Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU

OBSTRUKSI KORNIS DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN


BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG JAMRUD
RUMAH SAKIT DR SLAMET GARUT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan (A.Md.Kep) di Program Studi DIII Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung

Oleh

LAN LAN MAULANA YUSUP


NIM: AKX.16.172

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberikan kekuatan dan pikiran sehingga

dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kornis Dengan Ketidakefektifan

Bersihan Jalan Napas Di Ruang Jamrud Rumah Sakit DR Slamet Garut Tahun 2019

secara komprehensif meliputi aspek bio, psiko, spiritual dalam bentuk

pendokumentasian dengan sebaik-baiknya.

Maksud dari tujuan penyusunan KTI ini adalah untuk memenuhi salah satu

tugas akhir dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di

STIKes Bhakti Kencana Bandung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini, terutama

kepada :

1. H.Mulyana, SH.,MPd.,MH.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana

Bandung.

2. Rd. Siti Jundiah, S.Kp.,M.Kep selaku Rektor UBK Bandung.

3. Tuti Suprapti, S.Kp.,M.Kep selaku selaku Ketua Program Studi Keperawatan

STIkes Bhakti Kencana Bandung.

4. A. Aep Indarna S.Kep.,Ners., M.Pd selaku dosen Pembimbing Ketua yang

telah memberikan banyak pengarahan, bimbingan, dan dukungannya.

5. Vina Vitniawati, S.Kep.,Ners M.Kep selaku dosen Pembimbing Pendamping

yang telah memberikan banyak pengarahan, bimbingan, dan dukungannya.

ii
6. Seluruh dosen Akademik DIII Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung

yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bekal keterampilan

selama masa pendidikan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Orang tua yang tidak henti-hentinya memberikan doa, dukungan fisik,

psikososial maupun materi.

8. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2016 Program Studi D III Keperawatan

STIKes Bhakti Kencana Bandung yang telah memberikan dorongan dan

semangat serta Doanya.

9. Kepada semua pihak yang telah berkenan dalam membantu dan memperlancar

kegiatan Penyusunan Karya Tulis ini.

Semoga selalu diberikan hidayah dan pahala yang berlipat ganda oleh-Nya

atas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa

tidak ada sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk yang sempurna (“al-

Insanu ma’al khoto”, manusia itu adalah tempatnya salah), oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk ke arah yang lebih baik

lagi. Semoga KTI ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri

dan umumnya bagi pihak lain yang memerlukannya.

Bandung, Juli 2019

Lan Lan Maulana Yusup

iii
ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang disebabkan
karena adanya obstruksi atau penyumbatan aliran udara pada saluran pernapasan. Salah satu masalah
keperawatan pada pasien PPOK yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tujuan untuk
memperoleh pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan
masalah keperawatan ketidakefektif bersihan jalan nafas di RSUD dr. Slamet Garut. Metode yang
digunakan yaitu metode deskriptif dengan tehnik studi kasus pada 2 klien PPOK dengan masalah
keperawatan ketidakefektif bersihan jalan nafas. Hasil proses keperawatan pada klien PPOK dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu pada klien 1 masalah teratasi,
sedangkan pada klien 2 masalah sebagian teratasi. Diskusi intervensi pada klien 1 dihentikan,
sedangkan pada klien 2 perlu dilanjutkan lagi sampai dengan masalah keperawatan teratasi
sepenuhnya. Saran: Bagi perawat di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut untuk tetap
mempertahankan hubungan kerjasama yang baik dan memberikan dukungan kepada pasien, serta
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari penerapan terapi teknik clapping dan batuk efektif
kepada klien PPOK, sehingga dapat mengeluarkan dahak dan memperbaiki ventilasi paru atau
sistem pernapasan pasien.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, PPOK, Ketidakefektif bersihan jalan nafas


Daftar Pustaka : 21 (2009-2018)

ABSTRACT
Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a lung disease caused by
obstruction or blockage of air flow in the respiratory tract. One of the nursing problems in COPD
patients is the ineffectiveness of airway clearance. The Objectives to gain experience in
implementing nursing care for COPD clients with nursing problems ineffective in cleaning the
airway in RSUD dr. Slamet Garut. The method is used descriptive method with case study
techniques in 2 COPD clients with ineffective nursing problems in cleaning the airway. The results
of the nursing process in COPD clients with nursing problems ineffectiveness of the airway that is
in the client 1 problem is resolved, while in the client 2 the problem is partially resolved. The
discussion of intervention in client 1 was stopped, while in client 2 it was necessary to continue until
the nursing problem was fully resolved. Suggestion: For nurses in the Jamrud room, Dr. Slamet
Garut to maintain a good relationship and provide support to patients, and to improve the quality
and quantity of effective clapping and coughing therapy for COPD clients, so that they can expel
phlegm and improve the patient's pulmonary ventilation or respiratory system.

