Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

Dinasti Abbasyiah: Awal Kemunculannya, Warisan Yang Ditinggalkan, Penyebab


Kemundurannya Dan Sistem Pemerintahannya

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Peradaban Islam Dan Islam Nusantara

Dosen Pengampu:
Bahrul Munib, S.H.i,. M.Pd.I

Disusun Oleh:
Amiliyyah Fi Nuril Hidayah
NIM: 222101010040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI AHMAD SHIDDIQ JEMBER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARET 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta
Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Dan tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyusun makalah ini
sampai selesai, yang berjudul “ sebagai tugas individu oleh Bapak Dosen Bahrul
Munib, S.H.i, M.Pd.I.

Tujuan disusunnya makalah ini, untuk memenuhi tugas Peradaban Dan Islam
Nusantara. Dan juga bertujuan untuk meningkatkan wawasan pembaca tentang
sejarah Dinasti Abbasiyah serta kami sangatlah berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu peradaban Islam dan Islam Nusantara.

Kami berharap makalah ini sudahmemuat materi-materi secara ringkas


sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Lain daripada itu, kami dapat
menerima kritik dan saran apabila terdapat kekurangan di dalam makalah ini guna
untuk menjadi tolak ukur agar kami bisa jauh lebih baik lagi.

Jember, 14 Maret 2023

Kelompok 3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5

1.3 Tujuan.............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6

2.1 Awal kemunculan dinasti abbasyiah...........................................................6

2.2 Warisan yang ditinggalkan...........................................................................8

2.3 Penyebab kemunduran.................................................................................9

2.4 Sistem pemerintahan.....................................................................................9

BAB III PENUTUP.......................................................................................................12

3.1 Kesimpulan...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang berkuasa selama
hampir 500 tahun, dari tahun 750 hingga 1258 Masehi. Dinasti ini didirikan oleh
Abu al-Abbas al-Saffah, yang berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti
Umayyah yang sebelumnya berkuasa di Kekhalifahan Islam. Dinasti Abbasiyah
memerintah dari ibu kota baru mereka di kota Baghdad, yang dibangun sebagai
pusat kekuasaan baru.
Salah satu ciri khas Dinasti Abbasiyah adalah sistem pemerintahan yang
relatif lebih terpusat dan adil dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Selama masa kekuasaan mereka, Dinasti Abbasiyah juga mencapai masa kejayaan
dalam bidang seni, sastra, arsitektur, dan ilmu pengetahuan. Mereka menjadi
pelopor dalam pengembangan ilmu falak (astronomi), matematika, kedokteran,
dan filsafat.
Di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Islam berkembang pesat di seluruh
dunia. Mereka juga memperluas kekuasaannya ke wilayah-wilayah baru,
termasuk Afrika Utara, Spanyol, dan Asia Tengah. Salah satu pemerintah terkenal
dari Dinasti Abbasiyah adalah Harun al-Rashid, yang terkenal karena
kebijaksanaannya, kemewahan, dan perhatiannya terhadap seni dan sastra.
Namun, pada abad ke-10, Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran yang
cukup besar. Kekuasaan terpecah menjadi beberapa wilayah yang saling bertikai,
dan invasi bangsa Mongol pada tahun 1258 mengakhiri masa kekuasaan Dinasti
Abbasiyah secara resmi. Meskipun begitu, warisan Dinasti Abbasiyah tetap
berpengaruh dan penting dalam sejarah Islam dan peradaban dunia.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana awal kemunculan Dinasti Abbasiyah?
2. Apa saja warisan yang ditinggalkan Dinasti Abbasiyah?
3. Apa yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah?
4. Bagaimana sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui awal kemunculan Dinasti Abbasiyah
2. Untuk mengetahui Apa saja warisan yang ditinggalkan Dinasti Abbasiyah
3. Untuk mengetahui penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah
4. Untuk mengetahui sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN

1. Awal Kemunculan Dinasti Abbasyiah


a. Awal munculnya pemberontakan

Dinasti Abbasyiah merupakan keturunan dari paman Rasulullah saw.,


yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti Abbasyiah mulai muncul pada tahun
750 Masehi setelah mereka berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah dalam
sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh Abu al-Abbas al-Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Pemberontakan ini dipicu
oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Umayyah yang
dianggap tidak adil dan korup serta model kehidupan para khalifah yang di
pandang hidup secara bermegah-megahan, dimana mereka mengesampingkan
ajaran islam yang sudah diterapkan.
Sistem pemerintahan Dinasti Umayyah yang dianggap tidak adil yaitu
dengan mementingkan keluarganya sendiri untuk menjadi penerus tahta
kekhalifaan, sehingga mengakibatkan perpecahan dan perebutan kekuasaan di
dalam lingkungan keluarga umayyah sendiri.1 Hingga khalifah-khalifah itu
silih berganti dalam masa waktu yang sangat singkat dalam berkuasa .
Gerakan Bani Abbasyiah ini juga muncul karena terdapat sebuah
propaganda dimana Bani Abbas merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah
atas kekhalifahan islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang
secara nasab lebih dekat dengan Nabi Muhammad saw..

