Cek Dulu Ka Dewi
Cek Dulu Ka Dewi
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus
mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun negara
berkembang, sehingga dikatakan bahwa diabetes melitus sudah menjadi masalah
kesehatan global di masyarakat (Suiraoka, 2012). Jumlah penderita diabetes telah
meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014,
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan menengah
dan rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung
disebabkan oleh diabetes. Hampir setengah dari semua kematian akibat glukosa
darah tinggi terjadi sebelum usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan
menjadi penyebab kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017).
PERKENI (2011), di Laporan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 menuliskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Indonesia pada tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang
berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi penderita
diabetes melitus sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah
rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun,
dengan penderita diabetes melitus 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural.
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus di
Indonesia berdasarkan jawaban wawancara yang pernah didiagnosis dokter
sebesar 1,5%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di
DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%).
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
jumlahnya mengalami peningkatan cukup signifikan. Menurut Dinkes Bantul
(2016) bahwa pada tahun 2015 penyakit diabetes melitus menduduki peringkat ke
empat dari distribusi sepuluh besar penyakit di puskesmas se- Kabupaten Bantul
dengan jumlah penderita sebanyak 17.088 orang. Pada tahun 2016 penderita
penyakit diabetes tetap menduduki peringkat ke empat dengan jumlah penderita
diabetes melitus lebih banyak yaitu sebanyak 20.969 orang (Dinkes Bantul,
2017).
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik membahas asuhan
keperawatan pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Daerah
Torabelo Kabupaten Sigi di ruangan Ebony.
1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
tentang masalah diabetes melitus diruangan Ebony RSUD Torabelo
Sigi.
1.4.2. Manfaat Bagi Institusi
Penulisan ini diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan keperawatan
dalam pemberian asuhan keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan pada semua pasien.
1.4.3. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadikan sebagai panduan
dalam intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang di produksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan
mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada syaraf). Diabetes juga disertai
juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang
mencakup infark miokard,stroke, dan penyakit vaskuler perifer (Brunner dan
Suddarth, 2014).
Diabetes mellitus, adalah kondisi serius jangka panjang yang terjadi
ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang karena tubuh
mereka tidak dapat menghasilkan hormon insulin apa pun atau cukup, atau
tidak dapat efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah
hormon penting yang diproduksi di pankreas. Ini memungkinkan glukosa dari
aliran darah untuk memasuki sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi
energi. Insulin juga penting untuk metabolisme protein dan lemak.
Kurangnya insulin, atau ketidakmampuan sel untuk meresponnya,
menyebabkan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia), yang
merupakan indicator klinis diabetes (IDF, 2019).
Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun
mengitari saluran – saluran halus. Saluran – saluran ini mulai dari persambungan
saluran – saluran kecil dari lobula yang terletak di dalam ekor pancreas dan berjalan
melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran – saluran kecil itu menerima saluran
dari lobula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama, yaitu
duktus Wirsungi (pancreatic duct).
2.6. Patofisiologi
2.6.1. Diabetes tipe 1.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia – puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar;
akibatnya , glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan dieskresikan ke dalam urine, eksresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
2.6.2. Diabetes Tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akat terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
2.7. Pathway
b. Diagnosa Keperawatan.
Setelah mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi tersebut
dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin, tingkat
perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis.
Diagnosa keperawatan Ulkus diabetikum dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma)
b) Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hiperglikemia
c) Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
d) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif
e) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f) Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan neuropati perifer
g) Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes
Mellitus)
h) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan resistensi
insulin
i) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
j) Risiko Jatuh berhubungan dengan neuropati
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
STANDAR
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan kepera- Manajemen Nyeri (I.08238
watandiharapkan tingkat nyeri (L.08066) Observasi :
menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
3) Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
4) Gelisah menurun memperingan nyeri
5) Kesulitan tidur menurun 5) Monitor efek samping penggunaan
6) Berfokus pada diri sendiri menurun analgetik
7) Tekanan darah membaik Teraupetik :
8) Pola napas membaik 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS,
hipnosis, kompres hangat/dingin)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgetik
2 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
diharapkan perfusi perifer (L.02011) Observasi :
meningkat.Kriteria hasil : 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
1) Kekuatan nadi perifer meningkat perifer, edema, pengisian kapiler,
2) Penyembuhan luka meningkat warna, suhu, ankle brachial index)
3) Sensasi meningkat 2) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
4) Warna kulit pucat menurun bengkak pada ekstremitas
5) Nyeri ekstremitas menurun Terapeutik :
6) Nekrosis menurun 1) Lakukan pencegahan infeksi
7) Pengisian kapiler membaik 2) Lakukan hidrasi
8) Akral membaik
9) Tekanan darah sistolik membaik Edukasi :
10) Tekanan darah diastolik membaik 1) Anjurkan untuk berhenti merokok
2) Anjurkan untuk berolahraga rutin
3) Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat (mis. Melembabkan kulit kering
pada kaki).
4) Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
5) lemak jenuh, minyak ikan omega
3 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
diharapkan status nutrisi (L.03030) membaik Observasi :
Dengan Kriteria hasil : 1) Identifikasi status nutrisi
1) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
2) Monitor asupan makanan
sehat 3) Monitor berat badan
2) Pengetahuan tentang pilihan minuman yang 4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
sehat Terapeutik :
3) Sikap terhadap makanan/minuman sesuai
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
dengan tujuan
Piramida makanan)
Edukasi :
1) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
4 Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564)
diharapkan integritas kulit (L.14125) meningkat Observasi :
6 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hiperglikemia (I.0311)
diharapkan kestabilan kadar glukosa Observasi :
darah (L.03022) meningkat. Kriteria 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
hasil : hiperglikemia
1) Lelah/lesu menurun 2) Monitor kadar glukosa darah
2) Rasa lapar menurun 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
3) Mulut kering menurun (mis. Poliuria, polidipsia, polifagia,
4) Rasa haus menurun kelemahan, malaise, pandangan kabur,
5) Kadar glukosa dalam urine membaik sakit kepala)
6) Jumlah urine membaik Terapeutik :
1) Berikan asupan cairan oral
2) Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi :
1) Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
2) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Pengunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian insulin
2) Kolaborasi pemberian cairan IV
d.Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Rahma, 2011).