Keywords : Nursing Care, COPD, Ineffective cleaning of the airway


References : 21 (2009-2018)

iv
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Konsep Penyakit Paru Obstruksi Kronik .............................................. 8
2.2. Konsep Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif ......................................... 18
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ........... 19

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 37
3.2 Batasan Istilah ..................................................................................... 37
3.3 Partisipan/ Responden/ Subyek Penelitian ......................................... 38
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 39
3.5 Pengumpulan Data .............................................................................. 39
3.6 Uji Keabsahan Data ............................................................................. 40

3.7 Analisis Data ........................................................................................ 40


3.8 Etik Penulisan KTI ................................................................................ 42

v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..................................................................................................... 44
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 80
5.2 Saran ................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bernapas merupakan proses vital bagi makhluk hidup. Seluruh

makhluk hidup bernapas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk

manusia. Manusia bernapas untuk memenuhi kebutuhan kadar oksigen yang

diperlukan oleh tubuhnya. Oksigen tersebut digunakan oleh setiap sel dalam

tubuh manusia untuk melakukan proses metabolisme, sehingga

karbondioksida dan air yang harus dikeluarkan. Pada proses bernapas

berlangsung secara bergantian, pertama manusia menghirup udara untuk

memperoleh oksigen disebut dengan proses inspirasi dan kedua

menghembuskan napas untuk mengeluarkan karbondioksida dan air disebut

dengan proses ekspirasi. Namun jika terjadi gangguan terhadap sistem

pernapasan manuasia yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, maka

dapat mengakibatkan penyakit pernapasan (Utami, 2017).

Penyakit pernapasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak

anatomis, sifat kronik penyakit, dan perubahan struktur serta fungsi. Penyakit

pernapasan akan diklasifikasikan sesuai dengan disfungsi ventilasi dan akan

dibagi dalam dua kategori: penyakit-penyakit yang terutama menyebabkan

gangguan ventilasi obstruktif dan penyakit-penyakit yang mengakibatkan

gangguan ventilasi restriktif. Adapun beberapa contoh penyakit pada sistem

1
2

pernapasan tersebut diantaranya yaitu kanker paru, TBC, dan PPOK (Haq et

al., 2010).

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu

penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingginya kejadian PPOK

diantarnya yaitu usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan terhadap

faktor risiko. Adapun faktor risiko tersebut yaitu kebiasaan hidup yang tidak

sehat, polusi udara terutama di Kota besar, industrialisasi, dan kebiasaan

merokok yang diduga berhubungan erat dengan kejadian PPOK

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).

Data Word Health Organization (WHO) memperkirakan, 600 juta

orang menderita PPOK di seluruh dunia dengan 65 juta orang yang menderita

PPOK derajat sedang hingga berat.pada tahun 2020. PPOK adalah penyebab

utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi penyebab

kematian diseluruh dunia 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena

PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari senua kematian secara

global (WHO, 2016). Menurut data penelitian dari Regional COPD Working

Group yang dilakukan di 12 negara di Asia Pasifik rata-rata prevalensi PPOK

sebesar 6,3%, dengan yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura, dan

tertinggi di Vietnam sebanyak 6,7% (Fauzi, 2018). Hasil dari Riskesdas

(Riset Kesehatan Dasar) di Indonesia prevalensi diperkirakan terdapat 4,8 juta

pasien dengan PPOK dengan prevalensi 5,6% angka ini bisa meningkat

dengan makin banyaknya jumlah perokok. Mortalitas PPOK lebih tinggi pada
3

laki-laki dan akan meniungkat pada kelompok umur >45 tahun. Hal ini bisa

dihubungkan bahwa penurunan fungsi pernapasan pada umur 30-40 tahun

(Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data kesehatan Provinsi Jawa Barat jumlah penyakit

obstruksi paru kronik sebesar 2,08% (Dinkes Jabar, 2012). Berdasarkan

catatan medical record RSUD Dr. Slamet Garut angka penyakit PPOK pada

bulan Januari-Desember 2018 adalah 583 kasus atau sebesar 15%. Kemudian

di Ruang Jamrud pasien dengan penyakit PPOK didapatkan sebanyak 15

kasus atau sebesar 1,18% (Sumber: data medikal record RSUD Dr Slamet

Garut, 2019).

Penyakit paru obstuksi kronis adalah penyakit yang mempunyai

karakteristik keterbatasan jalan napas yang ireversibel atau reversible parsial.

Gangguan yang bersifat progresif akibat pajanan atau gas beracun yang

terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas batuk dan

produksi sputum. Hal ini didasari dari kapasitas fisik berupa onset,

munculnya sputum sesak napas dan eksaserbasi yang berulang banyak sekali

yang terjadi apabila berkaitan dengan PPOK (Kristinawati & Supriyadi,

2014).

Beberapa masalah keperawatan pada pasien PPOK diantaranya yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi infeksi, dan

gangguan rasa aman cemas (Doengoes, 2014). Selanjutnya berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Vinni Ovei Nabella (2018) didapatkan
4

bahwa diagnosa prioritas masalah keperawatan pada pasien PPOK yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Klien PPOK dengan masalah bersihan jalan napas memerlukan

perawatan dan penanganan secara khusus untuk segera memulihkan kondisi

tubuhnya, dan mampu memenuhi dan melakukan aktivitas sehari-harinya

sehingga bisa melakukan kegiatan secara mandiri. Ketidakefektifan bersihan

jalan napas menjadi masalah utama, karena dampak dari pengeluaran dahak

yang tidak lancar dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan

bernapas dan gangguan pertukaran gas didalam paru-paru sehingga

mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah,

dalam tahap selanjutnya akan mengalami penyempitan jalan napas yang dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas (Nugroho, 2011).