1
Edianto, 2017, BANI ABBASIYAH ( Pembentukan, Perkembangan dan Kemajuan ) Jurnal

Studi Islam, Vol.19, No.2 https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/4136 10

Maret 2023
Mereka berpendapat bahwa orang-orang Umayyah menguasai
kekhalifahan secara paksa melalui perang siffin. Oleh karena itu, untuk
mendirikan Dinasti Abbasyiah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa
dalam bentuk pemberontakan.

b. Gerakan Abbasyiah
Di antaranya melakukan pemberontakan yang dinamakan Gerakan
Bawah Tanah yang bergerak secara diam-diam dan dengan hati-hati untuk
menyusun sebuah kekuatan demi merebut jabatan khalifah dari Dinasti
Umayyah. Gerakan bawah tanah ini menerapkan politik bersahabat, dengan
tidak menampakkkan permusuhan atau perselisihan dengan bani umayyah,
lalu dengan menggunakan nama bani hasyim supaya mendapat dukungan dari
golongan syiah (pendukung Ali). Gerakan ini dipimpin langsung oleh
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, pada pemerintahan khalifah
Umar ibn Aziz. Dan gerakan ini berpusat di wilayah Khurasan.
Pada masa khalifah Hisyam ibn Abdul Malik, gerakan Abbasyiah ini
telah memperoleh pengikut yang cukup luas dengan propaganda-propaganda
gerakan tersebut. Meraka sangat berhati-hati dan tidak memperlihatkan sikap-
sikap perlawanan terbuka terhadap Daulah Umayyah, lain halnya dengan
kelompok syiah dan khawarij yang melakukan perlawanan secara terang-
terangan. Gerakan bawah tanah ini dilakukan secara rahasia dan terorganisir
dengan baik. Banyak dari anggota gerakan ini berasal dari kalangan bawah,
seperti petani dan buruh, yang merasa tidak puas dengan pemerintahan
Umayyah yang korup dan tidak adil.2 Mereka diorganisir dalam kelompok-
kelompok kecil yang terpisah-pisah, dan melakukan serangan-serangan
gerilya terhadap pasukan Umayyah.
2
Akramun Nisa1 , St. Aisyah Abbas, Juni 2022, HISTORIS KEJAYAAN ISLAM DI MASA
DINASTI ABBASIYAH, Jurnal pemikiran dan penelitian hukum, Vol.9, No.2
https://ojs.unm.ac.id/tomalebbi/article/download/36461/17026, 10 Maret 2023
Gerakan ini memperoleh dukungan dari banyak orang, terutama
karena kelompok Bani Hasyim, keluarga Nabi Muhammad yang menjadi
basis dukungan Abbasiyah, dikenal karena kualitas kepemimpinan dan
integritas moral mereka.

Pada saat khalifah silih berganti karena terjadi perebutan kekuasaan di


dalamnya, maka muncul kekacauan di ibu kota (Damaskus) yang disusuli
sebuah pemberontakan oleh golongan syiah dan khawarij. Hal ini
dimanfaatkan dengan baik oleh ppihak bani abbas di dalam wilayah Khurasan
dengan menyusun kekuatan-kekuatannya secara diam-diam, dibawah tokoh
besar gerakan Abbasyiah yakni Abu Muslim Al Khurasani alias Abdul
Rahman ibn Muslim, yang merupakan orang kepercayaannya Ibrahim Al-
Imam. Ibrahim Al-Imam menjabat sebagai pemimpin tertinggi gerakan
Abbasyiah.

c. Pemberontakan Syiah di Khurasan


Perlawanan terbesar Dinasti Umayyah yang berakibat pukulan terakhir
datang dari arah khurasan. Berawal dari pemberontakan golongan Syiah pada
tahun 129 M/747 H di bawah pimpinan Jadik Ibn Ali Al-Azadi atau lenih
dikenal dengan panggilan Al-Karmani. Akhirnya panglima Al-Karmani dan
pasukannya berhasil menguasai dan merebut Ibukota Merv, tempat kedudukan
gubernur wilayah Khurasan (Emir Nashar ibn Sayyar). Gubernur Khurasan
akhirnya mengundurkan diri ke kota Herat, yakni sebuah kota benteng yang
terkenal kukuh, disana pula berlangsung pertempuran berulang kali antara
kedua belah pihak dan saling menderitakan kerugian yang sangat besar.3
Di sisi lain, Abu Muslim Al-Khurasani menunggu saat yang
menguntungkan, dengan kemampuan menahan diri dalam masa sekian

3
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah I, N.V Bulan Bintang, Jakarta, 2008, hlm.14
lamanya disertai kemampuan mengendalikan gerak tindak para pengikutnya
di Khurasan itu.
Abu Muslim Al-Khurasani akhirnya melakukan dakwah secara
terbuka untuk kepentingan keluarga Abbasyiah. Ia mengirim utusan ke
berbagai kota di wilayah Khurasan untuk mengambil Bai’at dari para
penduduk terhadap Ibrahim Al-Imam. Para utusan itu di sambut hangat dan
terbentuklah pasukan-pasuka Abbasyiah dimana-mana, dan seluruhnya tunduk
di bawah Panglima Besar Al-Khurasani.

d. Penangkapan Al-Imam Ibrahim


Saat pengaruh Al-Khurasani semakin meluas, gubernur Khurasan melihat
suasana semakin berbahaya. Ia juga harus menghadapi Al-Karamani, akhirnya
iapun mengirim utusan untuk membawakan surat laporan kepada khalifah
Marwan II. Sedangkan khalifah Marwan II tidak berhenti memadamkan
perushuhan di Syiria, Asia Kecil, Armenia, Lembah Irak, Palestina, dan
mengikis gerakan Abbasyiah. Akhirnya khalifah Marwan II mengirimkan
perintah kepada penguasa setempat (Al-‘Amil) pada kota Balqa supaya
menangkapnya dan membawanya dengan berikat ke Damaskus.
Bujukan maupun ancaman tidak mempengaruhi Al-Imam Ibrahim ibn Ali
untuk menghentikan gerakannya di Khurasan. Iapun dijerumuskan ke dalam
penjara bawah tanah, dan menderita segala macam siksa hingga iapun wafat
pada tahun 129 H/747 M. Tetapi suatu kesalahan tidak disadari oleh penguasa
tempat pada kota Balqa itu, ia tidak langsung menangkap keluarga Al-Imam
Ibrahim itu namun hanya Al-Imam Ibrahim ibn Ali. Dan sebelum
penangkapan itu, ia memberi amanat kepada keluarganya supaya
keponakannya Abdullah ibn Muhammad agar segera di selamatkan ke Kufah.
Dan jika ia wafat maka pimpinan selanjutnya harus diserahkan kepada
keponakannya itu.
Untuk merebut kembal ibukota Merv dari tangan Al-Karamani, Emir
Nashar ibn Sayyar berangkat dengan pasukan besar. Dalam pertempuran
dasyat tersebut, panglima golongan syiah (Al-Karamani) tewas di tangan Emir
Nashar ibn Sayyar sendiri. Tubuhnya disalibkan dan dipajang di depan
gerbang kota Merv. Peristiwa tersebut membangkitkan jiwa balas dendam
kedua putra panglima, yakni Ali ibn Al-Karamani dan Utsman ibn Al-
Karamani. Keduanya mencari bantuan panglima Abu Muslim Al-Khurasani.
Tercapailah penggabungan kedua belah pihak, lalu pasukan gabungan itu
berangkat menuju ibukota Merv dan langsung mengepung. Pertempuran
terjadi hampir 2 tahun lamanya. Pada atahun 131 H/749 M ibukota tersebut
dapat dimasuki dan dikuasai oleh pasukan gabungan. tangan Emir Nashar ibn
Sayyar dengan sisa pasukannya sempat melarikan diri, namun ia terus dikejar
hingga akhirnya ia tewas pada kota Sawwat. Akhirnya ibukota Merv dapat
dikuasai oleh panglima Abu Muslim Al-Khurasani, penduduk lantas
mengangkat bai’at kepada Abdullah ibn Muhammad atau Abu Abbas As-
Saffah.
e. Serangan kepada Khalifah Marwan II
Saat khalifah Marwan II tengah berada pada Kota Benteng harran yang
terletak jauh di sebelah utara mosul, berita pengambilan baiat di kota kufah itu
sampai kepadanya. Ia baru saja selesai mengamankan kerusuhan di wilayah
Armenia dan di wilayah Georgia yang menggerakkan pasukannya sekitar
120.000 prajurit tempur menuju arah ke selatan Lembah Irak seorang pemuka
gerakan Abbasiyah dalam wilayah syahrazur bernama Abu Oun, segera
menggerakkan tenaga tempur untuk melawan serangan besar-besaran. Lalu
bala bantuan dikirim oleh Khalifah Abu Abbas di bawah pimpinan pamannya
Amir Abdullah Bin Ali bin abadillah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Sampai
akhirnya pasukan besar itu bertahan pada Kota Benteng azab di pinggir sungai
Euphrate belahan barat.
Pasukan Marwan II membangun perkemahannya di pinggir sungai belahan
Timur, kedua pasukan itu dipisahkan oleh sungai Euphrate yang sedemikian
lebar dalam masa sekian lama, hanya berlangsung Perang panah dan hujan
panah api. Khalifah Marwan II tidak sabar menyaksikan keadaan itu, maka ia
pun memerintah pasukannya untuk membangun jembatan di bawah lindungan
hujan panah ke arah musuh, pekerjaan itu berjalan lambat dan menelan
banyak korban akan tetapi akhirnya selesai juga. Khalifah Marwan II maju
dengan pasukannya melintasi jembatan dan sebagiannya menggunakan
perahu-perahu pendaratan. Pasukan penyerang mengalami kehancurannya dan
ribuan mayat bergelimpangan dan hanyut hingga Sungai Euphrate berwarna
merah oleh darah. Akhirnya khalifah Marwan II dengan sisa pasukannya
terpaksa mundur ke arah utara menuju Mosul namun dikejar oleh Emir
Abdullah Bin Ali hingga khalifah Marwan II terpaksa mundur lagi menuju
Kota Benteng harran di sebelah utara dan mampu bertahan di sana sekian
lamanya sementara itu bala bantuan baru berdatangan dari segenap penjuru
Irak dan Iran untuk memperkuat pasukan Emir Abdullah Bin Ali.
Pengejaran terjadi terus-menerus terhadap khalifah Marwan II yang
mengakibatkan rangkaian pertempuran berlangsung pada Kota Benteng Homs
di Syria Utara kemudian ibukota Damaskus dan pada berbagai tempat di
Palestina. Di sana pasukan khalifah Marwan II menderita kehancuran dan
beliau bersama sekumpulan pengiringnya sempat melarikan diri ke Mesir.
Dengan begitu wilayah Syiria dan Palestina telah berada di bawah kekuasaan
Daulah Abbasiyah dan akhirnya Emil Abdullah ditunjuk dan diangkat oleh
Khalifah Abu Abbas as saffah menjabat menjadi Emir wilayah tersebut yang
dikenal dengan wilayah Syam berkedudukan di Damaskus. Abdullah
memerintahkan saudaranya Emir Shalih bin Ali dengan suatu pasukan besar
untuk mengejar khalifah Marwan II ke daerah Mesir serta merebut dan
menguasai Lembah nil yang makmur itu, di sana pasukan tidak mendapat
perlawanan sama sekali karena penduduk pada setiap kota yang didatangi
segera mengangkat bai’at terhadap Khalifah Abu Abbas
Khalifah Marwan II bersama pengiringnya dijumpai melindungi diri pada
sebuah Biara di kota pelabuhan Abusir. Akhirnya ia pun ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati lalu kepalanya dikirim kepada Khalifah Abu Abbas as
saffah. Maka pada Pengujung tahun 132 H/ 750 M berakhirlah kekuasaan
Daulah Umayyah secara resmi dan bermula kekuasaan Daulah Abbasiyah.

f. Berdirinya Dinasti Abbasyiah


Dinasti Abbasiyah berkuasa atas kekhalifahan Islam pada tahun 132 H/
750 M yang ditandai dengan pengangkatan khalifah pertama yakni abu al-
Abbas As-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas di
Kufah. Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah berkuasa selama kurun waktu kurang
lebih 5 abad yakni sampai 656 H/1258 M yang dipimpin sebanyak 37
khalifah. Adapun diantara ke-37 Khalifah yang terdapat khalifah yang paling
menonjol atau yang termasyhur karena kemajuan dan kecakapannya dalam
menjadi khalifah. Berikut adalah beberapa kebijakan khalifah-khalifah
terkenal Dinasti Abbasyiah:

1. Khalifah Abu Ja’far al-Manshur (754 M-775 M) merupakan khalilfah ke-2


dari Dinasti Abbasyiah. Al-Mansur merupakan seorang khalifah yang
tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, baik budi, dan pemberani. Ia
tampil dengan gagah berani dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far al-Manshur sangat besar
jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban islam saat itu.
Ia merupakan khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan.
Banyak buku-buku dari Bangsa Romawi yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Arab sehingga dapat di baca oleh kaum muslimin.4
4
Muhammad Fadhli, Havid Fathurohman, Prediksi UAMBN Sejarah Peradaban Islam, Putra
Nugraha, 2018, hlm.22
2. Khalifah Harun al-Rashid (786-809 M): Salah satu khalifah terkenal dari
Dinasti Abbasyiah yang dikenal sebagai penguasa zaman keemasan.
Khalifah Harun al-Rashid mengadopsi kebijakan toleransi agama dan
memberikan dukungan besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan kebudayaan Islam. Kemajuan yang dicapai hampir menyeluruh pada
bidang ekonomi, sosial. Infrastruktur, dan lain sebagainya.
3. Khalifah Al-Ma'mun (813-833 M): Khalifah ini dikenal sebagai patron
ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dia mendirikan Bait al-Hikmah,
sebuah pusat penelitian dan pendidikan Islam yang berfokus pada studi
filsafat dan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-Ma'mun juga memprakarsai
upaya untuk menyelesaikan konflik antara kelompok Sunni dan Syiah
melalui doktrin Mu'tazilah. Banyak peristiwa penting yang terjadi pada
masa pemerintahannya, pertama pemberontakan Bagdad dan
pengangkatan Ibrahim Al Mahdi sebagai khalifah, kedua Al-Khuramiyah
dan ketiga fitnah bahwa Alquran adalah makhluk. Penaklukan
pemerintahannya sangat terbatas. Itu berlangsung sampai tahun 202 H/817
M. bahwa dia mampu menaklukkan Laz, sebuah tempat di Dailam.
Selama waktunya dia tidak menjadikan putranya Al-Abbas sebagai
gantinya.5 Sebaliknya, ia menunjuk saudaranya Al Mu'tasim karena ia
melihat bahwa Al Mu'tasim lebih memiliki kelebihan daripada anaknya.
Setelah 20 tahun pengelolaan. Al Ma'mun wafat pada tahun 218 H/833 M
4. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M): Khalifah ini dikenal karena
kebijakan-kebijakan represifnya terhadap kelompok Syiah.
Dia memerintahkan penghancuran kuil-kuil Syiah dan memaksa orang-
orang Syiah untuk memeluk Islam Sunni atau meninggalkan Baghdad.
5. Khalifah Al-Mu'tasim (833-842 M): Khalifah ini dikenal karena
mengembangkan pasukan tentara Turk, yang menjadi kekuatan penting
dalam melindungi kekaisaran Abbasiyah. Dia juga memperluas wilayah
5
Nur Syam, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Indonesia, Kementrian Agama, 2014, hlm.113
kekuasaan Abbasiyah ke sebelah timur, dengan menaklukkan Samarkand
dan Bactria.
6. Khalifah Al-Mu'tadid (892-902 M): Khalifah ini dikenal karena kebijakan-
kebijakan ekonomi dan administratifnya yang berhasil memperkuat
kekuasaan Abbasiyah. Dia juga memperluas wilayah kekuasaan
Abbasiyah ke sebelah barat, dengan menaklukkan wilayah-wilayah di
sekitar Samudra Atlantik dan menaklukkan Sisilia.
7. Khalifah Al-Muqtafi (902-908 M): Khalifah ini dikenal karena reformasi
administratifnya yang berhasil memperkuat kekuasaan Abbasiyah. Dia
juga memperkuat hubungan perdagangan dengan negara-negara tetangga
seperti Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Utsmaniyah.

Setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasyiah


memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Di bawah
kekuasaan Dinasti Abbasyiah, Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan
perdagangan yang maju di dunia Islam, dan masa pemerintahan mereka
dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam. Pemindahan ibukota Dinasti
Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad terjadi pada tahun 762 Masehi oleh
Khalifah Abu Ja'far al-Mansur. Pemindahan ibukota ini didasarkan pada
beberapa faktor, termasuk keuntungan strategis yang ditawarkan oleh lokasi
baru, serta keinginan untuk memisahkan dinasti Abbasiyah dari pengaruh
kekuatan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi Timur dan dinasti
Umayyah.

Baghdad terletak di antara dua sungai besar, Tigris dan Efrat, yang
membuatnya mudah diakses dari berbagai wilayah. Lokasi ini sangat
menguntungkan untuk perdagangan dan pertahanan, serta untuk memperluas
kekuasaan politik dan ekonomi Dinasti Abbasiyah.
Pemindahan ibukota ini juga dimaksudkan untuk membawa lebih dekat
pemerintahan dengan basis dukungan utama Abbasiyah, yaitu masyarakat
Arab di daerah Irak. Selain itu, pemindahan ini juga bertujuan untuk
menghindari pengaruh politik dari lingkungan istana sebelumnya di
Damaskus, yang terkenal dengan gaya hidup mewah dan pengaruh dinasti
Umayyah yang kuat.

Pada saat yang sama, khalifah Abu Ja'far al-Mansur juga memulai proyek
pembangunan kota Baghdad yang besar, dengan menarik para arsitek dan
insinyur terbaik dari seluruh dunia Islam. Hasilnya, Baghdad menjadi salah
satu kota terbesar dan terindah di dunia Islam pada saat itu, dengan
infrastruktur yang modern dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan
budaya.

Pemindahan ibukota ke Baghdad oleh dinasti Abbasiyah memberikan


dampak yang signifikan pada perkembangan dunia Islam dan sejarah dunia.
Kota ini menjadi pusat kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan perdagangan di
dunia Islam selama beberapa abad, dan meninggalkan warisan arsitektur yang
sangat indah dan bersejarah.

Selama dinasti ini berkuasa, sistem pemerintahan yang diterapkan


berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, secara sosial dan budaya.
Dalam perkembangannya, dinasti Abbasiyah terpecah menjadi lima periode,
yaitu:

1) Awal Daulah Abbasyiah (750-800): Periode ini dimulai dengan


kemenangan gerakan Abbasiyah dan pengangkatan Abu al-Abbas al-
Saffah sebagai Khalifah pertama dinasti Abbasiyah. Pada periode ini, Abu
al-Abbas al-Saffah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan
menegakkan sistem pemerintahan yang baru. Periode ini juga ditandai
dengan konflik internal antara keluarga Abbasiyah, yang berusaha untuk
memperkuat posisi mereka di pemerintahan.
2) Zaman Keemasan (800-900): Periode ini ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang pesat, terutama di bawah
pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid dan putranya, Al-Ma'mun. Pada
periode ini, Daulah Abbasyiah menjadi pusat kebudayaan dan peradaban
Islam, dengan perkembangan seni, sastra, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
3) Zaman Krisis (900-950): Periode ini ditandai dengan kemerosotan
kekuasaan Daulah Abbasyiah, terutama karena tekanan dari kelompok-
kelompok perlawanan seperti bangsa Turki dan Persia. Pada periode ini,
keluarga Abbasiyah juga mengalami konflik internal yang serius, yang
melemahkan posisi mereka di pemerintahan.
4) Zaman Kegelapan (950-1258): Periode ini ditandai dengan kemunduran
kekuasaan Daulah Abbasyiah, dengan penurunan kualitas kepemimpinan
dan melemahnya institusi pemerintahan. Pada periode ini, kekuasaan
Abbasiyah berada di bawah pengaruh para wazir dan komandan militer,
dan negara mengalami periode stagnasi dalam perkembangan kebudayaan
dan ilmu pengetahuan.
5) Akhir Daulah Abbasyiah (1258-1517): Periode ini dimulai dengan
kejatuhan Daulah Abbasyiah di tangan bangsa Mongol pada tahun 1258.
Setelah itu, keluarga Abbasiyah masih mempertahankan posisi mereka
sebagai simbol kekuasaan Islam, meskipun kekuatan mereka semakin
melemah dan terbatas pada wilayah-wilayah kecil di sekitar Baghdad.
Pada periode ini, kekuasaan Abbasiyah juga dipengaruhi oleh kekuatan
luar seperti Dinasti Safawi di Persia dan Kesultanan Utsmaniyah di Turki.
Daulah Abbasyiah berakhir pada tahun 1517 ketika Kesultanan
Utsmaniyah mengambil alih Baghdad dan menempatkan wilayah
kekuasaan Abbasiyah di bawah kendali mereka.
2. Warisan yang Ditinggalkan Dinasti Abbasyiah

Dinasti Abbasyiah meninggalkan banyak warisan penting yang


memengaruhi perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan seni di
dunia Islam dan juga di dunia Barat. Berikut adalah beberapa contoh warisan
penting yang ditinggalkan Dinasti Abbasyiah:
1. Kebudayaan dan Peradaban: Dinasti Abbasyiah dikenal sebagai masa
kejayaan kebudayaan Islam, terutama di bidang sastra dan seni. Mereka
mendorong pengembangan bahasa Arab sebagai bahasa ilmiah dan sastra.
Mereka juga mengembangkan seni arsitektur dengan membangun
bangunan-bangunan megah seperti Masjid Agung Samarra dan Istana
Bani Abbas di Baghdad.
2. Ilmu Pengetahuan: Dinasti Abbasyiah memainkan peran penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Mereka mendorong
pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang seperti matematika,
astronomi, kedokteran, dan kimia. Karya-karya ilmiah terkenal seperti
"Al-Jabr" karya al-Khwarizmi dan "Al-Qanun fi al-Tibb" karya Ibnu Sina
ditulis pada masa Dinasti Abbasyiah.
3. Sistem Pendidikan: Dinasti Abbasyiah juga membangun sistem
pendidikan yang komprehensif di seluruh wilayah kekuasaannya. Mereka
mendirikan universitas-universitas seperti Universitas Baitul Hikmah di
Baghdad, yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan
filsafat pada masa itu.
4. Teknologi: Dinasti Abbasyiah juga berperan penting dalam
pengembangan teknologi, terutama dalam bidang pertanian dan irigasi.
Mereka membangun sistem irigasi yang rumit dan canggih di seluruh
wilayah kekuasaannya, sehingga meningkatkan produktivitas pertanian
dan kemakmuran ekonomi.
5. Warisan Budaya: Dinasti Abbasyiah meninggalkan banyak karya seni dan
sastra yang menjadi bagian penting dari warisan budaya Islam. Contohnya
termasuk puisi-puisi klasik seperti "Rubaiyat" karya Omar Khayyam dan
karya-karya sastra seperti "Kitab al-Aghani" (Buku Lagu-lagu) dan "Alf
Layla wa-Layla" (Seribu Satu Malam). Karya-karya ini menjadi inspirasi
bagi seniman dan penulis di seluruh dunia hingga saat ini.
Lalu masa Dinasti Abbasyiah dikenal sebagai zaman keemasan Islam
dalam melahirkan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni. Beberapa tokoh
terkenal dari periode ini antara lain:

 Abu al-Qasim al-Zahrawi - Seorang dokter terkenal yang dikenal


sebagai "Bapak Bedah Modern". Ia menulis buku "Al-Tasrif",
yang menjadi buku rujukan utama dalam ilmu bedah.
 Abu Hamid al-Ghazali - Seorang cendekiawan Islam yang terkenal
dengan tulisannya dalam bidang filsafat, teologi, dan mistisisme.
Karya terkenalnya antara lain "Ihya' Ulum al-Din" dan "Tahafut al-
Falasifah".
 Al-Khawarizmi - Seorang matematikawan dan ahli astronomi yang
dikenal dengan kontribusinya pada bidang matematika dan sains,
termasuk di dalamnya penemuan konsep "Algoritma" dan
"Aljabar".
 Ibn Rushd (Averroes) - Seorang cendekiawan Islam yang dikenal
sebagai seorang filsuf, dokter, dan ahli hukum.
Karyanya yang terkenal antara lain "Tafsir al-Qur'an al-Adhim"
dan "Bidayat al-Mujtahid".
 Abu al-Walid Ibn Rushd al-Qurtubi (Ibn Rusyd) - Seorang filsuf
dan dokter terkenal yang dikenal dengan tulisannya di bidang
filsafat, logika, dan teologi. Karyanya yang terkenal adalah
"Tahafut al-Tahafut".
 Omar Khayyam - Seorang filsuf, matematikawan, dan penyair
Persia terkenal yang dikenal dengan karyanya dalam bidang
matematika dan puisi. Karyanya yang terkenal adalah "Rubaiyat".
 Al-Farabi - Seorang filsuf, ahli musik, dan ahli politik yang
dikenal dengan kontribusinya dalam bidang filsafat, politik, dan
musik.
 Abu Bakr al-Razi - Seorang dokter dan ilmuwan terkenal yang
dikenal dengan kontribusinya pada bidang kedokteran, kimia, dan
filsafat.
 Al-Kindi - Seorang cendekiawan Islam yang dikenal sebagai
"Bapak Filsafat Arab". Karyanya meliputi bidang matematika,
fisika, kimia, musik, dan filsafat.
 Ibn Sina (Avicenna) - Seorang dokter, filsuf, dan ilmuwan terkenal
yang dikenal dengan karyanya dalam bidang kedokteran,
matematika, fisika, dan filsafat. Karyanya yang terkenal antara lain
"Al-Qanun fi al-Tibb" dan "Kitab al-Shifa".

Dan Masa Dinasti Abbasyiah juga merupakan masa yang penting dalam
sejarah Islam karena banyaknya tokoh dan ilmuwan terkemuka di bidang
hadis dan fikih. Berikut beberapa ulama hadis dan fikih pada masa Dinasti
Abbasyiah yang terkenal:

 Imam Malik bin Anas - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Malik, ia


dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih
pada masa Dinasti Abbasyiah.
 Imam Abu Hanifah - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Hanafi, ia juga
merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada
masa Dinasti Abbasyiah.
 Imam al-Shafi'i - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Syafi'i, ia juga
merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada
masa Dinasti Abbasyiah.
 Imam Ahmad bin Hanbal - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Hambali,
ia merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada
masa Dinasti Abbasyiah.
 Imam Bukhari - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sahih Bukhari", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.
 Imam Muslim - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sahih Muslim", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.
 Imam Abu Dawud - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sunan Abu Dawud", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.
 Imam al-Tirmidzi - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sunan al-Tirmidzi", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.
 Imam al-Nasa'i - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sunan al-Nasa'i", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.
 Imam Ibn Majah - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku
"Sunan Ibn Majah", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan
dihormati di kalangan umat Islam.

Karya-karya para ulama ini menjadi sumber rujukan utama dalam studi hadis
dan fikih bagi umat Islam di seluruh dunia hingga saat ini

3. Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasyiah


Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai pada abad ke-10 Masehi
ketika pemerintahan Abbasiyah mengalami perpecahan dan kelemahan
internal. Khalifah-khalifah yang memerintah pada masa itu lebih fokus pada
kesenangan pribadi dan mengabaikan kewajiban mereka sebagai pemimpin
umat Islam.

Pada saat yang sama, para gubernur di wilayah-wilayah kekuasaan


Dinasti Abbasiyah mulai memproklamirkan kemerdekaan mereka dan
mendirikan dinasti-dinasti baru yang memerintah atas wilayah mereka sendiri.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah menjadi semakin lemah karena mereka tidak
mampu mengendalikan para gubernur ini.

Selain itu, invasi bangsa Mongol pada tahun 1258 juga menjadi titik
akhir bagi Dinasti Abbasiyah. Baghdad yang menjadi pusat pemerintahan
Abbasiyah jatuh ke tangan bangsa Mongol yang menghancurkan kota dan
membantai penduduknya. Khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, Al-Musta'sim
Billah, ditangkap dan dihukum mati oleh bangsa Mongol, yang menandai
akhir dari kekhalifahan Abbasiyah di tangan Hulagu Khan.6

Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan oleh meningkatnya


rivalitas antara kelompok-kelompok politik dan sosial dalam masyarakat
Muslim pada saat itu, seperti Syiah dan Sunni, serta perebutan kekuasaan di
antara anggota keluarga Khalifah sendiri.

Selain itu, munculnya dinasti-dinasti baru seperti Dinasti Fatimiyah di


Mesir, yang menuntut status khalifah bagi dirinya sendiri, dan Dinasti Buyid
di Persia yang menjadi kekuatan independen dan membagi wilayah kekuasaan
Dinasti Abbasiyah, juga menjadi faktor penyebab kemunduran Dinasti
Abbasiyah.

6
Al-Khudari, Syaikh Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Abbasiyah, Jakarta Timur,
Pustaka Al-Kautsar, 2016, hlm.790
Kemunduran Dinasti Abbasiyah menandai akhir dari kekhalifahan Islam yang
sentralistik dan menghasilkan era baru dalam sejarah dunia Islam, di mana
wilayah kekuasaan dibagi dan muncul banyak dinasti dan negara-negara baru
yang bersaing satu sama lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kemunduran Dinasti Abbasyiah, antara lain:

1. Perpecahan Internal: Dinasti Abbasyiah mengalami perpecahan


internal yang signifikan pada abad ke-9 Masehi, ketika muncul
gerakan-gerakan pemberontakan seperti Khawarij, Rafidhah, dan
Bahriyyah. Pemberontakan ini melemahkan kekuasaan Dinasti
Abbasyiah dan memicu konflik-konflik internal yang merusak
stabilitas politik dan ekonomi.
2. Serangan Asing: Dinasti Abbasyiah juga dihadapkan dengan serangan
dari berbagai kekuatan asing, termasuk bangsa Turki Seljuk dan
bangsa Mongol. Serangan-serangan ini menyebabkan kerusakan yang
parah pada infrastruktur dan perekonomian Dinasti Abbasyiah.
3. Korupsi dan Ketidakmampuan Pemimpin: Selama masa kekuasaan
Dinasti Abbasyiah, korupsi dan ketidakmampuan pemimpin menjadi
masalah yang serius. Para pemimpin Dinasti Abbasyiah sering terlibat
dalam praktik-praktik korupsi dan nepotisme, yang menghasilkan
pemerintahan yang tidak efektif dan tidak mampu menjaga stabilitas
negara.
4. Perkembangan Negara-Negara Baru: Pada abad ke-10 Masehi, negara-
negara baru seperti Kesultanan Fatimiyah di Mesir dan Kekaisaran
Romawi Timur (Byzantium) mulai muncul. Negara-negara ini
bersaing dengan Dinasti Abbasyiah dalam perdagangan dan pengaruh
politik, yang mengurangi pengaruh Dinasti Abbasyiah di kawasan
tersebut.
5. Perkembangan Faksi-Faksi Militer: Pada abad ke-11 Masehi, Dinasti
Abbasyiah mengalami konflik internal yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan militer yang bertikai. Faksi-faksi militer ini
menguasai pusat kekuasaan Dinasti Abbasyiah dan memecah belah
negara tersebut, sehingga mengurangi kemampuan Dinasti Abbasyiah
untuk mempertahankan kekuasaannya.
Secara keseluruhan, kemunduran Dinasti Abbasyiah disebabkan
oleh kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal yang
mengakibatkan pelemahan kekuasaan dan pengaruh Dinasti Abbasyiah
di dunia Islam

4. Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasyiah

Dinasti Abbasyiah adalah dinasti yang berkuasa di dunia Islam selama


lebih dari lima abad (sekitar tahun 750-1258 Masehi). Sistem pemerintahan
Dinasti Abbasyiah pada umumnya bersifat sentralistik dan otoriter, dengan
khalifah sebagai kepala negara dan penguasa tunggal. Sistem pemerintahan
yang diterapkan pada Dinasti Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai sebuah
kekhalifahan yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang dianggap sebagai
pemimpin politik dan spiritual umat Islam. Khalifah pada masa Dinasti
Abbasiyah memiliki kekuasaan yang sangat besar dan dianggap sebagai
pemimpin tertinggi umat Islam.7

Di bawah sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah, kekhalifahan terdiri


dari sebuah pusat pemerintahan yang terletak di Baghdad, dengan wilayah
kekuasaan yang luas yang mencakup seluruh wilayah Kekhalifahan Islam.
Pusat pemerintahan ini dipimpin oleh Khalifah yang dibantu oleh sebuah

7
Nurfazillah, Oktober 2020, PRAKTIK POLITIK DALAM SEJARAH ISLAM ERA DINASTI-
DINASTI ISLAM, Vol. 6, No.1
https://journal.ar-raniry.ac.id/index.php/jai/article/download/615/415/ 13 Maret 2023
Majelis Konsultatif (Majlis al-Shura) yang terdiri dari para pejabat tinggi dan
ulama terkemuka.

Selain itu, pemerintahan Dinasti Abbasiyah juga dibagi menjadi wilayah-


wilayah kekuasaan yang diperintah oleh Gubernur (Wali), yang bertanggung
jawab untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat di wilayahnya.
Gubernur-gubernur ini dibantu oleh para pejabat tinggi seperti hakim dan
kepala polisi, yang bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban
di wilayahnya.

Sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah juga mencakup institusi-institusi


seperti Dewan Kepaniteraan (Dewan al-Katib), yang bertanggung jawab untuk
menulis dan menyimpan catatan-catatan pemerintahan, serta Dewan
Kehakiman (Dewan al-Qadi), yang bertugas menangani kasus-kasus hukum.
Selain itu, dinasti ini juga mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan
seni melalui institusi-institusi seperti perpustakaan dan rumah sakit.

Berikut adalah beberapa elemen utama dari sistem pemerintahan Dinasti


Abbasyiah:
1. Khalifah: Khalifah adalah kepala negara dan pemimpin umat Islam.
Khalifah dipilih oleh majelis elit (syura) dari keluarga Abbasyiah atau dari
keluarga lain yang disetujui oleh keluarga Abbasyiah. Khalifah memiliki
kekuasaan mutlak dalam hal politik, agama, dan militer.
2. Dewan Menteri: Dewan Menteri (dewan wazir) adalah badan
pemerintahan yang terdiri dari menteri-menteri yang diangkat oleh
khalifah. Dewan Menteri bertanggung jawab atas pengelolaan
pemerintahan sehari-hari dan memberikan nasihat kepada khalifah.
3. Sipil dan Militer: Sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah dibagi menjadi
dua bagian utama, yaitu sipil dan militer. Sipil bertanggung jawab atas
pengelolaan pemerintahan dan keuangan, sedangkan militer bertanggung
jawab atas pertahanan dan keamanan negara.
4. Pejabat Pemerintah: Pejabat pemerintah yang penting termasuk wazir
(menteri), muhtasib (inspektur pasar), qadi (hakim), dan amil (pemungut
pajak).
5. Wilayah Administratif: Wilayah administratif Dinasti Abbasyiah dibagi
menjadi provinsi yang diperintah oleh gubernur (wali). Gubernur
bertanggung jawab atas administrasi, pajak, dan hukum di provinsi yang ia
pimpin.
6. Keadilan Sosial: Sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah juga mencakup
konsep keadilan sosial dan ekonomi. Khalifah dan pemerintahnya
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa rakyat memperoleh keadilan
dalam hal hak-hak sosial dan ekonomi.
Meskipun sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah pada awalnya cukup
stabil dan efektif, tetapi kemudian mengalami perubahan dan perpecahan yang
signifikan pada abad-abad berikutnya, terutama karena perubahan sosial dan
politik yang terjadi di dunia Islam

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang berkuasa selama
hampir 500 tahun, dari tahun 750 hingga 1258 Masehi. Dinasti ini didirikan oleh
Abu al-Abbas al-Saffah, yang berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti
Umayyah yang sebelumnya berkuasa di Kekhalifahan Islam. Dinasti Abbasiyah
memerintah dari ibu kota baru mereka di kota Baghdad, yang dibangun sebagai
pusat kekuasaan baru. Dinasti Abbasyiah merupakan keturunan dari paman
Rasulullah saw., yaitu Abbas bin Abdul Muthalib
Dinasti Abbasiyah mampu bertahan kurang lebih sampai 5 abad lamanya
dengan jumlah khalifah yang memimpin sebanyak 37 khalifah. Dan sejarah
perjalanan Dinasti Abbasiyah ini dapat disimpulkan beberapa periode yakni:
1) Awal Daulah Abbasyiah (750-800): Periode ini dimulai dengan
kemenangan gerakan Abbasiyah dan pengangkatan Abu al-Abbas al-
Saffah sebagai Khalifah pertama dinasti Abbasiyah. Pada periode ini, Abu
al-Abbas al-Saffah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan
menegakkan sistem pemerintahan yang baru. Periode ini juga ditandai
dengan konflik internal antara keluarga Abbasiyah, yang berusaha untuk
memperkuat posisi mereka di pemerintahan.
2) Zaman Keemasan (800-900): Periode ini ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang pesat, terutama di bawah
pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid dan putranya, Al-Ma'mun. Pada
periode ini, Daulah Abbasyiah menjadi pusat kebudayaan dan peradaban
Islam, dengan perkembangan seni, sastra, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
3) Zaman Krisis (900-950): Periode ini ditandai dengan kemerosotan
kekuasaan Daulah Abbasyiah, terutama karena tekanan dari kelompok-
kelompok perlawanan seperti bangsa Turki dan Persia. Pada periode ini,
keluarga Abbasiyah juga mengalami konflik internal yang serius, yang
melemahkan posisi mereka di pemerintahan.
4) Zaman Kegelapan (950-1258): Periode ini ditandai dengan kemunduran
kekuasaan Daulah Abbasyiah, dengan penurunan kualitas kepemimpinan
dan melemahnya institusi pemerintahan. Pada periode ini, kekuasaan
Abbasiyah berada di bawah pengaruh para wazir dan komandan militer,
dan negara mengalami periode stagnasi dalam perkembangan kebudayaan
dan ilmu pengetahuan.
5) Akhir Daulah Abbasyiah (1258-1517): Periode ini dimulai dengan
kejatuhan Daulah Abbasyiah di tangan bangsa Mongol pada tahun 1258.
Setelah itu, keluarga Abbasiyah masih mempertahankan posisi mereka
sebagai simbol kekuasaan Islam, meskipun kekuatan mereka semakin
melemah dan terbatas pada wilayah-wilayah kecil di sekitar Baghdad.
Pada periode ini, kekuasaan Abbasiyah juga dipengaruhi oleh kekuatan
luar seperti Dinasti Safawi di Persia dan Kesultanan Utsmaniyah di Turki.
Daulah Abbasyiah berakhir pada tahun 1517 ketika Kesultanan
Utsmaniyah mengambil alih Baghdad dan menempatkan wilayah
kekuasaan Abbasiyah di bawah kendali mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Edianto, 2017, BANI ABBASIYAH ( Pembentukan, Perkembangan dan


Kemajuan ) Jurnal Studi Islam, Vol.19, No.2 https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/4136 10 Maret 2023

Akramun Nisa1 , St. Aisyah Abbas, Juni 2022, HISTORIS KEJAYAAN ISLAM
DI MASA DINASTI ABBASIYAH, Jurnal pemikiran dan penelitian
hukum, Vol.9, No.2
https://ojs.unm.ac.id/tomalebbi/article/download/36461/17026, 10
Maret 2023

Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah I, N.V Bulan Bintang, Jakarta,


2008, hlm.14

Nur Syam, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Indonesia, Kementrian


Agama, 2014, hlm.113

Al-Khudari, Syaikh Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Abbasiyah,


Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2016, hlm.790

Muhammad Fadhli, Havid Fathurohman, Prediksi UAMBN Sejarah


Peradaban Islam, Putra Nugraha, 2018, hlm.22

Nurfazillah, Oktober 2020, PRAKTIK POLITIK DALAM SEJARAH ISLAM


ERA DINASTI-DINASTI ISLAM, Vol. 6, No.1

https://journal.ar-raniry.ac.id/index.php/jai/article/download/615/415/ 13
Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai