Koma Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketosis + Askep Teoritis
Koma Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketosis + Askep Teoritis
1. Definisi
2. Epidemiologi
Angka kematian HHS diperkirakan setinggi 20%, yaitu sekitar 10 kali lebih besar
daripada Ketosidosis Diabetik (KAD). Sebagian besar kasus HHS terjadi pada usia rata-rata 60
tahun atau pada decade kelima dan keenam kehidupan. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan HHS terjadi pada usia lebih muda, hal ini terkait dengan meningkatnya obesitas
dan diabetes mellitus tipe 2 pada anak-anak. Obesitas ekstrim dengan indeks masa tubuh
lebih dari 30 dan adanya diabetes tipe 2 tampaknya meningkatkan resiko untuk terjadinya
HHS pada remaja. Selain itu HHS juga dapat terjadi sebagai komplikasi pada mereka yang
datang tanpa adanya diabetes, misalnya setelah luka bakar yang parah, dialysis peritoneal
ataupun hemodialisis. Penggunaan obat-obatan seperti metadon, diuretic, kortikosteroid, beta-
blocker dan fenitoin juga mempunyai resiko tinggi untuk terkena HHS.
3. Patogenesis
Patofisiologi HHS hampir sama dengan DKA yang di cirikan dengan kondisi terjadinya
defisiensi insulin. Dibandingkan dengan DKA, produksi badan keton pada HHS lebih sedikit.
Hal ini terjadi karena pada HHS insulin masih diproduksi dengan tingkat yang lebih tinggi oleh
sel beta pancreas dan tingkat produksi hormone glucagon yang lebih rendah.
Pada HHS akan terjadi defisiensi insulin yang menyebabkan hambatan pergerakan glukosa
ke dalam sel sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam darah. Akibatnya sel akan kekurangan
nutrisi dan tubuh akan memberikan feedback yaitu pembentukan hormone glucagon.
Peningkatan hormone glucagon akan menyebabkan glikogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa dalam darah. konsentrasi glukosa yang tinggi pada kondisi hiperglikemia
akan berdampak pada peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel.
Tingginya kadar glukosa dalam darah akan dikeluarkan melalui ginjal. Saat terjadi
hiperglikemia ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah
akibatnya terjadi glucosuria. Timbulnya glikosuria akan mengakibatkan diuresis osmotic
secara berlebihan (polyuria). Karena hiperosmolaritas dan diuresis pasien dengan HHS dapat
mengalami defisit cairan hinggal 9L. Bila osmotic diuresis terus berlanjut, hal ini akan
menyebabkan terjadinya hipovolemik dan pada akhirnya berkembang menjadi dehidrasi berat,
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan perbukukankondisi hiperglikemia, Koma adalah tahap
akhir dari proses hiperglikemik ketika terjadi gangguan elektrolit berat yang berhubungan
dengan hipotensi.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis khas adalahpolyuria dan polydipsia yang merupakan hasil dari stimulasi
pusat rasa hausakibat dehidrasi parah dan peningkatan osmolaritas. Selain itu ada pula gambaran
klinis lain diantaranya dehidrasi berat dengan turgor jaringan yang buruk, mukosa buccal
kering, bola mata cekung, ekstremitas dingin dan denyut nadi yang cepat (takikardi)
Status Umum:
Tampak sakit
Lemas
Demam (bila disertai infeksi)
Hipotermia
Penurunan kesadaran
Kardiovaskuler:
Takikardi
Nadi cepat dan lemah
Hipotensi
Pernapasan :
Takipneu (asidosis)
Kulit :
Genitourinari :
5. Diagnosis
Diagnosis pada pasien dengan HHS, ditegakkan dari hasilanamnesis seperti polyuria, polydipsia,
kelemahan, penglihatan kabur, dan kemunduran progresif dalam status mental. Pasien yang
mengalami HHS pada umumnya berusia lebih dari 60 tahun dengan infeksi. Pada
pemeriksaan fisik, pasien HHS sering kali memiliki tanda yang jelas seperti dehidrasi, selaput
mukosa kering dan turgor kulit yang buruk, atau hipotensi.Diagnosa dapat ditegakkan jika
ditemukan keadaan seperti plasma glukosa > 600 mg/dl, hypovolemia, hiperglikemia (≥ 30
mmol/L atau 540 mg/dL) tanpa tanda hiperketonemia (pH > 7.3, bikarbonat >18 mEq/L),
osmolaritas ≥ 320 mOsm/Kg, dan tidak adanya ketoasidosis.DKA dan HHS ditandai dengan
defisiensi insulin absolut atau relatif, yang mencegah tubuh memetabolisme karbohidrat dan
menghasilkan hiperglikemia berat.
Pasien dengan DKA secara klasik hadir dengan triad hiperglikemia yang tidak terkontrol,
asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton tubuh total. Di sisilain, HHS didefinisikan
oleh perubahan status mental yang disebabkan oleh hiperosmoalitas, dehidrasi yang
mendalam, dan hiperglikemia berat tanpa ketoasidosis yang signifikan.
6. Tatalaksana
Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Melitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Pengkajian secara rnci adalah sebagai berikut
A. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik, antara lain:
1. Airwar + cervicalcontrol
a)Airway
b)Liah jatuh kebelakang (come hipoglikemik), benda asing/ darah pada rongga mulut
c)Cervical Control
2. Breathing+Oxigenation
a)Breathing :
Ekspos dada, Evaluasi Pernafasan
KAD : Pernafasan Kussmaul
HONK : Tidak ada pernafasan kusmaul (cepat dan dalam)
b)Oxygenation : Kanul, Tube, Mask
3. Circulation+Hemorrhage
a)Circuation :
Tanda dan gejala schok
Resusitasi : kristaloid, koloid, akses vena
b)Hemorrhage :
4. Disability: pemerisaan Neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon, bagus
V : Voice Respon : Kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respon : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, berespon terhadap
rangsangan nyeri
5. U :Unresponsive : kesadaran menurun,tidak berespon terhadap sesuatu, tidak berespon
terhadap nyeri
B. Pengkajian Sekunder :
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan pertama atau penanganan
pada pemeriksaan primer
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1)AMPLE : Alergi, Medication, Past illness, last meal,event
2)Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3)Pemeriksaan Penunjang : Lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diafnostik :
1)Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2)Gula darah puasa normal atau diatas normal
3)Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4)Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
5)Kolestrol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
Anamnesa
1)Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernafasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan
sakit kepala
2)Riwayat kesehatan sekarang0
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma, hipoglikemik, KAD HONK) penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/HONK) serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderitauntuk mengatasinya
3)Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat DM atau penyakiti ini DM atau penyakit-prnyakit lain yang ada kaitannya
dengan, insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapatkan maupun oabt-obatan yang
bisa digunakan oleh penderita.
4)Riwayat kesehatan Keluarga
Riwayat adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral)
5)Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubung dengan penyakit serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
6)Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram
otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
7)Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindaka, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Dalam Stikes Hang Tuah Surabaya (2022), Implementasi Keperawatan adalah tindakan
yang diberikan kepada pasien sesuai dengan Intervensi keperawatan yang telah dibuat tergantung
dari situasi dan kondisi pasien pada saat itu. Dalam Siswanto, Hariyati, & Sukihananto (2013)
Tujuan dari implementasi adalah: 1. Melakukan, membantu/mengkoordinasikan penyajian
latihan-latihan eksistensi sehari-hari. 2. Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang berfokus pada pasien. 3. Mencatat dan melakukan pertukaran data penting dengan
perawatan medis pasien secara terus menerus.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana
tujuan dari intervemsi keperawatan yang tercapai atau tidak tercapai ( Siswanto, Hariyati, &
Sukihananto, 2013). Dalam menilai, seorang perawat harus memiliki ilmu pengetahuan dan
mampu untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, mampu untuk membuat
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai dan mampu untuk menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. ( Siswanto, Hariyati, & Sukihananto, 2013). Tahap evaluasi
terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses yaitu dilakukan
selama proses keperawatan berlangsung atau menilai respons dari pasien tersebut, sedangkan
evaluasi hasil adalah dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.
Dapus
Dewan, M. C., Rattani, A., Gupta, S., Baticulon, R. E., Hung, Y.-C., Punchak, M., Agrawal, A.,
Adeleye, A. O., Shrime, M. G., & Rubiano, A. M. (2018). Estimating the global
incidence of traumatic brain injury. Journal of Neurosurgery, 130(4), 1080–1097.
Widijanti, A., Susianti, H., Indriana, K., & Indriana, Y. (2021). Peningkatan C-Peptide pada
Krisis Hiperglikemia. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 7(1), 56–60.