Perawat profesional mampu memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif meliputi : bio, psiko, sosial, dan spiritual. Peran perawat secara

kuratif yaitu bertujuan untuk memberikan perawatan dan pengobatan secara

farmakologis maupun non farmakologis. Peran perawat sebagai rehabilitatif

yaitu dengan memberikan dukungan kepada keluarga untuk merawat anggota

keluarga dengan baik dan benar, sesuai dengan anjuran dokter maupun

petugas kesehatan lainya (Nursalam, 2009).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan pada klien PPOK melalui penuyusunan karya tulis ilmiah (KTI)

yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT

PARU OBSTRUKSI KORNIS (PPOK) DENGAN


5

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS DI RUANG

JAMRUD RUMAH SAKIT DR SLAMET GARUT”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimakah asuhan keperawatan pada klien Penyakit

Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

di Ruang Jamrud RSUD dr. Slamet Garut?’’

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

di Ruang Jamrud RSUD dr. Slamet.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut.

2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut.


6

3. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut.

5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada klien Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Jamrud RSUD Dr. Slamet Garut.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Teoritis

Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada

klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang Jamrud RSUD Dr.

Slamet Garut.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah ini bagi perawat

yaitu sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah

pengetahuan (kognitif) keterampilan (skill) dan sikap (attitude) bagi

intansi terkait kasusnya didalam meningkatkan pelayanan perawatan

pada klien PPOK.


7

2. Bagi Rumah Sakit

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah ini bagi rumah

sakit yaitu dapat digunakan sebagai acuan dalam menangani masalah

asuhan keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

3. Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat praktis bagi institusi Pendidikan yaitu dapat

digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk

mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan pada klien

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan

bersihan jalan napas.

4. Bagi Klien

Meningkatkan pengetahuan tentang Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK) yang diderita klien, baik tentang penanganan

pertama saat terjadinya penyakit, penanganan mandiri ketika

berlangsungnya penyakit dan dapat jadi bahan informasi bagi

keluarga dan masyarakat lainya tentang cara penanganan penyakit

yang pernah dialaminya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruksi Kronik

2.1.1 Definisi Penyakit Paru

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang

ditandai oleh keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan

yang tidak sepenuhnya dapat dipulihkan meliputi empisema dan

bronkitis kronik atau kombinasi dari keduanya, empisema di

gambarkan sebagai kondisi patofisiologis pembesaran abnormal rongga

udara bagian distal bronkiolus dan kerusakan alveoli, sedangkan

bronkitis kronis merupakan kelainan saluran pernapasan yang ditandai

oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang

kurangnya 2 tahun berturut turut (Muttaqin, 2014).

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan suatu

keadaan penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang

tidak bersifat reversible sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara

biasanya progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi abnormal

pada paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Patricia, 2011).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang disebabkan

karena adanya obstruksi atau penyumbatan aliran udara pada saluran

pernapasan yang ditandai dengan adanya gejala sesak napas dan dalam

8
9

waktu yang lama akan semakin memburuk yang disebut dengan

eksaserbasi.

2.1.2 Konsep Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru

1. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru Normal

Gambar 2.1 Anatomi Pernapasan

(Dictio, 2014)

6. Anatomi Paru

Paru-Paru merupakan salah satu organ sistem pernapasan

yang berada didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis

dan plera viselaris. Kedua paru sangat lunak, elastis, dan berada

dalam rongga torak,paru berwarna keabu-abuan masing-masing

paru mempunyai aspeks tumpul menjorok ke atas masuk ke atas

masuk ke leher kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Sekitar

pertengahan permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis suatu

lekukan tempat bronkus, pembuluh darah, dan syarat masuk ke


10

paru membentuk radiks pulmonalis. Aspek pulmo berbentuk

bundar dan menonjol kearah dasar yang lebar, melewati apertura

terosis superior 2,5-4 cm diatas ujung sternal iga 1. Basis pulmo

adalah bagian yang berbeda diatas permukaan cembung

diafragma. Oleh karena itu kubah diapragma lebih menonjol

keatas, maka bagian kanan lebih tinggi dari pada paru kiri.

Dengan adanya insisura atau fisura pada permukaan paru dapat

dibagi beberapa lobus (Muttaqin, 2014).

7. Fisilogi Paru

a. Pernapasan Paru-Paru (Pernapasan Pulmonal)

Ada empat proses yang berhubungan dengan pernapasan paru-

paru menurut (Evelyn, 2013). yaitu:

a) Ventilasi pulmoner yaitu gerak pernapasan yang menukar

udara dalam alveoli dengan udara luar.

b) Arus darah melalui paru-paru

c) Distribusi arus darah dan arus darah sedemikian sehingga

jumlah tempat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian

tubuh.

d) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan

kalpiler. Karbon dioksida (C02) lebih mudah berdifusi dari

pada oksigen (O2).


11

2. Perubahan Sel Paru-paru Pada PPOK

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa

bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos

pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai

kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis

emfisema:

1) Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan

meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering

akibat kebiasaan merokok lama.

2) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli

secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.

3) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai

saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir

di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan

terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu :

inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos

penyebab utama obstruksi jalan napas (PDPI, 2011).


12

Gambar 2.2 Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(Pusat Medik, 2016)


2.1.3 Etiologi

Ada beberapa faktor resiko utama berkembangnya penyakit ini

yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan paktor host.

Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain merokok, pekerjaan,

polusi udara, infeksi, usia. Sedangkan faktor resiko yang berasal dari

host/ pasienya antara lain usia, jenis kelamin, adanya gangguan fungsi

paru yang sudah terjadi. Predisposisi generik, yaitu defisiensi

antritripsin (AAT) (Muttaqin, 2014).

2.1.4 Patofisiologi

Pada pasien PPOK akan mengalami batuk produktif dan juga

menghasilkan sputum. Penghasilan sputum ini dikarenakan dari asap

rokok dan polusi udara yang dapat menghambat pembersihan

mukosiliar. Mukosiliar berfungsi unuk menangkap dan mengeluarkan

partikel yang belum tersaring oleh hidung dan juga saluran napas besar.

Faktor yang menghambat pembersihan mukosiliar adalah karena


13

adanya poliferasi sel goblet dan pergantian efpitel. Hiperflasia atau

kelenjar penghasil mukus menyebabkan hipersekresi mukus disaluran

pernapasan karena banyaknya jumlah mukus dan kurangnya silia dan

gerakan silia untuk membersihkan mukus maka pasien akan mengalami

bersihan jalan napas tidak efektif jika mukus tidak langsung ditangani

maka akan menyebabkan infeksi dimana tanda-tanda tersebut adalah

perubahan sputum dimana meningkatnya jumlah mukus, mengental dan

perubahan warna (Ikawati, 2016).


14

Bagan 2.1 Patofisiologi

Bronhitis kronik Empisema Asma bronkhial

Penumpukan lendir dan sekretsi Obstruksi pada pertukaran Jalan napas bronkhial
yang sangat banyak menyumbat C2 dan CO2 terjadi akibat menyempit dan membatasi
jalan napas kerusakan dinding alveoli jumlah udara yang mengalir ke
dalam paru paru

Gangguan pergerakan udara dari ke


luar paru

Penurunan kemampuan batuk efektif Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan


penggunaan otot bantu pernapasan

Ketidak efektifan bersihan jalan napas


Resiko tinggi infeksi pernapasan
Respon sistemis dan psikologis

Peningkatan kerja Keluhan sistemis, mual,intek nutrisi Keluhan psikososial


pernapasan,hipoksemia tidak adekuat,malaise,kelemahan, kecemasan,ketidak
secara reversibel dan keletihan fisik tahuan akan prognosis
Gangguan pertukaran gas  Perubahan pemenuhan  Kecemasan
nutrisi kurang dari  Ketidak
Resiko tinggi gagal napas kebutuhan tahuan/pemenuhan
 Gangguan pemenuhan informasi
Kematian
ADL (2014)
Muttaqin
15

2.1.5 Manifestasi Klinis

1. “Smoker’scough“ biasanya diawali sepanjang pagi yang dingin,

kemudian berkembang menjadi sepanjang tahun.

2. Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning,

hijau atau kekuningan bila terjadi infeksi.

3. Dispnea, rerjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan.

Gejala tersebut terjadi beberapa tahun sebelum napas sesak

semakin nyata yang membuat klien mencari bantuan medik. Sedangkan

pada gejala eksaserbasi akut adalah:

1. Peningkatan volume sputum

2. Perburukan pernapasan secara akut

3. Dada terasa berat (chest tightness)

4. Peningktan purulensi sputum

5. Peningkatan kebutuhan bronkodilator

6. Lelah, lesu

Pada gejala berat dapat terjadi :

1. Cyanosis, terjadi kegagalan respirasi

2. Gagal jantung dan edema perifer

3. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukan gejala wajah yang

memerah yang disebabkan polycytemia terythrocytoxis, jumlah

eritrosit yang meningkat hal ini merupakan respon fisiologis normal

karena kapasitas pengangkutan O2 yang berlebih (Muttaqin, 2014).


16

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pengukuran fungsi paru

2. Analisa gas darah

3. Pemeriksaan laboratorium

4. Pemeriksaan sputum

5. Pemeriksaan radiologi thorak foto (AP dan lateral)

6. Pemeriksaan bronkogram

7. EKG (Muttaqin, 2014).

2.1.7 Penatalaksanaan

Intervensi medis bertujuan untuk:

1. Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme

bronkhus dan membersihkan sekret yang berlebih

2. Memelihara keefektifan pertukaran gas

3. Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan

4. Meningkatkan toleransi aktivitas

5. Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan spasmatikus)

6. Mencegah alergen / iritsi jalan napas

7. Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang

sering menyertai adanya obstruksi jalan napas

Menejemen medis diberikan berupa :

1. Pengobatan farmakologi

1) Anti- implamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-lain)


17

2) Bronkodilator Adrenergik : efedrin, epineprin, dan beta

adrenergik agonis slektif,nonadrenergik, aminofilin, teofilin.

3) Antihistamin

4) Steroid

5) Antibiotik

6) Ekspektoran

Oksigen diberikan 3 liter/ menit dengan nasal canul

2. Higiene paru

Cara ini digunakan ketika membersihkan sekret dari paru,

kerja silia, dan menurunkan resiko infeksi. Dilakukan dengan

nebulezer, fisiotrapi dada, dan fostural drinase.

3. Latihan

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi

otot skeletal agal lebih efektif.dilaksanakan dengan jalan sehat.

4. Menghindari bahan iritan

Penyebab iritan jalan napas harus dihindari diantaranya asap

rokok,dan perlu juga mencegah adanya adanya alergen masuk tubuh

5. Diet

Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya

dipsnea.pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari

pada makan yang sekaligus bayak (Ikawati, 2016).


18

2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

2.2.1 Pengertian

Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidak mampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan

jalan napas tetap paten. Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan

seperti batuk tidak produktif, sputum berlebih, suara napas mengi atau

wheezing dan ronchi (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Faktor yang mempengaruhi terjadinya bersihan jalan napas

adalah merokok. Asap rokok dapat menyebabkan terhambatnya

pembersihan mukosiliar dan juga dapat menyebabkan imflamasi pada

bronkiolus dan alveoli. Selain asap rokok ada juga pengaruh lain yaitu

infeksi, kolonialisis bakteri pada saluran pernapasan secara kronis

merupakan suatu pemicu imflamasi pada saluran pernapasan. Adanya

kolonialis bakteri menyebabkan peningkatan kejadian imflamasi yang

dapat dilihat dari peningkatan jumlah sputum dan percepatan

penurunan fungsi paru (Ikawati, 2016).

2.2.2 Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien yang

mengalami bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien PPOK

menurut (Muttaqin, 2014) adalah :

1. Obat anti imflamasi

2. Bronkodilator golongan adrenalin dan golongan xatin


19

3. Antibiotik

4. Vaksinasi influenza dan pnumococcus

5. Batuk efektif (nonfarmologi)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik

2.3.1 Pengkajian

Dispnea adalah keluhan utama PPOK, klien biasanya

mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat

tinggal atau bekerja di area polusi udara berat, adanya alergi riwayat

dari keluarga, adanya riwayat asma pada saat anak-anak. Pengkajian

pada tahap lanjut penyakit, didapatkan kadar oksigen yang rendah

(Hipoksia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnia). Klien

rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan

sekresi, setelah terjadi infeksi klien mengalami mengi yang

berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan

kelemahan adalah hal umum terjadi. Pada pengkajian dilakukan

ditangan sering didapatkan adanya jari tabuh sebagai dampak

hipoksemia yang berkepanjangan (Muttaqin, 2014)

1. Identitas Klien

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya : nama,

umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa. Alamat, jenis

kelamin, status perkawinan, dan penangung jawab (Muttaqin, 2014).


20

2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong

pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya

pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK)

didapatkan keluhan berupa sekresi berlebih, sesak napas, bunyi

mengi.

3. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Klien pada umumnya mengeluh dadanya terasa sesak dan

terasa sulit untuk bernapas.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit

yang sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya dilakukan

pengkajian tentang riwayat obat pasien dan biasanya ada keluhan

batuk atau produksi sputum selama beberapa hari ± 3 bulan dalam

1 tahun dan paling sedikit 2 tahun berturut – turut. Adanya

riwayat merokok.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita

riwayat penyakit yang sama.


21

4) Pola aktivitas

a) Nutrisi

Dikaji mengenai riwayat diet klien. Bagai mana

kebiasaan makan dalam sehari, jenis makanan.apakah

dijumpai perubahan makan akibat penyakit,setelah itu dikaji

tentang kebiasaan minum seperti jenis, jumlah dalam sehari.

b) Eliminasi

Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan

kelainan eliminasi,kesulitan kesulitan eliminasi dan keluhan-

keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan bak.

c) Personal hygiene

Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci

rambut, dan kaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau

secara mandiri.

d) Istirahat tidur

Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah

ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan

kebutuhan saat tidur.

e) Aktivitas

Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah

dan dirumah sakit dibantu atau secara mandir.


22

4. Pemeriksaan fisik

Menurut Muttaqin (2014) pemeriksaan fisik pada klien

PPOK difokuskan pada dada dan paru, yaitu :

1) Inspeksi : pada klien dengan PPOK terlihat adanya usaha dan

frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas

(sternokledomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat

klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang

terperangkap, penipisan massa otot, bernapas dengan bibir yang

dirapatkan, dan pernapasan yang abnormal yang tidak efektif.

Pada tahap lanjut, dispneu terjadi saat beraktivitas. Pengkajian

batuk produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

2) Palpasi : pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus

biasanya menurun

3) Perkusi : pada perkusi, didapatkan suara hipersonor sedangkan

diafragma mendadar/menurun

4) Auskultasi : sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi kering,

sesuai dengan tingkat keparahan obstruksi pada bronkiolus akibat

produksi sputum berlebih.

Pemeriksaan fisik persistem diantaranya :

1) Sistem pernapasan

Pada klien dengan PPOK terlihat adanya usaha dan

frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas


23

(sternokledomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat

klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang

terperangkap, penipisan massa otot, bernapas dengan bibir yang

dirapatkan, dan pernapasan yang abnormal yang tidak efektif.

Pada tahap lanjut, dispneu terjadi saat beraktivitas. Pengkajian

batuk produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

2) Sistem kardiovaskuler

Dikaji sirkulasi darah, nadi dan suara jantung kaji

sirkulasi ferifer (kualitas denyut,warna,temperature, dan ukuran

ekstremitas).

3) Sistem gastrointestinal

Dikaji apakah ada mual muntah, kaji fungsi

gastrointestinal dengan auskultasi suara usus.

4) Sistem endokrin

Dikaji adanya pembesaran getah bening dan kelenjar tiroid.

5) Sistem persyarapan

Kaji fungsi serebral dan kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.

6) Sistem intergumen

Kaji apakah ada tanda tanda sianosis, pucat pada kulit klien

7) Sistem muskuloskeletal

Pada penyakit paru obstruksi kronik kondisi tulang

biasanya secara umum tidak mengalami gangguan, tapi perlu


24

dikaji otot-otot ekstemitas atas dan bawah dengan nilai kekuatan

otot (0-5) diperiksa juga adanya kekuatan pergerakan, atau

keterbatasan gerak.

8) Pemeriksaan fsikologis

Yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep diri,

mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien

tentang kondisi kesehatan sekarang.

9) Status emosi

Kaji emosi klien karena proses penyakit yang tidak

diketahui /tidak pernah di beri tahu sebelumnya.

10) Pola koping

Merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk

mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi

11) Konsep diri

Semua fikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat

oraang mengetahui tentang dirinya dan mengetahui hubunganya

dengan orang lain.

Konsep diri terdiri atas komponen komponen berikut:

a) Gambaran diri

Menggambarkan keadaan fisik klien.


25

b) Ideal diri

Persepsi tentang bagai mana dia seharusnya berprilaku

berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal

tertentu.

c) Harga diri

Penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan memeriksa seberapa baik prilaku seseorang

sesuai ideal diri.

d) Peran diri

Serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh

lingkungan sosial behubungan dengan fungsi individu

diberbagai kelompok sosial

e) Ideal diri

Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang

bertanggung jawab terdapat kesatuan kesinambungan,

konsistensi, dan keunikan individu.

5. Data Psikologis

Bagaimana status emosional klien, harapan klien tentang

penyakit yang dideritanya, gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan

keluarga atau masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup

klien sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien

rasakan dirumah sakit.


26

6. Dara Spiritual

Keyakinan terhadap tuhan yang Maha Esa, harapan terhadap

kesembuhan serta kegiatan spiritual yang dilakukan saat ini.

7. Data penunjang

Pemeriksaan laboraterium, pemeriksaan sputum,

pemeriksaan radiologi thorak foto, pemeriksaan bronkhogram,

pemeriksaan fungsi paru, analisa gas darah dan EKG perlu

dilakukan untuk memvalidasi dalam penegakan diagnosa sebagai

pemeriksaan penunjang.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan didapatkan setelah dilakukan

analisa masalah sebagai hasil dari pengkajian kemudian dicari etiologi

permasalahan sebagai penyebab timbulnya masalah keperawatan

tersebut. Diagnosa keperawatatan PPOK menurut Doengoes, (2014) :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, sekresi kental

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan suplai oksigen

(obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara)

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, anureksia, dan mual

muntah.
27

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan tubuh utama, tidak kuatnya imunitas, proses penyakit,

malnutrisi.

5. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya

informasi, pengetahuan tentang penyakit.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, menurunya

kemampuan batuk efektif.

1) Tujuan

Mempertahankan jalan napas yang paten dengan bunyi

napas jelas.

2) Kriteria hasil

- Sesak napas berkurang

- Prekuensi napas dalam batas normal (12-20 x / menit

- Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi, tidak ada batuk

- TTV dalam batas normal (TD :120/80 mmHg, N : 80 x/ menit

RR : 12-20 x/ menit S : 36,5 C°

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Auskultasi bunyi napas catat 1. Beberapa derajat spasme bronkus
adanya napas misal : whezeeng, terjadi dengan obstruksi jalan
krakel, dan ronkhi napas dan dapat atau tidak
manifestasikan adanya bunyi
napas adventisius misal :
penyebaran kreacles basah
(bronkitis) :bunyi napas resup
dengan ekspirasi mengi
(emfisema) atau tidak ada bunyi
napas (asma berat)
28

2. Kaji / pantau frekuensi 2. Takipnea biasanya ada pada


pernapasan. Catat rasio inpirasi / beberapa derajat dan dapat
ekpirasi ditemukan pada penerimaan atau
selama adanya proses infeksi
akut. Pernapasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibangdingkan
inspirasi
3. Catat adanya /derajat dispenia, 3. Disfungsi pernapasan adalah
mis., keluhan lapar udara, gelisah, variabel yang tergantung pada
ansietas, distres pernapasan, tahap proses kronis selain proses
penggunaan otot bantu. akut yang menimbulkan
perawatan di RS mis., infeksi dan
reaksi alergi
4. Kaji pasien untuk posisi yang 4. Peninggian kepala tempat tidur
nyaman mis., peninggian kepala mempermudahpungsi pernapasan
tempat tidur, duduk pada sandaran dengan menggunakan gravitasi.
tempat tidur Namun, pasien dengan distres
berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernapas.
Songkongan tangan atau kaki
dengan meja, bantal, dan lain lain
membantu menurunkan kerja otot
dan dapat sebagai alat ekspnsi
dada
5. Hindarkan dari polusi udara, mis., 5. Pencetus tipe reaksi alergi
debu, asap dan bulu bantal, yang pernapasan yang dapat mentrigen
berhubungan dengan kondisi episode akut.
individu.
6. Dorong / bantu latihan napas 6. Memberikan pasien beberapa
abdomen atau bibir cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara
7. Observasi karakteristik batuk, 7. Batuk dapat menetap tetapi tidak
mis., menetap, batuk pendek, efektif khususnya bila pasien
basah, bantu upaya memperbaiki lansia, sakit akut, atau
keefektifan upaya batuk kelelahan,batuk efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala
dibawah setelah diperkusi dada
8. Kolaborasi, berikan obat sesuai 8. Merilekan otot halus dan.
indikasi. Bronkodilator, mis., menurunkan kongesti lokal,
epinerin (Adrenalin, Veponepin); menurunkan spasme jalan napas,
albuterol (Provetil, Ventolin); dan mengi, dan produksi mukosa.
obat antibiotik (cefotaxim, Sedangkan obat antibiotik dapat
ceftazidin). mencegah dari infeksi selama
proses pengobatan. Obat-obat
mungkin peroral, injek atau
inhalasi. Obat-obat mungkin
peroral,injek atau inhalasi.
29

9. Berikan humidifikasi tambahan 9. Kelembaban mengurangi


mis., nebuliser ultranik, humidifer kekentalan sekret mempermudah
aerosol ringan pengeluaan dan dapat membantu
menurunkan atau mencegah
pembentukan mukosa tebal pada
bronkus.
10. Bantu pengobatan pernapasan 10. Postural drainage dan perkusi
mis., fisiotrafi dada. bagian penting untuk mebuang
banyaknya sekresi / kental dan
memperbaiki ventilasi pada
segmen dasar paru.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai

oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus. Jebakan

udara).

1) Tujuan

Gangguan pertukaran gas tidak terjadi

2) Kriteria hasil :

- Ada penurunan sesak

- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

adekuat

- Bebas dari gejala distress pernapasan

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Kaji frekuensi, keadaan pernapasan. 1. Berguna dalam evaluasi drajat
Catat pengunaan otot asesoris, distres pernapasan dan atau
napas bibir, ketidak mampuan kronisnya proses penyakit
berbicara/ berbincang
2. Tinggikan kepala tempat tidur, 2. Pengiriman oksigen dapat di
bantu pasien untuk memilih posisi perbaiki dengan posisi duduk
yang mudah untuk bernapas. tinggi dan latihannapas untuk
Dorong napas dalam perlahan atau menurunkan koleps jalan napas,
napas bibir sesuai kebutuhan / dipsnea, dan kerja napas.
toleransi individu
3. Kaji/awasi secara rutin warna kulit 3. Sianosis mungkin perifer (terlihat
dan membran mukosa pada kuku) atau sentral (terlihat
dari sekitar bibir atau daun
telinga). Keabu-abuan dan
sianosis sentral mengidikasi
beratnya hipoksemia.
30

4. Dorong mengeluarkan sputum; 4. Kental, tebal, dan banyaknya


penghisapan bila di indikasikan sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil, penghisapan
dilakukan bila batuk tidak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area 5. Bunyi napas kemungkinan redup
penurunan aliran udara / bunyi karena penurunan aliran udara
napas tambahan. atau area konsilidasi. Adanya
mengi mengindikasikan spasme
bronkus / terhambatnya sekret
basah menyebar menunjukan
cairan pada
intersititial/dekompresi jantung.
6. Palpasi premitus 6. Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak
7. Awasi tingkat kesadaran atau status 7. Gelisah dan ansietas adalah
mental. Selidiki adanya perubahan manifestasi umum pada hipoksia,
GDA memburuk disertai bingung
/ samnolen menunjukan disfungsi
serebral yang berhubungan
dengan hipoksia.
8. Evaluasi tingkat toleransi. Berikan 8. Selama distres pernapasan
lingkungan tenang dan kalem batasi berat/akut/refraktori pasien secara
aktivitas pasien atau untuk istirahat total tidak mampu melakukan
atau tidur, selama pase akut. aktivitas sehari-hari karena
Mungkin pasien melakukan hipoksemia dan dispnea, istirahat
aktivitas secara bertahap dan diselingi aktivitas perawatan
tingkatkan sesuai toleransi individu. masih penting dari program
pengobatan. Namun latihan
pengobatan ini dilanjutkan untuk
meningkatkan pertahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan
dipsnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung 9. Takikaridi, disritmia, dan
perubahanTD dapat menunjukan
efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
10. Awasi / gambarkan seri GDA dan 10. PaO2 biasanya meningkatkan
nadi oksimetri (bronkhitis, emfisema) dan paO2
secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat
lebih kecil atau lebih besar
11. Berikan oksigen tambahan yang 11. Dapat memperbaiki / gelisah
sesuai dengan indikasi hasil GDA menburuknya hipoksia
dan toleransi pasien
12. Berikan penekanan SSP (mis., anti 12. Digunakan untuk mengontrol
ansietas, sedetif, atau narkotik ansietas atau gelisah yang
dengan hati-hati meningkatkan konsumsi oksigen
atau kebutuhan eksaserbasi
dispnea. Dipantau ketat karena
dapat terjadi gagal napas.
31

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan dipsnea, kelelahan efek samping obat, produksi

sputum, anoreksia, mual/muntah.

1) Tujuan

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

2) Kriteria hasil

Menunjukan prilaku/perubahan pola hidup untuk

meningkatkan dan / mempertahankan berat badan yang tepat.

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kebiasaan diet, 1. Pasien distres pernapasan akut biasanya
masukan makanan saat ini, anoreksia karena dispnea, produksi
atat derajat kesulitan sputum dan obat. Selain itu banyakpasien
makan.evaluasi BB dan PPOMmempunyai kebiasaan makan
ukuran tubuh buruk. Meskipun kegagalan bernapas
membuat status hipermetabolik dengan
meningkatkan kebutuhan kalori. Sebuah
akibat pasien sering masuk RS dengan
beberapa derajat mal nutrisi.orang orang
yang mengalami emfisema dering kurus
dengan perototan kurang.
2. Auskultasi bunyi usus 2. Penurunan / hipoaktif bising usus
menunjukan penurunan motilitas gaster
dan komplikasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas dan
hipoksemia
3. Berikan perawatan oral 3. Rasa tak enak, bau dan penampilan
sering, buang sekret, berikan adalah pencegah utama terhadap nafsu
wadah husus untuk sekali makan dan dapat membuat mual dan
pakai dan tisu muntah dengan peningkatankesulitan
napas

4. Dorong periode istirahat 4. Membantu menurunkan kelemahan


selama 1 jam sebelum dan selama waktu makan dan memberikan
sesudah makan. Berikan kesempatan untuk meningkatkan
makan porsi kecil tapi masukan kalori total
sering.
5. Hindari makanan 5. Dapat menghasilkan distensi abdomen
mengandung gas dan yang menggangu napas abdomen dan
karbonat gerajakan diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea
32

6. Hindari makan panas dan 6. Suhu ekstrim dapat Mencetuskan


dingin /mening katkan spasme batuk

7. Timbang berat badan sesuai 7. Berguna untuk pemenuhan kalori,


indikasi menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

8. Konsul ahli gizi/ nutrisi 8. Metode makan dan kebutuhankalori


pendukung tim untuk didasarkan pada situasi/kebutuhan
memberikan makanan yang individu untuk memberikan nutrisi
mudah dicerna, agar nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien /
berimbang. Mis., nutrisi penggunaan energi
tambahan oral/selang
9. Kaji pemeriksaan lab, mis., 9. Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan
albumin, serum, transferin, mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
frofil asam amino, besi,
pemeriksaan
keseimbahangan nitrogen,
glukosa, pemeriksaan fungsi
hati elektrolit, berikan
Vit/mineral/elektrolit sesuai
indikasi
10. Berikan oksigen tambahan 10. Menunjukan dipsnea dan meningkatkan
selama makan sesuai energi untuk makan dan meningkatkan
indikasi masukan

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekutnya pertahanan

utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).

1) Tujuan

Tidak terjadi infeksi

2) Karakteristik

- Menunjukan pemahaman faktor individu

- Mengidintifikasi untuk mencegah dan menurunkan resiko

infeksi

- Menunjukan teknik untuk meningkatkan lingkungan aman.

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi suhu 1. Demam dapat terjadi karena infeksi
dan/ dehidrasi.
33

2. Kaji pentingnya latihan napas, 2. Aktivitas ini meningkatkan


batuk efektif, perubahan fosisi mobilisasi dan mengeluarkan sekret
sering dsn masukan cairan yang untuk menurunkan resiko terjadinya
adekuat. infeksi paru.

3. Observasi warna, bau, karakter 3. Sekret berbau kehijauan atau kuning


seputum. menunjukan adanya infeksi paru

4. Tunjukan dan bantu pasien 4. Mencegah penyebaran patogen


tentang pembuangan tisu dan melalui cairan
sputum. Tekankan cuci tangan
yang benar, dan penggunaan
sarung tangan bila memegang /
membuang tisu, wadah sputum.
5. Awasi pengunjung 5. Menurunkan potensial terpajan dan
penyakit infeksi

6. Dorong keseimbangan antara 6. Menurunkan konsumsi/kebutuhan


aktivitas dan istirahat. keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi. Meningkatkan
penyembuhan

7. Diskusikan kebutuhan masukan 7. Malnutrisi dapat mempengaruhi


nutrisi adekuat. kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi

8. Dapat sipasimen sputum dengan 8. Dilakukan untuk mengidentifikasi


batuk atau penghisapan untuk organismen penyebab dan
pewarnaan kuman garam. kerentanan terhadap sebagai
antimikrobial

9. Berikan antikrobial sesuai 9. Dapat diberikan untuk organisme


indikasi khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sendivitas atau diberikan
secara frofilaktik karena resiko
tinggi

5. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya

informasi pengetahuan tentang penyakit

1) Tujuan

Berkurang sampai hilang rasa cemas

2) Kriteria hasil

- Mengidentifikasikan tanda/gejala yang ada dari proses

penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.


34

- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam

pengobatan.

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan penjelasan proses 1. Menurunkan ansietas dan dapat
penyakit individu, dorong menimbulkan perbaikan partisipasi
pasien/orang terdekat untuk pada rencana pengobatan
menanyakan pertanyaan
2. Diskusikan faktor individu 2. Untuk mengetahui tentang proses
yang memperberat kondisi, cemas yang dialaminya.
mis.,udara terlalu kering,
lingkungan dengan suhu
dingin
3. Hindari perubahan suhu yang 3. Untuk menghindari panas atau dingin
ekstrem karena panas dapat meningkatkan
suhu tubuh dan dingin cenderung
meningkatkan bronkhopasme
4. Anjurkan klien untuk berhenti 4. Merokok menekankan aktivitas silia
merokok dan mempengaruhi pembersihan
silaris dari saluran pernapasan

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realita rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah di tetapkan .kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan mengobservasi respon klien selama

dan sudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru

(Nikmatur, 2012).
35

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan kebersihan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasi (Nursalam, 2009).

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIER.

Penggunaanya tergantung dari kebijakan setempat pengertian

SOAPIER adalah sebagai berikut : (Nikmatur, 2012).

1. S : Data subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan

2. O : Data objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien

setelah dilakukan tindakan keperawatan

3. A : Analisa data

Interpretasi dari data subjektif dan objektif,analisa merupakan suatu

masalah atau diagnosa keperawatan yang masih terjadi atau juga

dapat dituliskan masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat

perubahan setatus kesehatan klien yang telah diidentifikasi datanya

dalam subjektif dan objektif.


36

4. P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjurkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang

telah ditentukan sebelumnya.

5. I : Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah diidentifikasi dalam komponen P

(perencanaan).

6. E : Evaluasi

Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan

7. R : Reasessment

Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai