Anda di halaman 1dari 11

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI

ANAK SEKOLAH DASAR


DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI:

Studi Kasus Kecamatan Tanete Riatang Barat, Kabupaten Bone,


Provinsi Sulawesi Selatan

The Pattern of Food Consumption And Nutritional Status of


Primary School Students Based on Socio-Economic Aspects

Case Study Tanete Riattang Barat Sub-District, Bone District,


South Sulawesi
Andi Ismi Tri Ansari, Pipi Diansari*, Ni Made
Viantika*,
Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
*Kontak Penulis: andiismi81@gmail.com

ABSTRAK
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang merupakan hak setiap manusia. Faktor penentu
mutu pangan adalah keanekaragaman jenis pangan, keseimbangan gizi dan keamanan pangan.
Pada masa pertumbuhan anak membutuhkan gizi yang cukup agar dapat tumbuh secara
optimal dan tidak mudah terserang penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk
mengetahui pola konsumsi pangan, diversifikasi pangan dan status gizi anak sekolah dasar di
Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. 2) Menganalisis
keterkaitan antara karakteristik sosial ekonomi dengan budaya pangan dan tingkat kecukupan
gizi yang berdampak pada anak sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan lokasi
penelitian di tiga sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan. Hasil dari penelitian ini: 1) Tingkat partisipasi konsumsi terbesar anak sekolah dasar
berada pada kelompok pangan padi-padian dan tingkat partisipasi terkecil terdapat pada
kelompok pangan buah biji berminyak. Pada tingkat diversifikasi pangan mencapai kategori
cukup dan sebagian besar anak berstatus gizi normal 2) Terdapat korelasi yang signifikan
antara sosial ekonomi dengan pola konsumsi pangan anak pada jenis pangan padi-padian,
hewani, minyak dan lemak, gula, sayur dan buah, dan jenis pangan lainnya dan tidak terdapat
korelasi yang signifikan pada jenis pangan umbi-umbian, kacang-kacangan dan buah biji
berminyak. Kemudian antara sosial ekonomi dengan kecukupan gizi anak menunjukkan
hubungan yang signifikan

Kata Kunci: Status Gizi; Pola Konsumsi Pangan; Diversifikasi Pangan; Sosial
Ekonomi.

ABSTRACT
1
Food is a basic need that is the right of every human being. Food quality determinants are the
diversity of food, nutritional balance and food security. During childhood growth requires
adequate nutrient intake in order to grow optimally and not susceptible to disease. The aim of
the researh is to: 1) To know the pattern of food intake, food diversification and nutritional
status of elementary school children in Tanete Riattang Barat sub district, Bone regency, South
Sulawesi. 2) To analyze the correlation between socioeconomic characteristic with food culture
and nutrient sufficiency level that impact on elementary school children in Tanete Riattang
Barat sub-district, Bone regency, South Sulawesi. This research uses quantitative method. The
locations are in three elementary schools in Tanete Riattang Barat Subdistrict, Bone Regency,
South Sulawesi. The results of this study were: : 1) The lrgest consumption level of elementary
school childrens is in the oily fruit seed group. At the time of diversification food reached an
adequate category and most children had normal nutritional status. 2) There is a significant
correlation between socio-economic and children's food consumption patterns in the types of
grain, animals, oil and fat, sugar, vegetables and fruits, and other types of food and there is no
significant correlation with the types of tubers, nuts-oily nuts and seeds. Then between socio-
economic and nutritional adequacy of children showed a significant relationship.

