Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus
mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun negara
berkembang, sehingga dikatakan bahwa diabetes melitus sudah menjadi masalah
kesehatan global di masyarakat (Suiraoka, 2012). Jumlah penderita diabetes telah
meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014,
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan menengah
dan rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung
disebabkan oleh diabetes. Hampir setengah dari semua kematian akibat glukosa
darah tinggi terjadi sebelum usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan
menjadi penyebab kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017).
PERKENI (2011), di Laporan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 menuliskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Indonesia pada tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang
berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi penderita
diabetes melitus sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah
rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun,
dengan penderita diabetes melitus 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural.
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus di
Indonesia berdasarkan jawaban wawancara yang pernah didiagnosis dokter
sebesar 1,5%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di
DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%).
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
jumlahnya mengalami peningkatan cukup signifikan. Menurut Dinkes Bantul
(2016) bahwa pada tahun 2015 penyakit diabetes melitus menduduki peringkat ke
empat dari distribusi sepuluh besar penyakit di puskesmas se- Kabupaten Bantul
dengan jumlah penderita sebanyak 17.088 orang. Pada tahun 2016 penderita
penyakit diabetes tetap menduduki peringkat ke empat dengan jumlah penderita
diabetes melitus lebih banyak yaitu sebanyak 20.969 orang (Dinkes Bantul,
2017).
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik membahas asuhan
keperawatan pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Daerah
Torabelo Kabupaten Sigi di ruangan Ebony.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalah yaitu “Bagaimana “Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan
diagnosa medis diabates melitus diruangan Ebony RSUD Torabelo Sigi
Tahun 2021?”
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah Untuk
menganalisa pemberian Asuhan Keperawatan pada Ny. E dengan
diagnosa medis diabates melitus.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengakajian pada Pasien Efusi Pleura di
Ruang Cemara RSUD Torabelo Kab Sigi Tahun 2021
b. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.E dengan
diagnosa medis diabates melitus diruangan Ebony RSUD
Torabelo Sigi.
c. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.E
dengan diagnosa medis diabates melitus diruangan Ebony
RSUD Torabelo Sigi.
d. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny.E
dengan diagnosa medis diabates melitus diruangan Ebony
RSUD Torabelo Sigi.
e. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada
Ny.E dengan diagnosa medis diabates melitus diruangan
Ebony RSUD Torabelo Sigi.
f. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.E dengan
diagnosa medis diabates melitus diruangan Ebony RSUD
Torabelo Sigi.

1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
tentang masalah diabetes melitus diruangan Ebony RSUD Torabelo
Sigi.
1.4.2. Manfaat Bagi Institusi
Penulisan ini diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan keperawatan
dalam pemberian asuhan keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan pada semua pasien.
1.4.3. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadikan sebagai panduan
dalam intervensi keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang di produksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan
mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada syaraf). Diabetes juga disertai
juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang
mencakup infark miokard,stroke, dan penyakit vaskuler perifer (Brunner dan
Suddarth, 2014).
Diabetes mellitus, adalah kondisi serius jangka panjang yang terjadi
ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang karena tubuh
mereka tidak dapat menghasilkan hormon insulin apa pun atau cukup, atau
tidak dapat efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah
hormon penting yang diproduksi di pankreas. Ini memungkinkan glukosa dari
aliran darah untuk memasuki sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi
energi. Insulin juga penting untuk metabolisme protein dan lemak.
Kurangnya insulin, atau ketidakmampuan sel untuk meresponnya,
menyebabkan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia), yang
merupakan indicator klinis diabetes (IDF, 2019).

2.2. Tipe diabetes


Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda, penyakit ini
dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi
diabetes yang utama adalah :
1) Tipe I : Diabetes tergantung insulin (Insulin – Dependent Diabetes
Mellitus [IDDM]).
2) Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non- Insulin-
Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]).
3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
4) Diabetes mellitus gestasional (Gestational Diabetes Mellitus [GDM])
(Brunner dan Suddarth, 2014).
2.3. Etiologi
2.3.1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pancreas. Kombinasi factor genetic, immunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta.
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi,
mewarisi suatu presdiposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor immunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan asing. autoantibodi
terhadap sel – sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal)
terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun
sebelum timbulnya tanda – tanda klinis diabetes tipe I.
2.3.2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin
dan mengganggu sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadi nya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula factor-
factor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II.
Factor – factor lain :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas
65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
a. Emboli paru.
2.4. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Sistem Endokrin

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip


dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira – kira lima belas sentimeter, mulai dari
duodenum sampai limpa, dan dilukiskan terdiri atas tiga bagian. Kepala pancreas
yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
abdomen, dan yang paling praktis melingkarinya. Badan pancreas merupakan bagian
utama dalam organ itu dan letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra
lumbalis pertama. Ekor pancreas adalah bagian yang runcing di sebelah kiri, dan
sebenarnya menyentuh limpa.

Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun
mengitari saluran – saluran halus. Saluran – saluran ini mulai dari persambungan
saluran – saluran kecil dari lobula yang terletak di dalam ekor pancreas dan berjalan
melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran – saluran kecil itu menerima saluran
dari lobula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama, yaitu
duktus Wirsungi (pancreatic duct).

Pancreas dapat disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi.


Fungsi eksokrin dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah
pancreas dan yang berisi enzim dan elektrolit. Cairan pencerna itu berjalan melalui
saluran seksretori halus dan akhirnya dikumpulkan oleh dua saluran, yaitu yang
utama disebut duktus Wirsungi (pancreatic duct) dan sebuah saluran lain yaitu
duktus Santorini (accessory pancreatic duct), yang masuk ke dalam duodenum.
Saluran utama bergabung dalam saluran empedu di dalam Ampula Vater (hepato
pancreatic ampula).

2.5. Manifestasi Klinik


Tanda gejala pada penderita diabetes mellitus :
2.5.1. Ketoasidosis atau serangan diam – diam pada diabetes tipe I.
2.5.2. Keletihan akibat defisiensi energy dan keadaan katabolis.
2.5.3. Kadang – kadang tidak ada gejala (pada diabetes tipe II).
2.5.4. Diuretic osmotic yang disertai poliuria, dehidrasi, polidipsia, selaput
lender keringdan kekencangan kulit buruk.
2.5.5. Pada ketoasidosis dan keadaan non-ketotik hiperosmolar
hiperglikemik, dehidrasi berpotensi menyebebkan hipovolemia dan
syok.
2.5.6. Jika diabetes tipe I tidak dikontrol, pasien mengalami penurunan berat
badan dan selalu lapar, padahal ia sudah makan sangat banyak
(Nursing, 2011).

2.6. Patofisiologi
2.6.1. Diabetes tipe 1.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia – puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar;
akibatnya , glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan dieskresikan ke dalam urine, eksresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
2.6.2. Diabetes Tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akat terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
2.7. Pathway

Sumber : Menurut (Nanda NIC NOC, 2013) dengan menggunakan Standar


Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017)
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medik pada ulkus diabetikum menurut (Kartika,
2017) adalah:
a. Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu
dilakukan setiap saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat
risiko dengan melakukan pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki
secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan 5)
perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada
kaki.
b. Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner
sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan dikelola
bersama, meliputi:
 Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Evaluasi luka harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis
dilakukan setelah debridement adekuat. Jaringan nekrotik dapat
menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat
untuk bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat
mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat
dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgikal,
enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara paling efektif adalah dengan
metode autolysis debridement.
2.9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dilakukan untuk menegakkan klien terkena diabetes atau tidak.
(dr. Decroli, 2019).
a. Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
1) Plasma vena ≥ 200, nilai normal <100
2) Darah kapiler ≥ 200, nilai normal <90
b. Kadar glukosa darah puasa >140 mg/dl
1) Plasma vena ≥ 126, nilai normal <100
2) Darah kapiler ≥ 100, nilai normal <90
2.10. Komplikasi
Menurut (Russel, 2011),komplikasi jangka panjang pada diabetes mellitus
yaitu :
a. Serangan jantung (kardiopati diabetik)
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang akan menaikan
kadar kolestrol dan trigliserida. Lama kelamaan akan terjadi
aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah.
b. Penyakit ginjal (nefropatik diabetik)
Nefropatik diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah yang mengakibatkan penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein ke urine (albuminuria).
c. Kebutaan akibat glukoma (retinopati diabetik)
Keadaan ini disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi
makan pada retina.
d. Stroke
Tubuh penderita diabetes mengalami gangguan metabolisme
karbohidrat dan lemak sehingga rentan mengalami tekanan darah
tinggi aterosklerosis.
e. Luka yang tidak dapat sembuh
Penderita diabetes sulit menyembuhkan luka terbuka yang dialaminya
karena kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (vasokontriksi). Akibatnya sirkusasi darah menjadi
terganggu dan mengakibatkan transportasi nutrisi serta oksigen pada
luka menjadi terhambat sehingga penyembuhan luka berjalan sangat
lambat.
Tiga proses yang berbeda berperan pada masalah kaki diabetik :
1) Iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan
mikroangiopati
2) Neuropati : sensorik, motorik, dan otonom
3) Sepsis : jaringan yang mengandung glukosa tersaturasi
menunjang pertumbuhan bakteri.
Grade ulkus diabetikum yaitu :
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal
Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkak bawah distal.
f. Kematian
Jika kondisi diabetes pada penderita sudah parah dan menyebabkan
komplikasi berbagai penyakit berat,maka akibat paling fatal dari
diabetes mellitus adalah kematian.
2.11 Fokus Pengkajian
a. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah
komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi :
a) Biodata
1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis)
2. Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien)
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki
diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang Data diambil saat pengkajian berisi
tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD
sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu Adakah riwayat penyakit terdahulu yang
pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi
berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit keluarga , adakah
anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes
Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang menurun.
c) Pola Fungsional
1. Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi
pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota
keluarganya.
2. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman,
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
yang disukai, penurunan berat badan.
3. Pola Eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4. Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat
dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas,
kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5. Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6. Pola persepsi dan kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentang penyakitnya.
7. Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8. Pola reproduksi dan seksualitas.
9. Pola mekanisme koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10. Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, cara berkomunikasi.
11. Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada 18
balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi),
kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2. Sistem Pernafasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh
obat anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan
semi fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
3. Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi
meningkat.
4. Sistem Pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa
bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu
makan, bising usus, berat badan.
5. Sistem Muskuloskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini
karena pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4
dapat menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada
bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan
6. Sistem Integummen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output
yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas
untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit
tersebut.

b. Diagnosa Keperawatan.
Setelah mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi tersebut
dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin, tingkat
perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis.
Diagnosa keperawatan Ulkus diabetikum dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma)
b) Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hiperglikemia
c) Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
d) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif
e) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f) Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan neuropati perifer
g) Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes
Mellitus)
h) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan resistensi
insulin
i) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
j) Risiko Jatuh berhubungan dengan neuropati
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
STANDAR
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan kepera- Manajemen Nyeri (I.08238
watandiharapkan tingkat nyeri (L.08066) Observasi :
menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
3) Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
4) Gelisah menurun memperingan nyeri
5) Kesulitan tidur menurun 5) Monitor efek samping penggunaan
6) Berfokus pada diri sendiri menurun analgetik
7) Tekanan darah membaik Teraupetik :
8) Pola napas membaik 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS,
hipnosis, kompres hangat/dingin)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgetik

2 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
diharapkan perfusi perifer (L.02011) Observasi :
meningkat.Kriteria hasil : 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
1) Kekuatan nadi perifer meningkat perifer, edema, pengisian kapiler,
2) Penyembuhan luka meningkat warna, suhu, ankle brachial index)
3) Sensasi meningkat 2) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
4) Warna kulit pucat menurun bengkak pada ekstremitas
5) Nyeri ekstremitas menurun Terapeutik :
6) Nekrosis menurun 1) Lakukan pencegahan infeksi
7) Pengisian kapiler membaik 2) Lakukan hidrasi
8) Akral membaik
9) Tekanan darah sistolik membaik Edukasi :
10) Tekanan darah diastolik membaik 1) Anjurkan untuk berhenti merokok
2) Anjurkan untuk berolahraga rutin
3) Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat (mis. Melembabkan kulit kering
pada kaki).
4) Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
5) lemak jenuh, minyak ikan omega
3 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
diharapkan status nutrisi (L.03030) membaik Observasi :
Dengan Kriteria hasil : 1) Identifikasi status nutrisi
1) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
2) Monitor asupan makanan
sehat 3) Monitor berat badan
2) Pengetahuan tentang pilihan minuman yang 4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
sehat Terapeutik :
3) Sikap terhadap makanan/minuman sesuai
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
dengan tujuan
Piramida makanan)
Edukasi :
1) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

4 Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564)
diharapkan integritas kulit (L.14125) meningkat Observasi :

Kriteria hasil : 1) Monitor karakteristik luka (mis.


1) Perfusi jaringan meningkat Drainase, warna, ukuran, bau)
2) Nyeri menurun 2) Monitor tanda tanda infeksi
3) Perdarahan menurun Terapeutik :
4) Kemerahan menurun 1) Lepaskan balutan dan plester secara
5) Hematoma menurun perlahan
6) Jaringan parut menurun 2) Cukur rambut di sekitar daerah luka,
7) Nekrosis menurun jika perlu
8) Suhu kulit membaik 3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau
9) Sensasi membaik pembersih nontoksik,sesuai kebutuhan
10) Tekstur membaik 4) Bersihkan jaringan nekrotik
5) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
6) Pasang balutan sesuai jenis luka
7) Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat atau
drainase
Edukasi :
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi prosedur debridement
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)


diharapkan tingkat infeksi (L.14137) menurun Observasi :
Kriteria hasil : 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
1) Kebersihan tangan meningkat sistemik
2) Kebersihan badan meningkat Terapeutik :
3) Demam menurun 1) Batasi jumlah pengunjung
4) Kemerahan menurun 2) Berikan perawatan kulit pada daerah area
5) Nyeri menurun edema
6) Bengkak menurun 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
7) Cairan berbau busuk menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
8) Kultur area luka membaik 4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi :
2) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
3) Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

6 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hiperglikemia (I.0311)
diharapkan kestabilan kadar glukosa Observasi :
darah (L.03022) meningkat. Kriteria 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
hasil : hiperglikemia
1) Lelah/lesu menurun 2) Monitor kadar glukosa darah
2) Rasa lapar menurun 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
3) Mulut kering menurun (mis. Poliuria, polidipsia, polifagia,
4) Rasa haus menurun kelemahan, malaise, pandangan kabur,
5) Kadar glukosa dalam urine membaik sakit kepala)
6) Jumlah urine membaik Terapeutik :
1) Berikan asupan cairan oral
2) Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi :
1) Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
2) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Pengunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian insulin
2) Kolaborasi pemberian cairan IV

6 Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)


diharapkan tingkat pengetahuan (L.1211) Observasi :
meningkat. Kriteria hasil : 1) Idenfitikasi kesiapan dan kemampuan
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat menerima informasi
2) Verbalisasi minat dalam belajar Terapeutik :
3) Perilaku sesuai dengan pengetahuan 1) Sediakan materi dan media pendidikan
4) Pertanyaan tentang masalah yang kesehatan
dihadapi menurun 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
5) Perilaku membaik kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1) Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
7 Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh
diharapkan tingkat jatuh (L.14138) menurun. Observasi :
Kriteria Hasil : 1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis.
1) Jatuh dari tempat tidur menurun Usia>65 tahun, neuropati)
2) Jatuh saat berdiri menurun 2) Identifikasi faktor lingkungan yang
3) Jatuh saat di kamar mandi menurun meningkatkan risiko jatuh (mis. Lantai
licin, penerangan kurang
3) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala (mis. Fall Morse Scale), jika perlu
Terapeutik
1) Orientasikan ruangan pada pasien dan
keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam kondisi terkunci
3) Atur tempat tidur mekanis pada posisi
terendah
4) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkau-
an pasien
Edukasi:
1)Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
2)Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
3)Ajarkan cara menggunakan bel pemang-
gil untuk memanggil perawat
c. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).

d.Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Rahma, 2011).

Anda mungkin juga menyukai