceritakan masalah tanpa takut dan malu.46
3. Posisi tubuh; agak condong ke arah klien, jarak konselor-klien agak dekat,
45
Sofyan S. Willis, Konseling individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alpabeta, 2004), hal.160
46
A. Konseng, Konseling Pribadi dengan Model Konseling Carkhuff, (Jakarta:Obor, 1996), hal.47
19
4. Tangan; variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah,
lawan bicara.47
dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien.
Empati dengan ettending dapat dilakukan dengan bersamaan, tanpa ettending maka
tidak ada sikap empati. Ada dua macam, teknik empati yang harus dilakukan seorang
perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien yang bertujuan agar klien dapat
terlibat dalam pembicaraan dan terbuka. 2. Empati tingkat tinggi (advanced acucurate
empathy) pemahaman seorang konselor dalam perasaan, pikiran, klien lebih mendalam
dan menyentuh klien karena konselor terlibat dengan perasaan seorang klien. 48
perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini merupakan hal yang penting karena
kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya dengan terus terang. Oleh karena itu seorang konselor
47
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal. 160-161
48
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal 161
20
harus mampu menggali perasaan, pengalaman dan pikiran klien sehingga konseli bebas
konseli. Hal ini karena sulit menduga apa yang dipikirkan konseli sehingga pertanyaan
terbuka, tetapi ada juga yang tertutup. Tujuan pertanyaan tertutup yaitu untuk
yang menyimpang.51 Dalam hal ini setelah konselor berhasil melakukan pendekatan dan
sudah saling mengenal dengan konseli, maka konselor akan dengan mudah
seorang konseli.
49
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal. 163
50
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal 164
51
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal. 165
21
2.2.6.6 Dorongan Minimal (Encouragement)
Tugas konselor adalah agar si konseli selalu terlibat dalam pembicaraan dan
dirinya terbuka. Dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat
terhadap apa yang telah dikatakan konseli dan memberi dorongan singkat, seperti: oh,
ya, terus, lalu, dan. Tujuannya adalah untuk membuat konseli berbicara dan dapat
mengarahkan agar pembicara tujuan atau dorongan minimal dan dapat meningkatkan
eksplorasi diri.52
memberi rujukan, pandangan atau perilaku konseli, supaya konseli mengerti dan
dalam proses pendampingan, dan perlu ada ajakan dan arahan dari seorang konselor.
agar dia berbuat sesuatu atau dengan kata lain mengarahkannya agar melakukan
sesuatu.54
Tujuan dari keterampilan adalah agar klien tidak menyimpang dari fokus
awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan. Tujuannya adalah untuk
dalam dirinya.56
samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya adalah untuk mengundang konseli
untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas dan dengan
mengilustrasikan perasaannya.57
Seorang konselor harus mampu menciptakan relasi yang baik sebagai langkah awal
dalam pendampingan pastoral. Satu hal yang sangat penting dalam konseling pastoral
56
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal. 169-170
57
Lukas Tjandra, Pembimbing Penggembalaan, (Malang:SAAT, 1992), hal.5 170
23
yaitu teknik atau kemampuan gembala untuk dapat menyesuaiakan diri dengan
konselinya. Seorang pembimbing yang baik adalah seorang yang dapat membentuk
relasi yang baik.58 Demikian sangat diperlukan hubungan konselor dan konseli yang
kecocokan).59
Konselor harus membuat relasi yang baik sebagai langkah awal dalam
pendampingan pastoral. Satu hal yang sangat penting dalam pendampingan pastoral
karena seorang pembimbing yang baik adalah seorang yang memiliki relasi yang baik. 60
Untuk mencapai tujuan yang baik, maka dalam hubungan pendampingan harus terjadi
rapport (hubungan) antara konseli dan konselor. Rapport dimulai dengan persetujuan,
kesejajaran, kesukaan dan persamaan. Jika terjadi persetujuan dan merasa ada
persamaan, maka timbullah kesukaan terhadap satu dengan yang lain sehingga
menarik.61 Jadi tahap awal ini menjadi sangat penting karena seorang konselor harus
menyakinkan dirinya terhadap konseli supaya menjalani hubungan yang erat sehingga
Seorang konselor harus mampu menciptakan relasi yang baik sebagai langkah awal
dalam pendampingan pastoral. Satu hal yang sangat penting dalam konseling pastoral
yaitu teknik atau kemampuan gembala untuk dapat menyesuaiakan diri dengan
konselinya. Seorang pembimbing yang baik adalah seorang yang dapat membentuk
58
Lukas Tjandra, Pembimbing Penggembalaan, (Malang:SAAT, 1992), hal.5
59
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal.46
60
Horward .J.Clineball, Basic Types of Pastoral Couseling, (New York: Ambingdon Press, 1966), hal. 89
61
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal.46
24
relasi yang baik.62 Demikian sangat diperlukan hubungan konselor dan konseli yang
kecocokan).63
Konselor harus membuat relasi yang baik sebagai langkah awal dalam
pendampingan pastoral. Satu hal yang sangat penting dalam pendampingan pastoral
karena seorang pembimbing yang baik adalah seorang yang memiliki relasi yang baik. 64
Untuk mencapai tujuan yang baik, maka dalam hubungan pendampingan harus terjadi
rapport (hubungan) antara konseli dan konselor. Rapport dimulai dengan persetujuan,
kesejajaran, kesukaan dan persamaan. Jika terjadi persetujuan dan merasa ada
persamaan, maka timbullah kesukaan terhadap satu dengan yang lain sehingga
menarik.65 Jadi tahap awal ini menjadi sangat penting karena seorang konselor harus
menyakinkan dirinya terhadap konseli supaya menjalani hubungan yang erat sehingga
Pada tahap ini seorang konselor harus berupaya menggali, mencari, menemukan
pokok dari akar serta akibatnya yang dihadapi oleh konseli. Konselor menjadi
pendengar yang baik dan sebaiknya memulai percakapan dengan pertanyaan yang
biasa dengan hal-hal yang umum.66 Pada tahap perumusan masalah tersebut adalah
62
Lukas Tjandra, Pembimbing Penggembalaan, (Malang:SAAT, 1992), hal.5
63
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal .46
64
Horward .J.Clineball, Basic Types of Pastoral Couseling, (New York: Ambingdon Press, 1966), hal. 89
65
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal .46
66
Tu,uTulus, Dasar-dasar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: ANDI, 2007), hal.82
25
sebagai tahap kerja tujuannya adalah untuk mengelola dan mengerjakan masalah
konseli yang telah dipahami dan didefenisikan bersama tahap awal. Tahap inti ini
konselor berupaya menggali, mencari, menemukan pokok dan akar masalah serta
seorang konselor dan mengarahkan konseli dalam masalah yang sedang dihadapi oleh
Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dalam pendampingan pastoral bahwa
seorang konseli yang telah dibimbing oleh seorang konselor, harus mengambil
keputusan sebagai langkah supaya konseli keluar dari masalah yang sedang
pendampingan dengan tindakan (action). Jika pada tahap ini tidak ada tindakan dari
seorang konseli maka percakapan ini sampai pada tahap wacana saja. Teknik
pendampingan pada tahap ini mencakup pada tahap awal dan pertengahan seperti:
diharapkan di sini keputusan yang sudah diambil konseli dapat membawanya keluar
dari permasalahannya.
67
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal.239
68
Sofyan.S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung; ALFA BETA, 2004), hal.239-240
26
Metode studi kasus`merupakan metode penelitian yang menjadi pola dasar yang
keadaan yang dihadapi oleh seorang jemaat dalam pelayanan. Metode ini bermanfaat
bagi ahli teologi pastoral, dan orang lain yang terlibat dalam sebuah pelayanan
kejelasan, studi kasus ini merupakan penyelidikan sistematis atas suatu kejadian
khusus. Metode studi kasus berusaha memberikan penjelasan yang jujur dan seksama
memahami yang menjadi tampak di permukaan dan juga memeriksa kebenaran tafsiran
penulisan dengan meninjau sejumlah kata objektif yang sesuai dan dijadikan tumpuan
Penggunaan metode studi kasus dalam pelayanan pastoral bukanlah hanya sekedar
“teknis praktis” untuk memecahkan masalah, tetapi lebih daripada itu. Dalam
kasus ini secara analitis, mendeskripsikan kasus secara teologi dan melakukan
perencanaan untuk tindakan pastoral dalam proses yang teratur dan berdisiplin.
Seseorang yang menggunakan metode ini dituntut untuk bersikap berhati-hati dan
bertanggung jawab.71 Tujuan metode studi kasus adalam memampukan orang untuk
69
SEAGEST, Studi Kasus Pastoral II, NTT (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1990), hal.201
70
J. Nisbet, Studi Kasus Sebuah Panduan Praktis, (Jakarta: Grasindo, 1994), hal.4
71
SEAGEST,Studi Kasus Pastoral I SUMUT, hal.4-5
72
SEAGEST,Studi Kasus Pastoral I JAWA, hal.252
27
menjelaskan suatu laporan dari suatu kejadian atau masalah, yang dilakukan dengan
Studi kasus merupakan sebuah rekaman atau laporan dari peristiwa yang penting.
Kasus tidak akan menggambarkan semua aspek dari situasi yang dilaporkan, atau
semua kejadian yang terjadi, sebab banyak orang yang tidak ingat lagi semua aspek
kehidupannya, yang sering diingat adalah kejadian demi kejadian. Kejadian penting
data itu dilakukan dengan pertanyaan, wawancara, pemeriksaan dokumen, dll. Studi
dengan penulisan suatu kasus. Oleh karena itu metode studi kasus lebih dipakai dalam
bentuk lisan daripada tertulis, maka diperlukan adanya deskripsi, yang merupakan
keseluruhan informasi yang dikumpulkan oleh si pengamat. Nilai suatu deskripsi yang
Proses pengerjaan untuk ini deskripsi kasus diuraikan mengenai apa yang
terjadi dalam sebuah kasus. Dalam deskrispsi kasus ini harus menggambarkan sejelas
jelas mungkin dengan jelas mengenai kasus. Pada langkah ini seorang ahli harus
melihat, mendengar, serta menggambarkan kasus ini dengan jelas dan apa adanya.
73
J. Nisbet, Watt, Studi Kasus, (Jakarta: Gramedia, 1995), hal. 2
74
SEAGST, Studi Kasus Pastoral I SUMUT, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1985), hal.10-11
28
2.3.2 Analisa Kasus
Dalam analisa kasus kita mencoba untuk menemukan faktor-faktor yang penting
dalam kasus, dan juga faktor sosial-budaya yang memengaruhi dan mewarnai perilaku
mereka. Tugas seorang yang melakukan analisa ialah melihat segala sesuatu dengan
Dalam langkah ini mencoba untuk memberikan pendapat kita sendiri tentang
kasus sesuai dengan iman dan pemahaman teologis yang ada pada kita. Kita membuka
dialog di antara peristiwa dalam kasus dengan tradisi/iman kristen. 76 Dalam metode
studi kasus, interpretasi berlangsung terus sampai si penulis menemukan dasar teologis
yang dapat dijadikan pegangan, agar mampu menjawab atau menanggapi kasus ini
kelompok atau lembaga masyarakat yang terlibat dalam kasus. Aksi mengandung
secara konkrit. Tahapan ini dibuat dengan memanfaatkan apa yang telah dihasilkan
dalam langkah-langkahnya yaitu: deskripsi, analisa dan interpretasi dan dalam bentuk
Verbatim.78
75
SEAGST, Studi Kasus Pastoral I SUMUT, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1985), hal.13-14
76
SEAGST, Studi Kasus Pastoral I NTT, hal. 203
77
SEAGST, Studi Kasus Pastoral I SUMUT, hal.20
78
SEAGST, Studi Kasus Pastoral II NTT,hal. 203
29
2.3.5 Kelebihan Metode Studi Kasus
Metode studi kasus merupakan metode dasar dalam membimbing klien terhadap
masalah-masalah yang dihadapi. Dalam keunggulan metode studi kasus ialah tidak
hanya cukup mengumpulkan informasi tentang fakta-fakta, tetapi apa yang terkandung
dalam data itu perlu di pahami dan di mengerti. Bagaimana orang-orang yang terlibat
memandang masalah-masalah pastoral tertentu, perasaan apa yang ada dalam hati
mereka, dan bagaimana pendapat mereka tentang pengaruh pemecahaan masalah itu
terhadap diri mereka.79 Jadi keunggulan dari metode studi kasus adalah pengumpulan
informasi, baik itu informasi merupakan hasil pengamatan dan pemahaman orang-
orang yang terlibat sehingga hasilnya lebih mudah di pahami oleh setiap pembaca.
dengan “kasus itu”. Hal ini terjadi karena penggunaan utama metode ini biasanya adalah
79
SEAGEST, Studi Kasus I, op. Cit, 7-8
80
J Nisbet & J. Watt, Studi Kasus Sebuah Panduan Praktis, hal. 7
30
31
32