Keyword : Nutritional Status, Pattern of Food Intake, Food Diversification, Socioeconomic

PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang merupakan hak setiap manusia dan
merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumberdaya manusia. Faktor penentu
mutu pangan adalah keanekaragaman (diversifikasi) jenis pangan, keseimbangan gizi
dan keamanan pangan. Disadari bahwa ketidakseimbangan gizi akibat konsumsi
pangan yang kurang beraneka ragam akan berdampak pada timbulnya masalah gizi,
baik gizi kurang maupun lebih.
Terkait dengan hal tersebut berbagai kebijakan dan program telah ditempuh
pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Beberapa
kebijakan pemerintah seperti Inpres No 14 Th 1974 tentang “Perbaikan Menu Makanan
Rakyat, GBHN 1988 tentang peningkatan produksi pangan, UU NO. 7 TH 1996 tentang
ketahanan pangan, PP 68/ 2002 tentang Ketahanan Pangan Pasal 9 yang menyatakan
tentang kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangandengan
prinsip gizi seimbang.
Beberapa kebijakan di atas ternyata belum memberikan hasil optimal dalam
rangka penganekaragaman konsumsi pangan. Sampai saat ini Indonesia masih
menghadapi masalah kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan oleh skor pola
pangan harapan (PPH) dan rapuhnya ketahanan pangan. Berdasarkan data susenas
tahun 2016 skor PPH baru mencapai 85,24 yang mana skor idealnya adalah 100.
Sedangkan indikator lemahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
diindikasikan oleh (a). Jumlah penduduk rawan pangan (konsumsinya < 90% dari
AKG). Dari jumlah tersebut 32,73 juta jiwa diantaranya merupakan penduduk sangat
rawan (konsumsinya <70% AKG); (b). Balita kurang gizi masih cukup besar yaitu 4,66
juta pada tahun 2015(Dewan Ketahanan Pangan, 2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kependekan dan kekurusan
tertinggi terjadi pada kelompok anak umur 6-12 tahun. Lebih dari sepertiga (36,5%)
anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek yang merupakan indikator adanya
kurang gizi kronis.
2
Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan mencatat tiga daerah memiliki penduduk
miskin terbanyak, yakni Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa, dan Kota Makassar. Dari
ketiganya, Bone menempati posisi teratas dengan jumlah penduduk miskin terbanyak.
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Bone sebanyak 314.569 jiwa dari 80.157 kepala
keluarga (KK). Di Kabupaten Bone terdapat delapan kelurahan dan jumlah penduduk
terbanyak ada di Kecamatan Tanete Riattang Barat dan terdapat 1.887 jiwa penduduk
miskin.
Menurut Dinas Kesehatan di Kabupaten Bone jumlah kasus gizi di Kabupaten
Bone pada tahun 2017 ditemukan 581dibawah normal atau berstatus warning pada anak
sekolah dasaratau 5%, dengan sebaran temuan di 38 wilayah kerja Puskesmas. Pada
Puskesmas Watampone mencatat adanya 7 kasus gizi buruk. Pendataan gizi di Dinas
Kesehatan berfokus pada anak kelas satu SD atau anak umur 6-7 tahun saja. Sedangkan
masa pertumbuhan serta perkembangan tubuh dan otak anak berada pada umur 6-12
tahun. Anak-anak yang tidak terpenuhi gizi di masa tersebut, akan membuat anak
tidak dapat tumbuh secara optimal dan mudah terserang penyakit. Terutama di
Kecamatan Tanete Riattang Barat yang memiliki 34 Sekolah Dasar dan 6.526 siswa(i)
(Kabupaten Bone dalam Angka, 2017). Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang
dan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk
mengetahui pola konsumsi pangan, diversifikasi pangan dan status gizi anak sekolah
dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat,Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. 2)
Menganalisis keterkaitan antara karakteristik sosial ekonomi dengan budaya pangan
dan tingkat kecukupan gizi yang berdampak pada anak sekolah dasar di Kecamatan
Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
METODE
PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional (potong litang), karena
penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu yang sama.
Sedangkan untuk mengambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi
diulas dengan cara deskriptif.
Untuk tujuan penelitian 1, mengenai pola konsumsi pangan, diversifikasi pangan
dan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat,Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan, analisis yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Untuk
tujuan penelitian ke-2, mengenai keterkaitan antara karakteristik sosial ekonomi
dengan budaya pangan dan tingkat kecukupan gizi yang berdampak pada anak
sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan,
dianalisis dengan mengunakan korelasi bivariat. Analisis bivariat adalah analisa yang
dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoadmodjo, 2010).
Analisis yang digunakan untuk menentukan hubungan sosial ekonomi dengan pol
konsumsi pangan adalah korelasi Spearman, karena pada peneitian ini menggunakan
data ordinal. Sesuai dengan Tulus Winarsunu (2002), bahwa untuk menghitung atau

