Anda di halaman 1dari 172

MUHAMMAD AZHARI NASUTION

KE
BAITULLAH
TAPI TAK
BERTEMU
ALLAH
“Memaknai Ibadah Umrah Dari Ritual
Hingga Spiritual ...”

ISI BUKU

1
Pendahuluan: Berbekallah! (QS. Al-
Baqarah 2:197)

Bagian Satu: Yang Harus Anda Tahu


Seputar Umrah

1. Sejak Kapan Ada Umrah?


2. Umrah, Haram!
3. Benefit Jika Anda Ibadah Umrah
4. Panduan Praktis Ibadah Umrah

Bagian Dua: Makna Simbolik Ibadah


Umrah

1. Ihram

- Miqat: Terminal Niat

- Talbiah: Kalimat Transenden


Sebagai Tamu Tuhan

- Tanah Haram: Suci &


Terlarang

2
- Ihram: Bukan Sekedar
Berganti Pakaian

3. Thawaf:

- Masjidil Haram: Rumah


Tuhan Yang Istimewa
- Makna Thawaf: Mereguk
Pesan di Setiap Putaran
- Makna Maqam Ibra>hi>m:
Jangan Jadi Hamba Aljabar
- Makna Zam-Zam: Jadilah
Manusia Seutuhnya

4. Sai: Menangkap Pesan Dari


Dua Bukit Suci

5. Tahallul: Buang Kotoran


Picikmu, Wisuda Ruhani

6. Thawaf Wada’: Yang Berpisah


Itu Badan, Bukan Jiwamu!

7. Ziarah Makam Nabi:

3
- Mengapa Harus Menziarahi

Nabi?

- Adab Menziarahi Nabi

Epilog: Menggali Makna Mabrur

Rujukan

Tentang Penulis

Nasehat Agama:

4
،‫َي ْأيِت َعَلى الَّن اِس َز َم اٌن ُحَيُّج َأْغ ِنَي اُء ُأَّميِت ِللُّنْز َه ِة‬
،‫َو َأْو َس اُطُه ْم ِللِّتَج اَر ِة َو ُقَّر اُؤ ُه ْم ِللِّر َي اِء َو الِس َم َعِة‬
‫َق اُؤ ِلل َأَلِة‬
‫َو ُف َر ُه ْم َمْس‬
“Akan datang suatu masa di mana
orang kaya dari umatku mengunjungi
Baitullah (haji) karena motif wisata,
yang kelas menengah ke Baitullah
karena kepentingan bisnis, para
agamawan dan cendekiawannya karena
riya dan popularitas. Sementara yang
miskin untuk mengemis.” (HR. Al-
Khathib dan Ad-Dailami)1

Wahai para peziarah Baitullah

Kalian di mana? Kalian di mana?

1
Albani meragukan validitas riwayat ini.
Meski demikian kesahihan pesannya bisa kita rasakan
bersama. Fenomena ke Tanah Suci tidak lagi an sich
mengunjungi Baitullah, melainkan karena popularitas,
touris, bisnis, bahkan politis. Lihat Al-Silsilah Al-
Dha’ifah, h. 1093

5
Kekasih di sini, kekasih di sini (di hati)

Datanglah.. Datanglah..

Kekasihmu bersebelahan denganmu

Dari dinding ke dinding.

Berpuluh-puluh kali kau kunjungi rumah itu.


Kunjungilah sekali saja rumah hati.

Thawaflah di ka’bah hati

Jika kau punya hati

Hati adalah ka’bah makna

Memangnya menurutmu apa!?

Beribu-ribu kali kau melangkah


mengelilingi ka’bah

Tak kan diterima Tuhan jika hatimu jahat!

(Mawlana Jalaluddin Rumi)

6
Pengantar

Berbekallah! (QS. Al-Baqarah 197)

7
‫َتَز َّو ُدو۟ا َفِإَّن َخ ْي ٱلَّز اِد ٱلَّتْق ٰى ۚ ٱَّتُقوِن َٰٓيُأ۟و ىِل‬
‫َو َو‬ ‫َر‬ ‫َو‬
‫ٱَأْلْلَٰب ِب‬

“Berbekallah, dan sesungguhnya


sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-
orang yang mempunyai akal sehat (Ulil
Al-Alba>b) (QS. Al-Baqarah [2]:197).

Ayat di atas merupakan pesan sisipan


dari “haji” yang menjadi pesan
utamanya. Ada tiga kata kunci yang
perlu di-highligth dari ayat ini, yaitu:
kata perintah kepada peziarah Baitullah
agar mereka membawa bekal
(tazawwadu>), lalu kata takwa yang
disebut-sebut Tuhan sebagai bekal
terbaik (fa inna khayra al-za>di al-
taqwa>), dan kata ulil al-alba>b.

Pertama, mengapa kita perlu membawa


bekal? Tentu ada banyak jawaban.
Orang Arab punya filosofi:

‫َمْن َعَر َف ُبْع َد الَّسَف ِر ِاْس َتَعَّد‬

8
“Orang yang mengetahui jauhnya jarak
perjalanan, dia akan mempersiapkan
bekal”.

Jadi, bekal itu penting untuk mitigasi.


Dulu, saat kita sekolah di masa kecil, ibu
kita selalu membawakan bekal, meski
faktanya banyak anak yang tidak suka
karena lebih memilih jajan bebas di
sekitar sekolah. Jam belajar yang kita
tempuh panjang, perlu nutrisi yang sehat,
ibu kita lebih yakin dengan bekal yang
dibuatnya daripada makanan
sembarangan yang kita beli sendiri.

Saat ingin berangkat ke Baitullah, Tuhan


menyuruh kita untuk berbekal. Bukan
hanya karena panjangnya perjalanan
fisik dengan jutaan mil yang harus
ditempuh menuju Tanah Suci, lebih dari
itu, haji dan umrah adalah perjalanan
spiritual (spiritual journey).2 Dalam

2
Di dalam tradisi tasawuf perjalan spiritual
diistilahkan dengan syair wa suluk. Yaitu medan
juang yang harus dilalui, melewati beragam
maqa>ma>t (stasiun-stasiun spiritual) menuju

9
kondisi semacam ini bekal menjadi
sangat penting sebagai mitigasi rohani
bagi para pengembara spiritual. Tidak
salah jika perjalanan ke Tanah Suci
disebut sebagai perjalanan terpenting
selama hidup (the journey of a life time).
Tanpa bekal, rohani kita bisa jet lag
sebelum sampai tujuan. Kita boleh jadi
sampai ke Baitullah, tapi tak akan
pernah bertemu dengan Allah. Peziarah
semacam ini pulang hanya akan
membawa oleh-oleh kelelahan, kering
tanpa makna.

Kedua, kata takwa. Kata ini familier di


telinga. Tidak hanya di telinga, sangking
populernya Al-Qur’an sendiri
mengulang kata ini sebanyak 258 kali.3

Allah. Syekh ‘Abdullah al-Anshari di dalam kitab


Mana>zil al-Sairi>n menuntun kita untuk masuk
perjalanan ini dengan melewati 100 maqa>m
yang diawali dengan maqa>m yaqzhah
(kesadaran) sampai diujung maqa>m tauh}i>d.
Lihat: Kitab Manazil......
3
LIHAT MU’JAM MUFAHRAS.....

10
Apa itu takwa? Sulit mencari definisi
utuh dari kata ini. Orang sering
menerjemahkannya dengan kata takut.
Bertakwalah kepada Allah, artinya
takutlah kepada Allah. Padahal, Tuhan
bukanlah sosok yang menakutkan
sehingga banyak orang yang sudah
mampu secara finansial tapi masih fobia
pergi ke Makkah. Alasan mereka karena
takut sama Tuhan. Orang seperti ini
belum bisa membedakan antara fobia
dengan simpatik. Tuhan bukan untuk
ditakuti, lalu Anda jauhi layaknya orang
yang memiliki fobia dengan hewan
tertentu, Tuhan itu Zat Agung yang
mestinya Anda segani, sehingga semakin
Anda segan kepada-Nya, semakin ingin
mendekati-Nya, semakin ingin kerumah-
Nya, bertemu dan bercengkrama dengan-
Nya. Makna takwa yang kedua ini
kurang cocok kalau diterjemahkan
dengan kata takut, tapi yang lebih pas
adalah simpatik. Takwa bisa juga bisa
dimaknai dengan hidup berdasarkan
protokoler Tuhan.

11
Jadi, jika ayat tadi mengatakan “sebaik-
baik bekal adalah takwa”, artinya
sebaik-baik bekal adalah aturan Tuhan
dan agama itu sendiri. Menurut seorang
sufi, Ibnu ‘Aji>bah, ada dua puncak
ketakwaan; pertama, ketika seorang
mampu konfrontatif terhadap dorongan
jelek dalam dirinya (mukhalafah al-
hawa>); kedua, dia mencintai Tuhan
sepenuhnya (mah}abbah al-mawla>).4

Ketiga, ulil al-alba>b. Kata ini dalam


Al-Qur’an disebut sebanyak 16 kali.5
Ulil al-alba>b berarti orang yang
memfungsikan perangkat yang diinstal
Tuhan, yang dengan perangkat itu
manusia disebut manusia. Pakar
leksikografi Al-Qur’an, Ra>ghib Al-
Asfaha>ni> mengatakan bahwa kata
alba>b diambil dari kata lubb yang
berarti inti.6

4
. Bahrul Madid, h. 200.
5
RUJUK
6
3. Mu’jam Mufradat, h. 339.

12
Sekarang menurut Anda, bagian mana
yang merupakan inti dari diri Anda
sehingga layak disebut manusia? Apa
yang membuat Anda punya diferensiasi
atau berbeda dengan makhluk Tuhan
yang lain? Jawabannya adalah akal.
Dengan akal manusia tahu mana benar
mana salah, mana benci mana cinta, dan
seterusnya. Tetapi tidak semua orang
berakal masuk kategori ulul al-alba>b,
kullu lubbin ‘aql wa laysa kullu ‘aqlin
lubb, ini karena setiap ulul al-alba>b
adalah orang yang berakal tapi tidak
setiap yang berakal adalah ulul al-
alba>b. Ulul al-alba>b hanya mereka
yang mampu mengaktivasi akal
rohaninya (‘aql lubbiyah). Dengan
perangkat akal ini, manusia mampu
memiliki kesadaran (counscioueness),
dengan kesadarannya dia mampu
mengenal (cognitive faculty), setelah
mengenal dia mampu memberi makna
(making sense), bukan hanya terhadap
dirinya tetapi juga Tuhannya.

13
Wajar jika ayat itu memberi garansi
hanya ulul al-alba>b yang mampu
menangkap pesan dan makna ritual haji
dan umrah. Ayat itu tidak mengatakan
ulul al-amwa>l (orang yang
konglomerat), ulul al-jah (orang yang
populer) atau ulul al-hawa>’ (orang
menuhankan hawa nafsu). Ini karena
Anda akan bisa melihat gejalanya. Meski
tidak bisa dipukul rata.

Orang kaya, sosialita dan konglomerat


yang tidak ulul al-alba>b, mereka hanya
sibuk membawa bekal deposito,
konsekuensinya orang ini lebih
disibukkan dengan shopping daripada
memaknai ibadahnya. Orang popular
yang tidak ulul al-alba>b juga hanya
sibuk membawa bekal kamera
handphone dengan kualitas yang
canggih, sampai di sana disibukkan
potret sana-sini hingga alfa memotret
dirinya sendiri, sementara orang yang
ambisi hanya sibuk mengejar motif-
motif pribadinya, bisnisnya, citra
politiknya, dan seterusnya.

14
Karena itu melihat fenomena orang ke
Baitullah pada zamannya, sahabat Nabi
Ibnu ‘Umar pernah memberi testimoni
singkat yang jleeb di hati; alhajju qali>l,
warrakib katsi>r”, yang sekedar jalan-
jalan banyak, tetapi yang benar-benar
ibadah (haji/umrah) itu sedikit.
Komentar itu disampaikan Ibnu ‘Umar
di zamannya, saya tidak habis pikir kalau
beliau hidup di zaman kita, mungkin ada
komentar yang lebih parah dari itu.7

Awalnya buku ini hanya berupa coretan-


coretan singkat di berangkas handphone
saya. Coretan-coretan itu saya tulis
sebagai kritik terhadap kualitas ibadah
saya sendiri. Bertahun-tahun bertugas
sebagai pembimbing jemaah haji dan
umrah, tetapi di saat yang sama penulis
sendiri merasa kering dengan ritual yang
dilakukan.

Tentu ada yang salah, semacam ada


bekal rohani yang kurang penulis
siapkan setiap kali berkunjung ke
7
. Ihya, vol.1, h. 634.

15
Baitullah. Tetapi dipersimpangan jalan
saya berpikir, kenapa coretan seadanya
ini tidak jadi bekal setiap jamaah saja?
Meski jauh dari kesempurnaan, tetap
saja tadi kita sudah sepakati bahwa
berbekal jauh lebih baik dari tidak sama
sekali. Begitu isi kepala saya saat itu.
Akhirnya pelan-pelan saya
merampungkan tulisan sederhana ini.

Harapannya semoga buku ini bisa


menjadi bekal za>d al-taqwa dalam
perjalanan rohani pembaca menuju
Tanah Suci. Jika ada kesempatan buku
ini kedepan akan lebih diperkaya dengan
edisi khusus “haji”. Semoga Allah
memberikan pertolongan-Nya kepada
kita untuk mencapai ibadah yang
mabrur. Aamiin.

16
Beribu-ribu kali kau melangkah
mengelilingi ka’bah. Tak kan
diterima Tuhan jika hatimu jahat!

(Mawlana Jalaluddin Rumi)

17
BAGIAN PERTAMA:

YANG HARUS ANDA TAHU


SEPUTAR UMRAH

18
Sejak Kapan Ada Umrah?

Istilah ‘umrah seakar kata


dengan‘imarah, artinya meramaikan.8
Disebut umrah karena salah satu makna
umrah adalah meramaikan Baitullah
dengan cara mengunjunginya untuk
beribadah (‘ima>rah bayti malik al-
mulk bi ziyaratihi li al-nusuk). Kata
umrah juga seakar kata dengan kata
‘umr (usia), hal ini karena umrah
berbeda dengan haji, jika ritual haji
hanya bisa dilakukan di waktu tertentu,
maka umrah dapat dilakukan kapan saja
sepanjang umur. Ada lagi yang
berpendapat, umrah berasal dari kata
‘umrah yang berarti kunjungan atai
ziarah. Definisi umrah menurut syariat
adalah mengunjungi ka’bah untuk
beribadah (tawaf, sai, dan mencukur
rambut).9

8
. Mu’jam h.261

19
Kapan umrah pertama kali dilakukan?
Konon sejak perintah haji pertama di
turunkan (tahun 6 H).10 Banyak pakar
sejarah mengatakan bahwa jika dihitung
dari tahun ke 6 hijriah hingga tahun
wafatnya Nabi, maka Nabi melakukan
umrah sebanyak empat kali; tiga kali
berhasil dan satu kali gagal. Jadi beliau
sebenarnya hanya umrah tiga kali.
Berbeda dengan haji yang beliau lakukan
hanya satu kali seumur hidup.

Penting dicatat, umrah pertama kali yang


dilakukan Nabi pada tahun ke-6 Hijriah
tersebut berujung gagal. Hal ini karena
9
Yunasril Ali, Spiritualitas Ibadah:
Memaknai ibadah486
10
Perintah haji tersebut tersirat dalam
dua ayat yaitu: surah Ali ‘Imran [3]: 97 dan
surah Al-Baqarah [2]: 196. Para ulama tafsir
berbeda pendapat menyangkut waktu turunnya
ayat-ayat yang mewajibkan haji atau umrah ini.
Ada yang berpendapat pada tahun 6 H, ada yang
berpendapat pada tahun 9 H, bahkan ada yang
berpendapat lebih awal dari keduanya yaitu
tahun 3 H, tepatnya ketika terjadinya perang
Uhud, Lihat: Tafsir al-Munir, Vol.2, h. 337.
Lihat juga: Quraish Shihab, h. 817.

20
di tengah perjalanan, rombongan beliau
dicegat di daerah Hudaibiyah, beberapa
kilometer sebelum memasuki kota
Makkah. Meski situasi yang dihadapi
umat Islam saat itu terjepit, tetapi Nabi
berhasil melakukan diplomasi dengan
kaum musyrikin Makkah. Buah dari
diplomasi tersebut adalah perjanjian
yang kemudian disebut dengan
11
Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu
isinya disepakatinya gencatan senjata
selama 10 tahun ke depan, di mana umat
Islam dalam masa perdamaian ini boleh
melaksanakan haji atau umrah dengan
catatan tidak pada tahun ini, tetapi pada
tahun depan berikutnya, itupun
maksimal kunjungan hanya sebatas tiga
hari. Dengan demikian Nabi dan
rombongan sejumlah seribu empat ratus
orang tersebut gagal melaksanakan
umrah dan terpaksa pulang ke Madinah.

Selanjutnya umrah kedua dilakukan


Nabi di periode damai Hudaibiyah.
11
Perjanjian hudaybiayah...lihat buku sejarah
Pak Qurasih

21
Selama masa ini, kedua belah pihak
terikat perjanjian untuk tidak boleh
berperang dan berkhianat. Umrah kedua
ini dilakukan Nabi tepat pada tahun
depan berikutnya, yaitu tahun ke-7
hijriah. Pada musim kedua ini nabi
membawa rombongan tidak kurang dari
dua ribu jama’ah. Umrah kedua ini
disebut juga dengan umrah qadha karena
mengganti keberangkatan umrah yang
gagal di tahun sebelumnya.

Waktu silih berganti. Perjanjian


Hudaibiah yang semestinya disepakati
10 tahun ternyata dikhianati oleh kafir
Quraisy. Maka dengan demikian,
putuslah perjanjian damai, Nabi
kemudian menyiapkan pasukan
sebanyak 10.000 orang. Pasukan ini
membanjiri kota Makkah. Musyrikin
Makkah menyerah tanpa syarat, Nabi
berhasil menaklukkan Makkah.
Peristiwa ini dikenal dengan istilah
Fathul Makkah.12 Di kesempatan yang
sama pada peristiwa ini juga Nabi
12
LIHAT BUKU SEJARAH PAK QURASIH

22
melakukan umrah ketiganya. Peristiwa
ini terjadi pada tahun ke-8 hijriah.

Selanjutnya pada tahun ke-9 H, karena


satu dan lain hal Nabi menunda
melaksanakan umrah dan haji. Meski
tidak berangkat, Nabi tetap
mendelegasikan jamaah haji dengan
menunjuk Abu Bakar sebagai pimpinan
rombongan haji (amirul h}ajj).

Barulah pada tahun ke-10 Hijriah, Nabi


melaksanakan umrah beliau yang
keempat sekaligus melaksanakan kali
pertamanya ibadah haji. Beliau
mendorong kaum muslimin untuk ikut
serta, sekaligus ingin menunjukkan
kepada para sahabat bagaimana
melaksanakan haji yang sebenarnya.
Nabi berangkat ke Makkah pada tanggal
25 Dzulqa’dah tahun 10 hijriah. Saat itu
tercatat tidak kurang 124 ribu
rombongan yang ikut bersama Nabi.

Pada tahun ke 10 hijriah ini kali


keempatnya Nabi melaksanakan umrah

23
serta kali pertama dan terakhirnya Nabi
melaksanakan haji. Karena itu musim
haji ini dikenal juga dengan istilah haji
wada’ (haji perpisahan). Adapun pada
tahun ke-11 hijriah, delapan bulan
sebelum masuk musim haji, Nabi
meninggal dunia, tepatnya pada tanggal
12 Rabi’ul Awwal bertepatan pada
tanggal 7 atau 8 juni 632 masehi.

Umrah, Haram!

Dalam mazhab Imam Syafi’i, hukum


asal umrah adalah wajib. Alasannya
karena perintah melaksanakan umrah
digandeng dengan perintah wajibnya
melaksanakan Haji.13 Kewajiban umrah
tentu berbeda dengan shalat. Meski
wajib bukan berarti jika tidak
melakukannya Anda otomatis berdosa,
hal ini karena kewajiban umrah sama
halnya dengan haji, yaitu kewajiban
yang bersifat longgar (at-tara>khi),
bukan spontan dan mendesak seperti
13
. Rawai’ul Bayan, h. 188.
(lihat QS. Al-Baqarah 2:196).

24
shalat (at-fawr). Selain itu, ibadah haji
dan umrah juga mesti disyaratkan
dengan banyak hal, antara lain istitha’ah
(kemampuan). Jadi, orang yang tidak
umrah karena belum punya kemampuan
biaya yang cukup tentu dia tidak
berdosa.14

Umrah juga bisa berhukum sunnah, jika


umrah tersebut dilakukan oleh seorang
anak kecil. Konsekuensinya, manakala
anak tersebut sudah akil balig/cukup
umur, dia tetap masih punya kewajiban
melaksanakan umrah yang belum
ditunaikan. Selain sunnah umrah juga
bisa berhukum makruh; jika yang
melakukan umrah adalah orang yang
sebenarnya tidak mampu lalu berangkat
dengan biaya meminta-minta kepada
manusia.

Adakah umrah yang hukumnya haram?


Ada. Yaitu umrah yang dilakukan oleh
seorang yang yakin adanya sesuatu yang
mengancam jiwanya (wabah misalnya)
14
. Tafsir Munir, Vol.2, h. 337

25
tetapi memaksa untuk berangkat. Atau
umrah tetapi menggunakan uang hasil
korupsi.15

Benefit Jika Anda Melakukan Ibadah


Umrah

Banyak riwayat menyangkut keutamaan


umrah, beberapa riwayat tersebut antara
lain;

Pertama, pengampunan dosa-dosa kecil:

‫َاْلُعْم ًر ُة ِإىَل اْلُعْم َر ِة َك َّفاَر ٌة َا َبْيَنُه َم ا‬


‫َمل‬
“Antara satu umrah dengan umrah
berikutnya terdapat penghapusan dosa-
dosa di antara keduanya.” (HR. Bukhari
No. 1773 dan Muslim No. 1349)

‫ِف ِن‬ ‫ِب‬


‫تَا ُعوا َبَنْي اَحْلِّج َو اْلُعْم َر ِة َفِإَّنُه َم ا َيْن َي ا اْلَفْق َر َو الُّذ ُنوَب‬
‫ِد ِد َّذ ِب ِف ِة‬ ‫ِف ِك‬
‫َك َم ا َيْن ى اْل ُري َخ َبَث اَحْل ي َو ال َه َو اْل َّض َو َلْيَس‬
‫ِلْلَح َّج ِة اْلَم ْبُر وَر ِة َثَو اٌب ِإَّال اَجْلَّنُة‬
15
. Taqriratus Sadidah, Vol.1 h. 471-472

26
“Iringilah haji dengan umrah, karena
keduanya menghilangkan kefakiran dan
dosa-dosa sebagaimana pembakaran
menghilangkan karat pada besi, emas,
dan perak. Tidak ada pahala bagi haji
yang mabrur, kecuali surga.” (HR. An-
Nasai)

Kedua, Bernilai Jihad


‫َي ا َر ُس وَل الَّل ِه َعَلى الِّنَس اِء ِج َه اٌد َق اَل « َنَعْم َعَلْيِه َّن‬
‫ِج َه اٌد َال ِقَتاَل ِفيِه اَحْلُّج َو اْلُعْم َر ُة‬
Aisyah ra bertanya kepada Nabi,
“Wahai Rasulullah, apakah wanita juga
wajib berjihad?” Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, “Iya. Dia
wajib berjihad tanpa melakukan perang,
yaitu dengan haji dan umrah.” (HR.
Ibnu Majah No. 2362)

Ketiga, Menjadi Tamu Allah, Doanya


Mustajab
‫ِه‬ ‫ِم‬ ‫ىِف ِب ِه‬
‫اْلَغ اِز ى َس يِل الَّل َو اَحْلاُّج َو اْلُم ْع َت ُر َو ْف ُد الَّل َدَع اُه ْم‬
‫َفَأَج اُبوُه َو َس َأُلوُه َفَأْع َطاُه ْم‬

27
“Orang yang berperang di jalan Allah,
orang yang berhaji, serta berumrah
adalah tamu-tamu Allah. Allah
memanggil mereka, maka mereka pun
memenuhi panggilan-Nya. Oleh karena
itu, jika mereka meminta kepada Allah,
pasti Allah akan mengabulkan
permintaan mereka.” (HR. Ibnu Majah
No. 2893)

Keempat, Umrah di Bulan Ramadhan


Mendapatkan Pahala Seperti Haji
‫ َفِإَّن ُعْم َر ًة ِفيِه َتْع ِدُل َح َّج ًة‬، ‫َفِإَذا َج اَء َرَم َض اُن َفاْعَتِم ِر ي‬
‫َم ِعي‬

“Apabila datang bulan Ramadhan,


lakukanlah umrah, karena umrah di
bulan Ramadhan senilai haji
bersamaku.” (HR. Muslim No. 1256)

Dalam ritual umrah juga terdapat


beberapa ibadah yang agung yang
memiliki keutamaan-keutamaan
tersendiri. Seperti
mengucapkan talbiah, thawaf di Ka’bah,

28
melaksanakan sai, minum air zam-zam,
salat di Masjidil Haram, tahallul, serta
berbagai zikir dan doa yang diucapkan
selama melaksanakan umrah.

Kelima, Keutamaan Ucapan Talbiah


Nabi bersabda:
‫ يا رسول‬:‫ قيل‬،‫ وال َكَّبَر ُمكِّبٌر ِإَّال ُبِّش ر‬، ‫َم ا َأَه َّل مهٌّل‬
‫ نعم‬:‫اهلل باجلنة؟ قال‬
“Tidaklah seorang mengucapkan talbiah
atau mengucapkan takbir, melainkan
akan dijanjikan dengan kebaikan.”
Rasulullah saw ditanya, “Wahai
Rasulullah, apakah dijanjikan dengan
surga?” Beliau menjawab, “Iya.” (HR.
Ad-Da>r Quthni> No. 1979)

Keenam, Keutamaan Thawaf


Nabi bersabda:
،‫َمْن َطاَف َهِبَذ ا الَبْيِت ُأْسُبوًعا َفَأْحَص اُه َك اَن َك ِعْت ِق َر َقَب ٍة‬
‫َال َيَض ُع َق َد ًم ا َو َال َيْر َف ُع ُأْخ َر ى ِإَّال َح َّط الَّل ُه َعْن ُه َخ ِط يَئ ًة‬
‫َو َك َتَب َلُه َهِبا َح َس َنًة‬
“Barangsiapa yang thawaf di Ka’bah ini
sebanyak tujuh putaran, lalu ia

29
menyempurnakannya, maka seperti
(pahala) memerdekakan seorang budak.
Tidaklah ia meletakan kakinya dan tidak
pula ia mengangkat kaki yang lain,
kecuali Allah akan menghapuskan satu
dosanya dan mencatat baginya satu
kebaikan.” (HR. Tirmidzi No. 1959)

Ketujuh, Pahala Shalat di Masjidil


Haram dan Masjid Nabawi

Nabi bersabda:
‫َأْلِف َص اَل ٍة يِف َم ا ِس َو اه‬ ‫ِم‬ ‫ِج ِد‬ ‫َص اَل ٌة يِف‬
‫َمْس ي َه َذ ا َخ ْيٌر ْن‬
‫ِم ِم اَئ ِة‬ ‫ِم‬ ‫ َص اَل ٌة يِف‬،‫ِج َد اَحْل اَم‬ ‫ِإ‬
‫اَحْلَر ا َأْفَض ُل ْن‬ ‫َر َو‬ ‫اَّل اْلَمْس‬
‫َمْس ِج ِد ي َه َذ ا‬ ‫َص اَل ٍة يِف‬
“Salat di masjidku (Masjid Nabawi)
lebih utama daripada 1000 kali salat di
masjid lainnya, selain Masjidil Haram.
Adapun salat di Masjidil Haram, maka
lebih utama daripada 100 kali salat di
masjidku ini (Masjid Nabawi).” (HR.
Bukhari No. 1190 dan Muslim No.
1394)

30
Kedelapan, Ampunan Allah
Ketika Tahallul
Nabi bersabda mendoakan bagi orang
yang tahallul:
‫وَل الَّل ِه‬ ‫ِف ِل ِق‬
‫ َي ا َر ُس‬: ‫الَّلُه َّم اْغ ْر ْلُمَح ِّل َني َق اُلوا‬
‫ َي ا‬: ‫ الَّلُه َّم اْغ ِف ْر ِلْلُمَح ِّلِق َني َق اُلوا‬: ‫َو اْلُم َق ِّص ِر يَن ؟ َق اَل‬
‫ِف ِل ِق‬ ‫ِه‬
‫ الَّلُه َّم اْغ ْر ْلُمَح ِّل َني‬: ‫َرُس وَل الَّل َو اْلُم َق ِّص ِر يَن ؟ َق اَل‬
‫ِه‬
‫ َو اْلُم َق ِّص ِر يَن‬: ‫ َيا َرُس وَل الَّل َو اْلُم َق ِّص ِر يَن ؟ َقاَل‬: ‫َقاُلوا‬
“Ya Allah, ampunilah mereka yang
potong gundul.” Para sahabat berkata,
“Wahai Rasulullah, bagaimana kalau
cuma sekedar potong pendek?” Beliau
masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah
mereka yang potong gundul.” Para
sahabat balik bertanya, “Wahai
Rasulullah, bagaimana kalau cuma
potong pendek?” Beliau masih
bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka
yang potong gundul.” Para sahabat
kembali bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana cuma sekedar potong
pendek?” Baru beliau menjawab, “Dan
juga bagi yang memendekkan.” (HR.

31
Bukhari No. 1728 dan Muslim No.
1320)

Panduan Praktis Ibadah Umrah

Ada tiga istilah teknis yang mesti Anda


pahami untuk melaksanakan umrah,
yaitu; hal-hal yang bersifat rukun dalam
prosesi umrah (al-arka>n), hal-hal
wajib dalam ritual umrah (al-
w>ajiba>t), dan sunnah-sunnah dalam
ibadah umrah (as-sunan). Secara
sederhana ketiganya bisa kita bedakan
sebagai berikut;

Rukun umrah adalah semua hal yang


mesti dilakukan dalam ritual umrah. Jika
tidak, maka konsekuensinya umrah yang
dilakukan tidak sah, dan tidak bisa
diganti dengan denda atau dam. Rukun
umrah dalam mazhab Imam Syafi’i ada
lima; Niat ihram dari miqat, thawaf, sai,
tahallul, dan tertib pelaksanaan antar
rukunnya.

32
Sunnah-sunnah umrah adalah hal-hal
yang tidak mesti dilakukan, tidak
berkonsekuensi pada sah tidaknya
pelaksanaan umrah, tetapi jika dilakukan
akan menambah kemuliaan dan bobot
pahala ibadah, seperti; mandi ihram,
membaca talbiah, dan seterusnya.

Adapun wajib umrah adalah istilah yang


jika sesuatu tersebut tidak dilakukan
maka umrah tidak sah kecuali
menambalnya dengan denda yang telah
ditentukan (dam). Wajib umrah dalam
mazhab Syafi’i ada dua, yaitu; niat
melakukan ihram dari miqat dan
menjaga diri dari pembatal-pembatal
selama ritual ihram (muharramah al-
ih}ra>m).

Panduan Ibadah Umrah

Ketika Anda sejak awal memang berniat


umrah atau haji, maka Anda wajib
berniat tepat di tempat miqat dan belum
melewatinya. Jika orang tersebut lupa
berniat di pemberhentian miqat, maka

33
wajib membayar denda dan melanjutkan
ibadahnya hingga selesai, atau dendanya
akan gugur jika orang tersebut kembali
ke miqat dan memulai niatnya dari
awal.16

Selanjutnya sebelum sesaat berangkat


menuju miqat, ada beberapa kesunnahan
yang dianjurkan untuk Anda lakukan; (1)
mencukur kumis dan merapikan janggut
(2) membersihkan bulu ketiak (3)
memotong kuku (4) mencukur bulu
kemaluan (5) mandi dengan niat
melaksanakan Ihram (6) memakai
pengharum di badan (7) memakai
pakaian ihram yang bersih (8) memakai
sendal. Selanjutnya setelah mengenakan
Ihram di pemberhentian miqat, sebelum
menghujamkan niat ada beberapa sunnah
yang sangat dianjurkan; (9) lakukan
shalat mutlak dua rakaat. Bacalah surat
Al-Kafirun dan Al-Ikhlas. Kedua surat
ini kata para ulama sama-sama disebut
surat Al-Ikhlas—ikhlas artinya murni—
karena “kemurnian” menjadi salah satu
16
. Taqrirot, h.488, 491.

34
pesan utama di surat tersebut. Bedanya,
surat Al-Kafirun menuntut kemurnian
akidah, sementara Al-Ikhlas menuntut
kemurnian ibadah.17 Saat ingin berniat
ihram Anda baik sekali mentadaburi
surah ini, agar kemurnian niat ibadah
umrah tetap terjaga; (10) berniatlah di
awal perjalanan dengan menghadap
kiblat (11) memperbanyak zikir dengan
membaca talbiah.

Berikut bacaan niat umrah yang bisa


Anda lafalkan:

‫ َلَّبْيَك الَّلـُه َّم ُعْم َر ًة‬.‫َنَو ْيُت الُعْم َر َة َو َأْح َر ْمُت هِب َاِ ِهلل َتعَاَىل‬
Aku niat umrah dengan berihram karena
Allah Ta’ala. Aku sambut panggilan-Mu
ya Allah untuk berumrah.

Adapun jika umrah yang Anda lakukan


atas nama orang lain, berikut lafalnya:

‫(ُفالٍن ْبِن‬... ‫َنَو ْيُت الُعْم َر َة َو َأْح َر ْمُت هِب َاِ ِهلل َتعَاَىل َعْن‬
) ‫ُفالٍن‬
17
. Maraqil ‘Ubudiyah, 117.

35
Aku niat umrah dengan berihram karena
Allah Ta’ala untuk Fulan bin Fulan.

Zikir talbiah:
‫ ِإَّن اَحْلْم َد‬، ‫ َال َش ِر ْيَك َلَك َلَّبْيَك‬، ‫َلَّبْيَك الَّلُه َّم َلَّبْيَك‬
‫َو الِّنْع َم َة َلَك َو اْلُم ْلَك َال َش ِر ْيَك َلَك‬
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya
Allah. Aku datang memenuhi panggilan-
Mu. Aku datang memenuhi panggilan-
Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang
memenuhi panggilan-Mu. Sungguh,
segala puji, nikmat, dan segala
kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada
sekutu bagi-Mu.
Sepanjang status Anda masih menjalani
ritual ihram dan belum melakukan
tahallul, maka Anda wajib menjaga hal-
hal yang bisa membatalkan ihram. Jika
melanggar maka sebagian pelanggaran
itu berkonsekuensi yang membuat Anda
berdosa, dan sebagian yang lain
mewajibkan untuk membayar denda.

36
Hal-hal yang perlu dijaga selama ihram
antara lain: (1) tidak boleh menutup
kepala bagi laki-laki dan menggunakan
pakaian berjahit (2) bagi wanita tidak
diperkenankan menutup wajah dan
memakai kaos tangan (3) menghilangkan
semua jenis rambut, kulit, kuku dengan
cara apapun (4) memakai wewangian (5)
menikah, dinikahkan, menjadi saksi
nikah, termasuk tidak boleh
berhubungan badan secara sengaja dan
telah mengetahui keharaman hukumnya
(7) membunuh dan berburu binatang
yang dagingnya halal dimakan dan hidup
di daratan (8) memotong dan atau
mencabut tanaman, dan lain-lain.

Jika telah tiba di kota suci Makkah,


setelah siap semuanya, bersiaplah ke
Masjidil Haram untuk melaksanakan
thawaf. Ketika memasuki masjid ada
beberapa sunnah yang dianjurkan yaitu;
Menjaga adab selama di masjid seperti
berdoa ketika masuk dan keluar masjid,
tidak melakukan transaksi jual beli
online maupun offline, menjaga kesucian

37
masjid, shalat sunnah tahiyyatul masjid,
berdoa. Disunnahkan memasuki Masjidil
Haram dari pintu Bani Syaibah, dan
berdoa:

، ‫ َو ُس ْلَطاِنِه اْلَق ِدِمْي‬، ‫ َو ِبَو ْج ِه ِه اْلَك ِرِمْي‬، ‫َأُع ْو ُذ ِبالَّل ِه اْلَعِظ ْيِم‬
‫ِج‬
‫ َالَّلُه َم َص ِّل‬.‫ ِبْس ِم اِهلل و اَحْلْم ُد ِهلل‬,‫ِم َن الَّش ْيَطاِن الَّر ْيم‬
‫ِل‬ ‫ِف‬ ‫ٍد‬
‫َعَلى َحُمَّم الَّلُه َم اْغ ْر يِل َذْنيِب َو اْفَتْح ي َأْبَو اَب َر َمْحِتَك‬

Aku berlindung kepada Allah Yang Maha


Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia
dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari
setan yang terkutuk. Dengan nama Allah
dan semoga shalawat dan salam
tercurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah,
bukalah pintu-pintu rahmat-Mu
untukku..18

Doa Ketika Melihat Kabah:

18
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, (Damaskus: Da>r Al-Fikr,
1983), Jilid 3, hal. 2388

38
‫الَّلُه َّم ِز ْد َه َذ ا اْلَبْيَت َتْش ِر يًف ا َو َتْع ِظ يًم ا َو َتْك ِر ًميا َو َمَه اَب ًة‬
‫َو ِز ْد َمْن َش ّر َفُه َو َك ّر َم ُه َّمِمْن َح َّج ُه َو اْعَتَم َر ُه َتْش ِر يًف ا‬
‫َو َتْك ِر ًميا َو َتْع ِظ يًم ا َو ِبًّر ا‬
Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan,
keagungan, kehormatan dan wibawa
pada Bait (Ka’bah) ini. Dan
tambahkanlah pula pada orang-orang
yang memuliakan, mengagungkan dan
menghormatinya di antara mereka yang
berhaji atau yang berumrah dengan
kemuliaan, keagungan, kehormatan dan
kebaikan.19

Selanjutnya sebelum melaksanakan


thawaf ada beberapa persyaratan thawaf
yang harus dipenuhi: (1) menutup aurat
(2) suci dari hadas kecil dan besar (3)
badan dan pakaian suci dari najis (4)
memposisikan ka’bah di sebelah kiri
badan (5) setiap putaran dihitung dari
sejajar hajar Aswad (6) dilakukan tujuh
kali secara yakin (7) dilaksanakan di

19
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2388

39
dalam Masjidil Haram dan di luar
ka’bah, asy-syadzarwan dan Hijr Ismail
(8) tidak memalingkan niat selain niat
thawaf.

Adapaun ketika melaksanakan thawaf,


ada beberapa sunnah yang dianjurkan
yaitu: (1) berjalan tanpa alas kaki (2) ar-
raml, yaitu dengan berjalan cepat pada
tiga putaran pertama, menyempitkan
langkah tanpa berlari dan melompat (3)
al-idhthiba’, dengan cara membuka bahu
kanan bagi laki-laki. Lalu menyelipkan
bagian selendang di bawah ketiak kanan
dan diletakkan di atas pundak kiri. Hal
ini dilakukan saat Anda melakukan ar-
raml. (4) mendekat ke ka’bah di tiga
putaran pertama, jika tidak mungkin
lebih baik menjauh (5) thawaf dengan
khidmat dan tidak berbicara
(6)mengangkat tangan ketika berdoa (7)
thawaf dilakukan secara muwalah, yaitu
satu putaran dengan putaran berikutnya
dilakukan secara bersambung, tidak
terputus (8) memperbanyak zikir dengan
menghadirkan hati (9) mengusap hajar

40
Aswad atau dengan isyarat dan mencium
tangan setelahnya (10) mengusap atau
dengan isyarat setiap melewati rukun
yamani dan mencium tangan setelahnya
(11) setelah sempurna 7 putaran
shalatlah dua raka’at di belakang maqam
Ibra>hi>m, dan setelah itu perbanyaklah
doa di depan Multazam. Jika tidak
memungkinkan shalatlah di Hijr Ismail,
jika masih tidak mungkin shalatlah di
tempat yang paling mungkin di area
Masjidil Haram. Begitupun hal yang
sama, jika tidak mungkin berdoa di
hadapan Multazam, berdoalah di depan
Al-Hathim. Jika masih tidak mungkin
berdoalah di tempat yang paling
memungkinkan di area Masjidil Haram.
(12) Terakhir, sebelum melakukan sai
minumlah beberapa teguk air zam-zam
dengan niat agar dipenuhi segala
kebutuhan agama dan dunia anda.

Sepanjang ritual thawaf ini, berikut


beberapa doa yang bisa dibaca:

41
Setiap awal putaran (pertama sampai ke
ketujuh), berdirilah dengan wajah dan
dada menghadap Hajar Aswad, sambil
mengangkat tangan kanan lalu membaca
dan mengecup:
‫ِب ِم ِهلل‬
‫ْس ا َو اُهلل َأْك َبُر‬
Dengan Nama Allah, dan Allah Maha
Besar
Doa dari sudut Hajar Aswad hingga
sudut Yamani:

‫ِد‬
‫الَّلُه َّم ِإَمْياًنا ِبَك َو َتْص ْيًق ا ِبِكَتاِبَك َو اِّتَباًعا ُس َّنَة َنِبِّيَك‬

“Ya Allah karena beriman kepada-Mu,


karena membenarkan kitab-Mu, dan
karena mengikuti sunnah Nabi-Mu”.20

Doa antara sudut Yamani sampai Hajar


Aswad:

20
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2224

42
‫ِق‬ ‫ِخ‬ ‫ِت‬
‫َر َّبَنآ ٰا َنا ىِف الُّد ْنَيا َح َس َنًة َو ىِف ْااٰل َر ِة َح َس َنًة َو َن ا َع َذ اَب‬
‫الَّناِر‬
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan
hindarkanlah kami dari siksa neraka”21

Sekarang bersiaplah melakukan sai.


seperti biasa ada beberapa syarat sai
yang mesti dipenuhi; (1) sai dilakukan
setelah melaksanakan thawaf secara
sempurna (2) perjalanan sai dilakukan
sebanyak tujuh kali, yaitu berangkat
dihitung sekali dan kembali dihitung
sekali (3) hitungan ganjil dimulai dari
bukit Shafa, yaitu perjalanan pertama,
ketiga, kelima, ketujuh. Sebaliknya
hitungan genap dimulai dari bukit
Marwah (4) tidak memalingkan niat
dalam perjalanan selain ritual sai (5) di
antara Shafa dan Marwah tidak dipisah
dengan diam yang terlalu lama.

21
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2224

43
Adapun sunnah sai yang dianjurkan
sepanjang ritual sai adalah sebagai
berikut: (1) zikir dan berdoa di setiap
batas akhir perjalanan (2) berjalan
panjang sepanjang sai, dan naik ke bukit
Shafa bagi laki-laki setinggi orang
berdiri (3) khusus bagi laki-laki
disunnahkan berjalan agak cepat di
sepanjang tiang hijau (4) suci dari hadats
dan najis (5) menutup aurat (6)
bersambung antara ritual thawaf dan sai
(7) bersambung antara satu perjalanan
sai ke sai berikutnya) (8) melakukan
idththiba’ sepanjang sai.

Berikut beberapa zikir yang bisa anda


baca sepanjang ritual sai:

Bacaan ketika ingin memulai perjalanan


berada di atas bukit Shafa:

.‫ أْبَد ُأ َمِبا َبَد َأ اُهلل ِبِه َو َرُسْو ُلُه‬. ‫ِبْس ِم اِهلل الَّر َمْحِن الَّر ِح ْيِم‬
‫ َفَمْن َح َّج اْلَبْيَت َأِو‬،‫ِإَّن الَّص َف ا َو اْلَمْر َو َة ِم ْر َش َعآِئِر اِهلل‬

44
‫اْعَتَمَر َفَال ُج َناَح َعَلْيِه َأْن َيَّطَّوَف ِهِبَم ا َو َمْن َتَطَّو َع َخ ْيًر ا‬
‫ِك ِل‬ ‫ِإ‬
‫َف َّن اَهلل َش ا ٌر َع ْيٌم‬
“Dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha penyayang. Aku
mulai dengan apa yang telah dimulai
oleh Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya
Shafa dan Marwah sebagian dari syiar-
syiar (tanda kebesaran Allah). Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke
Baitullah atau pun berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sai
antara keduanya. Dan barangsiapa
yang mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Penerima
Kebaikan lagi Maha Mengetahui.”

Setelah itu menghadaplah ke kiblat


(dengan melihat ka’bah secara langsung
jika memungkinkan), lalu bertakbir 3
kali dan lanjutkan dengan zikir sebagai
berikut 3 kali:22

22
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2231

45
‫اُهلل َأْك َبُر اُهلل َأْك َبُر اُهلل َأْك َبُر‬
‫ َل ُه اْلُم ْل ُك َو َل ُه اَحْلْم ُد‬،‫اَل ِإَل َه ِإاَّل اُهلل َو ْح َد ُه اَل َش ِر يَك َل ُه‬
‫ٍء ِد‬
‫ َأَجْنَز‬،‫ اَل ِإَل َه ِإاَّل اُهلل َو ْح َد ُه‬، ‫َو ُه َو َعَلى ُك ِّل َش ْي َق يٌر‬
‫ َو َهَزَم اَأْلْحَز اَب َو ْح َد ُه‬،‫ َو َنَص َر َعْبَد ُه‬،‫َو ْعَد ُه‬

Lalu angkatlah kedua tangan dan berdoa


kepada Allah untuk kebaikan dunia dan
akhirat Anda. Setelah itu, turunlah dari
bukit Shafa menuju bukit Marwah
sambil berzikir dan berdoa bebas.
Takbir, zikir dan doa ini adalah tatacara
dan bacaan yang sama jika Anda sudah
sampai di bukit Marwah.

Adapun ketika sampai di antara dua pilar


hijau, maka bacalah doa:23

‫ِف‬
‫َر ِّب اْغ ْر َو اْر َحْم َو اْعُف َو َتَك َّر ْم َو جَت َاَو ْز َعَّم ا َتْع َلُم ِإَّنَك‬
‫َتْع َلُم مَاَال َنْع َلُم ِإَّنَك َأْنَت اُهلل اَألَعُّز اَألْك َر ُم‬

23
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2231

46
“Ya Allah, ampunilah, sayangilah,
maafkanlah, bermurah hatilah dan
hapuskanlah apa-apa yang Engkau
ketahui dari dosa kami. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui apa-apa
yang kami sendiri tak tahu.
Sesungguhnya Engkau ya Allah Maha
Tinggi dan Maha Pemurah”.

Ritual terakhir adalah tahallul, yaitu


mencukur rambut minimal dengan
ukuran tiga helai rambut. Selama ritual
ini ada beberapa sunnah yang dianjurkan
untuk dilakukan: (1) memulai bagian
yang dicukur dari sebelah kanan (2)
menghadap kiblat (3) sunnah bagi laki-
laki mencukur secara rata, sedangkan
perempuan cukup memotong pendek.
Saat tahallul hendaklah perempuan tidak
menampakkan rambutnya karena rambut
bagian dari aurat (4) menjalankan pisau
di kepala bagi orang yang tidak memiliki
rambut, sebagai isyarat ritual tahallulnya
(5) berdoa di awal dan di akhir tahallul
(6) membuang sampah rambut pada
tempatnya (7) tidak ada kesepakatan

47
harga antara yang mencukur dan yang di
cukur.

Doa sebelum tahallul:

‫َاُهلل َاْك َبْر َاُهلل َاْك َبْر َاُهلل َاْك َبْر َاَحْلْم ُد ِهلل َعَلى َم ا َه َد اَنا‬
‫ َالَّلُه َّم َه ِذِه َناِص َييِت‬.‫َو اَحْلْم ُد ِهلل َعَلى َم ا َأْنَعَم َناِبِه َعَلْيَه ا‬
‫ِف ِل ِق‬ ‫ِف‬ ‫ِم‬
‫َفَتَق َّبْل يِّن َو اْغ ْر ُذُنْو ىِب َالَّلُه َّم اْغ ْر ْلُمَح ِّل َنْي‬
‫ْا ْق ِر ْي َيا اِس َع اْل ْغِف ٍة َالَّلُه َّم اْثُبْت ىِل ِبُك ِّل َش ْع ٍة‬
‫َر‬ ‫َم َر‬ ‫َو َمل ُصْو َن َو‬
‫ِع‬
‫ َو اْر َفْع ْىِل َهِبا ْنَد َك َدَرَج ًة‬.‫َح َس َنًة َو اْم ُح َعيِّن َهِبا َس ِّيَئًة‬
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar. Segala puji bagi
Allah yang telah memberi petunjuk
kepada kita dan segala puji bagi Allah
tentang apa-apa yang telah Allah
karuniakan kepada kami. Ya Allah, ini
ubun-ubunku, maka terimalah dariku
(amal perbuatanku) dan ampunilah
dosa-dosaku. Ya Allah, ampunilah
orang-orang yang mencukur dan
memendekkan rambutnya wahai Tuhan
Yang Maha Luas ampunan-Nya. Ya
Allah, tetapkanlah untuk diriku setiap

48
helai rambut kebajikan dan hapuskanlah
untukku dengan setiap helai rambut
kejelekan. Dan angkatlah derajatku di
sisi-Mu.”

Doa setelah tahallul:

‫َاَحْلْم ُد ِهلل اَّلِذى َقَض ى َعَنا َم َناِس َك َنا َالَّلُه َّم ِز ْدَنا ِاَمْياَنا‬
‫ِل ِئ ِلِم‬ ‫ِل ِل‬ ‫ِف‬ ‫ِق‬
‫َو َي ْيَنا َو َعْو َنا َو اْغ ْر َلَنا َو َو ا َد ْيَنا َو َس ا ِر ْاُملْس َنْي‬
‫ْا ِل اِت‬
‫َو ُملْس َم‬
“Segala puji bagi Allah yang telah
menyelesaikan manasik kami, Ya Allah
tambahkanlah kepada kami iman,
keyakinan, dan pertolongan dan
ampunilah kami, kedua orang tua kami
dan seluruh kaum muslimin dan
muslimat.”

49
“Yang sekedar jalan-jalan
banyak, tetapi yang benar-
benar ibadah (haji/umrah) itu
sedikit”
(Ibnu ‘Umar)

50
BAGIAN KEDUA:

MAKNA SIMBOLIK
IBADAH UMRAH

51
Beberapa kali saya mengajak keluarga
berlibur ke kebun binatang. Salah satu
destinasi favorit anak laki-laki saya
adalah pertunjukan sirkus. Binatang-
binatang di sana memang pintar mencuri
perhatian. Sejujurnya bukan hanya anak
saya yang takjub melihat tingkah hewan-
hewan itu, saya juga dibuat geleng-
geleng dengan lakon hewan-hewan
sirkus tersebut sambil bertanya-tanya;
bukankah gerakan-gerakan itu terlalu
rumit buat mereka? Bagaimana bisa
mereka meniru gerakan dan
gesture manusia?

Secara kinestetik, hewan memang jauh


lebih canggih dari manusia. Untuk bisa
berjalan tegak, bayi manusia harus
melewati banyak proses, sementara anak
ayam tidak perlu waktu lama untuk bisa
berjalan setelah keluar dari cangkang
yang keras.

Sesekali perhatikan juga burung beo.


Satu waktu pernah saya bertamu. Setelah

52
beberapa kali mengucap salam tuan
rumah tidak kunjung keluar, tetapi saya
mendengar salam saya dengan fasih
dijawab. Ketika pemilik rumah
mempersilahkan masuk, saya kembali
disambut jawaban salam dengan suara
yang sama. Karena penasaran saya
kemudian melihat situasi di sekitar
rumah, betapa terkejutnya saya, ternyata
sumber suara salam yang saya dengar
tadi datang dari celotehan burung beo. Si
pemilik rumah tadi kemudian bercerita
kepada saya, bahwa burung beo yang
baru dibelinya itu memang sudah dilatih
kemampuan verbalnya. Salah satu
hasilnya adalah salam yang baru saya
dengarkan.

Burung beo dan binatang sirkus memang


punya kemampuan verbal dan
kecerdasan kinestetik seperti manusia.
Bedanya gerakan dan ucapan mereka
hanya lahir dari insting. Burung beo
tidak punya logika verbal. Kemampuan
verbal burung beo terbatas. Dia hanya
bisa menirukan kata-kata, sederhana

53
secara insting saja bukan logika verbal
apalagi spiritualitas verbal. Dia bisa
fasih mengucap salam, tetapi jangan
tanya apa makna di balik ungkapan itu?
Burung beo tidak akan tahu.

Sebaliknya manusia itu makhluk


simbolis (homo symbolicus). Manusia
bukan hanya mengekspresikan dirinya
dalam gesture simbolis tetapi juga satu-
satunya makhluk yang diberi potensi
untuk bisa fasih membaca simbol-
simbol. Ketika Tuhan menguji Nabi
adam as, malaikat, termasuk Iblis untuk
menguraikan makna di balik simbol-
simbol, hanya Adam yang bisa
menjawab. Malaikat yang semula berat
hati mengapa spesies yang bernama
manusia diciptakan menjadi tertunduk
mengaku kalah tanpa syarat.

ۗ‫َو ِاْذ َق اَل َر ُّب َك ِلْلَم ٰۤلِٕىَك ِة ِاْيِّن َج اِع ٌل ىِف اَاْلْر ِض َخ ِلْيَف ًة‬
‫َۚء‬ ‫ِف‬ ‫ِس ِف‬ ‫ِف‬
‫َق اُلْٓو ا َاْجَتَع ُل ْيَه ا َمْن ُّيْف ُد ْيَه ا َو َيْس ُك الِّد َم ۤا َو ْحَنُن‬
‫ُنَس ِّبُح َحِبْم ِد َك َو ُنَق ِّد ُس َل َك ۗ َق اَل ِاِّن َاْع َلُم َم ا اَل َتْع َلُم ْو َن‬

54
‫َو َعَّلَم ٰاَدَم اَاْلَمْسۤاَء ُك َّلَه ا َّمُث َعَر َض ُه ْم َعَلى اْلَم ٰۤلِٕى َك ِة َفَق اَل‬
‫َاْۢن ِبُٔـْو ْيِن ِبَاَمْسۤاِء ٰٓهُؤ ۤاَلِء ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقَنْي َق اُلْو ا ُس ْبٰح َنَك اَل‬
‫ِل ِك‬ ‫َّل ِا‬ ‫ِااَّل‬ ‫ِع‬
‫ْلَم َلَنٓا َم ا َع ْم َتَناۗ َّنَك َاْنَت اْلَع ْيُم اَحْل ْيُم‬
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.” Mereka
berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan
kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman,
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda) seluruhnya, kemudian Dia
memperlihatkannya kepada para
malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan
kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika
kamu benar!” Mereka menjawab,
“Maha Suci Engkau. Tidak ada
pengetahuan bagi kami, selain yang
telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

55
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 30-32).

Haji dan umrah adalah ritual


yang sarat dengan simbol (‘ibadah
syu’uriyyah). Ada simbol berhenti di
terminal miqat, berganti pakaian saat
ihram, mengelilingi ka’bah, berlari kecil
di pelataran sai, mencukur rambut.
Semua reka adegan itu adalah simbol
penghambaan yang sarat dengan makna.
Naif rasanya jika prosesi umrah yang
sarat makna itu dilakukan secara tuna
makna layaknya gerakan sirkus dan
celotehan beo. Karena itu bagian ini
ingin mendiskusikan why & how; apa
dan bagaimana harusnya memaknai
setiap ucapan dan gerakan umrah kita?

Miqat: Terminal Niat

Tempat untuk memulai ritual ihram


disebut miqat. Terserah dari miqat mana
saja Anda datang menuju Baitullah, yang
jelas poin utama dari miqat adalah soal
“kemurnian niat”. Di miqat inilah

56
kemurnian niat ibadah harus kita
screaning. Saya mengistilahkan miqat
ini dengan terminal niat. Di terminal
jika Anda salah memilih rute bus,
dipastikan tidak akan sampai ke tujuan.
Sama halnya saat di miqat, jika Anda
salah menentukan niat, maka boleh jadi
Anda akan tetap berangkat ke Baitullah
tapi mustahil bisa bertemu Allah.

Semua ibadah mestinya diniatkan untuk


Allah. Lebih-lebih perjalanan ke
Baitullah. Kalau kita membuka lembaran
mushaf secara tematis kita akan
menemukan pelajaran, di mana ketika
membincangi tema haji dan umrah, Al-
Qur’an membumbuhinya dengan kata-
kata wa lilla>hi (dan hanya karena Allah
semata) atau lilla>hi (karena Allah).
Sebuah redaksi yang tidak akan Anda
jumpai ketika Al-Qur’an bicara ibadah
yang lain seperti shalat, zakat, tahajjud,
dan seterusnya.

Lihat misalnya;

57
‫َله َك اَن ٰاِم ًناۗ ِلّٰل ِه‬ ‫ِا ِه‬ ‫ِف ِه ٌۢت‬
‫َو‬ ‫ْي ٰاٰي َبِّيٰن ٌت َّم َق اُم ْبٰر ْيَم ۚە َو َمْن َدَخ‬
‫ِا ِه‬ ‫ِت‬ ‫ِح‬
‫َعَلى الَّن اِس ُّج اْلَبْي َم ِن اْس َتَطاَع َلْي َس ِبْياًل ۗ َو َمْن‬
‫ِم‬ ‫ِا ّٰل‬
‫َك َف َر َف َّن ال َه َغٌّيِن َعِن اْلٰعَل َنْي‬

“Di dalamnya terdapat tanda-tanda


yang jelas, (di antaranya) Maqam
Ibra>hi>m. Siapa yang memasukinya
(Baitullah), maka amanlah dia. (Di
antara) kewajiban manusia terhadap
Allah adalah melaksanakan ibadah haji
ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang
mampu mengadakan perjalanan ke
sana. Siapa yang mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu pun) dari seluruh alam.” (QS.
A<li ‘Imra>n [3]: 97)

ۗ‫َو َاُّمِتوا اَحْلَّج َو اْلُعْم َر َة ِلّٰلِه‬

“Sempurnakanlah ibadah haji dan


umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah
[2]: 196)

58
Redaksi semacam ini menyiratkan tiga
pesan utama:

(1) Diawali dan diakhirinya ibadah ke


Baitullah dengan kata lilla>h
sebagaimana dua ayat di atas ingin
menegaskan sejak awal, dari hulu
hingga hilir, hendaknya niat kita
dipersembahkan hanya untuk Allah.

(2) Diulangnya kata-kata lilla>h juga


memberi kita kesimpulan sebaliknya
(mafhum mukha>lafah), di mana
perjalanan ke Baitullah adalah ritual
paling rawan mendapatkan godaan.
Ayat-ayat itu mengisyaratkan
besarnya potensi tamu-tamu Tuhan
itu dihinggapi motif-motif lain, bukan
motivasi lilla>h.24

Ini selaras dengan teguran dalam


sebuah riwayat:

24
. Bahrul Madid, Juz 1, H. 197.

59
‫ي أتي على الن اس زم ان يحج أغني اء أم تي للنزه ة‬
‫وأوس طهم للتج ارة وق راؤهم للري اء والس معة‬
‫وفقراؤهم للمسألة‬

“Akan datang suatu masa di mana


orang kaya dari umatku mengunjungi
Baitullah (haji) karena motif wisata,
yang kelas menengah ke Baitullah
karena kepentingan bisnis, para
agamawan dan cendekiawannya
karena riya dan popularitas.
Sementara yang miskin untuk
mengemis.” (HR. Al-Khathib dan Ad-
Dailami)

(3) Al-Qur’an tidak sekedar


memerintahkan kita berhaji dan
umrah tapi juga menyempurnakan
keduanya. (wa atimmul h{ajja wal
‘umrata lilla>h). Sebuah redaksi
yang juga tidak akan ditemukan
dalam ibadah selain ibadah ke Tanah
Suci.

60
Kata atimmu dari kata kerja ata>ma
yang berarti lengkapnya sesuatu
sehingga tidak butuh tambahan
sesuatu yang lain (tama>musy syai’).
Lawan dari kata ini an-na>qish
(kurang, dan tidak sempurna).25

Saat bicara haji dan umrah Tuhan


menggandeng kata kerja perintah
atimmu dengan kata lilla>h. Hal ini
menyiratkan tolok ukur sempurna
tidaknya perjalanan seseorang ke
Baitullah, tidak diukur dari sedekat
apa hotelnya dengan ka’bah, semahal
apa paket perjalanan yang dia beli,
tetapi sebersih apa dia
menyempurnakan niat safarnya
mengunjungi Baitullah.

Secara tematis Al-Qur’an merinci


kemungkinan niat, apa dan
bagaimana saja motifnya ketika
beribadah: Pertama, mereka yang
ikhlas melakukan sesuatu atas dasar

25
. Mu’jam Mufradat, h. 60.

61
perintah dan kecintaan kepada
Tuhan.26 Kedua, mereka yang berbuat
agar orang lain tahu dan
27
memujinya. Ketiga, kelompok yang
tidak produktif, tidak punya niat dan
tidak melakukan apapun, tetapi haus
pujian manusia.28

Niat itu abstrak, tidak mewujud, dan


tidak kasat mata. Meski demikian,
menurut Ibnu ‘Athaillah niat adalah ruh
ibadah.29 Artinya, dengan niat perbuatan
menjadi hidup dan bernilai. Sebaliknya,
tanpa niat perbuatan seakan mati.
Perbuatan yang mati tidak bisa
memberikan pengaruh. Mengapa haji
dan umrah kita tidak memberi bekas dan
mewujud? Permasalahannya boleh jadi
bersumber dari niat yang rusak. Nabi
saw secara tegas mengecam orang yang
mendua dalam niat ibadahnya:

26
Lihat surah Al-Insan [76]: 9
27
Lihat surah An-Nisa [4]: 38
28
Lihat surah Ali Imran [3]: 188
29
. Al-Hikam al-‘Athaiyyah, al-Buthi, h.
149

62
‫رَاَئ رَاَئ ا بِه‬ ‫ِبِه‬
‫ُهلل‬ ‫ َو َمْن‬، ‫َمْن َّمَسَع َّمَسَع اُهلل‬
“Barang siapa yang melakukan suatu
amal supaya manusia menghormatinya,
maka Allah akan tunjukkan aibnya, dan
barang siapa yang beramal karena
ingin dinilai (selain Allah), maka Allah
akan memperlihatkan
kecacatannya”. (HR. Muslim No.
2986)

Agama mendorong kita untuk


mendandani niat dengan ikhlas, dalam
arti menjadikan Tuhan sebagai hulu
sekaligus muara perbuatan. Ikhlas adalah
kerja hati bukan raga. Niat memang
tidak bisa diindra tetapi jika motifnya
cacat maka menurut ‘Ali ibn Abi Thalib
gejalanya akan jelas terlihat: Pertama,
malas jika ibadah dilakukan sendirian
(yaksalu idza> ka>na wah}dah). Kedua,
sangat bergairah jika ibadah dilihat
banyak orang (yansyathu idza> ka>na
fi> an-na>s). Ketiga, menambah porsi
ibadahnya jika mendapat apresiasi orang
lain, dan menguranginya jika dicela

63
(yazidu fi> al’amal idza> utsniya ‘alaihi
wa yanqushu idza> dzumma).30

Artinya jika kita merasa ibadah lebih


bergairah di keramaian orang, dan ala
kadarnya jika sendirian, atau hanya
bersamangat jika dipuji, maka menurut
Ali ibn Abi Thalib, itu gejala hipokrasi
(kemunafikan).

Soal ikhlas, terakhir saya ingin


menyadur perkataan As-Susiy. Menurut
ulama satu ini seseorang disebut ikhlas
ketika dalam ibadahnya dia tidak lagi
tertarik bercerita soal keikhlasan.
Menurutnya, orang yang masih tertarik
membincangi ikhlas dalam
keikhlasannya, maka ikhlasnya masih
membutuhkan keikhlasan.31

30
. Anas Ismail, Dalil As-Sailin, h. 306
31
. Ihya, al-Ghazali. Vol.4, h. 586

64
Jika Anda salah
menentukan niat, maka
boleh jadi Anda akan tetap
berangkat ke Baitullah tapi
mustahil bisa bertemu
Allah.

65
Talbiah: Kalimat Transendensi, Anda
Tamu Siapa?

Selanjutnya, ibarat tamu yang ingin


menghadiri sebuah hajatan, setelah
bersih-bersih (ghusl), memakai parfum
(tathayyub), mengenakan baju terbaik
(ihra>m), maka para tamu bersiap
bergerak menuju hajatan rohani
(Baitullah).

Sebelum sampai di tempat hajatan,


layaknya tamu, maka Anda harus
pastikan memegang kartu undangan
sebagai bukti bahwa Anda datang betul-
betul mendapat undangan-Nya.

Kartu undangan itu disebut talbiah.


Sebuah kalimat transendensi yang jika
dilafalkan harus memberi kesadaran
spiritual bahwa kedatangan kita tidak
lain kecuali untuk menjawab undangan-
Nya. Begitu papar Asy-Sya’rani.32

32
.Al-Fathul Mubin, Asy-Sya’rani, h. 53.

66
Abdullah bin ‘Umar menuturkan bahwa
kalimat talbiah yang dilantunkan Nabi
itu sebagai berikut: “Labbaik
Alla>humma labbaik. Labbaik la>
syari>ka laka labbaik. Innal h}amda
wan ni’mata laka wal mulk la>
syari>ka lak.”33

Isi kalimat ini memiliki dua pesan


penting yaitu:

Pertama; talbiah harus memberi


kesadaran niat bertamu tadi, Anda hadir
untuk menyambut panggilan-Nya, bukan
yang lain.34 Karena itu, kita diajak

33
Lafal labbaik secara bahasa menurut
Al-Asfahani masih seakar kata dengan lubb yang
berarti murni, semata-mata, inti, dan seterusnya.
Lafal ini adalah bahasa paling sopan masyarakat
Arab ketika menyambut sebuah perintah dan
panggilan. Semacam jawaban prajurit kepada
jendralnya. Melambangkan kebeningan dan
kesetiaan.

34
Al-Fathul Mubin, Asy-Sya’rani, h. 53

67
melafalkan zikir labbaik, Alla>humma
labbaik, labbaik.

Dilafalkannya kalimat labbaik sebanyak


tiga kali menyiratkan pesan kalau
kebersihan niat mengunjungi Baitullah
harus senantiasa dijaga dalam tiga
keadaan (sebelum melaksanakan haji
atau umrah, ketika mengerjakan ritual di
Tanah Suci, dan setelah menyelesaikan
ritual hingga kembali ke Tanah Air).

Ketika kita menyambut undangan


Tuhan, harusnya tidak ada lagi bayang-
bayang lain selain diri-Nya. Tidak etis
ketika menyambut panggilan kekasih
tetapi di saat yang sama kita bermain api
menyambut kekasih simpanan yang lain.

Setelah kita diajak melatih mensterilkan


di tiga niat itu, barulah kita melanjutkan
bacaan talbiah. Menyempurnakan niat
kedatangan kita dengan berkata sekali
lagi:
‫َال َش ِر يَك َلَك َلَّبْيَك‬

68
“Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi
panggilan-Mu.”

Kedua, isi penting selanjutnya dari


kalimat talbiah adalah memberi kita
bocoran tentang apa saja yang berpotensi
merusak niat kita selama beribadah;
pujian orang lain terhadap diri kita,
privillage yang kita punya, dan power
yang kita miliki. Dengan privillage,
Qarun melupakan Tuhan. Dengan
kekuasaan, Firaun mengaku sebagai
Tuhan. Dengan pujian, Bani Israil
durhaka dengan Tuhan.

Talbiah melatih kita untuk mengikis tiga


hal berbahaya ini dengan
mengembalikannya kepada Allah.
Karena itu kita berzikir:

… ‫ِإَّن اَحْلْم َد َو الِّنْع َم َة َلَك َو اْلُم ْلَك َال َش ِر يَك َلَك‬

“Sesungguhnya segala pujian, nikmat


dan kerajaan hanya bagi-Mu. Tidak ada
bandingan bagi Zat-Mu.”

69
Anda ingat kisah Abrahah Al-Asyram?
Salah satu tokoh antagonis yang
diceritakan Al-Qur’an, Gubernur muda
di Yaman yang dulu berada dibawa
kekuasaan Raja Najasyi.

Ka’bah yang dilihat Abrahah dulu sama


dengan apa yang kita lihat hari ini; hanya
sebuah bangunan yang berbentuk kubus,
tidak lebih. Bedanya kedatangan
Abrahah dari Yaman ke Makkah tidak
berniat sebagai tamu-Nya, melainkan
ingin menginvasi Baitullah. Tapi, Tuhan
tidak tinggal diam. Tuhan membalas
makar Abrahah. Pasukan elit Abrahah
tumbang. Senjata-senjata buldoser
(gajah) milik Abrahah terbakar hanya
dengan setitik api yang dibawa oleh
burung-burung kecil kiriman Tuhan.
Mereka musnah bagai daun yang
dimakan rayap. Al-Qur’an menyebutnya:

‫َاْمَل ْجَيَع ْل َك ْي َد ُه ْم‬ ‫َاْمَل َتَر َك ْيَف َفَع َر ُّبَك ِبَاْص ٰح ِب اْلِف ْيِۗل‬
‫َل‬
‫َت ِم ْيِه ِحِب َج ا ٍة‬ ‫َعَل ِه َط ا َا اِب َۙل‬ ‫ِل‬
‫َر‬ ‫ْر ْم‬ ‫ْيِف َتْض ْيٍۙل َّو َاْر َس َل ْي ْم ْيًر َب ْي‬
ࣖ ‫ِّم ْن ِس ِّج ْيٍۙل َفَجَعَلُه ْم َك َعْص ٍف َّم ْأُك ْو ٍل‬

70
“Tidakkah engkau (Nabi Muhammad)
memperhatikan bagaimana Tuhanmu
telah bertindak terhadap pasukan
bergajah? Bukankah Dia telah
menjadikan tipu daya mereka itu sia-
sia? Dia mengirimkan kepada mereka
burung yang berbondong-bondong yang
melempari mereka dengan batu dari
tanah liat yang dibakar, sehingga Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun
yang dimakan (ulat)” (QS. Al-Fi>l
[105]: 1-5)

Maksud saya, jangan sampai nasib kita


seperti Abrahah. Karena niat yang cacat
ke Baitullah, akhirnya ongkos, waktu,
keringat, tenaga, thawaf, dan sai yang
kita keluarkan hanya mendapat nilai
ka’ashfin makkul; habis bak kunyahan
kotoran, jejak-jejaknya lekang oleh sinar
matahari dan angin, sia-sia dan
merugikan.

71
Jangan sampai nasib kita
seperti Abrahah. Karena niat
yang cacat ke Baitullah,
akhirnya ongkos, waktu,
keringat, tenaga, thawaf, dan
sai yang kita keluarkan hanya
mendapat nilai ka’ashfin
makku<l; habis bak kunyahan
kotoran, jejak-jejaknya lekang
oleh sinar matahari dan angin,
sia-sia dan merugikan.

72
Ihram: Bukan Sekadar Berganti
Pakaian

Ihram diambil dari kata ah}rama-


yuh}rimu yang bermakna larangan.
Disebut demikian karena ihram adalah
ritual pertama sekaligus penanda di
mana larangan-larangan selama ibadah
umrah mulai berlaku.

Ritual ihram memberi empat pesan


moral:

Pertama: Refleksi untuk Kembali


pada Fitrah.

Busana adalah identitas artifisial yang


sering menipu. Banyak orang yang
berpenampilan glamor, tapi punya
mental yang miskin—berlaku koruptif
misalnya. Karena itu, identitas autentik
kita adalah fitrah. Warna putih pakaian
ihram memberi pesan bahwa itulah
warna asli batin kita sebelum
terkontaminasi dengan dosa.

73
Dosalah yang membuat kita terhijab
merasakan kehadiran Tuhan, jumawa,
angkuh, tidak peka terhadap kesusahan
orang lain, dan seterusnya. Warna putih
harus memberi motivasi kepada kita
untuk lebih terobsesi kembali pada asal
kesucian kita daripada terus
mengotorinya. Nabi bersabda:

‫ِإَّن اْلَعْبَد ِإَذا َأْخ َطَأ َخ ِط يَئ ًة ُنِكَتْت يِف َقْلِب ِه ُنْك َت ٌة‬
‫ َو ِإْن‬،‫ َف ِإَذا ُه َو َنَز َع َو اْس َتْغَف َر َو َت اَب ُس ِق َل َقْلُبُه‬،‫َس ْو َداُء‬
‫ِف‬
‫َعاَد ِز يَد يَه ا َح ىَّت َتْع ُلَو َقْلَبُه‬
“Jika seorang hamba melakukan satu
dosa, niscaya akan ditorehkan di
hatinya satu noda hitam. Seandainya dia
meninggalkan dosa itu, beristighfar dan
bertaubat; niscaya noda itu akan
dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat
dosa; niscaya noda-noda itu akan
semakin bertambah hingga
menghitamkan semua hatinya” (HR.
Tirmidzi No. 3334)

74
Sebagaimana warna putih
melambangkan warna fitrah, maka
larangan selama berihram melatih kita
untuk meninggalkan semua hal yang
bertentangan dengan fitrah. Semua reka
adegan dalam ritual haji atau umrah
merupakan exercise agar kita menjadi
manusia seutuhnya. Karena itu Nabi
melukiskannya dengan predikat:
layaknya bayi yang baru terlahir
membawa fitrah, suci tanpa dosa dari
rahim ibunya (ka yawm waladathu
ummuhu).

Al-Ghazali dalam Kimiya As-Sa’adah


menyebutkan ada empat tipologi mental
manusia, tiga di antaranya bertentangan
dengan fitrah manusia dan hanya satu
yang sesuai dengan fitrah manusia;
binatang buas (shifatus siba’), binatang
ternak (shifatul baha>`im), setan
(shifatus syaya>thin), dan malaikat
(shifatul mala>`ikah).35

35
. Kimiyaus-Sa’adah, h. 22

75
Versi Al-Ghazali, jika Anda hobi
menyakiti orang lain, membunuh nyawa
atau karakter orang, menzalimi sesama,
maka sebenarnya Anda binatang buas
yang berjaket manusia. Jika Anda hanya
terobsesi untuk makan, minum, kawin
dan tidur, maka kata Al-Ghazali identitas
Anda adalah binatang ternak. Sementara
jika Anda senang melihat orang lain
buruk, bertengkar, bermusuhan, atau
jengkel melihat orang beribadah, maka
Anda bermental setan.

Kalau Anda ngeh, sebenarnya selama


ritual ihram, kita dilatih untuk
menginstal figur malaikat. Kita diajak
membuang tiga sifat lainnya; seperti
membunuh binatang buruan, berjima’,
berdebat, bekata kotor, dan seterusnya.

76
Semua reka adegan dalam
ritual haji atau umrah
merupakan exercise agar
kita menjadi manusia
seutuhnya.

77
Kedua: Menghilangkan Rasa
Superior, Menumbuhkan Sikap
Egaliter, dan Kesalehan Ekologis.

Ketika awal pakaian ditemukan mungkin


dia sekedar berfungsi sebagai pelindung
badan, tapi kemudian pakaian menjadi
identitas, preferensi, dignity, dan status
sosial seseorang.

Ritual ihram melatih kita untuk melepas


itu semua. Jika kita masih memandang
pakaian sebagai status, maka kita akan
berat melepaskannya. Kata psikolog
muslim Utsman Najati, ritual ihram
menghilangkan rasa superior di hadapan
orang lain. Apapun latar belakangnya
Anda wajib mengenakan pakaian yang
sama. Karena itu, ihram juga
mengajarkan egaliter-bahwa kita sama di
hadapan Tuhan.36 Saat berbusana ihram
tidak ada lagi identitas bahkan kotak
primordial, etnik, kesarjanaan, jabatan,
36
. Al-Haditsun an-Nabawiy wa
‘Ilmunafs, h. 323.

78
pimpinan, bawahan, jendral, prajurit,
majikan, ajudan, timur, barat, hitam,
putih, semuanya melebur menjadi satu
hanya merasa sebagai tamu dan hamba
Allah.

Penegak hukum yang menjiwai ihram


akan menjadikan hukum sama di
hadapan siapapun. Guru yang menjiwai
ihram tidak akan sempit dada dan
diskriminasi terhadap murid yang bodoh.
Orang kaya yang meresapi makna ihram
akan malu untuk flexing (pamer).
Bahkan egalitarianisme ihram bukan
hanya mengajarkan sesama manusia,
tetapi juga lintas makhluk (ukhuwah
khalqiyyah).

Misalnya selama ihram kita diharamkan


membunuh binatang buruan dan
mematahkan dahan. Ini artinya kita sama
di hadapan makhluk Tuhan yang lain.
Bukankah manusia sering menganggap
alam sebagai sub-ordinat dirinya?
Sehingga manusia bebas
mengeksploitasi.

79
Al-Qur’an memang tegaskan kalau
Tuhan menjadikan alam atau kosmos ini
sepenuhnya untuk manusia, misal dalam
surah Al-Baqarah [2]: 29 (huwalladzi
khalaqa lakum fi> al-ardhi jami>’an).
Tapi sayangnya wawasan kita soal ayat-
ayat ekologis semacam ini sering tidak
utuh.

Huruf lam pada lafal lakum di ayat


tersebut bukan hanya bermakna lil
intifa’ (untuk dimanfaatkan), tetapi juga
lit tah}mil (maintenance) dan lil i’tibar
(media kontemplasi). Saat ihram kita
dilarang berburu hewan dan memetik
dahan. Ini artinya selama ritual ihram
kita lebih aktif melakukan fungsi
maintenance dan kontemplasi dalam
berinteraksi dengan alam ketimbang
memanfaatkannya. Sebab, pemanfaatan
alam tanpa tah}mil dan i’tibar hanya
akan membunuh alam itu sendiri yang
pada akhirnya cepat atau lambat juga
akan membunuh manusia.

80
Guru yang menjiwai ihram
tidak akan sempit dada dan
diskriminasi terhadap murid
yang bodoh. Orang kaya yang
meresapi makna ihram akan
malu untuk flexing (pamer).

81
Ketiga: Lebih Intim Bersama-Nya

Larangan-larangan selama ihram dibagi


dua kategori. Ada larangan-larangan
yang bersifat tazayyun dan taraffuh.
Yang kedua bersifat itla>f.37 Tazayyun
itu semua larangan yang indah, aksesoris
diri, dan kebutuhan dasar manusia,
contohnya: memakai wangian, menutup
kepala, jima’, nikah, dan seterusnya.
Adapun al-itla>f cirinya semua larangan
ihram yang sifatnya merusak seperti
berburu, memotong pohon, mencukur
rambut, memotong kuku, dan seterusnya.

Tuhan melarang semua hal yang bersifat


tazayyun dan taraffuh, karena sepanjang
ritual ihram kita dilatih agar lebih
menikmati kebersamaan dengan Tuhan
daripada diri sendiri. Lebih mengagumi
Allah dari padadiri sendiri, lebih banyak
memuji-Nya dari padadiri sendiri, dan
seterusnya.

37
. Taqrirat, h. 502

82
Allah juga melarang al-itla>f
sebagaimana termaktub dalam ayat:

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذْيَن ٰاَم ُنْو ا اَل َتْق ُتُل وا الَّص ْيَد َو َاْنُتْم ُح ُر ٌمۗ َو َمْن َقَتَل ه‬
‫ِم ْنُك ْم ُّم َتَعِّم ًد ا َفَج َۤز اٌء ِّم ْثُل َم ا َقَت َل ِم َن الَّنَعِم ْحَيُك ُم ِب هٖ َذَو ا‬
‫ِك‬ ‫ِة‬ ‫ۢا ِل‬ ‫ٍل‬
‫َعْد ِّم ْنُك ْم َه ْد ًي ٰب َغ اْلَك ْع َب َاْو َك َّف اَر ٌة َطَع اُم َم ٰس َنْي َاْو‬
‫ّٰل‬ ‫ِل ِص‬
‫َعْد ُل ٰذ َك َياًم ا ِّلَيُذ ْو َق َو َباَل َاْم ِر ٖهۗ َعَف ا ال ُه َعَّم ا َس َلَف‬
‫ۗ َعاَد ْنَتِق الّٰل ُه ِم ْنُهۗ الّٰل ُه َعِز ْيٌز ُذو اْنِتَق اٍم‬
‫َو‬ ‫َو َمْن َفَي ُم‬
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu membunuh hewan
buruan, ketika kamu sedang berihram
(haji atau umrah). Siapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja,
dendanya (ialah menggantinya) dengan
hewan ternak yang sepadan dengan
(hewan buruan) yang dibunuhnya
menurut putusan dua orang yang adil di
antara kamu sebagai hadyu (hewan
kurban) yang (dibawa) sampai ke
Ka‘bah atau (membayar) kafarat
dengan memberi makan orang-orang
miskin atau berpuasa, seimbang dengan
makanan yang dikeluarkan itu, agar dia

83
merasakan akibat buruk dari
perbuatannya. Allah telah memaafkan
perbuatan yang telah lalu. Siapa
kembali mengerjakannya, pasti Allah
akan menyiksanya. Allah Maha Perkasa
lagi Maha Memiliki (kekuasaan) untuk
membalas.” (QS. Al-Maidah [5]: 95).

‫ُاِح َّل َلُك َص ْيُد اْلَبْح ِر َطَعاُم هٗ َم َتاًع ا َّلُك ِللَّس َّيا ِة‬
‫َر‬ ‫ْم َو‬ ‫َو‬ ‫ْم‬
‫ِذ‬ ‫ّٰل‬
‫ۚ ُح ِّر َم َعَلْيُك َصْيُد اْلَبِّر َم ا ُدْم ُت ُح ًم اۗ اَّتُق وا ال َه اَّل ْٓي‬
‫ْم ُر َو‬ ‫ْم‬ ‫َو‬
‫ِاَلْي ْحُتَش ُر ْو َن‬
‫ِه‬

“Dihalalkan bagi kamu hewan buruan


laut dan makanan (yang berasal dari)
laut sebagai kesenangan bagimu, dan
bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu
(menangkap) hewan buruan darat
selama kamu dalam keadaan ihram.
Bertakwalah kepada Allah yang hanya
kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.”
(QS. Al-Maidah [5]: 95).

Hikmahnya agar kita lebih terobsesi


menikmati jamuan rohani sepanjang

84
ritual umrah dibanding berburu protein
hewani. Al-Itla>f juga dilarang meski
kepada diri sendiri; mencukur rambut,
memotong kuku. Ini agar kita menyadari
bahwa semua yang ada di jagad ini
termasuk sehelai rambut yang selama ini
melekat di tubuh kita merupakan hak
milik-Nya.

Muara dari semua larangan ini


disebabkan kecemburuan Tuhan (Al-
Ghayyur). Dia tidak ingin ketika kita
melafalkan talbiah, labbaikalla>h, Aku
datang semata karena undangan-Mu,
tetapi di tempat hajatan kita lebih sibuk
menyolek diri, tidak menghargai jamuan
yang disediakan-Nya, dan merusak
pestanya. Nabi bersabda:

‫ِم‬ ‫ِهلل‬
‫ َو َغْيَر ُة ا َأْن َيْأَيِت اْلُم ْؤ ُن َم ا َح َّر َم اُهلل‬، ‫ِإَّن اَهلل َيَغاُر‬
“Sesungguhnya Allah cemburu, dan
kecemburuan Allah itu ketika seorang
mukmin lebih terobsesi dengan apa yang
diharamkan oleh Allah.” (HR. Bukhari
No. 5223 dan Muslim No. 2761)

85
86
Dia tidak ingin ketika kita
melafalkan talbiah,
labbaikalla>h, Aku datang
semata karena undangan-
Mu, tetapi di tempat hajatan
kita lebih sibuk menyolek diri,
tidak menghargai jamuan
yang disediakan-Nya, dan
merusak pestanya

87
Keempat: Mengingat Mati

Semewah apapun busana yang tengah


Anda kenakan kelak pada waktunya kita
akan menanggalkannya. Kata Al-Ghazali
ihram merefleksikan kita soal
38
kematian. Dua helai ihram tanpa
jahitan merupakan simbol dari kafan
yang kelak menjadi busana barzakh kita.

Jika menghadapi kematian kita akan


dimandikan dan dikafani dengan kain
putih, demikian pun ketika ihram.
Setelah mandi ihram kita berniat dan
menggunakan izar dan rida`. Bedanya,
saat ihram kita mandi dan mengenakan
kain itu sendiri. Sedangkan saat
kematian kita yang akan dimandikan,
dan kita pula yang dikafani kain putih.

Al-Jurjawi menambahkan, dua helai kain


ihram tanpa jahitan itu mengingatkan
kita saat di mana manusia hadir di pentas
bumi. Dia lahir tanpa membawa apapun,
38
. Al-Ghazali, Ihya, vol 1, h. 640

88
lalu diselimuti dengan sehelai kain, dan
kelak dikumpulkan di mahsyar tanpa
sehelai atribut apapun.39

Tanah Haram: Suci & Terlarang

Ketika Anda sampai di tanah haram,


maka hal pertama yang harus diingat
bahwa tanah yang tengah Anda pijak
adalah tanah haram. Lalu berdoalah:40
‫ِم ِم‬ ‫ّٰل‬
‫َال ُه َّم ٰه َذ ا َح َر ُمَك َو َأْم ُنَك َفَح ِّر ْم ْحَل ْي َو َد ْي َو َش ْع ِر ْي‬
‫َو َبَش ِر ْي َعَلى الَّناِر َو ٰاِم ْيِّن ِم ْن َعَذ اِبَك َيْو َم َتْبَعُث ِعَباَدَك‬
‫ِل‬
‫َو اْجَعْلْيِن ِم ْن َأْو َيآِئَك َو َأْه ِل َطاَعِتَك‬
“Ya Allah kota ini adalah tanah Haram-
Mu dan tempat yang aman, maka
hindarkanlah daging, darah, rambut,
bulu dan kulitku dari neraka.
Amankanlah aku dari siksa-Mu pada
hari Engkau membangkitkan aku ke
dalam golongan aulia-Mu dan ahli ta’at
pada-Mu.”
39
. Al-Jurjawi, Hikmatut Tasyri’ h. 189
40
Wahbah Al-Zuh}aili, Al-Fiqh Al-
Isla>mi> wa Adillatuhu, Jilid 3, hal. 2387

89
Kata h}aram secara bahasa berarti
terlarang dan suci. Semakin luhur
sesuatu biasanya semakin ketat
protokolernya, semakin banyak
larangannya. Inilah makna dasar dari
sebutan tanah haram.41

Tuhan menjanjikan banyak hal di tanah


ini. Dia tanah yang diberkahi, aman, dan
seterusnya. Klaim Tuhan pada banyak
ayat soal tanah haram ini bukan
bermakna pasif. Maksud saya, ketika
Tuhan mengatakan tanah ini aman bukan
berarti barang-barang Anda aman dari
pencurian. Tetap ada potensi kejahatan.
Sebagaimana sunnatullahnya, di tempat
yang baik belum tentu isinya semua
orang-orang baik, begitu pun sebaliknya.

Di surah Yasin dari ayat 13 s/d 32 Al-


Qur’an cerita soal masyarakat nakal
yang bernama Anthakiyah. Mereka
membunuh nabi-nabi, menyekutukan
Tuhan, dan seterusnya. Tapi tahukah
Anda, di ujung kota itu ternyata ada
41
. Al-ashfahani,

90
seorang anak manusia yang berhati
mulia, bernama Habib An-Najjar. Habib
inilah satu-satunya orang yang rela
menjadi volunteer nabi-nabi itu,
beriman, dan seterusnya. Artinya di
tempat yang tidak baik belum tentu
semuanya begitu, mesti ada sosok Habib
An-Najjar lainnya.

Kembali ke soal ‘pasif’. Maksud saya


ketika Tuhan berkata bahwa tanah ini
aman, itu artinya Anda harus punya
obsesi menjadi satu di antara sekian
manusia yang membenarkan klaim itu.
Caranya? Anda harus turut memberi rasa
aman dan nyaman terhadap orang lain
selama di tanah haram. Membantu yang
kesulitan, mendermakan tenaga yang
Anda bisa, dan seterusnya. Ketika Tuhan
mengatakan ‘tanah ini di berkahi, maka
berbagilah keberkahan di sana.

Di tanah ini pernah hidup sosok


protagonis (Muhammad saw). Tapi
ingat, Abu Lahab, Abu Sufyan, Abu
Jahl, dan tokoh antagonis lainnya juga

91
pernah makan dan tidur di tanah ini.
Pertanyaannya Anda mau memainkan
peran Muhammad atau Abu Jahal?

Sesampainya di tanah Haram, sering-


sering mentadaburi ayat ini; Al-Qur’an
berfirman; Al-Hajj 22:25.

Lihat ayat itu: “Siapa yang bermaksud.”


Kata al-Zuhaili, memang jika di tempat
lain, jika Anda masih berniat buruk,
belum melakukan, maka Anda masih
diberi dispensasi oleh Tuhan. Belum di
catat berdosa. Tapi di tanah haram,
berdasarkan ayat tadi, Anda tetap dicap
berdosa meski hanya baru memulai
dengan niat buruk.42 Tanah haram itu
nomenklatur yang sudah jadi trademark
Tuhan. Jangan membuat kotor nama
besar tanah haram. Meski itu Cuma
terselip di hati.

42
. Tafsir Munir, h. 207

92
Tanah haram itu
nomenklatur yang sudah
jadi trademark Tuhan.
Jangan membuat kotor
nama besar tanah haram.
Meski itu cuma terselip di
hati.

93
THAWAF

Masjidil Haram
Masjid yang tengah Anda masuki ini
adalah Masjidil Haram. Masjidil Haram
berarti rumah ibadah yang suci (the
inviolable house of whorship). Selain
dinamakan demikian Al-Qur’an juga
menyebut beberapa nama bagi masjid
ini. Misalnya:

1. Baitullah (baca surah Al-


Baqarah [2]: 125, surah Ali
‘Imran [3]: 96). Kata al-bait
yang berarti rumah
disandarkan dengan lafal
Allah untuk menunjukkan
keistimewaan tempat ini;
Baitullah berarti rumah
tempat beribadah kepunyan
Allah. Kata Asy-Sya’rawi
setiap masjid di bumi adalah
milik Allah. Bedanya, ka’bah
dipilih langsung oleh Tuhan,
sementara masjid selain

94
ka’bah menjadi rumah Allah
berdasarkan pilihan
manusia.43

2. Al-Bayt Al-H{aram (baca


surah Al-Maidah [5]: 97).
Haram punya dua makna
yaitu suci dan terlarang.
Disebut Baitul Haram karena
masjid ini berada di tanah
suci. Selain itu semakin suci
sesuatu semakin banyak
larangan yang berlaku. Di
tanah ini, atas dasar dalih
apapun, seseorang terlarang
(haram) menumpahkan darah,
berburu, berperang, dan
seterusnya.

3. Al-Qiblah (baca surah Al-


Baqarah [2]: 144). Kata al-
qiblah menurut Al-Ashfahani
berarti nama tempat yang
berarti arah ketika melakukan
shalat.
43
. Tafsir Sya’rawi, vol.3, h. 1637

95
4. Al-Bayt Al-‘Atiq (baca surah
Al-H{ajj [22]: 29). Al-‘Atiq
punya tiga makna yaitu tua,
antik (al-qadi>m), bebas
(al-‘itq), dan istimewa (asy-
syaraf). Baitullah disebut
Baitul ‘Atiq karena
mencakup tiga makna ini.
Disebut tua karena dia adalah
bangunan pertama yang
dibangun di bumi (the
ancient temple). Disebut
bebas karena setelah
mengelilinginya manusia
merasa plong, bebas dari
kungkungan dosa.44 Juga
44
Nabi bersabda:
‫ َال َيَض ُع َق َد ًم ا َو َال‬،‫َمْن َط اَف َهِبَذ ا الَبْيِت ُأْس ُبوًعا َفَأْحَص اُه َك اَن َك ِعْت ِق َر َقَب ٍة‬
‫َيْر َفُع ُأْخ َر ى ِإَّال َح َّط الَّلُه َعْنُه َخ ِط يَئًة َو َك َتَب َلُه َهِبا َح َس َنًة‬

“Barang siapa yang thawaf di ka’bah ini


sebanyak 7 putaran lalu ia menyempurnakannya
maka seperti (pahala) memerdekakan seorang
budak. Tidaklah ia meletakan kakinya dan tidak
pula ia mengangkat kaki yang lain kecuali Allah

96
disebut bebas karena Tuhan
membebaskan atau
mensterilkan Baitullah dari
setiap pihak yang ingin
menghancurkannya.
Dan selanjutnya tidak ada
tempat seistimewa Baitullah.
Kata Asy-Sya’rawy, memang
ada banyak hal di dunia ini
yang semakin tua usianya
semakin antik kehadirannya.
Termasuk Baitullah.45 Salah
satu bentuk keistimewaan
Baitullah dia menjadi pusat
grafivitasi spiritual, sehingga
wajar shalat di dalamnya
lebih utama 100 ribu kali di
banding shalat di masjid
lainnya.

akan menghapuskan satu dosanya dan mencatat


baginya satu kebaikan” (HR At-Tirmidzi)

45
. Tafsir Sya’rawy, h. 9793-9794

97
Kata Asy-Sya’rawi setiap
masjid di bumi adalah milik
Allah. Bedanya, ka’bah dipilih
langsung oleh Tuhan,
sementara masjid selain
ka’bah menjadi rumah Allah
berdasarkan pilihan manusia

98
Makna Thawaf: Mereguk Pesan di
Setiap Putaran

Ritual berikutnya adalah thawaf. Istilah


thawaf diambil dari kata thafa-yathifu
yang berarti berputar. Disebut thawaf
karena bentuk ritualnya adalah berputar
mengelilingi ka’bah. Ada banyak tafsir
simbolik dari thawaf:

Pertama: Simbol Kehadiran Tuhan

Saat thawaf kita berputar mengelilingi


ka’bah. Penamaan ka’bah diambil dari
kata ka’aba yang berarti bangunan yang
berbentuk kubus. Kenapa harus
berbentuk kubus? Kenapa bukan
segitiga, oval, jajar genjang atau
berbentuk trapesium?

Bentuk kubus membuat ka’bah memiliki


empat sudut, di mana sudut-sudut itu
mengarah ke empat titik kardinal atau
empat arah mata angin utama. Ada
sudut yang mengarah ke utara (rukun

99
iraqiy), ada sudut yang mengarah ke
barat (rukun syami), ada sudut yang
mengarah ke selatan (rukun yamani),
dan terakhir sudut yang mengarah ke
timur (rukun aswad). Sudut-sudut ini
melambangkan bahwa kehadiran Tuhan
ada di mana-mana.

Kekuasaan Tuhan tidak berdasarkan


zonasi di mana Dia hanya bisa hadir di
barat tapi menghilang di timur, atau
otoritasnya bersinar di selatan namun
redup di utara. Tidak! Kemanapun Anda
menghadap, Anda akan menemukan-
Nya. Ini persis seperti yang di tegaskan
Tuhan sendiri dalam firman-Nya:

‫َو ِلّٰل ِه اْلَم ْش ِر ُق َو اْلَم ْغ ِر ُب َفَاْيَنَم ا ُتَو ُّل ْو ا َفَثَّم َو ْج ُه الّٰل ِهۗ ِاَّن‬
‫ّٰل ِس ِل‬
‫ال َه َو ا ٌع َع ْيٌم‬
“Hanya milik Allah timur dan barat. Ke
mana pun kamu menghadap, di sanalah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Luas lagi Maha Mengetahui.” (Al-
Baqarah [2]: 115)

100
Memutari ka’bah memberi makna
ternyata ada banyak jalan menuju Tuhan.
Seorang guru sufi (Syekh Said) pernah
ditanya santrinya. Wahai guru, ada
berapa banyak jalan menuju rida Tuhan
itu? Sang guru menjawab; ada seribu
jalan, bahkan lebih banyak dari itu, yaitu
sebanyak partikel atom yang ada di alam
ini. Tapi, jalan yang paling cepat dan
efektif menuju-Nya adalah melayani
manusia, menggembirakan manusia,
tidak menyakiti orang lain, dan
seterusnya, pungkas sang guru sufi.46

Jadi ka’bah itu titik sentral yang kita bisa


tuju dari segala arah. Begitupun kita bisa
menemukan Tuhan dari pintu apa saja.
Pedagang bisa menemukan Tuhan lewat
berdagang yang jujur, pejabat bisa
menemukan Tuhan lewat jabatannya,
cendekiawan menemukan Tuhan dengan
nalarnya, seniman menemukan Tuhan
dengan rasanya, dan seterusnya.

46
.Asrar at-Tawhid fi Maqamati Asy-
Syaikh Abi Said, h. 275

101
Seorang guru sufi (Syekh Said)
pernah ditanya santrinya. Wahai
guru, ada berapa banyak jalan
menuju rida Tuhan itu? Sang guru
menjawab; ada seribu jalan,
bahkan lebih banyak dari itu, yaitu
sebanyak partikel atom yang ada
di alam ini. Tapi, jalan yang paling
cepat dan efektif menuju-Nya
adalah melayani manusia,
menggembirakan manusia, tidak
menyakiti orang lain, dan
seterusnya.

102
Kedua: Tuhan ingin Anda
Mendekati-Nya.

Mengapa saat thawaf posisi ka’bah ada


di kiri kita? Para ulama menjelaskan
bahwa posisi qalbu berada pada bagian
kiri manusia. Jadi memposisikan ka’bah
berada di sebelah kiri merupakan
medium agar qalbu kita intim bersama-
Nya (liyakuna al-baytu fi jihatil qalbi)47

Ini juga isyarat bahwa Tuhan Maha


Dekat (omnipresent) bahkan pro aktif
ingin mendekati hamba-Nya, Dia bahkan
memberi pintu sebanyak-banyaknya agar
kita menghampiri-Nya. Hanya saja
manusia selalu menjauh.

Ketiga: Muhasabah, Memutar


Waktu, dan Kembali pada Fitrah.

Saat thawaf kita berputar tujuh kali, dari


kiri ke kanan, melawan arah gerak jarum
jam. Apa pesan di balik thawaf ke arah
47
. At-Taqrirat As-Sadidah, H.480

103
kiri? Coba Anda buat satu titik bulatan
kecil, kemudian putar ke arah kanan, lalu
apa yang terjadi? Putaran itu akan
membentuk bulatan besar. Ini persis
ketika Anda membuat geometris dengan
bentuk lingkaran spiral. Ketika diputar
searah jarum jam, maka kisi-kisi
lingkaran pada spiral akan bertambah
jumlahnya dengan gerak membesar.
Kalau Anda enggan mencobanya, cukup
lihat bentuk spiral ini pada sidik jari
jempol Anda. Anda akan menemukan
lingkaran putar yang sama.

Sebaliknya, kalau titik bulatan kecil itu


kita putar ke arah kiri, maka semakin
diputar semakin subtil dan mengecil ke
titik pusatnya. Putaran ini mestinya
memberi kesadaran bahwa diri kita amat
kecil di hadapan-Nya. Sayangnya kita
gampang sekali membesar hanya karena
acungan jempol orang lain ke diri kita.
Hati-hati dengan sihir spiral pada jempol
itu!

104
Jangan lupa, kembali ke soal ‘titik’.
Semakin diputar ke arah kiri, lingkaran
akan semakin subtil dan mengecil ke
titik pusatnya. Titik kecil itu adalah
fitrah. Ini isyarat bahwa putaran thawaf
adalah putaran muhasabah, memutar
jarum jam, merekonstruksi masa lalu
kita, untuk kemudian kembali pada
fitrah. Di hadapan ka’bah kita merasa
kembali ke kampung halaman rohani.

105
Putaran ini (saat thawaf)
mestinya memberi kesadaran
bahwa diri kita amat kecil di
hadapan-Nya. Sayangnya kita
gampang sekali membesar
hanya karena acungan jempol
orang lain ke diri kita. Hati-
hati dengan sihir spiral pada
jempol itu!

106
Keempat: Bersihkan Qalbu

Bagi guru sufi seperti Al-Jilani, Rumi,


Asy-Sya’rani, Ibnu ‘Ajibah dan lainnya
ka’bah bukan hanya apa yang kita lihat
dipelataran Masjidil Haram itu. Ada
ka’bah lain yang tidak kalah penting
untuk kita thawafi. Ka’bah itu dekat
bahkan menyatu dengan diri kita. Tidak
perlu visa dan menunggu antrean yang
panjang untuk mengunjunginya.
Celakanya sangking dekatnya ka’bah ini,
kita sering alfa mengunjunginya. Ka’bah
itu adalah qalbu kita sendiri.48

Sekarang kita loncat dulu ke surah Al-


Baqarah ayat 125. Kalau Anda merujuk
ke ayat itu, kita akan temukan di sana
perintah Tuhan kepada Ibra>hi>m as dan
Isma’il as untuk membersihkan ka’bah
di Masjidil Haram. Di ayat itu Tuhan
memberi perintah bahwa ka’bah harus
disterilkan dari dua hal; najis dan
kotoran lahiriah (al-adna>s wa al-
48
. Bahrul Madid, Vol 1, h. 138-139, 350.

107
arja>s), dan berhala (al-ashnam wa al-
awtsan). Najis membuat ibadah
seseorang tidak sah, memberhalakan
sesuatu selain Allah membuat ibadah
tidak diterima.

Relevansinya kata para sufi, bukan


hanya ka’bah lahiriah itu yang harus
bersih dari najis dan berhala, tapi qalbu
kita pun mestinya harus steril dari itu
semua. Al-Jilani menulis:

Jika Tuhan memerintahkan ka’bah


lahiriah dibersihkan untuk kepentingan
manusia yang berthawaf, maka qalbu
yang merupakan ka’bah batiniah juga
harus disterilkan dari segala sesuatu
selain Allah agar kita bisa merasakan
kehadiranNya.49 Dan sebagaimana kita
tidak mungkin menemui Tuhan dalam
keadaan bernajis di depan ka’bah maka
kita juga tidak akan bisa menghampiri
Tuhan sebelum qalbu dibersihkan
terlebih dahulu.
49
.Sirrul Asrar, h. . Lihat juga Tafsir al-
Bahrul Madid, 138-139, Fathul Mubin, h. .

108
Ada ka’bah lain yang tidak kalah
penting untuk kita thawafi. Ka’bah
itu dekat bahkan menyatu dengan
diri kita. Tidak perlu visa dan
menunggu antrean yang panjang
untuk mengunjunginya. Celakanya
sangking dekatnya ka’bah ini, kita
sering alfa mengunjunginya.
Ka’bah itu adalah qalbu kita
sendiri

109
Kelima: Momen Mengikat Kembali
Perjanjian Primordial

Salah satu sunnah dalam thawaf adalah


mengusap dengan isyarat sudut Hajar
Aswad (al-istilam) sambil mengucap
bismilla>hi Alla>hu Akbar. Hajar
Aswad sendiri dimaknai Nabi sebagai
tangan Tuhan yang terjulur di bumi
dalam dua tanda petik. Nabi bersabda:

“Hajar aswad adalah tangan Tuhan di


Bumi yang diusap oleh manusia
sebagaimana seseorang mengusap
saudaranya”

Mengutip pemaknaan Imam ‘Ali, Al-


Jurjawi menulis dalam Hikmatut Tasyri’
bahwa batu hitam itu adalah saksi bisu
sekaligus brangkas takdir manusia ketika
berjanji di alam ruh. Saat di alam ruh
manusia bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dengan segala
konsekuensinya; mentaati perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Sayangnya

110
ketika sampai di dunia manusia
terkontaminasi dengan dosa-dosanya.
File takdir yang semula putih mengubah
batu tersebut menjadi hitam karena dosa
manusia. Mengulurkan tangan ke batu
tersebut memberi isyarat agar manusia
mengingat kembali perjanjian-Nya
dengan Tuhan. Karena itu kata Imam
‘Ali salah satu doa yang dibaca setelah
mengusap batu ini adalah sebagai
berikut:

“Ya Allah hamba beriman kepada


Engkau, membenarkan catatan takdir
kitab-Mu, dan memenuhi janji dengan
Engkau”

111
Mengulurkan tangan ke Hajar
Aswad tersebut memberi
isyarat agar manusia
mengingat kembali perjanjian-
Nya dengan Tuhan.

112
Keenam: Tunduk Bersama Semesta

Tidak hanya manusia, alam semesta juga


melakukan thawaf. Tata surya
mengelilingi bumi, kemudian bumi dan
bulan sama-sama thawaf mengelilingi
matahari. Semua benda langit melakukan
thawaf menurut orbitnya masing-masing.

Benda-benda langit itu jagad, besar dan


hebat, tetapi senantiasa berthawaf
sebagai tanda ketundukan mereka
kepada Tuhan. Bumi berputar
mengelilingi pusat orbit dengan
kecepatan 106.200 km per jam, matahari
berputar mengelilingi pusat galaksi
selama 220 juta tahun. Kemudian galaksi
berputar mengelilingi cluster galaksi,
karena matahari yang besar itu ternyata
hanya satu titik dari 100 miliyar galaksi
dalam 1 piring cluster galaksi. Sampai di
titik ini, penting bertanya; lalu siapa
aku? Anda? kita? Jika dihadapkan di
depan perabot-perabot angkasa itu? Lalu,
masih sanggup kah kita menentang
Tuhan dengan segala kemaha digdayaan-

113
Nya itu? Dalam surah Al-H{ajj ayat 18
disebutkan:

‫َاْمَل َتَر َاَّن الّٰل َه َيْسُج ُد َلهٗ َمْن ىِف الَّسٰم ٰو ِت َو َمْن ىِف اَاْلْر ِض‬
‫َو الَّش ْم ُس َو اْلَق َم ُر َو الُّنُج ْو ُم َو اِجْلَب اُل َو الَّش َج ُر َو الَّد َو ۤاُّب‬
‫َو َك ِثْيٌر ِّم َن الَّن اِۗس َو َك ِثْيٌر َح َّق َعَلْي ِه اْلَع َذ اُۗب َو َمْن ُّيِه ِن‬
‫ِا ّٰل‬ ‫ِم‬ ‫ّٰل‬
‫ال ُه َفَم ا َلهٗ ْن ُّم ْك ِر ٍۗم َّن ال َه َيْف َعُل َم ا َيَش ۤاُء‬
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa
bersujud kepada Allah siapa yang ada
di langit dan siapa yang ada di bumi,
juga matahari, bulan, bintang, gunung,
pohon, hewan melata, dan kebanyakan
manusia? Akan tetapi, banyak (manusia)
yang pantas mendapatkan azab. Siapa
yang dihinakan Allah tidak seorang pun
yang akan memuliakannya.
Sesungguhnya Allah melakukan apa
yang Dia kehendaki.” (QS. Al-H{ajj
[22]: 18)

Ayat ini menghentakkan kita betapa


manusia begitu congkak dan pongah.
Alam saja tunduk, sujud dan thawaf

114
kepada Tuhan. Matahari tidak pernah
request terbit dari barat tenggelam dari
timur, bumi dan bulan tidak pernah
keberatan mengelilingi matahari. Tetapi
manusia acap kali keluar dari rotasi
fitrah. Menentang perintah Tuhan, dan
congkak di hadapan-Nya.

Ketujuh: Berdoalah untuk


Keselamatan Anda

Asy-Sya’rani dalam Al-Fath} Al-


Mubi>n menguraikan makna di balik
setiap sudut bangunan ka’bah. Kata Asy-
Sya’rani sudut iraqi simbol dari dunia,
sudut syami lambang dari malaikat yang
keras. Rukun yamani lambang dari
kehadiran malaikat yang teduh, dia juga
lambang dari surga, kemudahan dan
keberkahan. Adapun sudut Hajar Aswad
lambar dari takdir manusia.

Kalau Anda bertanya mengapa kita


disunnahkan berdoa sapu jagad
sepanjang thawaf dari sudut yamani
menuju sudut Hajar Aswad? Jika

115
menyadur penjelasan Asy’Sya’rani di
atas kita jadi paham. Betapa keselamatan
kita adalah sesuatu yang ghaib
sebagaimana sudut Hajar Aswad. Yang
bisa kita lakukan tetap menjalankan
perintahnya sembari memanjatkan
harapan. Harapan itu kita panjatkan
sejak beranjak dari rukun yamani. Sudut
yang penuh dengan keberkahan,
lambang dari surga dan kemudahan.
Perjalanan kita dari sudut yamani ke
sudut aswad yang disertai doa itu
sesungguhnya merupakan ekspresi
kelemahan sekaligus harapan kita di
kehidupan berikutnya.

116
Manusia begitu congkak dan
pongah. Alam saja tunduk,
sujud dan thawaf kepada
Tuhan. Matahari tidak pernah
request terbit dari barat
tenggelam dari timur, bumi
dan bulan tidak pernah
keberatan mengelilingi
matahari. Tetapi manusia
acap kali keluar dari rotasi
fitrah. Menentang perintah
Tuhan, dan congkak di
hadapan-Nya.

117
Maqa>m Ibra>hi>m: Jangan Jadi
Hamba Aljabar

Sebelum berangkat menuju mas’a


(tempat melakukan sai), kita
disunnahkan melakukan shalat sunnah di
Maqa>m Ibra>hi>m dan memperbanyak
doa. Soal Maqa>m Ibra>hi>m, Allah
berfirman:

‫ِاْذ ْلَن ا اْل ْيَت َثا ًة ِّللَّن اِس َاْم ًنۗا اِخَّت ُذ ا ِم َّم َق اِم‬
‫َو َو ْو ْن‬ ‫َو َجَع َب َم َب‬
‫ِع‬ ‫ِا‬ ‫ِا‬ ‫ٰٓل‬‫ِا‬ ‫ِه‬ ‫ًّل‬ ‫ِا‬
‫ْبٰر ٖهَم ُمَص ۗى َو َع ْد َنٓا ى ْبٰر ٖهَم َو ٰمْس ْيَل َاْن َطِّه َر ا َبْيَيِت‬
‫ِللَّطۤإِى ِف اْلٰع ِكِف ال َّك ِع الُّس ِد‬
‫ُجْو‬ ‫َنْي َو َنْي َو ُّر‬

“(Ingatlah) ketika Kami menjadikan


rumah itu (Ka‘bah) tempat berkumpul
dan tempat yang aman bagi manusia.
(Ingatlah ketika Aku katakan,)
“Jadikanlah sebagian Maqa>m
Ibra>hi>m) sebagai tempat shalat.”
(Ingatlah ketika) Kami wasiatkan
kepada Ibra>hi>m dan Ismail,
“Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-
orang yang thawaf, yang iktikaf, serta

118
yang rukuk dan sujud (shalat)!” (QS.
Al-Baqarah [2]: 125)

‫َلهٗ َك اَن ٰاِم ًناۗ ِلّٰل ِه‬ ‫ِا ِه‬ ‫ِف ِه ٌۢت‬
‫َو‬ ‫ْي ٰاٰي َبِّيٰن ٌت َّم َق اُم ْبٰر ْيَم ۚە َو َمْن َدَخ‬
‫ِا ِه‬ ‫ِت‬ ‫ِح‬
‫َعَلى الَّن اِس ُّج اْلَبْي َم ِن اْس َتَطاَع َلْي َس ِبْياًل ۗ َو َمْن‬
‫ِم‬ ‫ِا ّٰل‬
‫َك َف َر َف َّن ال َه َغٌّيِن َعِن اْلٰعَل َنْي‬

“Di dalamnya terdapat tanda-tanda


yang jelas, (di antaranya) Maqam
Ibra>hi>m. Siapa yang memasukinya
(Baitullah), maka amanlah dia. (Di
antara) kewajiban manusia terhadap
Allah adalah melaksanakan ibadah haji
ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang
mampu) mengadakan perjalanan ke
sana. Siapa yang mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu pun) dari seluruh alam.” (QS.
Ali Imran [3]: 97)

Kata maqa>m pada ayat itu bukan


berarti makam (kuburan) dalam
pengertian kita orang Indonesia. Lafal
maqa>m merupakan nama tempat (isim

119
makan) dari kata dasar qa>ma-yaqu>mu
yang berarti berdiri. Jadi, Maqa>m
Ibra>hi>m adalah sebutan untuk
semacam tangga batu yang digunakan
Ibra>hi>m saat itu agar bisa berdiri lebih
tinggi ketika memugar bangunan ka’bah.

Konon lekukan batu itu akibat dari


ketakwaan Ibra>hi>m, pendapat kedua
menyatakan itu memang sengaja dibuat
Ibra>hi>m sendiri agar
keseimbangannya terjaga saat
merenovasi ka’bah. Apapun alasannya,
yang jelas tangga telapak kaki sang Nabi
itu telah dijadikan tugu oleh Allah untuk
dijadikan pelajaran oleh manusia yang
datang ke sana.

Mengapa Allah memerintahkan kita


untuk menjadikan Maqa>m Ibra>hi>m
sebagai tempat shalat? Agaknya agar
kita menaladani soal kepatuhan dan cinta
Ibra>hi>m ketika menjalani perintah
Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 124-
125, dan Ali Imran ayat 95-97).

120
Tulis Syekh Asy-Sya’rawy, ketika Allah
memberi perintah Ibra>hi>m untuk
memugar pondasi ka’bah, sebenarnya
Ibra>hi>m cukup membangunnya
setinggi tubuhnya, itu sudah cukup
membuatnya mendapatkan predikat
sebagai hamba yang patuh dengan
perintah Allah. Tetapi yang terjadi,
Ibra>hi>m ingin menyempurnakan
pengabdiannya. Dia bermaksud
memugar ka’bah lebih tinggi lagi hingga
melebihi kepalanya, saat itulah dia
membutuhkan tangga batu. Batu itulah
yang kemudian kita sebut maqa>m.
Tugu itu memberi teladan kepada kita
sebagai seorang hamba mestinya cara
kita beribadah seserius mungkin.
Mengerjakan perintah-Nya dengan cinta
bukan dengan keterpaksaan. Batu itu
menjadi bukti betapa nabi Ibra>hi>m
bukan hanya mengerjakan perintah tetapi
menyempurnakan, melebihi dari apa
yang diperintahkan.50

50
. Tafsir Sya’rawi, vol. 1, h. 595

121
Orang yang menjiwai tugu tangga
(Maqa>m Ibra>hi>m) maka dia akan
tumbuh jadi hamba yang beradab dengan
Tuhan. Tidak pamrih. Kita seringkali
menjadi hamba al-jabar, hamba
matematis. Ketika ingin mengeluarkan
sedekah, kita menghitung berapa kira-
kira kelipatan sepuluhnya? Ketika ingin
shalat di Masjidil Haram kita mereka-
reka sudah berapa kali ya kelipatan
satusan ribunya?

Betul memang, kelipatan-kelipatan


pahala itu Tuhan yang bilang di Al-
Qur’an atau Nabi yang katakan di
hadisnya. Tapi, jika hanya teks-teks
agama yang semacam itu lebih membuat
kita obsesi beribadah, kok rasanya kita
kurang punya etika ya di hadapan
Tuhan? Hamba al-jabar adalah hamba
yang pada hanya sibuk bicara kuantitas
tapi nol kualitas. Dia sibuk menghitung
janji-janji Tuhan, di saat yang sama
orang ini gagal menjadi hamba
seutuhnya di hadapan Tuhan
sebagaimana Ibra>hi>m. Hamba aljabar

122
hanya serius jika itu menyangkut
kepentingannya, ada benefit, jika tidak
dia akan berpikir ulang.

Kata ‘Utsman Najati menapaktilasi


Masjidil Haram dan area sekitarnya,
tempat di mana dahulu pernah hidup
para martir Tuhan, sesungguhnya bisa
memberikan kekuatan spiritual yang bisa
menghilangkan kesedihan dan
kecemasan.51 Tak terkecuali Maqa>m
Ibra>hi>m. Masjidil Haram adalah
museum spiritual di mana salah satu
yang menjadi cagar konservasi
spiritualnya Maqa>m Ibra>hi>m, di
mana Tuhan sebagai kuratornya
memberi perintah kepada kita untuk
memberi perhatian pada benda itu.

Tanpa spirit Maqa>m Ibra>hi>m Anda


akan kehilangan daya spiritual. Umrah
rasanya hanya akan menjadi hal yang
melelahkan. Ini karena ibadah bukan
hanya membutuhkan fisik tetapi juga
51
.al-Qur’an wa ‘Ilmunnafs, ‘Utsman
Najati, h. 464

123
stimulus iman. Sampai dititik ini wajar
jika Anda merasa capek. Anda baru saja
memutar lingkaran ka’bah sebanyak 7
kali dengan kepadatan manusia. Tapi
ritual sai berikutnya jauh akan lebih
membuat lelah. Anda akan diajak jalan
di are mas’a sepanjang Shafa dan
Marwah. Jarak keduanya 450 m, dengan
7 kali pulang pergi sehingga perjalanan
yang mesti anda tempuh 3,15 km. Tetapi
angka-angka ini tak ada nilainya jika
dibandingkan ketulusan Nabi Ibra>hi>m
dan kesabaran Siti Hajar.

124
Tanpa spirit Maqa>m
Ibra>hi>m Anda akan
kehilangan daya spiritual.
Umrah rasanya hanya akan
menjadi hal yang melelahkan.
Ini karena ibadah bukan
hanya membutuhkan fisik
tetapi juga stimulus iman.

125
Makna Zam-Zam

Perjalanan rohani belum selesai. Jangan


buru-buru lelah. Tuhan amat
menyayangi kita. Dia memperbolehkan
kita meminum zam-zam sebelum
memulai ritual sai. Padahal Siti Hajar
dan Ismail baru mendapatkannya setelah
menangis dan berlari-lari.

Dr. Sulayman Asyqar dalam Shah}i>h}


Qashash An-Nabawi, menyadur banyak
riwayat soal cerita Siti Hajar dan Ismail
dan kaitannya dengan kemunculan air
zam-zam. Demikian zam-zam. Dari kata
zamzama-yuzamzimu, air ini berarti
kebaikan yang berlimpah. Sejak ratusan
ribu tahun kemunculannya, sumur ini
tidak pernah mengering sedikitpun. Apa
yang membuat dia melimpah? Tentu
karena hasil tirakat ketawakkalan Siti
Hajar.

Zam-zam adalah air suci. Tuhan


menciptakan segala sesuatu lewat air.

126
Air terdiri dari hidrogen dan oksigen.
Tanpa satu dari keduanya air tidak akan
menjadi air. Sama halnya dengan air,
manusia terdiri dari dua unsur, jasmani
dan rohani, lahir dan batin, material dan
spiritual, dan seterusnya. Tanpa satu dari
keduanya manusia akan kehilangan
kemanusiaannya.

Walhasil meminum zam-zam menjadi


ritual penghubung antara thawaf dan sai.
Dia menjadi simbol agar manusia
seimbang memenuhi kebutuhan fisik dan
rohaninya. Karena thawaf adalah gerak
rohani sementara sai adalah simbol dari
gerak dunia.

127
meminum zam-zam menjadi
ritual penghubung antara
thawaf dan sai. Dia menjadi
simbol agar manusia
seimbang memenuhi
kebutuhan fisik dan
rohaninya. Karena thawaf
adalah gerak rohani
sementara sai adalah simbol
dari gerak dunia.

128
SAI: MENANGKAP MAKNA DARI
PERJALANAN SHAFA DAN
MARWA

Ritual sai sendiri adalah napak tilas dari


drama heroik dengan alur plot twist yang
diperankan oleh Siti Hajar. Caranya
dengan melakukan perjalanan sebanyak
tujuh kali dimulai dari bukit Shafa
menuju ke bukit Marwah dan berakhir di
Shafa. Sama dengan rukun sebelumnya,
ritual ini menyiratkan banyak pesan
kepada kita;

Pertama: Bergegas Jika itu Kebaikan

Istilah sai itu diambil dari kata kerja


sa’a>-yas’a, berarti ‘jalan dengan
cepat’. Orang yang jalan dengan cepat ke
titik tujuan menunjukkan kalau yang
dilakukannya itu sesuatu yang penting
dan mendesak. Karena itu kata al-
Ashfahani, kata ini simbol dari
kesungguhan (al-jidd).

129
Dalam Al-Qur’an kata ini punya peran
ganda. Kadang digunakan dalam konteks
positif (sungguh-sungguh dalam
kebaikan), dan kadang dalam konteks
negatif (bersungguh-sungguh dalam soal
keburukan). Memang Al-Qur’an pun
mengakui kalau sai atau ketertarikan
untuk sungguh-sungguh tiap orang itu
macam-macam.52 Ada yang semangatnya
menjual sumber daya alam, pembalakan
liar, merusak ekologis.53 Ada yang sibuk
menentang Tuhan.54 Dan seterusnya.

Yang penting diingat semua ketertarikan


yang membuat kita sunggguh-sungguh
kepada sesuatu itu, semua akan diaudit
oleh Tuhan.55 Dan sebaik-baik sai
(kesibukan) adalah menyibukkan diri
pada kebaikan.

52
Baca surah Al-Layl [92]: 4
53
Baca surah Al-Baqarah [2]: 205 dan
surah Al-Maidah [5]: 33
54
Baca surah Saba’ [34]: 5
55
Baca surah An-Najm [53]: 39-40

130
Kedua: Akhirat dan Dunia Sama
Pentingnya

Saat thawaf gerak kita memutar berbalik


dari arah jarum jam (retrograde motion).
Gerak ini sebagaimana penjelasan
sebelumnya, mengajarkan kita untuk
reflektif terhadap masa lalu yang jauh di
belakang kita. Kosa-kata agama
56
menyebutnya muh}a>sabah. Gerakan
ini kemudian diadopsi oleh Mawlana
Rumi menjadi tari sufi atau whirling
dhervises. Konon tari sufi ini menjadi
salah satu cara meditasi para sufi
tersebut untuk terkoneksi dengan Tuhan,
dan megingatkan mereka soal kematian.

Nah jika thawaf adalah gerak akhirat,


maka sai adalah simbol dari gerak dunia.
Dalam ritual sai, kita melakukan gerak
ke depan (progred motion). Di mana
pengembara sai melakukan perjalanan

56
. Al-Qur’an secara khusus bahkan
menyuruh kita untuk menthawafi waktu untuk
kepentingan akhirat.

131
dari Shafa menuju Marwah, dan di
lanjutkan dari Marwah menuju Shafa.

Gerak sai memberi pelajaran jika dunia


itu realitas hidup. Dia tidak harus
dimusuhi, sebaliknya dia justru harus
ditempuh dengan sebaik-baiknya.

Ibarat pengendara sepeda motor di jalan


raya, maka spion itu simbol dari gerak
thawaf. Sementara kedua mata kita yang
melihat marka jalan di depan adalah
simbol dari gerak sai. Maksud saya,
untuk mengendarai motor, sesekali kita
memerlukan gerak thawaf;
muh}a>sabah, melihat ke masa lalu, dan
seterusnya. Itulah fungsi spion. Tanpa
spion, pengendara akan gagap melintasi
jalan. Tetapi, hanya melihat spion saja
juga masalah besar. Kita mungkin
selamat dari lalu lintas di belakang,
tetapi kita sendiri bisa-bisa melabrak
orang yang ada di depan. Karena itu kita
perlu mata dengan gerak sai; melihat ke
depan.

132
Sebaliknya. Ada orang yang sibuk sai
tapi melupakan gerak thawaf. Ini juga
berbahaya. Matanya hanya disibukkan
dengan gemerlap dunia. Tanpa sadar
ternyata ada kendaraan yang mungkin
akan mencelakainya.

133
Gerak sai memberi pelajaran
jika dunia itu realitas hidup.
Dia tidak harus dimusuhi,
sebaliknya dia justru harus
ditempuh dengan sebaik-
baiknya.

134
Ketiga: Boleh Cari Dunia, Asal
Caranya Suci, Batinnya Puas.

Jadi sai itu ya cerita dunia; soal


ikhtiarnya Siti Hajar mencari
pertolongan dan sumber air agar Ismail
kecil selamat dan tidak meninggal
dunia. Kalau begitu boleh mengejar
dunia? Sai mengajarkan; boleh, bahkan
wajib! Tapi caranya jangan lupa, untuk
mengejar dunia Anda harus mulai dari
motif bisnis yang suci, cara bisnis yang
bersih, tidak spekulatif, bukan riba, dan
seterusnya. Dan berapapun rezeki yang
diperoleh, Anda harus mensyukurinya.
Itulah makna Shafa dan Marwah.

Shafa berarti suci, seakar dengan kata


shaf yang berarti garis lurus yang sejajar.
Garis lurus sejajar adalah garis yang
bukan zigzag, melengkung. Mencari
dunia itu boleh tetapi cara dan motifnya
harus lurus dan suci jangan menyimpang
dan miring. Adapun Marwah berarti
puas. Dari kata ini muncul kata

135
tarawwa>, maknanya puas, nerima, dan
seterusnya.57 Kejarlah dunia dengan
prinsip Shafa dan Marwah!

Para PSK itu hanya pakai prinsip


Marwah tapi meninggalkan Shafa. Uang
yang didapatkan mungkin memberi
kecukupan tapi caranya yang tidak suci.
Atau sudah Shafa niatnya karena ingin
meringankan beban keluarga, tapi bentuk
pekerjaannya yang tidak Shafa. Para
koruptor dan maling negara juga sama.
Malah lebih parah dari PSK. Sudah tidak
Shafa, tidak pernah Marwah pula. Anda
pernah melihat koruptor merasa cukup?
Tidak. Meski sudah bergelimang materi,
mental mereka masih saja miskin.
Karena merasa tidak cukup, akhirnya
berlaku koruptif.

57
. Lisanul ‘Arab, h. 267

136
Mencari dunia itu boleh
tetapi cara dan motifnya
harus lurus dan suci jangan
menyimpang dan miring.

137
Keempat: Algoritma Rezki Tuhan itu
Misteri, Kita Hanya Disuruh Berdoa
dan Usaha.

Siti Hajar mencari sumber air dan


pertolongan dari Shafa hingga Marwah.
Tetapi justru air itu muncul dari kaki
Ismail, bukan dari Shafa dan Marwah.
Padahal andai saja Hajar mau santai
sejenak tanpa harus berlari-lari ke bukit,
pasti sumber air itu akan muncul juga.

Tetapi pelajarannya bukan itu.


Pelajarannya kita hanya disuruh
berusaha dan berdoa. Soal bagaimana
rejeki itu muncul, Tuhan punya
mekanisme lain. Mungkin pun jika Siti
Hajar diam berpangku tangan zam-zam
tidak akan pernah keluar, boleh jadi
zam-zam muncul karena Tuhan iba
melihat usaha hambanya.

138
Kelima: Belajar Patuh, Tawakal &
Sabar

Ada tiga materi adab yang bisa dipelajari


lewat peristiwa sai ini. Masing-masing
tiga hal itu diperankan oleh tiga sosok.
Dari Ibra>hi>m, kita harus belajar
kepatuhan. Dari Siti Hajar kita belajar
rasa tawakal, dan dari Nabi Isma’il kita
mesti belajar kesabaran. Inilah tiga sosok
yang menjadi asal mula mengapa sai
disyariatkan

Dimulai dari Ibra>hi>m. Sangking


patuhnya, Al-Qur’an menyebut
Ibra>hi>m dengan bentuk isim fa>’il;
qanitan (si patuh), bukan dengan kata
kerja; yaqnutu (yang sedang mematuhi
Allah).58 Bedanya, kalau saya sedang
patuh, kepatuhan saya temporer, terikat
waktu, hari ini saya patuh besok
mungkin saya membelot. Tetapi, kalau
disebut ‘si patuh’, ini artinya kata patuh
sudah menjadi karakter saya. Bagaimana
tidak disebut si patuh, sebagai suami
58
.QS. An-Nahl 120

139
Anda diperintah untuk membuang istri
dan buah hatinya ke padang tandus
belantara. Apakah Anda bersedia?
Perintah ini berat, tidak masuk akal,
bertentangan dengan nurani seorang
suami, tapi Ibra>hi>m bersedia
mematuhinya karena kecintaannya
kepada Tuhan.

Selanjutnya Siti Hajar mengajarkan


tawakal. Ada sebagian orang salah
persepsi soal tawakal ini. Dia kira
tawakal itu tidak perlu usaha, cukup
pasrah dan seterusnya. Ini pemahaman
tawakal yang salah. Tawakal itu dari
kata tawakkala - yatawakkalu, artinya
mewakilkan. Jadi, tawakal itu
mewakilkan hasil usaha dan ikhtiar kita
kepada Tuhan. Ingat, mewakilkan “hasil
usaha”, bukan “usaha”. Lihat Siti Hajar.
Apakah ketika Ismail kecil menangis
kehausan, ia hanya diam? Tidak! Dia
berusaha sekuat tenaga pulang pergi
Shafa-Marwah mencari pertolongan,
melewati jalan terjal mendaki hingga
tidak terasa sudah tujuh kali perjalanan.

140
Perjalanan tawakal inilah kemudian yang
di-capture Tuhan kepada kita untuk
diperan ulang. Ingat yang Tuhan
perintahkan dalam ritual sai adalah
memerankan tawakalnya Siti Hajar
bukan tangisan Ismail as. Karena itu,
Islam tidak mengajarkan skeptis, fatalis,
pasrah berpangku tangan. Tidak!. Itu
konsep tawakal Jabariyah. Jadi yang
benar, kita disuruh berusaha sekuat
tenaga dahulu, lalu memasrahkan
hasilnya pada Tuhan. Kata Imam
Sya’rawi, sai yang dilakukan hajar
mengajarkan bahwa kita harus tunduk
pada hukum kausalitas dengan tetap
yakin kepada pencipta hukum kausalitas
tersebut. Dalam hukum kausalitas kalau
Anda ingin mendapatkan sesuatu, maka
carilah, jangan diam. Persis seperti
tawakalnya Hajar.59

Dari Isma’il as kita belajar kesabaran.


Kalau Anda simak Al-Qur’an ketika
bicara otobiografi Ismail as sejak bayi
hingga dewasa, kita hanya bisa berkata
59
Tafsir Sya’rawy, h. 1648.

141
betapa sabar sang Nabi yang mulia ini;
lahir dengan kondisi ayah yang sudah
berusia senja,60 Sejak bayi harus berpisah
dengan ayah, hidup terisolasi,61 saat
menjelang remaja harus disembelih,62
karena itu wajar jika Al-Qur’an
menasbihi beliau sebagai orang yang
penyabar.63

Keenam: Peran Perempuan itu


Penting!

Menarik tulisan dari Fathi Fauzi dalam


Nisa’ fi> H{aya>h Al-Anbiya>’. Buku
ini menceritakan, antara lain 14 figur
perempuan yang berperan penting dalam
sejarah hidup para Nabi yang secara
tersirat diceritakan oleh Al-Qur’an. Satu
di antaranya adalah Siti Hajar Al-
Mishriyyah (Ibunda Nabi Isma’il).

60
Baca surah Ibra>hi>m [14]: 39
61
Baca surah [14]: 37
62
Baca surah [37]: 102-103
63
. Al-Anbiya 21:85

142
Menariknya yang dipotret Tuhan dari
ritual haji dan umrah bukan drama
Ibra>hi>m menghantarkan istrinya ke
Makkah, bukan pula tangisan Isma’il
kecil, tetapi perjalanan Siti Hajar dari
Shafa ke Marwah. Ini berarti ada peran
perempuan yang ingin disorot dalam
ritual ini.

Ada banyak komentar miring soal


perempuan terkait peran mereka di
masyarakat. Sebagian orang berkata
(berdalih dengan surah Al-Ahzab [33]:
33); jika perempuan sebaiknya di rumah,
berbeda dengan laki-laki yang lebih
bebas.

Pendapat ini tentu bertentangan dengan


kenyataan. Coba Anda bayangkan jika
Siti Hajar mengikuti pendapat ini, di
mana perempuan sebaiknya hanya diam
di rumah, dilarang mencari nafkah dan
seterusnya, mungkin saat itu nyawa
Ismail as tidak tertolong. Kenyataannya
tidak demikian. Hajar yang hidup dalam
pengasingan sadar betul bahwa dia hidup

143
tanpa kehadiran suami. Di saat yang
sama Ismail kecil membutuhkan asupan
nutrisi. Nafkah yang dititipkan
Ibra>hi>m telah habis. Siti Hajar
akhirnya memberanikan diri mencari
pertolongan. Ia naik ke bukit Shafa,
mendaki ke Marwah, sambil menoleh ke
kanan dan ke kiri, dengan perhitungan,
sekiranya ada orang yang lewat sehingga
dapat membantu kondisinya.

Jadi ayat tadi bukan melarang


perempuan untuk keluar rumah sama
sekali, tetapi ayat itu ingin menekankan
perempuan yang telah berkeluarga
hendaknya memfokuskan perhatian
mereka pada keluarga. Demikian
hubungan sai dan perempuan.
Menghilangkan perempuan sama artinya
menghilangkan setengah dari potensi
masyarakat.

Ketujuh: Gagal Faham Jihad

Ada tafsir sosial dalam ritual sai,


khususnya soal pemeliharaan terhadap

144
nyawa manusia (hifdz an-nafs). Sai
bukan hanya soal Shafa dan Marwah,
tetapi ada nyawa yang harus
dipertaruhkan di sana.

Semangat Siti Hajar yang beranjak dari


Shafa dan Marwah memberi isyarat
betapa Islam menyuruh kita untuk
melindungi nyawa. Jika ada kelompok
yang mengaku Islam tetapi
mengekspresikan ajarannya justru
dengan mengancam nyawa manusia,
maka tentu itu pemahaman yang keliru
soal Islam dan bertentangan dengan
pesan moral sai.

145
Jika ada kelompok yang
mengaku Islam tetapi
mengekspresikan ajarannya
justru dengan mengancam
nyawa manusia, maka tentu
itu pemahaman yang keliru
soal Islam dan bertentangan
dengan pesan moral sai.

146
TAHALLUL: WISUDA
SPIRITUAL

Istilah tahallul itu dari kata


tahallala-yatahallalu, maknanya terurai,
bebas, lepas, dan seterusnya. Disebut
tahallul karena dia menjadi tanda lepas
dan berakhirnya larangan ihram,
sehingga yang berihram di perkenankan
melakukan sesuatu yang sebelumnya
terlarang. Tahallul menandakan bahwa
prosesi haji atau umrah telah selesai.
Semacam tali toga yang di geser dari kiri
ke kanan di atas kepala, tahallul adalah
wisuda ruhani yang di lakukan Tuhan
bagi pelayat tanah suci. Mereka di
sunnahkan memendekkan dan atau
mencukur habis rambut yang ada di
kepala mereka. Nabi bersabda:

Tapi apa poin penting dari ritual


tahallul? Paling tidak dua hal: Pertama,
menukar sifat buruk dengan sifat baik.

147
Tahallul itu ritual memotong
rambut. Tapi makna esoterisnya adalah
menghilangkan semua pikiran kotor
dalam kepala manusia.64 Karena itu juga
menurut Al-Jilani tahalul bermakna
menukar sifat buruk dengan sifat baik
(tabdilusayyi’at ilal hasanat). Bagi al-
Jilani, tahallul harus memberi kesadaran
kepada kita untuk membuang dorongan-
dorongan maksiat di kepala kita, lalu
mengantinya dengan dorongan yang
baik.

Kepala adalah sumber segala


sesuatu. Di dalamnya ada nalar dan akal
budi yang sangat di muliakan, dimana
dengan itu para agamawan dan
cendekiawan mengerahkan kemampuan
untuk menjaga eksistensi agama, tetapi
kepala juga sumber kepicikan dan
kepongahan.

Al-Qur’an mengecam kepala


setiap mereka yang congkak dan

64
. Raddul Iththila’, h.56.

148
membangkang,65 Al-Qur’an juga
memberi isyarat agar kepala kita selamat
dari kedurhakaan maka dia harus di latih
dengan sikap sujud, di jorokkan ke
tanah, tunduk dan menghamba kepada
Tuhan.66

Kedua, Tidak Uforia Dengan


Yang Halal.

Bagi para sufi, berlatih


meninggalkan yang halal akan lebih
cepat membuat kita tidak silau dengan
yang haram. Al-Ghazali dalam Ihya’
misalnya memberi pendidikan mental
pada pembacanya, bahwa salah satu
yang bisa mengeraskan hati seseorang
karena terlalu uforia atau berlebihan
menikmati hal-hal yang halal (at-
tana’um fil mubah).

Karena itu poin utama tahallul


bukan karena menjadi ‘halal’ apa yang
sebelumnya di larang. Sebaliknya justru
65
. Al-Alaq 96: 15-18
66
. Al-Alaq 96: 19

149
titik tekannya ada pada larangan itu
sendiri. Dimana selama menjalankan
ritual umrah, kita di latih terbiasa
meninggalkan perkara yang halal.

Tapi ini sulit di praktekkan.


Buktinya, kita akan banyak melihat
fenomena hedonisme di tanah suci.
Padahal saat ihram kita di latih
meninggalkan atribut yang melekat di
tubuh, menggantinya dengan pakaian
yang sederhana, tetapi setelah tahallul
kita justru kalap belanja hingga lupa
ibadah di tanah suci.

Tahallul adalah pintu exit


sekaligus pintu masuk untuk
membumikan pesan-pesan moral dari
ibadah umrah. Cara umrah kita setelah
tahallul bukan lagi meninggalkan yang
halal sebagaimana ihram, tetapi
mengatur porsinya agar tidak uforia
dengan yang halal sehingga terjerumus
pada yang haram.

Iktisab-ijtinab/Minhaj.

150
THAWAF WADA’: YANG
BERPISAH ITU BADAN, BUKAN
JIWAMU

Wada’ di ambil dari kata


wada’a, berarti meninggalkan. Thawaf
wada’ adalah thawaf perpisahan sebagai
tanda jamaah ingin meninggalkan tanah
suci.

Thawaf wada’ tidak boleh di


maknai secara batin, dia hanya boleh
dimaknai secara fisik, dalam arti; bahwa
setelah thawaf kita terpisah secara jarak
dengan ka’bah, lintas geografis, dan
seterusnya. Tetapi secara batin, Ka’bah
yang menjadi lambang kehadiran Tuhan
itu mestinya semakin dekat di jiwa kita.
Saat melakukan thawaf wada’ seolah-
olah yang berthawaf berkata dalam
hatinya;

151
‫َو َد ْع ُت َنْفِسْي َو اْسَتْو َدَعَك َقْلِبْي سَاَع َة‬
‫الَّتْو ِد ْيِع‬
“Pada hari perpisahan
ini fisikku berpisah darimu,
tapi pada saat yang sama Aku
titip jiwaku untukmu”.
Ya, jasad kita memang akhirnya terpisah
jauh, tetapi jiwa kita tinggalkan di
hadapan ka’bah. Bagaimana mungkin
memisahkan diri dengan Tuhan,
sementara Tuhan berjanji tidak akan
meninggalkan hambanya yang
67
beriman?

ZIARAH KE MAKAM NABI

Mengapa Harus Menziarahi


Nabi?

Ziarah di ambil dari kata zara-


yazuru, yang berarti berkunjung.
67
. Adh-Dhuha 93:3

152
Berkunjung itu tanda ingat. Dan
mengingat Nabi, menurut Ibnu ‘Ajibah,
adalah cara ampuh untuk mendekat diri
pada Tuhan (akbarul qurubat), dan
ibadah yang amat luhur (a’la ad-
darojat).68

Sangking agungnya mengingat


Nabi saw, para sufi menjadikannya
sebagai meditasi yang tidak boleh di
tinggalkan. Sayyid Mursiy misalnya
mengatakan; law ghaba ‘anni
Rasulullah tharfata ‘aynin, ma ‘adadtu
nafsii minal muslimin (andai sedetik
saja aku lupa mengingat Nabi, maka
menurut ku, aku bukan seorang muslim).

Ziarah kita masih sebatas fisik,


mengunjungi kuburan Nabi dengan
antrean panjang, lalu kembali ke hotel,
dan selesai tanpa makna. Ziarah kita
terikat waktu, temporer. Berbeda dengan
kita, bagi para sufi mereka mengingat
Nabi itu sesuatu yang tidak boleh di
tinggalkan setiap detik. Bagimana
68
. Al-Futuhat al-Ilahiyyah, h. 213

153
Sayyid Mursi bisa mengatakan seperti di
atas? Tentu karena ziarah tidak hanya
berhenti di fisik tapi juga ziarah jiwa dan
akhlak.

Sekarang kalau di ajukan


pertanyaan. Kenapa kita harus
menziarahi Nabi? Menjawab ini saya
ingin menyadur tulisan dari Sayyid
‘Alawi al-Maliki dan Asy-Sya’rani.

Pertama; Wujud mensyukuri


hidayah

Sayyid ‘Alawi mengatakan


bahwa ziarah kepada Nabi adalah cara
kita bersyukur atas nikmat hidayah yang
Allah berikan. Tetapi mengapa harus
bersyukur dengan mendatangi Nabi?
Tulis Sayyid ‘Alawi karena Nabi lah
yang mengenalkan hidayah itu kepada
kita.

Orang yang mengunjungi


Baitullah tetapi tidak mengunjungi Nabi,
adalah perbuatan yang tidak pantas (al-

154
jafa’). Padahal jika Anda tahu
kedudukan Nabi, betapa pun Anda
datang dengan posisi kepala di atas dan
kaki di bawah, dan Anda datang dari
negara dengan jarak geografis paling
jauh dari Madinah, maka itu masih
belum cukup untuk mensyukuri nikmat
hidayah yang telah Allah berikan kepada
Anda lewat Nabi Muhammad saw.
Begitu tegas Sayyid ‘Alawi dalam
Risalatul Muawanah.69

Kedua; Simbol Kembali Pada


Jalan Kebaikan

Mengunjungi Nabi saw kata Asy-


Sya’rani dapat memberi nutsiri pada jiwa
kita, sehingga ketika pulang ke tanah
air, jiwa kita akan lebih menyukai hal-
hal yang positif dari pada dorongan-
dorongan negatif. Hal ini sebab dari
pancaran cahaya kenabian yang kita
dapatkan ketika mengunjungi Nabi.

69
. Risalatul Mu’awanah, h.89

155
“Nabi”, tulis Asy-Sya’rani,
adalah sumber sunnah; dalam arti, Nabi
adalah sumber semua ajaran kebaikan,
bahkan puncak kebaikan itu sendiri
(insan kamil).

Karena itu tulis Asy-Sya’rani,


mengunjungi Nabi sama artinya
mengunjungi lumbung kebaikan.
Mengunjungi muara kebaikan memberi
isyarat bahwa kita berkomitmen ingin
kembali kepada kebaikan.

Adab Menziarahi Nabi

Dengan demikian hendaknya kita


menjaga adab di hadapan nabi. Al-
Qur’an menuntun bagaimana semestinya
adab kita saat berbicara di hadapan nabi;
(1) Datang dengan keyakinan bahwa
beliau hidup dalam arti yang sebenarnya,
seakan-akan anda berhadapan langsung
dengan beliau.70 (2) membawa iman, (3)
merendahkan suara di hadapannya, (4)
dan tidak menyamakan etika saat kita
70
. QS. Ali Imran 3:169

156
berbicara di hadapan seorang selain
Nabi.71 (5) datang dengan kesadaran
akan bergelimangnya dosa sehingga
berharap syafaatnya.72 (6) memanggilnya
dengan gelar kenabiannya, jangan hanya
memanggil namanya.73 (7) dan
mengucapkan salam untuknya.74

Imam al-Ghazaly dalam Ihya’,


Syekh Nuruddin ‘Itr dalam al-Hajj wal
‘Umrah, dan Az-Zuhaily dalam Fiqhul
Islam wa Adillatuh, menuntun doa dan
zikir apa saja yang kita semestinya kita
baca saat menziarahi Nabi saw. Berikut
penulis sadur;

1. Datanglah dengan keadaan


suci dari hadats dan najis,
dengan pakaian terbaik yang
sekiranya anda pantas datang
di hadapan Nabi.

71
. Lihat QS. Al-Hujurat 49: 2
72
. QS. An-Nisa 4: 64
73
. QS. An-Nur 24:63
74
. QS. Al-Ahzab 33:56

157
2. Meniatkan ziarah sebagai
pendekatan diri kepada Allah
dengan cara shalat di masjid
Nabawi dan meziarahi
makam nabinya.

3. Selama antrian menuju


raudhah perbanyaklah
membaca istighfar, shalawat,
dan mengingat-ingat dosa dan
kesalahan yang diperbuat.
Hal penting berikutnya
sepanjang antrian jangan
pernah menyakiti orang lain,
menzalimi hak orang, atau
banyak berbincang hal yang
tidak penting.

4. Setelahnya masuklah ke
masjid nabawi atau ke
raudhah dengan menjaga
adab-adab di masjid. Jangan
lupa lakukan shalat sunnah di
raudhah. Anda bisa
melaksanakan tahiyyatul
masjid, shalat taubat, atau

158
shalat sunnah mutlak lainnya.
Setelah itu arahkan
pandangan anda ke
usthuwaanah al-tawbah
(tiang taubat) atau populer
dengan nama tiang sahabat
Abu Lubabah. Setelah itu
tengadahkan tangan, dan
berdoalah dengan doa ini
sebanyak 7 kali:

‫َاللُهَّم اْج َع ْلِنْي ِم َن الَّتَّو ِبْيَن َو َجَع ْلِنْي ِم َن‬

‫اْلُم َتَطِّهِرْيَن واْغ ِفْر َذْنِبْي َك مَا َغ َفْر َت أبَا ُلبَاَبَة‬

‫ِاّنَك َر ُؤ ْو ٌف َر ِح ْيٌم‬

Artinya:

5. Lalu bersiaplah berbaris


dengan khidmat mengikuti
antrian menuju makam nabi

159
saw. Tinggalkan semua hal
yang membuat anda alfa
mengingat Nabi, dan lalai
dengan dosa anda; seperti
mengobrol satu sama lain,
bermain handphone,
memotret atau memvideokan
pengalaman ziarah anda.
Cukuplah rekam pengalaman
ruhani itu di hati anda. Apa
masih sempat bagi si pendosa
memikirkan hal-hal yang
tidak penting dibanding
memikirkan apakah dosanya
setelah menziarahi nabi
diampuni atau tidak? Berbuat
baiklah di hadapan Nabi.
Sepanjang antrian jangan
menzalimi orang lain,
ucapkan salam dan salawat
dengan lirih, penuh khidmat,
dan kesadaran penuh betapa
yang tengah datang adalah
makhluk yang banyak
dosanya, sambil membaca:

160
‫َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا َر ُس ْو َل ِهللا َو َرْح َم ُة‬
‫ِهللا َو َبَر َك اُتُه َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا َنِبَّي‬
‫ِهللا َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا َص ْفَو َت ِهللا‬
‫‪َ.‬الَّس َالُم َع َلْیَك َيا َح ِبْیَب ِهللا‬
‫الَّس اَل ُم َع َلْيَك َيا َسِّيَد الْم ُرْس َلْيَن‬
‫َو ِإَم اَم اْلُم َّتِقْيَن َأْش َهُد َأَّنَك َقْد َبَّلْغ َت‬
‫الِّر َس اَلَة َو َأَّد ْيَت اَأْلَم اَنَة َو َنَصْح َت‬
‫اُأْلَّم َة َو َج اَهْدَت ِفْي ِهللا َح َّق ِج َهِاِدِه‪،‬‬
‫َفَج َز اَك ُهللا َعْن ُأَّم ِتَك َأْفَض َل َم ا َج َز ي‬
‫َنِبٌّي َعْن ُأَّم ِتِه‬
‫‪Artinya:‬‬
‫‪Salam sejahtera atasmu ya Rasulullah `, raḥmat‬‬
‫‪Allāh dan berkah-Nya untukmu. Salam sejahtera‬‬
‫‪atasmu wahai Nabi Allāh. Salam sejahtera‬‬
‫‪wahai makhluk pilihan Allāh. Salam sejahtera‬‬
‫‪wahai‬‬
‫‪kekasih Allāh.‬‬

‫‪161‬‬
‫‪Jika ada sahabatmu yang‬‬
‫‪menitipkan salam kepada‬‬
‫‪Nabi, maka bacalah:‬‬

‫َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا َر ُسْو َل‬


‫ِهللا ِم ْن ُفالٍن ْبِن ُفالٍن‬
‫‪6. Sekiranya sudah mendekati‬‬
‫‪maqbarah Nabi saw. Bacalah‬‬
‫‪doa berikut ini 3 kali,‬‬
‫‪tengadahkan kedua tangan:‬‬

‫الَّس َالُم َع َلْيَك َأُّيَها الَّنِبُّي َو َرْح َم ُة ِهَّللا‬


‫َو َبَر َك اُتُه‪ ،‬الَّس َالُم َع َلْيَنا َو َع َلى ِع َباِد‬
‫ِهَّللا الَّص اِلِح يَن ‪َ ،‬أْش َهُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّال‬
‫ُهَّللا َو َأْش َهُد َأَّنَك َعْبُد ُه َو َر ُس وُلُه‪َ ,‬قْد‬
‫َسِم ْع ُت َهللا َيُقْو ُل ((َو َلْو أَّنُهْم ِاْذ‬
‫َظَلُم ْو ا َأْنُفَسُهْم جَاُؤ ْو َك َفاْس َتْغَفُر‬
‫َهللا َو اْس َتْغَفَر َلُهُم الَّرُس ْو ُل َلَو َج ُد ْو ا‬
‫َهللا َتَّو بًا َّرِح ْيمًا)) َو َقْد ِج ْئُتَك‬

‫‪162‬‬
‫ُم ْس َتْغ ِفرًا ِلَذ ْنِبْي َو ُم ْس َتْش ِفعًا ِبَك‬
‫‪ِ.‬الَى َر ِّبْي ‪ .‬يَا َح ِبْيبِي َيا َر ُس ْو َل ِهللا‬
‫َالَّلُهَّم َأْنَت َر ِّبي اَل ِإَلَه ِإاَّل َأْنَت َخ َلْقَتِني‬
‫َو َأَنا َعْبُدَك َو َأَنا َع َلى َعْه ِد َك َو َو ْع ِد َك‬
‫َم ا اْس َتَطْع ُت َأُعوُذ ِبَك ِم ْن َش ِّر َم ا‬
‫َص َنْع ُت َأُبوُء َلَك ِبِنْع َم ِتَك َع َلَّي َو َأُبوُء‬
‫َلَك ِبَذ ْنِبي َفاْغ ِفْر ِلي َفِإَّنُه اَل َيْغ ِفُر‬
‫َأْنت‬ ‫ِإاَّل‬ ‫‪َ.‬الُّذ ُنوَب‬

‫‪Artinya:‬‬

‫‪163‬‬
7. Jangan menyentuh kubur,
mengusap, mencium,
mengelilingi kuburan nabi,
tertawa, mengobrol, dan
seterusnya. Bersikaplah yang
sopan di hadapan Nabi.

8. Lalu teruskan berjalan dan


ucapkan salam dan doa
kepada dua sahabat Nabi.
Dengan bacaan:

‫َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا َأبَاَبْك ٍر‬


‫َصِفَّي َر ُس ْو ِل ِهللا َو‬
‫ َج َز ا َك‬.‫َصِد ْيَقُه ِفي اْلغار‬
‫َهللا َعْن ُأَّم ِة َنِبِّيَك َخ ْيرًا‬

Artinya:

164
‫‪Lalu mengucapkan salam‬‬
‫‪kepada sayyidina ‘umar.‬‬

‫َالَّس َالُم َع َلْیَك َيا ُع َم ُر‬


‫الفَاُر ْو ق‪َ .‬أَع َّز ُهللا ِبَك‬
‫اِال ْس َالِم ‪َ .‬ج َز ا َك َهللا َعْن‬
‫ُأَّم ِة َنِبِّيَك َخ ْيرًا‬
‫‪Artinya:‬‬

‫‪9. Lalu keluarlah dengan tenang‬‬


‫‪dengan tidak membelakangi‬‬
‫‪nabi. Duga dengan kuat‬‬
‫‪bahwa Allah mengampuni‬‬
‫‪Anda. Tutuplah ziarah anda‬‬
‫;‪dengan doa‬‬
‫َالَّلُهَّم ِاَّنَك ُقْلَت َو َقْو ُلَك اْلحُّق ‪َ(( :‬و َلْو أَّنُهْم ِاْذ‬
‫َظَلُم ْو ا َأْنُفَسُهْم جَاُؤ ْو َك َفاْس َتْغَفُر َهللا َو اْس َتْغَفَر‬
‫َلُهُم الَّرُسْو ُل َلَو َج ُد ْو ا َهللا َتَّو بًا َّرِح ْيمًا)) َو َقْد‬
‫ِج ْئَنَك َس اِمِع ْيَن َقْو َلَك ‪َ ,‬طاِئِع ْيَن َأْم َر َك ‪,‬‬
‫‪ُ.‬م ْس َتْش ِفِع ْيَن ِبَنِبِّيَك‬

‫‪165‬‬
‫َرَّبَنا اْغ ِفْر َلَنا َو ِإِل ْخ َو اِنَنا اَّلِذ يَن َسَبُقوَنا ِباِإْل يَم اِن‬
‫َو اَل َتْج َعْل ِفي ُقُلوِبَنا ِغ اًّل ِلَّلِذ يَن آَم ُنوا َرَّبَنا ِإَّنَك‬
‫َرُء وٌف َرِح يٌم‬
‫َرَّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنًة َو ِفي اآْل ِخ َرِة َح َس َنًة‬
‫َو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬
‫ُسْبَح اَن َرِّبَك َرِّب اْلِع َّز ِة َع َّم ا َيِص ُفوَن َو َس اَل ٌم‬
‫َع َلى اْلُم ْر َسِليَن َو اْلَح ْم ُد ِهَّلِل َرِّب اْلَعاَلِم يَن‬

‫‪Epilog: Menggali Makna Mabrur‬‬

‫‪Tidak ada balasan mabrur kecuali‬‬


‫‪surga, begitu kata Nabi saw. Jadi wajar‬‬
‫‪jika setiap orang ingin memperoleh‬‬
‫‪predikat ini. Tapi apa sesungguhnya‬‬

‫‪166‬‬
mabrur itu? Mabrur tidak ada kaitannya
dengan fasilitas hotel yang mewah,
mampu ke tanah suci tanpa antrean yang
lama, bisa membuat tasyakuran yang
ramai dikunjungi orang, atau pulang
dengan gelar haji yang melekat. Jika itu
yang dimaksud mabrur, begitu murah
harga surga yang di janjikan Nabi tadi.

Kata mabrur diambil dari akar


kata barra. Sebagaimana karakteristik
bahasa arab, kata ini juga bersifat
homonim, artinya satu kata tapi punya
banyak makna. Di dalam kamus utama
bahasa Arab, Lisan al-‘Arab karya
monumental Ibnu Mandzhur, tercatat ada
puluhan turunan arti dari kata barra
tersebut. Dari sekian makna itu, ada tiga
makna yang relevan untuk predikat kata
mabrur, yaitu; bersih, janji yang ditepati,
banyak dan luas.

Pertama, kata bersih. Kata barr


juga bermakna zakiy, artinya bersih dari
noda. Kedua, janji yang ditepati. Orang
arab kalau ingin ngomong “orang itu

167
menepati janjinya”, mereka mengatakan
barra bi wa’dihi. Ketiga, kata luas dan
banyak. Orang arab menyebut sesuatu
yang luas dengan akar kata yang sama
dengan kata mabrur. Daratan misalnya,
disebut dengan kata barrun. Orang yang
banyak bicaranya disebut dengan
bariirah, dan gandum disebut burrun
karena menyimpan banyak bulir.

Kita bisa menyimpulkan arti


mabrur dari tiga puzzle makna dasar kata
ini. Jadi haji mabrur adalah adalah haji
yang benar pelaksanaanya karena bersih
dari salah dan dosa, lalu pelakunya
menepati janji-janji hajinya selama
hidupnya; yang mana ciri-ciri mereka
bisa terlihat dari semakin banyak
ketaatan dan kebaikannya dibanding
sebelum berangkat ke tanah suci. Itu
makna mabrur! Berat bukan?

Kesimpulannya mabrur berarti soal


menepati ibadah kita. Saat miqat kita
berjanji untuk selalu mendandani niat,
ketika ihram kita berjanji untuk tidak

168
angkuh dan jumawa, kembali pada
fitrah, dan lebih intim dengan Tuhan.
Ketika thawaf kita…..begitulah
seterusnya.

Sekali lagi, mabrur bukan hanya


tentang ritual tapi juga moral. Realitas
bukan identitas, bukan hanya terdampak
tapi juga berdampak, bukan hanya saleh
personal tapi juga maslahah sosial,
bukan hanya melangit tapi juga
membumi, bukan hanya lahir tapi juga
batin, bukan hanya pra tapi juga pasca,
begitu seterusnya.

Rujukan

Tafsir Ayatil Ahkam, ‘Ali Ash Shabuni

Tafsir Bahrul Madid, Ibnu ‘Ajibah

169
Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, al-
Ashfahani

Lisanul ‘Araby, Ibnu Mandzhur.

Raddul Iththila’ wa Jawahirul Intifa’,


Musthafa bin Yusuf.

Membaca Sirah Nabi Muhammad,


Quraish Shihab

Taqrirat As-Sadidah, Hasan bin Ahmad


al-Kaff, Darul ‘Ulum Islamiyah, 2006
cet 4

Al-Hajj wal’Umrah fil Fiqh al-Islamy,


Nuruddin ‘Itr

Min Maqashidil Hajj, Khalid bin Shalih

Hikmatut Tasyri’, ‘Ali al-Jurjawi

Ihya ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali,


Darul Minhaj, 2019

170
Tafsirul Munir, Wahbah Al-Zuhaili, vol
1, 2, 9, Darul fikr, Damaskus, 2009

Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Wahbah


Az-Zuhaili, Darul Fikr, Vol 3.2002

The Great Episodes of Muhammad, Said


Ramadhan al-Buthy

Fathul Mubin, Imam Asy-Sya’rani

Sirrul Asrar, al-Jilani

Risalatul Mu’awanah, Abdullah al-


Haddad

Tafsir Sya’rawy, Mutawalli Sya’rawy,


Akhbarul Yawm Ats-Tsaqafah, 1991

Kaimiyaus-Sa’adah, Darul Muqaththom


Mesir, 2010, al-Ghazali

Al-Haditsun Nabawy wa ‘Ilmunnafs, Dr.


Utsman Najati, Darusy Syuruq, 2005

171
Al-Qur’an wa ‘Ilmunnafs, Darus
Syuruq, Utsman Najati, 2001

172

Anda mungkin juga menyukai