Anda di halaman 1dari 13

Koma hiperosmolar hiperglikemia non ketosis + askep teoritis

1. Definisi

KHONK atau yang disebut koma hyperosmolar non-ketotik adalah komplikasi


metabolik akut diabetes yang terjadipada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2. Pada
kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum >600 mg/dL) tanpa disertai
ketoasidosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi
berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera ditangani

Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS) adalah sindrom yang ditandai dengan


hiperglikemia berat, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Insiden pasti
HHS tidak diketahui, tetapi diperkirakan mencapai <1% dari rawat inap pada pasien dengan
diabetes. Sebagian besar kasus HHS terlihat pada pasien lanjut usia dengan diabetes tipe 2;
Namun, hal itu juga telah dilaporkan pada anak-anak dan dewasa muda.

2. Epidemiologi

Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang angka kejadiannya terus


meningkat dalam beberapa decade terakhir. Menurut data dari International Diabetes
Federation pada tahun 2017, 425 juta orang didunia menderita DM dan di perkirakan jumlah ini
akan meningkat menjadi 629 juta kasus pada tahun 2045

Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS) merupakan istilah yang dipakai


menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik
Hiperosmolar Non Ketotik) pada komplikasi akut diabetes mellitus. Insiden pasti HHS masih
belum diketahui secara pasti, akan tetapi diperkirakan bahwa kurang dari 1% penderita
diabetes melitus akan mengalami HHS. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Agrawal et
al, 2018 menunjukkan bahwa 13,8% dari 390 keadaan darurat hiperglikemik pada
pediatrik akan mengalami kombinasi KAD dan HHS, sementara 0,8% diantaranya hanya
melibatkan HHS saja.

Angka kematian HHS diperkirakan setinggi 20%, yaitu sekitar 10 kali lebih besar
daripada Ketosidosis Diabetik (KAD). Sebagian besar kasus HHS terjadi pada usia rata-rata 60
tahun atau pada decade kelima dan keenam kehidupan. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan HHS terjadi pada usia lebih muda, hal ini terkait dengan meningkatnya obesitas
dan diabetes mellitus tipe 2 pada anak-anak. Obesitas ekstrim dengan indeks masa tubuh
lebih dari 30 dan adanya diabetes tipe 2 tampaknya meningkatkan resiko untuk terjadinya
HHS pada remaja. Selain itu HHS juga dapat terjadi sebagai komplikasi pada mereka yang
datang tanpa adanya diabetes, misalnya setelah luka bakar yang parah, dialysis peritoneal
ataupun hemodialisis. Penggunaan obat-obatan seperti metadon, diuretic, kortikosteroid, beta-
blocker dan fenitoin juga mempunyai resiko tinggi untuk terkena HHS.

3. Patogenesis

Patofisiologi HHS hampir sama dengan DKA yang di cirikan dengan kondisi terjadinya
defisiensi insulin. Dibandingkan dengan DKA, produksi badan keton pada HHS lebih sedikit.
Hal ini terjadi karena pada HHS insulin masih diproduksi dengan tingkat yang lebih tinggi oleh
sel beta pancreas dan tingkat produksi hormone glucagon yang lebih rendah.

Pada HHS akan terjadi defisiensi insulin yang menyebabkan hambatan pergerakan glukosa
ke dalam sel sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam darah. Akibatnya sel akan kekurangan
nutrisi dan tubuh akan memberikan feedback yaitu pembentukan hormone glucagon.
Peningkatan hormone glucagon akan menyebabkan glikogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa dalam darah. konsentrasi glukosa yang tinggi pada kondisi hiperglikemia
akan berdampak pada peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel.

Tingginya kadar glukosa dalam darah akan dikeluarkan melalui ginjal. Saat terjadi
hiperglikemia ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah
akibatnya terjadi glucosuria. Timbulnya glikosuria akan mengakibatkan diuresis osmotic
secara berlebihan (polyuria). Karena hiperosmolaritas dan diuresis pasien dengan HHS dapat
mengalami defisit cairan hinggal 9L. Bila osmotic diuresis terus berlanjut, hal ini akan
menyebabkan terjadinya hipovolemik dan pada akhirnya berkembang menjadi dehidrasi berat,
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan perbukukankondisi hiperglikemia, Koma adalah tahap
akhir dari proses hiperglikemik ketika terjadi gangguan elektrolit berat yang berhubungan
dengan hipotensi.
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis khas adalahpolyuria dan polydipsia yang merupakan hasil dari stimulasi
pusat rasa hausakibat dehidrasi parah dan peningkatan osmolaritas. Selain itu ada pula gambaran
klinis lain diantaranya dehidrasi berat dengan turgor jaringan yang buruk, mukosa buccal
kering, bola mata cekung, ekstremitas dingin dan denyut nadi yang cepat (takikardi)

Status Umum:

 Tampak sakit
 Lemas
 Demam (bila disertai infeksi)
 Hipotermia
 Penurunan kesadaran

Kardiovaskuler:

 Takikardi
 Nadi cepat dan lemah
 Hipotensi

Pernapasan :

 Takipneu (asidosis)

Kulit :

 CRT > 2 detik


 Turgor menurun
 Mukosa dan kulit kering
 Akral dingin

Genitourinari :

 Polyuria ( osmotic diuresis )


 Produksi urin menurun (dehidrasi)
Sistem saraf pusat :

 Defisit neurologis fokal


 Kejang
 Koma (bila osmolaritas > 340 mOsm/kg)

5. Diagnosis

Diagnosis pada pasien dengan HHS, ditegakkan dari hasilanamnesis seperti polyuria, polydipsia,
kelemahan, penglihatan kabur, dan kemunduran progresif dalam status mental. Pasien yang
mengalami HHS pada umumnya berusia lebih dari 60 tahun dengan infeksi. Pada
pemeriksaan fisik, pasien HHS sering kali memiliki tanda yang jelas seperti dehidrasi, selaput
mukosa kering dan turgor kulit yang buruk, atau hipotensi.Diagnosa dapat ditegakkan jika
ditemukan keadaan seperti plasma glukosa > 600 mg/dl, hypovolemia, hiperglikemia (≥ 30
mmol/L atau 540 mg/dL) tanpa tanda hiperketonemia (pH > 7.3, bikarbonat >18 mEq/L),
osmolaritas ≥ 320 mOsm/Kg, dan tidak adanya ketoasidosis.DKA dan HHS ditandai dengan
defisiensi insulin absolut atau relatif, yang mencegah tubuh memetabolisme karbohidrat dan
menghasilkan hiperglikemia berat.

Pasien dengan DKA secara klasik hadir dengan triad hiperglikemia yang tidak terkontrol,
asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton tubuh total. Di sisilain, HHS didefinisikan
oleh perubahan status mental yang disebabkan oleh hiperosmoalitas, dehidrasi yang
mendalam, dan hiperglikemia berat tanpa ketoasidosis yang signifikan.

6. Tatalaksana

Tujuan utama penatalaksanaan KHONK adalah untuk menormalisasi osmolalitas,


mengembalikan kehilangan cairan serta elektrolit, menormalisasi kadar glukosa darah
sekaligus mencegah terjadinya trombosis vena maupun arteri, ulkus pada ekstremitas, serta
komplikasi lain seperti edema serebral. Untuk mencapai tujuan terapi tersebut, prinsip
penatalaksanaan pada pasien KHONK adalah:

1) rehidrasi adekuat secara intravena;


2) pengaturan elektrolit;
3) pemberian insulin secara intravena;
4) diagnosis serta penatalaksanaan awal terkait faktor pencetus dan masalah yang
mendahului KHONK

Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Melitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Pengkajian secara rnci adalah sebagai berikut

A. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik, antara lain:
1. Airwar + cervicalcontrol
a)Airway
b)Liah jatuh kebelakang (come hipoglikemik), benda asing/ darah pada rongga mulut
c)Cervical Control
2. Breathing+Oxigenation
a)Breathing :
 Ekspos dada, Evaluasi Pernafasan
 KAD : Pernafasan Kussmaul
 HONK : Tidak ada pernafasan kusmaul (cepat dan dalam)
b)Oxygenation : Kanul, Tube, Mask
3. Circulation+Hemorrhage
a)Circuation :
 Tanda dan gejala schok
 Resusitasi : kristaloid, koloid, akses vena
b)Hemorrhage :
4. Disability: pemerisaan Neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon, bagus
V : Voice Respon : Kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respon : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, berespon terhadap
rangsangan nyeri
5. U :Unresponsive : kesadaran menurun,tidak berespon terhadap sesuatu, tidak berespon
terhadap nyeri

B. Pengkajian Sekunder :
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan pertama atau penanganan
pada pemeriksaan primer
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1)AMPLE : Alergi, Medication, Past illness, last meal,event
2)Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3)Pemeriksaan Penunjang : Lebih detail, evaluasi ulang

Pemeriksaan Diafnostik :

1)Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2)Gula darah puasa normal atau diatas normal
3)Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4)Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
5)Kolestrol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.

Anamnesa

1)Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernafasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan
sakit kepala
2)Riwayat kesehatan sekarang0
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma, hipoglikemik, KAD HONK) penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/HONK) serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderitauntuk mengatasinya
3)Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat DM atau penyakiti ini DM atau penyakit-prnyakit lain yang ada kaitannya
dengan, insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapatkan maupun oabt-obatan yang
bisa digunakan oleh penderita.
4)Riwayat kesehatan Keluarga
Riwayat adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral)
5)Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubung dengan penyakit serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
6)Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram
otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
7)Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindaka, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Luaran Intervensi


1. Nyeri Akut Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi Manajemen Nyeri
(SDKI,D.0077) asuhan keperawatan selama (I.08238) Dalam (PPNI T. P.,
berhubungan dengan 3x24 jam, maka nyeri pasien 2018) :
Agen Pencedera fisik berkurang. 1)Identifikasi lokasi nyeri,
(Abses) Dalam (PPNI Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
T. P., 2016). 1)Keluhan nyeri menurun (skor frekuensi, Kualitas,
5) intensitas nyeri R/ untuk
2)Meringis menurun (skor 5) mengetahui lokasi nyeri,
3)Kesulitan tidur menurun karakteristik, durasi,
(skor 5) frekuensi,
4)Tekanan darah menurun kualitas,intensitas nyeri
(normalnya 120/80 mmHg) 2)Identifikasi skala nyeri R/
untuk mengetahui skala
nyeri
3) Identifikasi factor yg
memperberat dan
memperingan nyeri R/
untuk mengetahui factor
yg memperberat dan
memperingan nyeri
4)Monitor efek samping
penggunaan analgetik R/
untuk mengetahui dan
memantau efek samping
penggunaan analgetik
5)Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(teknik relaksasi tarik
nafas dalam) R/ teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6)Fasilitasi istirahat tidur R/
agar pasien dapat
beristirahat
7)Jelaskan penyebab nyeri
R/ mengedukasi agar
pasien mengetahui
penyebab nyeri
8)Jelakan strategi
meredakan nyeri R/ agar
pasien mengetahui
strategi meredakan nyeri
9)Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri R/
teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
10) Kolaborasi dengan
dokter pemberian
analgetik. R/ pemberian
analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kerusakan Integritas Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi Pencegahan
Jaringan asuhan keperawatan selama Infeksi (I.14539) Dalam
(SDKI,D.0129) 3x24 jam, maka kerusakan (PPNI T. P., 2018):
berhubungan dengan integritas kulit teratasi. 1)Monitor tanda dan gejala
Neuropati Perifer Kriteria Hasil : infeksi local dan sistemik
Dalam (PPNI T. P., 1)Kerusakan jaringan menurun R/dengan memonitor
2016). (skor 5) untuk mengetahui tanda
2)Kerusakan lapisan kulit dan gejala infeksi local
menurun (skor 5) dan sistemik
3)Nyeri menurun (skor 5) 2)Berikan perawatan kulit
4)Kemerahan menurun (skor 5) pada area luka R/
5)Nekrosis menurun (skor 5) perawatan kulit pada area
6)Perdarahan menurun (skor 5) luka untuk mencegah kulit
7)Bengkak menurun (skor 5) dari infeksi
8)HbA1C normal (Normal : 3)Cuci tangan sebelum dan
=6,5) sesudah kontak dengan
9)Tekanan darah menurun pasien dan lingkungan
(normalnya : 120/80 mmHg) pasien R/ mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
untuk mencegah
penularan bakteri akibat
dari infeksi pada pasien.
4)Jelaskan tanda dan gejala
infeksi R/ agar pasien
mengetahui tanda dan
gejala infeksi
5)Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar R/
untuk menjaga kebersihan
tangan dan mencegahnya
dari infeksi
6)Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi R/ dengan
meningkatkan asupan
nutris maka daya tahan
tubuh pasien meningkat.
3. Perfusi Perifer tidak Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi Perawatan
Efektif (SDKI,D.0009) tindakan keperawatan selama sirkulasi (I.02079) Dalam
berhubungan dengan 3x24 jam, maka perfusi perifer (PPNI T. P., 2018):
Hiperglikemia Dalam kembali efektif. 1)Periksa sirkulasi perifer
(PPNI T. P., 2016) Kriteria Hasil : (pengisian kapiler, warna,
1) CRT normal (normalnya suhu) R/ untuk
=6,5) mengetahui sirkulasi
2) Akral membaik ( skor 5) perifer (pengisian kapiler,
3) Pengisian kapiler membaik warna, suhu).
(skor 5) 2)Identifikasi factor risiko
4) Turgor kulit membaik (skor gangguan perifer
5) (diabetes, hipertensi) R/
5) Warna kulit pucat menurun mengidetifikasi untuk
(skor 5) mengetahui factor risiko
6) Nyeri ekstremitas menurun gangguan perifer
(skor 5) (diabetes, hipertensi)
7) Tekanan darah sistoik 3)Monitor kemerahan,
diastolic membaik (skor 5) nyeri, bengkak pada
8) HbA1C normal (HbA1C ekstremitas R/ memonitor
normal (Normal : =6,5) untuk memantau
kemerahan, nyeri,
bengkak pada ekstremitas
4)Lakukan pencegahan
infeksi R/ untuk
mencegah infeksi
5)Lakukan perawatan kaki
dan kuku R/ agar kaki dan
kuku pasien terawat
bersih dan mencegah
infeksi
6)Lakukan hidrasi R/ untuk
memenuhi kebutuhan
cairan pasien

4. Ketidakstabilan kadar Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi Manajemen


glukosa darah (D. asuhan keperawatan selama Hiperglikemia (I. 03115)
0027) berhubungan 3x24 jam, maka kadar glukosa Dalam (PPNI T. P., 2018) :
dengan Gangguan darah stabil. b. Kriteria Hasil : 1)Identifikasi kemungkinan
toleransi glukosa darah 1) HbA1C (Normal : =6,5) penyebab hiperglikemi R/
Dalam (PPNI T. P., 2) GDA normal (normalnya : untuk mengetahui
2016). <200 mg/dL) kemungkinan penyebab
3) Mulut kering menurun (skor hiperglikemia
5) 2)Monitor kadar glukosa
4) Rasa haus menurun (skor 5) darah R/ untuk memantau
5) Lesu menurun (skor 5) kadar glukosa darah
3)Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia (polyuria,
polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan
kabur, sakit kepala) R/
untuk memantau tanda
dan gejala hiperglikemia
(polyuria, polifagia,
kelemahan,
malaise,pandangan kabur,
sakit kepala).
4)Berikan cairan infus NS
14 tpm R/ untuk
mengganti cairan
elektrolit yg hilang
5)Kolaborasi pemberian
insulin R/untuk
mengontrol kadar gula
darah

Implementasi

Dalam Stikes Hang Tuah Surabaya (2022), Implementasi Keperawatan adalah tindakan
yang diberikan kepada pasien sesuai dengan Intervensi keperawatan yang telah dibuat tergantung
dari situasi dan kondisi pasien pada saat itu. Dalam Siswanto, Hariyati, & Sukihananto (2013)
Tujuan dari implementasi adalah: 1. Melakukan, membantu/mengkoordinasikan penyajian
latihan-latihan eksistensi sehari-hari. 2. Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang berfokus pada pasien. 3. Mencatat dan melakukan pertukaran data penting dengan
perawatan medis pasien secara terus menerus.

Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana
tujuan dari intervemsi keperawatan yang tercapai atau tidak tercapai ( Siswanto, Hariyati, &
Sukihananto, 2013). Dalam menilai, seorang perawat harus memiliki ilmu pengetahuan dan
mampu untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, mampu untuk membuat
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai dan mampu untuk menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. ( Siswanto, Hariyati, & Sukihananto, 2013). Tahap evaluasi
terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses yaitu dilakukan
selama proses keperawatan berlangsung atau menilai respons dari pasien tersebut, sedangkan
evaluasi hasil adalah dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.
Dapus

Dewan, M. C., Rattani, A., Gupta, S., Baticulon, R. E., Hung, Y.-C., Punchak, M., Agrawal, A.,
Adeleye, A. O., Shrime, M. G., & Rubiano, A. M. (2018). Estimating the global
incidence of traumatic brain injury. Journal of Neurosurgery, 130(4), 1080–1097.

Widijanti, A., Susianti, H., Indriana, K., & Indriana, Y. (2021). Peningkatan C-Peptide pada
Krisis Hiperglikemia. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 7(1), 56–60.

Anda mungkin juga menyukai