menentukan tingkat hubungan (korelasi) antara dua variabel yang keduanya


merupakan data ordinal menggunakan analisis uji korelasi Tata Jenjang atau Rank
Spearman.

3
Berikut adalah pedoman untuk memberikan interpretasi serta anlisis bagi koefisien
korelasi menurut Sugiyono (2010) :
a. 0,00 – 0,199 = sangat rendah
b. 0,20 – 0,399 = rendah
c. 0,40 – 0,599 = sedang
d. 0,60 – 0,0799 = kuat
e. 0,80 – 1,000 = sangat kuat
Kemudian analisis yang digunakan dalam mengetahui hubungan antara
kecukupan gizi dengan sosial ekonomi adalah Regresi Logistik Biner. Regresi logistik
biner digunakan ketika hanya ada 2 kemungkinan variabel respon, dalam penelitian ini
menggunakan cukup dan tidak cukup (Basuki, 2015).
Dalam mendapatkan data yang dibutuhkan, berikut adalah cara dan alat ukur
setiap variabel;
a. Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan yang menunjukkan keadaan gizi seseorang. Cara
yang digunakan untuk menentukan status gizi yaitu Pengukuran berat Badan
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi badan
menggunakan pengukur tinggi badan (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm, sedangkan
mengukuran genggaman tangan menggunakan hand dynamometer. Kemudian
dimasukkan kedalam rumus IMT (Indeks Massa Tubuh)

Keterangan BB : Berat badan dalam kilogram (kg)


TB : Tinggi badan dalam meter (m)
Sedangkan cara pengukuran status gizi kedua yaitu menggunakan Hand
Dynamometer, yaitu dengan cara menekan Hand Dynamometer menggunakan tangan
kanan dan tangan kiri sebnyak tiga kali dan mengambil angka tertinggi.
b. Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai frekuensi konsumsi dan jenis bahan makanan yang dimakan. Alat yang
digunakan yaitu kuisioner Food Frequensi & Recall 7x24 jam yang mengacu pada
klasifikasi pangan menurut FAO (Food and Agriculture Organization).
c. Diversifikasi Pangan
Diversifkasi pangan adalah keragaman konsumsi pangan. Dalam pengukuran
diversifikasi pangan menggunakan kuisioner yang berdasarkan pada perhitungan PPH
(Pola Pangan Harapan) yang mengacu dari hasil Widyakarya Nasional Pangan Gizi X.
d. Kecukupan Gizi
Kecukupan gizi adalah konsumsi gizi harian yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Alat yang digunakan untuk mengukur kecukupan gizi adalah
kalkulator BMR (Basal Metabolisme Rate atau Tingkat Basl Metabolisme) dan Aplikasi
Nutrisurvey yang mengacu pada FAO (Food and Agriculture Organization).
e. Karakteristik Sosial Ekonomi
Karakteristik sosial ekonomi orang tua mencakup status pekerjaan orang tua untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh orang
tua secara formal, dan upah yang didapatkan oleh orang tua dari hasil bekerja di suatu
instansi pemerintah, swasta, dan wiraswastaMelakukan wawancara dengan orang
tua/wali siswa sekolah dasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4
1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat
Kabupaten Bone Tahun 2018
Umur anak sekolah dasar berkisar antara 6 hingga 12 tahun, berdasarkan sebaran
rata-rata umur adalah 8,5 tahun. Mengacu pada karakter umur menurut Lucas (2004),
maka responden termasuk kategori anak usia sekolah yaitu 6-12 tahun. Jumlah anak
yang dijadikan sampel adalah sebanyak 37 orang dengan persentasi berjenis kelamin
perempuan sebesar 48,7% (18 orang) dan berjenis kelamin laki-laki sebesar 51,3% (19
orang).
2. Karakteristik Keluarga Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat
Kabupaten Bone Tahun 2018
Dalam penelitian ini menunjukkan proporsi terbanyak tingkat pendidikan ayah
dan ibu adalah SMA dengan persentase masing-masing sebesar 62,1%. Husaini (1989)
menambahkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin
tinggi pengetahuannya yang berpengaruh terhadap pemilihan makanan sehari-hari.
Status pekerjaan orang tua responden dalam penelitian ini terdapat lebih dari
separuh ibu responden (64,8%) sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan ibu sebagai
wiraswasta merupakan urutan kedua dengan persentase sebesar 16,2%. Proporsi
terkecil ibu responden bekerja di bidang honorer sebesar 2,7%. Dari hasil menunjukkan
bahwa sebagian ibu memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengasuh dan merawat
anaknya karena ibu tidak bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah. Menurut Ucu
Suhendri (2009), ibu yang tidak bekerja dalam keluarga dapat mempengaruhi konsumsi
gizi anak. Karena ibu berperan sebagai pengasuh dan pengatur konsumsi makanan
anggota keluarga.
Tingkat pendapatan orang tua bervariasi mulai kurang dari Rp 1.000.000 hingga
lebih dari Rp 3.000.000. Terdapat 3 orang tua responden (8,1%) memiliki pendapatan
Rp 1.000.000. Selanjutnya pendapatan terbanyak (35,1%) orang tua responden memiliki
pendapatan antara Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000. Selanjutnya terdapat (27%) orang tua
yang memiliki pendapatan Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000. Kemudian terdapat (29,7%)
orang tua yang memiliki pendapatan yang lebih dari Rp. 3.000.001. Sedangkan pada
pengeluaran, terdapat 8 orang tua responden (21,6%) memiliki pengeluran Rp
1.000.000. Selanjutnya pengeluaran terbanyak (40,5%) orang tua responden memiliki
pendapatan antara Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000. Selanjutnya terdapat (21,6%) orang tua
yang memiliki pendapatan Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000. Kemudian terdapat (18,9%)
orang tua yang memiliki pendapatan yang lebih dari Rp. 3.000.001. Pengeluaran pada
penelitian ini mencakup biaya pendidikan, kesehatan, rumah tangga seperti biaya
listrik dan air, konsumsi dan biaya lainnya.
Pengetahuan konsumsi pangan dan gizi ibu pada penelitian ini meliputi
pengetahuan mengenai kualitas pangan, kebersihan pangan, pengelolaan pangan,
makanan yang bergizi, imunisasi dan sarapan untuk anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat 70,2% ibu yang memiliki pengetahuan mengenai
konsumsi pangan dan gizi yang baik, namun 29,7% ibu dari responden yang memiliki
pengetahuan yang kurang.
Tingkat sosial ekonomi Orang Tua/Wali murid siswa di Kecamatan Tanete
Riattang Barat, Kabupaten Bone sebagian besar berada pada kategori sedang sebanyak
25 anak (67,5%) , diikuti kategori tinggi sebanyak 8 anak (21,6%) dan ada kategori
rendah sebanyak 4 anak (10,8%).
A. Analisa Univariat
1. Gambaran Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat
Kabupaten Bone Tahun 2018
5
Status gizi anak pada penelitian ini diukur menggunakan pengukuran
antrophometri dengan sampel berumur 6-12 tahun. Cara ini telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu yaitu Eny Pujiati (2013) dengan sampel anak sekolah berusia 6-17 tahun dan
Ansar (2015) dengan sampel anak sekolah berusia 6-12 tahun.
Hasil penelitian tentang status gizi siswa sekolah dasar di Kecamatan Tanete
Riattang Barat Kabupaten Bone didapatkan dengan pengukuran tinggi badan dan berat
badan siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Frekuensi Status Gizi Anak Sekolah Dasar
Status Gizi Putra Putri Total
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Sangat Kurus 2 5,4 0 0 2 5,4
Kurus 2 5,4 1 2,7 3 8,1
Normal 9 24,3 12 32,4 21 56,7
Gemuk 2 5,4 2 5,4 4 10,8
Obesitas 4 10,8 3 8,1 7 18,9
Total 19 51,3 18 48,6 37 100

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa status gizi siswa Sekolah dasar berada
pada kategori normal dengan persentase 56,7%, kurus 8,1%, gemuk 10,8%, sangat kurus
5,4%, dan obesitas 18,9%. Pada siswa putra maupun putri kategori status gizi yang
dominan adalah normal dengan persentase pada siswa putra 24,3% dan putri 32,4%.
Berdasarkan fakta dilapangan bervariasinya status gizi anak disebabkan karena
kebiasaan makan anak yang berbeda-beda. Anak yang memiliki status gizi baik rata-
rata makan tiga kali sehari sedangkan yang kurang rata-rata dua kali sehari kemudian
yang obesitas rata-rata lebih dari tiga kali sehari.

Meskipun terdapat 56,7% anak sekolah dasar yang status gizinya masuk dalam
kategori normal namun masih banyak anak yang kekuatan genggaman tangannya
lemah. Berikut adalah distribusi responden berdasarkan kelompok kelompok tingkat
kekuatan genggaman tangan;
Tabel 2.
Distribusi Kekuatan Genggaman Tangan Anak Sekolah Dasar

Kekuatan Genggaman Laki-Laki Perempuan

6
Tangan
Tangan Kanan Tangan Kiri Tangan Kanan Tangan Kiri
N % N % N % N %
Baik 3 15,7 4 21 4 22,2 4 22,2
Sedang 2 10,5 3 15,7 - - 1 5,5
Kurang 14 73,6 12 63,1 14 77,7 13 72,2
Total 19 100 19 100 18 100 18 100

Pada tabel 2. menunjukkan bahwa terdapat 73,6% anak laki-laki masuk dalam
kategori kurang untuk tangan kanan dan 63,1% tangan kiri. Kemudian untuk tangan
kiri anak laki-laki hanya 25,7% yang memiliki kekuatan tangan kanan yang baik dan
21% yang memiliki kekuatan tangan kiri yang baik. Sedangkan terdapat 77,7% anak
perempuan yang kekuatan tangan kanannya masih dalam kategori kurang dan 72,2%
untuk tangan kiri, kemudian hanya 5% anak perempuan yang memiliki kekuatan
genggaman tangan kiri baik, dan tidak terdapat kekuatan tangan kanan dalam kategori
baik untuk anak perempuan.
2. Gambaran Pola Konsumsi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tanete
Riattang Barat Kabupaten Bone Tahun 2018
Gambaran pola kosumsi pada penelitian ini menggunakan metode food frequensi
dan recall 7x24 jam. Cara ini telah dilakukan oleh penelitian terdahulu Nur’aini dan
Mira Dewi (2009) dengan menghitung frequensi konsumsi 9 jenis pangan pada anak
jalanan umur 5-18 tahun dan Titin Herlina (2014) dengan menghitung frequensi 9 jenis
pangan.
Berikut adalah frekuensi konsumsi pangan anak sekolah dasar di Kecamatan
Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone, Tahun 2018 ;
Tabel 3.
Frekuensi Konsumsi Pangan Anak Sekolah Dasar

Jenis Pangan Sering (%) Kadang-Kadang (%) Jarang (%)


Pangan Padi-padian 91,8 8,1 0
Pangan Umbi-umbian 5,4 27 67,5
Pangan Hewani 91,8 8,1 0
Pangan Minyak dan Lemak 18,9 64,8 16,2
Pangan Buah Biji Berminyak 0 40,5 59,4
Pangan Kacang-Kacangan 8,1 64,8 27
Pangan Gula 27 62,1 10,8
Pangan Sayur dan Buah 51,3 45,9 2,7
Pangan Lainnya 13,5 59,4 27

Tabel 3 menunjukkan tingkat partisipasi konsumsi terbesar subjek terdapat pada


kelompok pangan padi-padian (91.8%) dan tingkat partisipasi terkecil terdapat pada
kelompok pangan buah/biji berminyak (0%). Hasil yang sama juga sesuai dengan
Ariani (2010) bahwa konsumsi minyak dan lemak dan buah/biji berminyak merupakan
kelompok pangan dengan jumlah konsumsi terkecil. Rendahnya konsumsi pada
kelompok pangan minyak dan lemak akan underestimate. Hal ini disebabkan sebagian
minyak/lemak yang dikonsumsi individu dalam bentuk makanan jadi pada penelitian
ini tidak diperhitungkan dalam kelompok minyak/lemak.

7
3 Gambaran Keanekaragaman Pangan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tanete
Riattang
Barat Kabupaten Bone Tahun 2018
Untuk mengukur keanekaragaman konsumsi pangan dalam penelitian ini
digunakan dengan skor PPH (Pola Pangan Harapan). Hasil penelitian menunjukkan
rata-rata skor PPH baru mencapai 81,5 dari skor PPH idial yaitu 100 (Tabel 4).
Begitu pula bila dilihat per kelompok pangan, masih terdapat skor PPH untuk
setiap kelompok pangan di wilayah penelitian masih dibawah skor ideal. Berikut
adalah tabel rata-rata skor PPH anak sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat
Kabupaten Bone;
Tabel 4.
Rata-rata Skor PPH Anak Sekolah Dasar
Kelompok Pangan Energi % % Bobot Skor Skor Skor Skor
Aktual Aktual AKE Aktual AKE Maks PPH
Padi-Padian 640,7 43 43,1 0,5 21,5 21,5 25 21,5
Umbi-Umbian 12,9 0,8 0,8 0,5 0,4 0,4 2,5 0,4
Pangan Hewani 276 18,5 18,5 2 37 37 24 24
Minyak dan Lemak 209,9 14,1 14,1 0,5 7 7 5 5
Buah/Biji 22,4 1,5 1,5 0,5 0,7 0,7 1 0,7
Berminyak
Kacang-Kacangan 73,5 4,9 4,9 2 2,4 2,4 10 2,4
Gula 122,4 8,2 8,2 0,5 4,1 4,1 2,5 2,5
Sayur dan Buah 74,5 5 5 5 25 25 30 25
Lain-Lain 55,6 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1488,3 100 100,1 98,1 98,1 100 81,5

B. Hasil Analisa Bivariat


1. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Anak dengan Sosial Ekonomi Keluarga di
Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone Tahun 2018.
Hubungan antara pola konsumsi pangan anak dengan sosial ekonomi keluarga di
Kecamatan Tanete Riattang Barat dapat dilihat pada tabel 24 dibawah ini,

Tabel 5.
Analisa Hubungan Antara Keanekaragaman Pangan Anak dengan Sosial Ekonomi
Keluarga

8
Sosial Jenis Pangan R p-value Kesimpulan
Ekonomi

Tingkat Padi-padian 0.457 0.004 Terdapat hubungan


Pendidikan
Umbi-umbian 0.241 0.150 Tidak terdapat hubungan

Hewani 0.329 0.047 Terdapat hubungan

Minyak dan Lemak 0.457 0.004 Terdapat hubungan

Buah Biji Berminyak 0.268 0.109 Tidak terdapat hubungan

Kacang-kacangan 0.01 0.955 Tidak terdapat hubungan

Gula 0.373 0.023 Terdapat hubungan

Sayur dan Buah 0.374 0.022 Terdapat hubungan

Lainnya 0.393 0.016 Terdapat hubungan

Penghasilan Padi-padian 0.491 0.002 Terdapat hubungan

Umbi-umbian 0.187 0.268 Tidak terdapat hubungan

Hewani 0.575 0.000 Terdapat hubungan

Minyak dan Lemak 0.471 0.003 Terdapat hubungan

Buah Biji Berminyak 0.008 0.961 Tidak terdapat hubungan

Kacang-kacangan 0.278 0.096 Tidak terdapat hubungan

Gula 0.344 0.037 Terdapat hubungan

Sayur dan Buah 0.408 0.012 Terdapat hubungan

Lainnya 0.478 0.003 Terdapat hubungan

Berdasarkan tabel diatas nilai signifikansi hubungan sosial ekonomi dengan pola
konsumsi pangan berjenis padi-padian, hewani, minyak dan lemak, gula, sayur dan
buah, dan pangan lainnya adalah 0,000. Karena nilai signifikansinya kurang dari 5%,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sosial ekonomi dengan pola
konsumsi pangan berjenis padi-padian, hewani, minyak dan lemak, gula, sayur dan
buah, dan pangan lainnya. Hubungan arah menunjukkan hubungan positif. Artinya
semakin tinggi nilai sosial ekonomi akan semakin tinggi nilai pola konsumsi makan
yang dapat diraih, begitu juga sebaliknya.
Kemudian hubungan sosial ekonomi dengan pola konsumsi pangan umbi-umbian,
buah biji berminyak dan kacang-kacangan nilai signifikansinya lebih dari 5%, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan.
Berdasarkan fakta dilapangan, anak yang memiliki sosial ekonomi tinggi rata-rata
diberi sarapan berupa makanan jadi yang telah lengkap nasi, lauk dan sayuran, setelah
itu diberi uang jajan yang lumayan banyak yang mendorong anak untuk membeli
jajanan yang beragam di kantin sekolah. Sedangkan untuk anak yang sosial
ekonominya menengah kebawah rata-rata orang tua yang memberikan sarapan hanya
berupa nasi telur atau mie instan saja, kemudian uang jajan yang diberikan hanya
cukup untuk membeli makanan ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Annisa Putri
9
Gazali (2015), bahwa semakin tinggi sosial ekonomi keluarga maka semakin tinggi pola
konsumsi pangannya, karena sosial ekonomi mempengaruhi kualitas pemilihan
makanan dan daya belinya.
2. Hubungan Kecukupan Gizi Anak dengan Sosial Ekonomi Keluarga di Kecamatan
Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone Tahun 2018.
Kecukupan gizi anak pada penelitian ini diukur berdasarkan konsumsi energi dan
protein dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) pada aplikasi
Nutrisurvey dengan database Indonesia berdasarkan food record selama 7 hari. Cara ini
telah digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu Nadia Loliana (2017) dengan food record 2
hari dan Yanti Ernalia (2016) dengan sampel anak berumur 4-15 tahun dengan food
record 3 hari. Berikut adalah hubungan antara kecukupan gizi anak dengan sosial
ekonomi keluarga di Kecamatan Tanete Riattang Barat Tahun 2018 :
Tabel 6.
Analisa Hubungan Antara Kecukupan Gizi Anak dengan Sosial Ekonomi Keluarga

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 1a penghasilan 2.685 1.218 4.854 1 .028 14.653
pendidikan 3.071 1.361 5.090 1 .024 21.569
Constant -10.975 4.063 7.295 1 .007 .000

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada variabel
penghasilan adalah 0,028. Karena nilai signifikansi kurang dari 5%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel penghasilan berpengaruh terhadap kecukupan gizi.
Kemudian nilai signifikansi pada variabel pendidikan adalah 0,024. Karena nilai
signifikansi kurang dari 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pendidikan
berpengaruh terhadap kecukupan gizi.
Berdasarkan fakta di lapangan, anak yang memiliki sosial ekonomi tinggi memiliki
status gizi yang baik. Jika anak yang tercukupi gizinya akan berdampak pada status
gizinya. Rata-rata anak yang masuk dalam kategori sosial ekonomi menengah kebawah
orang tuanya hanya memberikan makanan agar anaknya kenyang saja, tanpa
memperhatikan cukup tidaknya gizi yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sebataraja (2014), bahwa sosial ekonomi mempengaruhi kecukupan gizi anak
sebabtingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang untuk memahami dan
menerima informasi tentang gizi.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pola asupan pangan dan status gizi anak
ditinjau dari aspek sosial ekonomi maka dapat disimpulkan bahwa :
1. a. Pola konsumsi terbesar anak sekolah dasar terdapat pada kelompok pangan
padi-padian dan tingkat partisipasi terkecil terdapat pada kelompok pangan
buah/biji berminyak.
b. Tingkat diversifikasi pangan di Kecamatan Tanete Riattang Barat masuk dalam
kategori cukup.
c. Dari 37 anak sekolah dasar di Kecamatan Tanete Riattang Barat sebagian besar
berstatus gizi normal.

10
2. a. Terdapat korelasi yang signifikan antara sosial ekonomi dengan pola konsumsi
pangan anak pada jenis pangan padi-padian, hewani, minyak dan lemak, gula,
sayur dan buah, dan jenis pangan lainnya dan tidak terdapat korelasi yang
signifikan pada jenis pangan umbi-umbian, kacang-kaacangan dan buah biji
berminyak.
b. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosial ekonomi dengan kecukupan gizi

anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M. 2010. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade
Terakhir. Dalam Soekirman et al., Widykarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.
Badan Ketahanan Pangan 2015. Pedoman Database Ketahanan Pangan. Jakarta: Badan Ketahanan
Pangan Kementrian Pertanian.
Birch, L. 2009. Development of Eating Behaviors Among Chilren and Adolescents. Peditrics,593-594.
BPS Kabupaten Bone. 2016. Kabupaten Bone dalam Angka. https://bonekab.bps.go.id . Diakses
pada tanggal 15 november 2017.
Hardiansyah. 2007. Studi Analisis Faktor-Faktor Sosial, Ekonomi, dan Biologi yang Mempengaruhi
Kejadian KEK pada Ibu Hamil. Bogor : Departemen Gizi Masyaarakat dan sumberdaya
keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Husaini, M.A. 1989. Study Nutritional Anemia, An Assesment of Information. Kerjasama Direktorat
Bina Gizi Masyarakat, Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Jakarta.
Khomsan, A. 2015. Konsumsi Air Putih, Status Gizi, dan Status Kesehatan Penghuni Panto Weida di
Kabupaten Pacitan. Jurnal Pangan dan Gizi. Vol.9, No.3 : 167-172.
Lucas, B. 2004. Nutrition in Childhood. Dalam Ahmadi : Perkembangan Disiplin Anak. Skripsi.
Universitas Katolik Soegijapranata.
Notoadmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Park S.Y, Suzanne PM, Jennifer FY. 2005. Diettary Patterns Using The Food Guide Pyramid Groups
Are Associated with Sociodemographic and Lifestyle Factors. Dalam Linda Dwi Jayanti : Studi
Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya, Konsumsi Pangan, Serta Densitas Gizi pada Masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar Jawa Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Soekirman 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suhendri, U. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Timmreck, C.T. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Terjemahan Oleh Munya Fauziah,
dkk. Jakarta : EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai